Perbedaan syarat sah dan syarat wajib puasa

Rukun puasa perlu diketahui terlebih sebentar lagi kita sedang menjalankan ibadan puasa di bulan Ramadan.

Puasa atau shaum adalah sebuah ibadah yang luar biasa. Termasuk dalam rukun Islam yang lima, puasa diwajibkan untuk umat muslim saat Ramadan dan disunathkan di bulan-bulan dan waktu-waktu khusus lainnya.

Untuk menegaskan tentang wajibnya puasa, Allah SWT berfirman dalam Alquran, yakni: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah: 183).

Baca Juga: Kumpulan Doa Menyambut Ramadan yang Bisa Dipanjatkan Menjelang Puasa di Bulan Suci

Bukan hanya berpahala, puasa juga baik untuk kesehatan.

Manfaat puasa salah satunya saat berpantang dari semua atau makanan dan minuman tertentu akan menurunkan asupan kalori secara keseluruhan, yang dapat menyebabkan peningkatan penurunan berat badan seiring waktu.

American Journal of Clinical Nutrition menemukan, puasa dapat meningkatkan metabolisme dengan meningkatkan kadar neurotransmitter norepinefrin, yang dapat meningkatkan penurunan berat badan.

Harus ada syarat dan rukun puasa yang dipenuhi agar puasa masuk dalam kategori sah.

ADVERTISEMENT

Perbedaan syarat sah dan syarat wajib puasa

Menurut para ulama ushul fikih, syarat adalah: “Sesuatu yang jika ia tidak ada maka suatu amalan dianggap tidak ada. Namun dengan adanya dia, belum tentu suatu amalan dianggap ada, yang ia terletak di luar amalan.”

Baca Juga: Doa untuk Kelancaran Operasi, agar Tidak ada Hambatan dan Diberikan Kesembuhan Setelah Menjalaninya

Maksudnya, jika suatu amalan baik berupa ibadah atau akad muamalah, hilang darinya satu syarat saja maka amalan tersebut dianggap tidak ada atau tidak sah.

Contohnya, wudhu adalah syarat sah salat. Jika seseorang salat tanpa wudhu maka saalatnya tidak sah.

Sedangkan rukun adalah: “Sesuatu yang jika ia tidak ada maka suatu amalan dianggap tidak ada. Namun dengan adanya dia, belum tentu suatu amalan dianggap ada, yang ia terletak di dalam amalan.”

Rukun mirip dengan syarat, sebab jika tidak terpenuhi satu saja, amalan dianggap tidak ada atau tidak sah.

Bedanya, rukun berada di dalam amalan, sedangkan syarat berada di luar amalan. Contohnya terkait dengan rukuk dan sujud di dalam salat.

Shalat seseorang tidak sah jika kurang satu sujud atau kurang satu rukuk, baik karena sengaja atau lupa. Sedangkan rukuk dan sujud ada di dalam shalat. Berbeda dengan wudlu sebagai contoh di atas.

Dirangkum dari berbagai sumber, simak penjelasan rukun puasa dan syaratnya di bawah ini.

Baca Juga: Resep Tumis Udang Petai untuk Makan Malam Ramadan Istimewa

Syarat Puasa

Perbedaan syarat sah dan syarat wajib puasa

Foto: Orami Photo Stock

Ada beberapa hal tentang syarat dan rukun puasa yang harus diperhatikan.

Dilansir Islam NU, puasa adalah ibadah yang menjadi keharusan atau rukun keislamannya.

Hal ini termaktub dalam hadits yang diriwayat kan oleh Imam Turmudzi dan Imam Muslim:

ADVERTISEMENT

Perbedaan syarat sah dan syarat wajib puasa

عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله وسلم يَقُوْلُ : بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَحَجُّ الْبَيْتِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ

“Dari Abi Abdurrahman, yaitu Abdullah Ibn Umar Ibn Khattab r.a, berkata: saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Islam didirikan dengan lima hal, yaitu

persaksian tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, didirikannya shalat, dikeluarkannya zakat, dikerjakannya hajji di Baitullah (Ka’bah), dan dikerjakannya puasa di bulan Ramadhan.” (Hadits Shahih, riwayat al-Bukhari: 7 dan Muslim: 19)

Yuk, ketahui lebih dalam di sini!

Baca Juga: Beda Karakter Anak, Beda Pula Cara Mengajarkan Puasa

1. Syarat Wajib Puasa

Maksudnya adalah seseorang dikatakan wajib menunaikan puasa apabila:

Sedang Sehat atau Tidak Dalam Keadaan Sakit, serta Sedang Menetap atau Tidak Dalam Keadaan Bersafar

Allah SWT berfirman: “Dan barangsiapa yang dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS Al Baqarah: 185).

Suci dari Haid dan Nifas

Ini berdasarkan hadis dari Mu’adzah yang pernah bertanya pada ‘Aisyah RA tentang hal tersebut. Mu’adzah berkata:

“Saya bertanya kepada Aisyah ‘Kenapa gerangan perempuan yang haid mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat?’ Aisyah menjawab, ‘Apakah kamu dari golongan Haruriyah? ‘

Aku menjawab, ‘Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.’ Dia menjawab, ‘Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ salat’.”

Islam

Jumhur ulama berpendapat bahwa orang-orang kafir juga mukhaththab bi furu’isy syar’iyyah (menjadi objek hukum-hukum syar’i dalam masalah furu’). Sehingga mereka juga terkena kewajiban salat, puasa, dan zakat.

Baligh

Ketika orang anak menginjak usia balig, barulah ia terkena beban syariat.

Rasulullah SAW bersabda: “Pena (catatan amal) diangkat dari tiga jenis orang: orang yang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia balig, dan orang gila hingga ia berakal.” (HR. An-Nasa`i no. 7307, Abu Dawud no. 4403, Ibnu Hibban no. 143).

Berakal

Seseorang dikenai beban syariat ketika ia memiliki akal. Orang yang gila, pingsan, koma, tidak dikenai beban syariat hingga kembali akalnya. Dasar dalilnya sama seperti dalil baligh di atas.

Mukim (tidak sedang safar)

Orang yang sedang dalam perjalanan jauh, tidak ada kewajiban untuk berpuasa. Allah SWT berfirman:

“Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS Al-Baqarah: 184).

Mampu berpuasa

Orang yang tidak mampu berpuasa karena ada udzur seperti sakit, atau sudah tua, atau uzur yang lain, maka tidak ada kewajiban berpuasa. Allah SWT berfirman:

“Allah tidak membebani manusia kecuali sesuai kemampuannya.” (QS Al-Baqarah: 286).

Baca Juga: 7 Cara Mudah Membangunkan Anak Sahur Agar Tidak Ngambek

2. Syarat Sah Puasa

Ada beberapa syarat sahnya puasa, yaitu:

Islam

Ini adalah syarat sah dari semua amalan. Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Allah hanya menerima amalan dari orang-orang yang bertakwa.” (QS Al-Ma`idah: 27).

Tamyiz

Anak kecil yang sudah mumayiz jika melakukan ibadah dengan memenuhi syarat dan rukunnya, maka sah ibadahnya.

Patokan tamyiz menurut para ulama adalah ketika seorang anak sudah bisa memahami perkataan orang lain secara umum dengan baik.

Ini berdasarkan hadis dari ‘Abdullah bin ‘Abbas RA, yakni: “Seorang perempuan mengangkat seorang anak kecil (ke hadapan Nabi SAW), kemudian ia berkata: ‘Apakah anak ini hajinya sah?’ Nabi menjawab: ‘Iya sah, dan engkau mendapatkan pahala’.” (HR Muslim no. 1336).

Berakal

Orang yang tertutup akalnya, tidak sah dan tidak teranggap amalannya karena tidak ada niat dari dirinya.

Suci dari Haid dan Nifas

Perempuan yang sedang haid dan nifas tidak sah ibadahnya karena berada dalam kondisi hadas akbar. Dasar hadisnya telah disebutkan di atas.

Masuk Waktu.

Puasa hanya sah jika dikerjakan pada waktunya. Salah satunya ketika bulan Ramadan dan antara terbit fajar shadiq sampai tenggelam matahari. Allah SWT berfirman:

“Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (QS Al-Baqarah: 185).

Berniat

Niat merupakan syarat sah puasa karena puasa adalah ibadah sedangkan ibadah tidaklah sah kecuali dengan niat sebagaimana ibadah yang lain.

Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya setiap amal itu tergantung dari niatnya.” Namun ada yang melafadzkan niat, tapi ada juga yang tidak. Ini tergantung dari pemahaman seseorang.

Baca Juga: Ini Dia 10 Manfaat Puasa untuk Kesehatan

Rukun Puasa

Perbedaan syarat sah dan syarat wajib puasa

Foto: Orami Photo Stock

Berdasarkan kesepakatan para ulama, rukun puasa adalah menahan diri dari berbagai pembatal puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.

Hal ini berdasarkan firman Allah SWT: “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS Al Baqarah: 187).

1. Niat

Ulama Syafi’iyyah dan Malikiyyah berpendapat bahwa niat adalah rukun puasa, bukan syarat.

Karena niat puasa selalu ada dalam diri seseorang, kecuali ia berniat membatalkan puasanya. Sedangkan ulama Hanabilah dan Hanafiyah berpendapat bahwa niat adalah syarat sah puasa, bukan rukun.

Karena niat dilakukan sebelum fajar, di luar puasa. Terlepas dari perbedaan ulama dalam masalah tersebut, orang yang berpuasa Ramadan wajib berniat di malam hari sebelum fajar. Tidak sah puasa orang yang tidak berniat.

2. Menahan diri

Tentunya mampu menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hingga tenggelam matahari.

Sebuah hadist dari ‘Umar bin Khaththab RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Jika datang malam dari sini, dan telah pergi siang dari sini, dan terbenam matahari, maka orang yang berpuasa boleh berbuka.” (HR Al-Bukhari no.1954, Muslim no. 1100).

Ketika orang yang puasa memenuhi syarat sah dan rukun puasa, maka sah puasanya. Selamat belajar menahan dan mengontrol diri selama puasa.

Sumber

  • https://islam.nu.or.id/ramadhan/syarat-wajib-dan-rukun-puasa-ramadhan-EoZoJ
  • https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/10837292/