Senin , 02 Jul 2012, 13:26 WIB Red: Heri Ruslan REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Saiful Arif Yazid
Piagam Madinah terdiri dari 47 pasal utama di luar pembukaan. Rabu , 26 Feb 2020, 12:17 WIB Republika/Syahruddin El-Fikri Red: Nashih Nashrullah REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, Sebagai produk yang lahir dari rahim peradaban Islam, Piagam Madinah diakui sebagai bentuk perjanjian dan kesepakatan bersama bagi membangun masyarakat Madinah yang plural, adil, dan berkeadaban. Di mata para sejarawan dan sosiolog ternama Barat, Robert N Bellah, Piagam Madinah yang disusun Rasulullah itu dinilai sebagai konstitusi termodern di zamannya, atau konstitusi pertama di dunia. Berikut petikan lengkap terjemahan Piagam Madinah yang terdiri dari 47 pasal: Preambule: Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ini adalah piagam dari Muhammad, Rasulullah SAW, di kalangan mukminin dan Muslimin (yang berasal) dari Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikuti mereka, menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka. Pasal 1: Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komunitas) manusia lain. Pasal 2: Kaum Muhajirin (pendatang) dari Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin. Pasal 3: Banu 'Awf, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin. Pasal 4: Banu Sa'idah, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin. Pasal 5: Banu al-Hars, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin. Pasal 6: Banu Jusyam, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin. Pasal 7: Banu al-Najjar, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin. Pasal 8: Banu 'Amr Ibn 'Awf, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin. Pasal 9: Banu al-Nabit, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin. Pasal 10: Banu al-'Aws, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin. Pasal 11: Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung utang di antara mereka, tetapi membantunya dengan baik dalam pembayaran tebusan atau diat. Pasal 12: Seorang mukmin tidak dibolehkan membuat persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya, tanpa persetujuan dari padanya. Pasal 13: Orang-orang mukmin yang takwa harus menentang orang yang di antara mereka mencari atau menuntut sesuatu secara zalim, jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan di kalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka. Pasal 14: Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran (membunuh) orang kafir. Tidak boleh pula orang mukmin membantu orang kafir untuk (membunuh) orang beriman. Pasal 15: Jaminan Allah satu. Jaminan (perlindungan) diberikan oleh mereka yang dekat. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak tergantung pada golongan lain. Pasal 16: Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang (mukminin) tidak terzalimi dan ditentang (olehnya). Pasal 17: Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka. Pasal 18: Setiap pasukan yang berperang bersama kita harus bahu-membahu satu sama lain. Pasal 19: Orang-orang mukmin itu membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan Allah. Orang-orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus. Pasal 20: Orang musyrik (Yatsrib) dilarang melindungi harta dan jiwa orang (musyrik) Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman. Pasal 21: Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus dihukum bunuh, kecuali wali si terbunuh rela (menerima diat). Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya. Pasal 22: Tidak dibenarkan bagi orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan atau menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dan kemurkaan Allah di hari kiamat, dan tidak diterima daripadanya penyesalan dan tebusan. sumber : Harian Republika Jakarta - Kurang lebih 1400 tahun yang lalu di Madinah, -kota sehat menurut WHO-, disepakati Piagam Madinah. Ini adalah sebuah dokumen perjanjian tertulis yang diprakarsai Nabi Muhammad SAW dan para sahabat untuk mempersatukan beberapa golongan yang ada di Madinah saat itu.
Pada 27 sampai 28 Januari 2020 lalu misalnya, Konferensi Internasional Al-Azhar mengutip Piagam Madinah dalam salah satu rumusannya. "Negara menurut pandangan Islam adalah negara bangsa modern yang demokratis konstitusional. Al-Azhar-diwakili oleh para ulama kaum Muslim hari ini-menetapkan bahwa Islam tidak mengenal apa yang disebut dengan negara agama (teokratis) karena tidak memiliki dalil dari khazanah pemikiran kita. Ini dipahami secara tegas dari Piagam Madinah dan praktek pemerintahan Rasul serta para khalifah rasyidin setelah beliau yang riwayatnya sampai kepada kita. Para ulama Islam, di samping menolak konsep negara agama, mereka juga menolak negara yang mengingkari agama dan menghalangi fungsinya dalam mengarahkan manusia." Demikian isi rumusan nomor 12 dari Konferensi Internasional Al-Azhar yang dikutip Tim Hikmah dari laman Kementerian Agama, Rabu 27 Januari 2021. Sejarah dan Tujuan Piagam Madinah Ketika Nabi Muhammad SAW dan umat Islam tiba di Madinah, di wilayah itu sudah tinggal beberapa golongan. Mereka antara lain: Muslimin yang terdiri dari Muhajirin dan Anshar, orang-orang musyrik dari sisa-sisa Aus dan Khazraj, orang-orang Yahudi: Banu Qainuqa di sebelah dalam, Banu Quraiza di Fadak, Banu'n-Nadzir tidak jauh dari sana dan Yahudi Khaibar di Utara. Untuk kaum Muhajirin dan Anshar sudah ada solidaritas sebagai sesama muslim. Namun untuk golongan Aus dan Khazraj ini sangat rentan sekali terjadi konflik. Maka untuk menghentikan potensi konflik antar Bani Aus dan Bani Khazraj, juga dengan golongan lain, Nabi Muhammad SAW setelah berdiskusi dengan Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khattab dan sejumlah sahabat membuat sebuah dokumen perjanjian tertulis. Dalam dokumen yang kemudian dikenal dengan Piagam Madinah itu ditetapkan sejumlah hak dan kewajiban kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas komunitas lain di Madinah. Apa Isi Piagam Madinah? Sejumlah referensi menyebutkan Piagam Madinah dibuat sekitar tahun 622 Masehi di awal-awal Nabi Muhammad SAW dan umat Islam tiba di Madinah, yang sebelumnya dikenal sebagai Yatsrib. Berikut ini isi Piagam Madinah yang redaksinya dikutip dari Buku Sejarah Hidup Muhammad karya Muhammad Husain Haekal.
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Surat Perjanjian ini dari Muhammad-Nabi, antara orang=orang beriman dan kaum muslimin dari kalangan Quraisy dan Yatsrib (Madinah) serta mengikut mereka dan menyusul mereka dan berjuang bersama-sama mereka bahwa: mereka adalah satu umat, di luar golongan orang lain Kaum muhajirin dari kalangan Quraisy adalah tetap menurut adat kebiasaan baik yang berlaku di kalangan mereka, bersama-sama menerima atau membayar tebusan darah antara sesama mereka dan mereka menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang beriman. Isi Piagam Madinah berikutnya, KLIK HALAMAN SELANJUTNYA UNTUK MEMBACA
(erd/erd) |