Peran kerajaan Sriwijaya dan Majapahit dalam terbentuknya jaringan Nusantara

Peran kerajaan Sriwijaya dan Majapahit dalam terbentuknya jaringan Nusantara

ist

(Ilustrasi) Bagaimana peranan Sriwijaya dan Majapahit dalam proses integrasi antarpulau pada masa Hindu-Buddha?

Intisari-Online.com - Bagaimana peranan Sriwijaya dan Majapahit dalam proses integrasi antarpulau pada masa Hindu-Buddha?

Pertanyaan mengenai peranan Sriwijaya dan Majapahit dalam proses integrasi antarpulau pada masa Hindu-Buddha ada di halaman 156 Buku Sejarah Indonesia Kelas X Kurikulum 2013.

Dalam Bab II buku tersebut, dibahas mengenai pengaruh budaya India, kerajaan-kerajaan pada masa Hindu-Buddha, terbentuknya jaringan Nusantara melalui perdagangan, hingga akulturasi kebudayaan Nusantara dan Hindu-Buddha.

Sriwijaya dan Majapahit merupakan dua kerajaan terbesar dari masa Hindu-Buddha dan juga dikenal sebagai kerajaan maritim.

Kerajaan maritim merujuk pada kerajaan-kerajaan yang ekonominya bergantung pada perlayaran dan perdagangan.

Selama masa Hindu-Buddha, di samping kian terbukanya jalur niaga Selat Malaka dengan perdagangan dunia internasional, jaringan perdagangan dan budaya antarbangsa dan penduduk di Kepulauan Indonesia juga berkembang pesat terutama karena terhubung oleh jaringan Laut Jawa hingga Kepulauan Maluku.

Pertumbuhan jaringan dagang internasional dan antarpulau telah melahirkan kekuatan politik baru di Nusantara. 

Peta politik di Jawa dan Sumatra abad ke-7 seperti ditunjukkan oleh D.G.E. Hall, bersumber dari catatan pengunjung Cina yang datang ke Sumatra.

Dua negara di Sumatra disebutkan, Mo-lo-yeu (Melayu) di pantai timur, tepatnya di Jambi sekarang di muara Sungai Batanghari. Dan agak ke selatan dari itu terdapat Che-li-fo-che, pengucapan cara Cina untuk kata bahasa Sanskerta, Sriwijaya.

Sementara di Jawa terdapat tiga kerajaan utama, yaitu di ujung barat Jawa,terdapat Tarumanegara, di Jawa bagian tengah ada Ho-ling (Kalingga), dan di Jawa bagian timur ada Singhasari dan Majapahit.

Bahkan, sebagai kerajaan maritim yang besar, kekuasaan Kerajaan Sriwijaya tidak hanya sebatas di Nusantara, tetapi hingga Thailand dan Kamboja.

Sementara itu, Kerajaan Majapahit menjadi kerajaan besar dengan pusat pemerintahan di pedalaman Pulau Jawa, tepatnya di Mojokerto.

Wilayah Majapahit sendiri berdasarkan Kitab Negarakertagama meliputi seluruh wilayah Indonesia saat ini, kecuali Sunda, dan beberapa daerah di Semenanjung Malaya.

Selama periode Hindhu-Buddha, kerajaan  Sriwijaya dan Majapahit dikenal sebagai kekuatan besar Nusantara yang memiliki kekuatan integrasi secara politik.

Kekuatan integrasi secara politik di sini maksudnya adalah kemampuan kerajaan-kerajaan tersebut dalam menguasai wilayah-wilayah yang luas di Nusantara di bawah kontrol politik secara longgar.

Selain itu, juga menempatkan wilayah kekuasaannya sebagai kesatuan-kesatuan politik di bawah pengawasan dari kerajaan-kerajaan tersebut.

Dengan kekuatan itulah, pengintegrasian antarpulau secara lambat laun mulai terbentuk.

Kerajaan-kerajaan tersebut mampu mengontrol sejumlah wilayah Nusantara melalui berbagai bentuk media.

Selain juga dengan kekuatan dagang, politik, juga kekuatan budayanya, termasuk bahasa.

Interelasi antara aspek-aspek kekuatan itu membuat mereka berhasil mengintegrasikan Nusantara dalam pelukan kekuasaannya.

Secara keseluruhan proses integrasi lambat laun itu kian mantap dan kuat, sehingga kian mengukuhkan Nusantara sebagai negeri kepulauan yang dipersatukan oleh kekuatan politik dan perdagangan.

Baca Juga: Penjelasan Mengapa Selat Malaka Mempunyai Peranan Penting pada Masa Kerajaan Sriwijaya

(*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Pada zaman Hindu dan Budha, pelayaran dan perdagangan Nusantara sudah mulai ramai dirintis oleh kerajaan Sriwijaya. Sriwijaya adalah kerajaan maritim, pelayaran antarpulau merupakan kegiatan ekonomi terpenting. Pada zaman kerajaan ini, terdapat pelabuhan-pelabuhan penting, seperti, Palembang, Kampar, Indragiri, Sunda Kelapa dan lain-lain.Melalui pelabuhan-pelabuhan tersebut, terjadi hubungan pelayaran dan perdagangan. Pada zaman Majapahit, hubungan antarpulau lebih ramai lagi terutama setelah Gajah Mada mengeluarkan konsepsi Nusantara melalui Sumpah Palapanya. Untuk mengaplikasikan penyatuan Nusantara tersebut tentu diperlukan adanya ekspedisi dari pusat kerajaan Majapahit ke pusat pemerintahan lokal yang ingin disatukannya.Sebaliknya, dari kerajaan-kerajaan kecil Nusantara yang telah ditaklukkan dikirim upeti ke pusat kerajaan Majapahit yang juga dilakukan melalui jalan laut. Dengan demikian, melalui kegiatan politik dan perdagangan pada zaman kerajaan Hindu-Budha, terjadilah hubungan antarpulau dan antarpenduduk di wilayah Nusantara.Dengan masuknya pengaruh Islam, maka pelayaran dan perdagangan Nusantara mengalami kejayaan. Pada zaman ini, terjadi hubungan antara penghasil barang dagangan dengan pusat-pusat penjualan barang dagangan. Kota-kota pelabuhan Nusantara menjadi pusat pertemuan pedagang yang datang dari berbagai pulau dan memiliki latar belakang budaya berbeda-beda.

Pedagang Islam di kawasan Nusantara bagian barat bukan hanya berdagang di pelabuhan-pelabuhan Nusantara sebelah barat melainkan juga ke timur. Demikian juga sebaliknya, para pedagang dari Ambon, Ternate, Tidore dan Makasar, Banjarmasin, dan lain-lain berlayar dan berdagang di pelabuhan-pelabuhan Nusantara barat seperti Pasai, Malaka, Banten, Sunda Kelapa, Gresik, dan lain-lain. Para pedagang Jawa yang berdagang di Banten memperoleh barang dagangan berupa rempah-rempah dari Maluku. Demikian juga para pedagang dari Ternate, Tidore, dan Makasar mengangkut beras dari Jawa dan menjualnya di pelabuhan-pelabuhan Nusantara Timur.


Peran kerajaan Sriwijaya dan Majapahit dalam terbentuknya jaringan Nusantara

Terbentuknya jaringan Nusantara melaui perdagangan masa Hindu-Buddha yaitu melalui penguasaan laut. Selama masa Hindu-Buddha disamping kian terbukanya jalur niaga Selat Malaka dengan perdagangan internasional, jaringan perdagangan di Kepulauan Nusantara kian berkembang pesat terutama karena terhubung oleh jaringan Laut Jawa hingga Kepulauan Maluku. Dua negara di Sumatera disebutkan Mo-lo-yeu (Melayu) di pantai timur, tepatnya di Jambi sekarang. Agak ke selatan dari itu terdapat Sriwijaya. Di Jawa terdapat tiga kerajaan utama, yaitu di ujung barat Jawa Barat terdapat Tarumanegara, di Jawa bagian tengah ada Holing (Kalingga) dan di Jawa bagian Timur ada Singasari dan Majapahit. Selama periode Hindu-Buddha kekuataan besar Nusantara ynag memiliki kekuataan integrasi secara politik, sejauh ini dihubungkan dengan kebesaran Kerajaan Sriwijaya, Singasari, dan Majapahit. 

Dengan demikian kerajaan-kerajaan yang berperan dalam pembentukan jaringan perdagangan antarkepulauan di Indonesia ialah melalui kerajaan yang berlokasi baik di Sumatera seperti Sriwijaya dan terhubung dengan kerajaan di Jawa seperti Majapahit. 

Peran kerajaan Sriwijaya dan Majapahit dalam terbentuknya jaringan Nusantara

Berikut ini akan dijelaskan tentang terbentuknya jaringan nusantara, terbentuknya jaringan nusantara melalui perdagangan, terbentuknya jaringan keilmuan di nusantara, jaringan nusantara, jaringan perdagangan nusantara, jaringan perdagangan di nusantara, sejarah nusantara, jalur perdagangan nusantara, jalur perdagangan, peta jaringan perdagangan pada masa sriwijaya dan majapahit, jelaskan jalur perdagangan melalui jalur darat, mengapa selat malaka mempunyai peranan penting pada masa kerajaan sriwijaya.


Pusat-pusat integrasi Nusantara berlangsung melalui penguasaan laut. Pusat-pusat integrasi itu selanjutnya ditentukan oleh keahlian dan kepedulian terhadap laut, 

sehingga terjadi perkembangan baru, setidaknya dalam dua hal, yaitu (i) pertumbuhan jalur perdagangan yang melewati lokasi-lokasi strategis di pinggir pantai, 

dan (ii) kemampuan mengendalikan (kontrol) politik dan militer para penguasa tradisional (raja-raja) dalam menguasai jalur utama dan pusat-pusat perdagangan di Nusantara. 

Jadi, prasyarat untuk dapat menguasai jalur dan pusat perdagangan ditentukan oleh dua hal penting yaitu perhatian atau cara pandang, dan kemampuan menguasai lautan.

Jalur-jalur perdagangan yang berkembang di Nusantara sangat ditentukan oleh kepentingan ekonomi pada saat itu dan perkembangan rute perdagangan dalam setiap masa yang berbeda-beda.

Jika pada masa praaksara hegemoni budaya dominan datang dari pendukung budaya Austronesia di Asia Tenggara Daratan, maka pada masa perkembangan Hindu-Buddha di Nusantara terdapat dua kekuatan peradaban besar, yaitu Cina di utara dan India di bagian barat daya. 

Keduanya merupakan dua kekuatan super power pada masanya dan mempunyai pengaruh amat besar terhadap penduduk di Kepulauan Indonesia. 

Bagaimanapun, peralihan rute perdagangan dunia ini telah membawa berkah tersendiri bagi masyarakat dan suku bangsa di Nusantara. 

Mereka secara langsung terintegrasi ke dalam jaringan perdagangan dunia pada masa itu. Selat Malaka menjadi penting sebagai pintu gerbang yang menghubungkan antara pedagang-pedagang Cina dan pedagang-pedagang India. 

Pada masa itu, Selat Malaka merupakan jalur penting dalam pelayaran dan perdagangan bagi pedagang yang melintasi bandar-bandar penting di sekitar Samudra Indonesia dan Teluk Persia. 

Selat itu merupakan jalan laut yang menghubungkan Arab dan India di sebelah barat laut Nusantara, dan dengan Cina di sebelah timur laut Nusantara. 

Jalur ini merupakan pintu gerbang pelayaran yang dikenal dengan nama “jalur sutra”. Penamaan ini digunakan sejak abad ke-1 M hingga abad ke-16 M, dengan komoditas kain sutera yang dibawa dari Cina untuk diperdagangkan di wilayah lain. 

Ramainya rute pelayaran ini mendorong timbulnya bandar-bandar penting di sekitar jalur, antara lain Samudra Pasai, Malaka, dan Kota Cina (Sumatra Utara sekarang). 

Peran kerajaan Sriwijaya dan Majapahit dalam terbentuknya jaringan Nusantara
Pelayaran dan Perdagangan internasional melalui Selat Malaka

Kehidupan penduduk di sepanjang Selat Malaka menjadi lebih sejahtera oleh proses integrasi perdagangan dunia yang melalui jalur laut tersebut. 

Mereka menjadi lebih terbuka secara sosial ekonomi untuk menjalin hubungan niaga dengan pedagang-pedagang asing yang melewati jalur itu. 

Di samping itu, masyarakat setempat juga semakin terbuka oleh pengaruh-pengaruh budaya luar. Kebudayaan India dan Cina ketika itu jelas sangat berpengaruh terhadap masyarakat di sekitar Selat Malaka. 

Bahkan sampai saat ini pengaruh budaya terutama India masih dapat kita jumpai pada masyarakat sekitar Selat Malaka. 

Selama masa Hindu-Buddha di samping kian terbukanya jalur niaga Selat Malaka dengan perdagangan dunia internasional, 

jaringan perdagangan dan budaya antarbangsa dan penduduk di Kepulauan Indonesia juga berkembang pesat terutama karena terhubung oleh jaringan Laut Jawa hingga Kepulauan Maluku. 

Mereka secara tidak langsung juga terintegrasikan dengan jaringan ekonomi dunia yang berpusat di sekitar Selat Malaka, dan sebagian di pantai barat Sumatra seperti Barus. 

Komoditas penting yang menjadi barang perdagangan pada saat itu adalah rempah-rempah, seperti kayu manis, cengkih, dan pala. 

Pertumbuhan jaringan dagang internasional dan antarpulau telah melahirkan kekuatan politik baru di Nusantara. 

Peta politik di Jawa dan Sumatra abad ke-7, seperti ditunjukkan oleh D.G.E. Hall, bersumber dari catatan pengunjung Cina yang datang ke Sumatra. 

Dua negara di Sumatra disebutkan, Mo-lo-yeu (Melayu) di pantai timur, tepatnya di Jambi sekarang di muara Sungai Batanghari. 

Agak ke selatan dari itu terdapat Che-li-fo-che, pengucapan cara Cina untuk kata bahasa sanskerta, Sriwijaya. 

Di Jawa terdapat tiga kerajaan utama, yaitu di ujung barat Jawa, terdapat Tarumanegara, dengan rajanya yang terkemuka Purnawarman, di Jawa bagian tengah ada Ho-ling (Kalingga), dan di Jawa bagian timur ada Singhasari dan Majapahit. 

Selama periode Hindhu-Buddha, kekuatan besar Nusantara yang memiliki kekuatan integrasi secara politik, sejauh ini dihubungkan dengan kebesaran Kerajaan Sriwijaya, Singhasari, dan Majapahit

Kekuatan integrasi secara politik di sini maksudnya adalah kemampuan kerajaan-kerajaan tradisional tersebut dalam menguasai wilayah-wilayah yang luas di Nusantara di bawah kontrol politik secara longgar dan menempatkan wilayah kekuasaannya itu sebagai kesatuan-kesatuan politik di bawah pengawasan dari kerajaan-kerajaan tersebut. 

Dengan demikian pengintegrasian antarpulau secara lambat laun mulai terbentuk. Kerajaan utama yang disebutkan di atas berkembang dalam periode yang berbeda-beda. 

Kekuasaan mereka mampu mengontrol sejumlah wilayah Nusantara melalui berbagai bentuk media. Selain dengan kekuatan dagang, politik, juga kekuatan budayanya, termasuk bahasa. 

Interelasi antara aspek-aspek kekuatan tersebut yang membuat mereka berhasil mengintegrasikan Nusantara dalam pelukan kekuasaannya. 

Kerajaan-kerajaan tersebut berkembang menjadi kerajaan besar yang menjadi representasi pusatpusat kekuasaan yang kuat dan mengontrol kerajaan-kerajaan yang lebih kecil di Nusantara. 

Hubungan pusat dan daerah hanya dapat berlangsung dalam bentuk hubungan hak dan kewajiban yang saling menguntungkan (mutual benefit). 

Keuntungan yang diperoleh dari pusat kekuasaan antara lain, berupa pengakuan simbolik seperti kesetiaan dan pembayaran upeti berupa barang-barang yang digunakan untuk kepentingan kerajaan, serta barang-barang yang dapat diperdagangkan dalam jaringan perdagangan internasional. 

Sebaliknya kerajaan-kerajaan kecil memperoleh perlindungan dan rasa aman, sekaligus kebanggaan atas hubungan tersebut. 

Jika pusat kekuasaan sudah tidak memiliki kemampuan dalam mengontrol dan melindungi daerah bawahannya, maka sering terjadi pembangkangan dan sejak itu kerajaan besar terancam disintegrasi. 

Kerajaan-kerajaan kecil lalu melepaskan diri dari ikatan politik dengan kerajaan-kerajaan besar lama dan beralih loyalitasnya dengan kerajaan lain yang memiliki kemampuan mengontrol dan lebih bisa melindungi kepentingan mereka. 

Sejarah Indonesia masa Hindu- Buddha ditandai oleh proses integrasi dan disintegrasi semacam itu. Namun secara keseluruhan proses integrasi yang lambat laun itu kian mantap dan kuat, sehingga kian mengukuhkan Nusantara sebagai negeri kepulauan yang dipersatukan oleh kekuatan politik dan perdagangan.

Peran kerajaan Sriwijaya dan Majapahit dalam terbentuknya jaringan Nusantara