Perbandingan yang paling tepat dalam penyembelihan secara manual dan mekanik

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Yusuf Assidiq

Setiap tahun konsumsi daging  di Tanah Air terus meningkat. Berdasarkan data Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, pada 2005 konsumsi daging per kapita mencapai 4,93 kilogram. Setahun kemudian, meningkat 11,5 persen menjadi 5,34 kilogram.

Dengan perkiraan laju pertumbuhan ekonomi sekitar 6,3 persen dan penduduk 1,4 persen per tahun, dalam lima tahun ke depan diperkirakan  akan terjadi kenaikan tingkat konsumsi daging sebesar 5,8 persen.  Guna memenuhi kebutuhan daging, Indonesia masih harus mengimpornya dari berbagai negara.

Industri peternakan kini menjelma sebagai salah satu industri utama. Demi efisiensi,  sejumlah perusahaan peternakan telah menerapkan teknologi mutakhir, termasuk pada tahapan pemotongan dan penyembelihan hewan. Salah satunya adalah  menyembelih hewan secara mekanis.

Bagaimana ajaran Islam memandang proses penyembelihan hewan secara mekanis?  Ajaran Islam mengatur penyembelihan hewan harus memenuhi unsur syar'i. Yakni,  hewan yang akan dikonsumsi dagingnya harus disembelih dengan cara  memutus saluran pencernaan, pernafasan, dan pembuluh darah nadi.

Ulama al-Azhar terkemuka, Sayyid Sabiq,  menegaskan,  ketentuan itu merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi daging impor dari negeri non-Muslim. Menurut Sayyid Sabiq,  jika syarat ini tidak dipenuhi, maka daging tersebut haram dimakan.

Sejatinya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah lama menetapkan fatwa penyembelihan hewan secara mekanis. Komisi Fatwa MUI pada 24 Syawal 1396 H / 18 Oktober 1976 melalui sebuah sidang memutuskan fatwa yang membolehkan penyembelihan hewan secara mekanis.

''Menetapkan / memfatwakan bahwa penyembelihan hewan secara mekanis pemingsanan merupakan modernisasi berbuat ihsan kepada hewan yang disembelih sesuai dengan ajaran Nabi dan memenuhi persyaratan ketentuan syar'i dan hukumnya sah dan halal, dan oleh karenanya, diharapkan supaya kaum Muslimin tidak meragukannya,'' ungkap KH M Syukri Ghazali, ketua Komisi Fatwa MUI, ketika itu.

Kalangan ulama memandang penggunaan mesin untuk pemingsanan dimaksudkan mempermudah roboh dan jatuhnya hewan yang akan disembelih di tempat pemotongan. Selain itu, menurut Kiai Syukri, teknik itu juga diterapkan  untuk meringankan rasa sakit hewan.

''Penyembelihannya dilakukan dengan pisau yang tajam memutuskan hulqum (tempat berjalan nafas), mari' (tempat berjalan makanan), dan wadajaain (dua urat nadi) hewan yang disembelih oleh juru sembelih Islam, dengan terlebih dahulu membaca Basmalah,'' papar Kiai Syukri dalam fatwa tersebut.

MUI menegaskan, hewan yang roboh dipingsankan di tempat penyembelihan apabila tidak disembelih akan bangun sendiri lagi segar seperti semula keadaannya. Selain itu, penyembelihan dengan sistem itu  tidak mengurangi keluarnya darah mengalir, bahkan akan lebih banyak dan lebih lancar sehingga dagingnya lebih bersih.

Komisi Fatwa MUI berpendapat, penyembelihan hewan secara mekanis pemingsanan merupakan bentuk modernisasi berbuat ihsan kepada hewan yang disembelih sesuai dengan ajaran Nabi SAW dan memenuhi ketentuan syar'i.

Sabda Rasulullah SAW, ''Bahwasanya Allah SWT menetapkan ihsan (berbuat baik) atas tiap-tiap tindakan. Apabila kamu ditugaskan membunuh maka dengan cara baiklah kamu membunuh dan apabila engkau hendak menyembelih maka sembelihlah dengan cara baik. Dan hendaklah mempertajam salah seorang kaum akan pisaunya dan memberikan kesenangan yang disembelihnya (yaitu tidak disiksa dalam penyembelihannya).''

Jadi, teknik penyembelihan tadi hukumnya sah dan halal. ''Maka itu, kami mengharapkan agar kaum Muslim tidak meragukannya,'' tegas Kiai Syukri.  Pandangan serupa diungkapkan cendekiawan Syekh Yusuf al-Qardhawi. Ulama terkemuka asal Mesir itu membolehkan umat mengonsumsi daging impor, asalkan mengetahui lebih dulu cara penyembelihannya dan harus disebut nama Allah ketika melakukannya.

Syekh al-Qaradhawi,  melarangan memakan sembelihan sembarang penyembelih, karena penyembelih disyaratkan harus Muslim atau orang yang beriman kepada kitab samawi, disebabkan menyembelih hewan berarti melenyapkan ruh ciptaan Allah SWT.

Maka itulah, Allah hanya mengizinkan orang beriman kepada-Nya yang boleh menyembelih hewan. Ini mengingat saat hendak menyembelih, seorang Muslim mengucapkan bismillahi rahmanirahim. Sehingga, bagaimana mungkin orang yang tidak mengakui kekuasaan Allah dibolehkan melakukan penyembelihan ini?

Syarat Memotong Hewan Secara Mekanis

1. Sebelum hewan disembelih lebih dahulu dipingsankan dengan listrik.

2. Setelah dipingsankan hewan yang akan dipotong tetap dalam keadaan hidup (bernyawa), dengan kata lain apabila hewan yang telah dipingsankan tidak jadi dipotong, hewan tersebut akan hidup kembali.

3. Setelah dipingsankan baru hewan tersebut dipotong dengan mempergunakan sebilah pisau yang tajam hingga seluruh urat nadi yang terletak di bagian leher putus terpotong. Pemotongan hewan dilaksanakan oleh seorang Muslim (petugas pemotong hewan) dengan terlebih dahulu membacakan "Bismillahirrahmannirrahim'.

4. Setelah hewan dipotong dan darahnya telah berhenti mengalir kemudian dikuliti dan dikeluarkan isi perutnya dan selanjutnya dagingnya dipotong-potong.

5. Dengan cara pemingsanan penderitaan dari hewan yang akan dipotong jauh berkurang dibandingkan cara pembantaian yang berlaku saat ini.

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...

Pada bulan ini ada momen Idul Adha, yang diperingati salah satunya dengan penyembelihan hewan kurban dan membagikan dagingnya untuk masyarakat.

Masyarakat pun menyambutnya dengan antusias… salah satu alasannya yaitu karena tingkat konsumsi daging sapi yang memang cukup rendah untuk kebanyakan orang. Dengan adanya penyembelihan hewan kurban, mereka bisa mendapatkan daging sapi secara gratis.

Perbandingan yang paling tepat dalam penyembelihan secara manual dan mekanik
Data konsumsi daging sapi 2014 (Kompas)

***

Salah satu hal yang penting untuk diperhatikan dalam hal ini, bahwa penyembelihan hewan harus memperhatikan prinsip animal walfare atau kesejahteraan hewan…

Mengenai hal ini, UU Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2009 Bab VI Bagian kedua Pasal 66 ayat (2) menjelaskan:

Penyembelihan hewan harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, sehingga hewan bebas dari rasa sakit, rasa takut, dan tertekan, penganiayaan, dan penyalahgunaan.

Selain itu, tata cara penyembelihan dalam islam mengharuskan hewan tersebut mati karena disembelih dengan tiga saluran pada leher, yaitu esofagus, trakhea, dan pembuluh darah terpotong.

Metode Penyembelihan

Secara umum metode penyembelihan hewan ternak di Indonesia ada dua, yaitu

1. Penyembelihan konvensional

Metode penyembelihan manual merupakan metode yang lazim dan banyak di gunakan di Rumah Potong Hewan (RPH) maupun dalam kehidupan sehari-hari. Pelaksanaan metode ini yaitu dengan merebahkan hewan secara manual, kemudian disembelih.

Kekurangan metode ini yaitu proses perebahan hewan yang cenderung kasar… dan saat disembelih hewan terlihat meronta-ronta. Selain itu, metode ini juga tidak efektif untuk penyembelihan hewan dalam skala besar.

2. Penyembelihan dengan stunning (pemingsanan)

Pada metode ini hewan terlebih dahulu dilemahkan/dipingsankan dengan menggunakan captive bolt stun gun, baru kemudian disembelih. Dengan metode pemingsanan ini diharapkan hewan tidak merasa kesakitan saat dipotong (sesuai standar kesehjateraan hewan) dan lebih mudah karena hewan tidak berontak.

Perbandingan yang paling tepat dalam penyembelihan secara manual dan mekanik

Yang menjadi masalah adalah cara memastikan bahwa hewan hanya sekedar pingsan, bukan mati. Cara kerja captive bolt gun yaitu kepala hewan ditembak dengan kaliber tumpul, yang menyebabkan kerusakan pada jaringan otak, sehingga ternak akan goyah dan pingsan.

Tanpa pertimbangan ukuran kaliber yang tepat, perlakuan ini dapat menyebabkan hewan mengalami memar atau fraktur pada os frontalis, rusaknya jaringan otak secara akut dan hewan mati terlebih dahulu sebelum disembelih. Jika hewan mati sebelum disembelih, daging hewan tersebut tidak lagi halal untuk dimakan (secara islam).

Baca juga:  Gosip ada demi keberlangsungan hidup manusia

Kendati demikian, metode ini sangat efektif untuk proses penyembelihan hewan dalam skala besar.

Kesempurnaan Kematian Hewan

Pada tahun 2015 Herwin Pisestyani, dkk meneliti mengenai perbandingan kesempurnaan kematian sapi setelah penyembelihan dengan atau tanpa pemingsanan, berdasarkan parameter waktu henti darah memancar.

Penelitian ini menggunakan 30 ekor sapi brahman cross jantan yang kemudian dibagi menjadi 2 kelompok, satu kelompok disembelih dengan pemingsanan dan satu kelompok lagi tanpa melalui pemingsanan.

Dari penelitian tersebut, ditemukan hasil yang menunjukkan adanya perbedaan waktu henti darah yang signifikan antara sapi yang disembelih dengan pemingsanan dan sapi yang disembelih tanpa pemingsanan terlebih dahulu.

Perbandingan yang paling tepat dalam penyembelihan secara manual dan mekanik
Data tersebut menunjukkan sapi yang dipingsankan sebelum disembelih membutuhkan waktu henti lebih lama di bandingkan sapi yang tidak dipingsankan, rata-rata 53,4 detik.

Hal tersebut terjadi karena respirasi pada hewan yang dipingsankan menurun, sehingga distribusi oksigen ke jantung juga menurun. Akibatnya kekuatan frekuensi jantung dan tekanan darah menurun, dan waktu henti darah memancar menjadi lebih lama.

Sedangkan untuk sapi yang disembelih tanpa melalui proses pemingsanan terlebih dahulu, ketika disembelih terjadi peningkatan frekuensi jantung yang menyebabkan darah yang dipompa keluar pada saat disembelih menjadi lebih cepat, sehingga darah yang memancar pada sapi akan lebih cepat berhenti dan mati.

Perbedaan yang terjadi juga terlihat dari darah yang keluar. Pada sapi yang disembelih dengan stunning warna darah tidak merah segar, tetapi bervariasi dari merah ke coklat kehitaman, dan keluar darahnya juga tidak selancar dan sebanyak sapi yang disembelih tanpa di stunning. Itu artinya, masih terdapat banyak darah yang belum keluar dari badan hewan, yang berpotensi besar menjadi sarang pertumbuhan bakteri.

Tingkat stress pada hewan

Stress pada hewan sebelum disembelih akan berdampak buruk pada kualitas karkas (daging). Menurut Wita, dark firm dry (DFD) atau daging yang berwarna gelap, bertekstur keras, kering, memiliki pH tinggi dan daya mengikat air tinggi merupakan indikator dari stress atau kelelahan pada hewan sebelum disembelih.

Maka dari itu, perlakuan hewan sebelum disembelih akan berdampak pada hasil daging yang akan diperoleh.

Penyembelihan metode konvensional memiliki potensi stress hewan yang lebih tinggi daripada metode stunning, karena proses perebahan hewan (konvensional) dapat membuat hewan kelelahan dan stress.

…adapun dengan metode stunning, sebelum disembelih hewan pingsan, sehingga tidak merasakan stress ataupun kelelahan.

Baca juga:  Benarkah Manusia Telah Pergi ke Bulan?

Namun demikian, berdasarkan penelitian lama yang dilakukan Schulze dan Hazem, dkk dari Hanover University Jerman pada tahun 1978, dengan peninjauan EEG (Electro Encephalo Graphy) dan ECG (Electro Cardio Graphy), hewan yang dipingsankan justru mengalami sakit yang lebih besar daripada hewan yang tidak dipingsankan ketika disembelih.

Penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa ketika sapi yang disembelih meronta-ronta dan meregangkan otot, itu bukan karena rasa sakit, melainkan sebagai ekspresi ‘keterkejutan otot dan saraf’ saja, sebagai respon terputusnya impuls saraf dari otak ke tubuh.

Penelitian ini juga menampik klaim bahwa hewan yang disembelih dengan metode konvensional akan kesakitan (terlihat ketika hewan meronta-ronta). Seperti yang sudah dijelaskan, hal tersebut merupakan ‘keterkejutan otot dan saraf’ saja, bukan ekspresi rasa sakit.

Kesimpulan: mana yang lebih baik?

Penyembelihan skala besar

  • Metode konvensional butuh banyak tenaga dan memakan waktu lama, sehingga kurang efektif
  • Metode stunning lebih mudah dan butuh sedikit waktu, sehingga lebih efektif

Kehalalan

  • Metode konvensional lebih dekat pada syarat kehalalan daging hewan
  • Metode stunning berpotensi membunuh hewan, sehingga perlu kehati-hatian ekstra agar daging hewan tetap halal

Kecepatan kematian

  • Metode konvensional, hewan mati lebih cepat dan banyak darah yang memancar
  • Metode stunning, hewan mati lebih lama (53,4 detik) dan darah yang memancar lebih sedikit… masih ada lebih banyak darah yang berpotensi sebagai tempat tumbuh bakteri

Tingkat Stress

  • Metode konvensional mengakibatkan hewan kelelahan dan stress sebelum disembelih
  • Metode stunning tidak membuat hewan kelalahan dan stress sebelum disembelih, tetapi ketika disembelih hewan merasakan sakit lebih daripada metode konvensional

Perbandingan yang paling tepat dalam penyembelihan secara manual dan mekanik

Dari beberapa poin di atas, kesimpulan mengenai mana yang lebih baik antara metode konvensional dan metode stunning sangat bergantung pada konteks yang diperbandingkan…

Adapun secara umum, jika metode stunning diperbaiki sehingga bisa dipastikan hewan tidak mati karenanya, metode ini memiliki tingkat efektifitas yang sangat tinggi daripada metode penyembelihan konvensional dengan jaminan halal yang tetap terjaga. Jika tidak, maka metode konvensional akan lebih baik, utamanya bagi hewan tersebut ketika disembelih: lebih tidak merasa sakit dan lebih banyak darah yang keluar.

P.S: Pada analisis di atas masih ada banyak variabel lain yang belum dipertimbangkan, sehingga perlu telaah lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang lebih tepat.

Referensi :
Kesempurnaan kematian sapi setelah penyembelihan (Herwin Pisetyani)
https://wisuda.unud.ac.id/pdf/0809005003-2-BAB%20I.pdf
http://pmbpasca.ipb.ac.id/id/registerform/arsip/16011503/sinopsis.pdf
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/342225
http://www.iccservices.org.uk/downloads/reports/stunning_issues__definitions_reasons_humaneness.pdf
http://print.kompas.com/baca/opini/jajak-pendapat/2015/09/01/Saat-Harga-Daging-Sapi-Melonjak