Pandangan seorang pelajar Kristen yang rendah hati terhadap orang lain adalah

Tuhan adalah seorang pribadi yang paling rendah hati di alam semesta. Ini seperti berlawanan. Bagaimana mungkin Tuhan yang Mahakuasa, Raja segala raja-raja yang Mulia, rendah hati? Kita harus mengerti jika Tuhan memanggil kita untuk rendah hati dalam karakter kita, dan karakter kita seharusnya mencerminkan karakterNya, maka kerendahan hati juga harusnya menjadi bagian dari karakter Tuhan. Dia benar-benar Raja yang rendah hati.

Apa arti kerendahan hati ?

 Pertama, mari kita melihat kata rendah hati dalam bahasa Yunani dari Perjanjian Baru untuk membantu kita memahami topik ini. Kata rendah hati dalam bahasa Yunani adalah ‘tapeinos’ yang artinya rendah sampai ke tanah. Jika seseorang itu rendah hati, mereka akan merendah sampai ke tanah. Mereka memiliki pandangan yang jujur atas diri mereka sendiri. Mereka tidak memandang rendah terhadap orang lain. Pengertian yang lain akan kerendahan hati adalah untuk diketahui sebagaimana adanya dirimu. Seseorang yang rendah hati adalah terbuka, jujur dan transparan. Seorang yang rendah hati berjalan dalam terang. Mereka tidak memiliki sesuatu yang disembunyikan. Mereka tidak memakai topeng. Mereka bebas. Mereka rasa aman. Mereka tidak mencoba berpura-pura menjadi seseorang yang bukan diri mereka sendiri. Seorang yang rendah hati bebas untuk melayani orang lain.

Kesombongan adalah kebalikannya. Kesombongan mencari cara untuk meninggikan diri melebihi orang lain. Kesombongan memandang rendah orang lain. Kesombongan meninggikan dirinya sendiri. Kesombongan mencoba menutupi kekurangan, kelemahan dan kesalahan-kesalahannya. Kesombongan mencoba menyembunyikan siapa diri kita sebenarnya dan mencoba menampilkan gambaran yang lebih baik dari kenyataan. Seorang yang sombong akan mencoba dan membuat diri mereka kelihatan lebih baik, lebih pintar, lebih kuat, lebih berkuasa, lebih kaya dari keadaan yang sebenarnya. Jadi kesombongan tidak merangkul kebenaran dan kejujuran. Kesombongan menghindari terang dan mencoba sembunyi dalam kegelapan. Seorang yang sombong berusaha untuk mendapatkan kendali dan kuasa atas orang lain untuk keuntungan pribadi.

Keinginan akan kuasa dan kendali atas orang lain, keinginan untuk mencapai ke puncak  dan menjadi nomor satu, menjadi bos, untuk menjadi raja, intinya menjadi Tuhan sudah menjadi bagian dari sifat alami manusia sejak Adam dan Hawa memberontak melawan Tuhan. Ketika Adam dan Hawa memakan buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, mereka mengambil pilihan untuk menolak otoritas Tuhan dan mencoba mengambil tempat Tuhan. Adam dan Hawa dan seluruh umat manusia telah diciptakan untuk mewakili Tuhan dalam dunia ini dan untuk menjaga kepunyaanNya. Itu artinya bahwa kita perlu mengenali bahwa Dia akan selalu menjadi Tuhan dan kita selalu akan menjadi nomor 2. Sebagai pelayan dan anakNya, kita dipanggil untuk menjadi seperti Tuhan dalam karakter kita. Tapi kita tidak akan pernah dapat mengambil alih posisi Tuhan sebagai Tuhan dan Raja.

Kita melihat struktur-struktur kesombongan ini, kekuasaan dan penindasan sedang berlangsung diseluruh dunia dalam setiap kebudayaan. Orang-orang bergumul dan bersusah payah untuk mencapai puncak, menjadi nomor satu. Mereka menarik dan menyerang orang-orang yang mereka anggap lebih tinggi dari mereka. Mereka menindas dan menginjak orang-orang yang dibawah mereka dalam keinginan hawa nafsu untuk sampai ke puncak dan menjadi tuan.

Ini adalah contoh yang ada pada orang-orang Roma. Mereka diperintah oleh Kaisar yang memerintah rakyat melalui paksaan. Kaisar ini bergumul dan melawan dan bangkit menuju puncak dan menjadi penguasa Kerajaan Romawi. Kekuasaan mereka itu yang utama. Dan beberapa dari mereka bahkan disembah sebagai tuhan. Tapi sikap yang seperti ini adalah sombong dan tinggi hati, dan ini bertentangan dengan siapa Tuhan itu. Tuhan tidak ingin kita memerintah satu dengan yang lain dengan paksa tapi untuk melayani satu dengan yang lain dengan kasih.

Jika kita membaca karya tulisan lain dari Kekaisaran Romawi 2000 tahun yang lalu, kita tidak akan menemukan kata bahasa Yunani ‘tapeinos’ disebut dengan sering. Sama seperti kata ‘agape’ dalam bahasa Yunani untuk kasih, ‘tapeinos’ sangat jarang disebutkan dalam dunia orang-orang Roma. Ini karena orang-orang Roma dan Yunani tidak menganggap kerendahan hati itu bernilai. Nilai yang mereka junjung adalah kekuasaan dan memerintah orang lain. Seorang Roma tidak akan merendahkan dirinya. Mereka memandang kerendahan hati sebagai sifat yang buruk. Kerendahan hati tidak diinginkan. Hal ini dilihat sebagai kelemahan.

Tapi kita tahu bahwa jalan-jalan Tuhan sering berlawanan dengan jalan-jalan dunia. Penulis kitab Perjanjian Baru sering menulis tentang ‘agape’ dan ‘tapeinos’ karena kedua kata ini adalah aspek dari karakter Tuhan. Seperti Yesus dan para rasul memanggil orang-orang percaya untuk hidup dalam kasih ‘agape’ yang radikal 2000 tahun yang lalu, panggilan untuk hidup dalam ‘tapeinos’ atau kerendahan hati juga radikal. Orang-orang jaman itu tidak hidup seperti ini. Tapi Tuhan memanggil kita untuk mengasihi dan merendahkan hati karena Dia itu pengasih dan rendah hati. Inilah beberapa contoh dari Perjanjian Baru akan ‘tapeinos’:

  • Matius 18:4 – Sedangkan barangsiapa merendahkan (tapeinoo) diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga.
  • Matius 23:12 – Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan (tapeinoo) dan barangsiapa merendahkan (tapeinoo) diri, ia akan ditinggikan.
  • Lukas 1:52 – Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah (tapeinoo)
  • Efesus 4:2 – Hendaklah kamu selalu rendah hati (tapeinophrosune), lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.
  • Kolose 3:12 – Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati (tapeinophrosune), kelemahlembutan dan kesabaran.
  • Yakobus 4:10 – Rendahkanlah (tapeinoo) dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu.
  • 1 Petrus 5:5-6 – Demikian jugalah kamu, hai orang-orang muda, tunduklah kepada orang-orang yang tua. Dan kamu semua, rendahkanlah (tapeinophrosune) dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: “Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati (tepeinos).” 6 Karena itu rendahkanlah (tapeinoo) dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya.

Masalah dalam jemaat Filipi

Paulus memakai contoh kerendahan hati terbesar dalam suratnya kepada jemaat di Filipi. Paulus menulis surat kepada jemaat Filipi ketika dia dalam penjara, jemaat yang dia rintis beberapa tahun sebelumnya (KPR 16:11-40). Paulus menulis surat untuk menguatkan jemaat karena mereka sedang mengalami penganiayaan dan juga untuk memperingatkan mereka akan orang-orang Yahudi Kristen yang mengajarkan mereka untuk mengikuti hukum Yahudi (taurat). Tapi juga ada masalah dalam jemaat – perpecahan. Paulus menggambarkan contoh yang jelas pada pasal 4 tentang 2 orang:

  • Filipi 4:2–3 – Euodia kunasihati dan Sintikhe kunasihati, supaya sehati sepikir dalam Tuhan. 3 Bahkan, kuminta kepadamu juga, Sunsugos, temanku yang setia: tolonglah mereka. Karena mereka telah berjuang dengan aku dalam pekabaran Injil, bersama-sama dengan Klemens dan kawan-kawanku sekerja yang lain, yang nama-namanya tercantum dalam kitab kehidupan.

Disini Paulus berbicara tentang 2 wanita – Euodia dan Sinthike – yang sedang berselisih satu dengan yang lain. Kedengarannya kedua wanita ini adalah wanitanya Tuhan yang telah membantu Paulus dan jemaat secara hebat. Tapi mereka tidak dalam kesatuan. Paulus telah mengalami hal yang sama secara pribadi dalam hubungannya dengan Barnabas beberapa tahun sebelumnya sehubungan dengan situasi tentang Yohanes Markus (KPR 15:36-41). Tuhan itu berkemurahan, Dia akhirnya memakai keduanya, Paulus dan Barnabas untuk melanjutkan pelebaran kerajaanNya. Tapi Tuhan tidak pernah mengijinkan adanya perpecahan dan ketidaksatuan. KerinduanNya adalah kita menjadi satu sama seperti Dia adalah Satu (Yohanes 17:20-23). Saya pikir Paulus menyesali kejadian masa lalu dengan Barnabas ini dan bertobat. Kemudian, dalam suratnya yang terakhir yang ditulisnya sebelum dia mati sebagai martir, kita dapat menemukan bukti bahwa Paulus telah berdamai dengan Yohanes Markus (2 Tim 4:11).

Jadi sekarang Paulus sedang menghadapi situasi dengan 2 wanita dalam gereja di Filipi yang serupa dengan pengalamannya dengan Barnabas beberapa tahun sebelumnya. Karena mereka adalah wanitanya Tuhan dan karena Paulus menyebut nama mereka dalam surat yang ditulis untuk seluruh gereja, mereka pastinya adalah orang yang berpengaruh dalam jemaat Filipi. Ini juga artinya ketidaksatuan dan masalah-masalah mereka mungkin juga mempengaruhi yang lain dan kemungkinan juga mempengaruhi seluruh jemaat. Sepertinya masalah yang terjadi antara Eudoia dan Sintikhe mempengaruhi seluruh jemaat gereja. Sekarang, apakah pelajaran yang Paulus dapat dari perbedaan pendapat dengan Barnabas dapat dia pakai untuk membantu jemaat di Filipi? Kita dapat melihat nasihat Paulus di pasal 2:

  • Filipi 2:1–4 – Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, 2 karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, 3 dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; 4 dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga

Paulus menulis daftar beberapa prinsip-prinsip kunci untuk kesatuan:

  • Menjadi sehati sepikir – kata dalam bahasa Yunani ‘phroneo’ berarti pikiran, pemikiran, atau perasaan. Paulus memakai kata ini lagi dalam pasal 2:5 – hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh ‘phroneo’ yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.
  • Menjaga kasih yang sama – kata dalam bahasa Yunani ‘agape’ berarti kasih tanpa syarat, yang rela menyerahkan nyawa dan melayani orang lain.
  • Bersatu dalam roh – hanya ada satu Roh, bukan banyak roh. Jika Roh itu satu maka kita pun seharusnya menjadi satu (Efesus 4:4). Dan dengan Roh itu, Dia memberikan kita kekuatan untuk berjalan dalam kesatuan. Roh mengubahkan hati kita menguatkan kita berjalan dalam kesatuan dengan orang lain.
  • Bertekad memiliki satu tujuan – Memiliki tujuan yang sama membawa kesatuan. Kita dipanggil untuk mencari kerajaan Tuhan dan kebenaranNya terlebih dahulu (Mat 6:33). Ketika kita focus pada hal-hal yang penting (kerajaan Tuhan) itu akan membantu kita untuk tidak dialihkan oleh hal-hal yang tidak begitu penting. Sering, orang bermasalah dalam perhubungan atau ketidaksatuan karena tidak setuju akan hal-hal yang kecil.
  • Jangan lakukan segala sesuatu dengan motif kepentingan pribadi atau sia-sia – disinilah sifat alami manusia, keinginan untuk menjadi yang nomor satu, untuk meninggikan diri kita melebihi orang lain, untuk menerima pujian dan kemuliaan untuk diri sendiri.
  • Tapi dengan kerendahan hati (tapeiniophrosune) memikirkan orang lain lebih penting dari diri sendiri – inilah ungkapan ‘tapeinos’ itu dalam bahasa yunani. Kita harus memiliki pikiran yang rendah hati. Kita harus menjaga pikiran rendah sampai ke tanah dan mengangkat orang lain.
  • Jangan mencari kesukaan pribadi – kita tidak seharusnya fokus pada diri kita sendiri dengan cara pandang fokus pribadi. Ini adalah sikap hati Kristus.
  • Tapi carilah kepentingan orang lain – hal inilah yang memenuhi hukum kasih yang ke-2, yaitu kita mengasihi sesama kita seperti diri sendiri (Matius 22:39). Inilah sikap hati yang dimiliki orang Samaria yang baik hati (Lukas 10:30-37).

Jadi kita dapat melihat jika kita menerapkan nasihat Paulus dalam hidup kita, itu akan menguatkan kita berjalan dalam kesatuan. Tapi Paulus ingin memberikan jemaat di Filipi satu contoh tentang kerendahan hati. Dia ingin mereka merasa tertantang dengan contoh yang dia berikan. Sekarang, ada banyak contoh-contoh dalam Perjanjian Lama yang Paulus dapat gunakan. Dia bisa saja memakai Musa sebagai contoh. Yang harus mengatasi pertentangan dan pemberontakan orang-orang Israel (mereka bahkan ingin membunuh Musa!), Musa kemudian menelungkup ke tanah dan bersyafaat kepada Tuhan untuk tidak memusnahkan umatnya yang jahat tersebut (Keluaran 32:30-32, Ulangan 9:18, 25). Musa juga tercatat sebagai pria yang paling rendah hati di bumi ini (Bilangan 12:3). Paulus bisa saja menjadikan Daud sebagai contoh. Dia telah diurapi menjadi raja atas Israel, tapi menolak untuk membunuh Raja Saul yang jahat yang berusaha untuk membunuh dia (1 Sam 24:2-7, 26:6-11). Ketika anaknya sendiri Absalom bangkit dan memberontak melawannya, Daud tidak mencoba untuk mempertahankan kekuasaannya tapi malah meninggalkan kerajaannya (2 Samuel 15:13-14) dan tidak menginginkan anaknya terbunuh (2 Samuel 18:5)

Contoh dari Yesus

 Tetapi Paulus tidak mengambil contoh-contoh dari Perjanjian Lama tersebut. Malah kebalikannya, Paulus memberikan contoh kerendahan hati terbesar yang dapat dia pikirkan  saat itu pada Jemaat Filipi – yaitu Yesus sendiri. Meski Yesus adalah Tuhan, Dia sepenuhnya rendah hati. Bahkan Yesus memakai kata ‘tapeinos’ untuk menjelaskan siapa diriNya.

  • Matius 11:29 – Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati (tapeinos) dan jiwamu akan mendapat ketenangan.

Yesus adalah Tuhan dan Dia layak atas hidup kita. Beberapa orang menggambarkan Tuhan sebagai pribadi yang jauh dan pemarah. Tapi disini Yesus menerangkan diriNya sebagai pribadi yang rendah hati dan berhati lembut. Saat kita mengingat masalah ketidaksatuan ini dalam gereja Jemaat Filipi, mari lihat bagaimana Paulus menerangkan kerendahan hati yang dimiliki Yesus. Kerendahan hati ini adalah kunci untuk mengatasi ketidaksatuan dalam gereja.

  • Filipi 2:5–11 – Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, 6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, 7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. 8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. 9 Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, 10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, 11 dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!

Dalam pasal 2:5, Paulus mengatakan untuk kita memiliki ‘phroneo’ atau pikiran atau sikap hati Kristus. Seperti halnya Kristus adalah lemah lembut dan rendah hati, kita juga harus rendah hati dan lemah lembut. Ingatlah betapa ini menjadi perbedaan yang radikal, betapa revolusionernya gambaran ini nantinya. Pemerintahan Roma memiliki kaisar yang sangat kasar, kejam, dan memerintah dengan tangan besi. Mereka adalah contoh dari ketuhanan dan kesuksesan. Mereka malah menjadi contoh pribadi yang ingin menjadi seperti Tuhan, sebagaimana kebanyakan mereka disembah sebagai tuhan. Tapi, jika kita pikirkan tentang hal ini, Roma dan kekaisarannya hanya mengikuti jejaknya Adam, yang adalah nenek moyang kita semua.

Yesus berkata bahwa inilah cara dunia menggunakan kekuasaan dan memerintah atas orang lain (Matius 20:25-28). Tapi contoh yang diberikan Yesus dalam kelembutan dan kerendahan hatiNya amat sangat berlawanan. Dan ini adalah contoh untuk kita ikuti. Jika Yesus rendah hati, kita juga harus jadi rendah hati, karena seorang murid tidak lebih tinggi dari gurunya (Matius 10:24, Lukas 6:40). Tentu saja, kunci dalam memancarkan karakter Kristus adalah untuk menyerahkan hidup kita pada Kristus supaya Roh yang ada pada Kristus dapat hidup dalam kita (Galatia 2:20, 5:22-23, Kolose 1:27). Kita juga harusnya memiliki pikiran yang sama seperti Kristus. Atau lebih tepatnya, pikiran yang sama dengan sang Mesias – Sang Raja.

Sekarang, ayat-ayat pada pasal 2:6-11 sebenarnya ditulis sebagai puisi atau lagu. Ayat-ayat ini kemungkinan berasal dari kalimat lagu penyembahan versi lama yang biasa Paulus dan jemaat nyanyikan di gereja. Itu adalah lagu tentang Yesus sebagai Tuhan, tapi juga menceritakan bagaimana Dia rendah hati dan menempatkan diriNya pada posisi dibawah. Tindakan ini berlawanan dari tindakan kekaisaran dan kebanyakan sifat alami manusia dimana selalu berusaha untuk mencapai puncak dan menjadi nomor satu.

Dalam pasal 2:6, lagunya dimulai dari keberadaan Kristus dalam bentuk Tuhan. Yesus adalah pribadi ke-2 dari Tritunggal, sang Putra, pribadi yang setara dengan Tuhan sang Bapa tapi juga berbeda dari sang Bapa itu sendiri (Yohanes 1:1-3). Kita tidak sedang membahas Tritunggal, tapi secara singkat menjelaskan bahwa kita menyembah Tuhan yang Esa yang merupakan kesatuan dari tiga pribadi – Bapa, Putra dan Roh Kudus. Yesus telah ada dalam seluruh kekekalan dan memegang seluruh kehormatan dan semua yang Dia miliki sebagai Tuhan (Kolose 1:15-20).

Paulus mengatakan bahwa Yesus tidak menganggap kesetaraan dengan Tuhan itu sebagai sesuatu yang harus dipertahankan. Kata dalam bahasa Yunani disini adalah ‘harpagmos’ dan artinya sesuatu yang direbut dengan paksa, sesuatu untuk dimilki, sesuatu yang diperebutkan dan dimenangkan. Ini adalah tingkah laku manusia sejak Adam dan Hawa ada. Keinginan untuk menuju puncak, memerintah atas orang lain, untuk menjadi Raja, untuk menjadi Tuhan. Posisi teratas ini perlu direbut dengan paksa, menyerang mereka yang diatas kita dan menekan mereka yang dibawah kita. Tapi dalam ayat in Paulus menantang kita: “Tahukah kamu bagaimana cara menjadi seperti Tuhan? Kamu tidak dapat menjadi Tuhan dengan mencoba mencapai ke puncak. Kamu akan menjadi Tuhan dengan cara merendahkan dirimu sendiri.” Yesus sendiri yang mengatakan ini:

  • Matius 20:24–28 – Mendengar itu marahlah kesepuluh murid yang lain kepada kedua saudara itu. 25 Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: “Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. 26 Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, 27 dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; 28 sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”

Yesus disini menggambarkan keinginan manusia untuk memerintah dan menjadi tuan atas orang lain, menjadi Tuhan. Dimanapun para murid melihat – dalam dunia Romawi, Yahudi, seluruh umat manusia – mereka melihat contoh gaya pemerintahan seperti ini. Tapi Yesus menegur murid-muridNya – hal ini berbeda bagi mereka! Sebagai pengikut Yesus, sebagai jemaat kita tidak mengikuti contoh yang diberikan dunia. Sebaliknya, kita mengikuti contoh yang diberikan Kristus. Kita harus merendahkan hati kita dan merendahkan diri kita.

Proses Tuhan merendahkan diriNya

 Dalam Pasal 2:7, Yesus menunjukkan pada kita cara menjadi seperti Tuhan. Dia dengan sukarela merendahkan diriNya. Dia dengan sukarela mengesampingkan atribut keTuhananNya. Dia dengan sukarela mengosongkan diriNya. Beberapa terjemahan mengatakan Yesus menjadikan diriNya bukan siapa-siapa. Bagaimana mungkin sang Pencipta segala sesuatu menjadikan diriNya bukan siapa-siapa? Betapa rendah hatinya itu? Berapa banyak orang didunia ini memiliki sikap seperti ini untuk merendahkan diriNya, menjadi bukan siapa2? Inilah kerendahan hati Tuhan!

Yesus meninggalkan surga untuk datang ke dunia. Sebelumnya Dia dikelilingi oleh ribuan malaikat yang menyembah Dia. Dia tidak memerlukan apapun. Alkitab mengatakan bahwa “apa yang tak pernah dilihat mata, yang tak pernah didengar telinga, yang tak pernah dipikirkan manusia itu yang disediakan Tuhan bagi mereka yang mengasihi Dia” (1 Korintus 2:9). Seperti inilah keadaan surga. Yesus terus menerus melihat, mendengar dan mengalami hal-hal yang membuat kita terpesona. Surga adalah tempat dimana kehendak Tuhan terjadi dengan sempurna. Tapi Yesus meninggalkan tempat sempurna itu untuk datang ke dunia, tempat dimana kita merasakan kesakitan sekarang, dosa, penderitaan, ketidakadilan dan kematian. Inilah kerendahan hati Tuhan!

Kita dapat terus menelusuri ayat-ayat ini tentang proses Yesus merendahkan diriNya. Dikatakan bahwa Dia mengambil rupa manusia. Betapa rendahnya itu, untuk Tuhan Maha Kuasa menjadi manusia? Dan bagaimana cara Yesus memulainya, sebagai manusia dewasa? Apakah Dia secara ajaib tiba-tiba muncul di Galilea diatas bukit dan memanggil orang-orang untuk mengikut dia? Tidak, Dia memulainya dengan cara yang sama seperti kita semua dilahirkan, berbeda dari penciptaan Adam dan Hawa – sebagai bayi kecil berkembang dalam kandungan remaja yang bernama Maria. Apakah ada yang lebih lemah dan rentan daripada seorang bayi yang ada dalam kandungan ibunya? Inilah kerendahan hati Tuhan!

Yesus akan menghabiskan 9 bulan pertama hidupNya dalam dunia ini bertumbuh dalam kandungan Maria, sepenuhnya bergantung kepadanya. Tidak ada mujizat. Tidak ada tanda-tanda keajaiban. Untuk kita yang menginginkan hasil yang cepat, kita harusnya merenungkan baik-baik bagaimana Tuhan menghabiskan  9 bulan tidak melakukan apapun selain bertumbuh dalam kandungan Maria. Kita dapat melihat Yesus telah mengosongkan diriNya dari semua atribut keTuhananNya. Seseorang yang menciptakan segalanya, tiba-tiba tidak dapat melakukan apapun. Seseorang yang memiliki semua hikmat dan pengetahuan, tiba-tiba tidak tahu apa-apa. Seseorang yang sebelumnya Maha Hadir, tiba-tiba hanya berada di satu lokasi saja dalam tubuh jasmaniNya. Inilah kerendahan hati Tuhan!

Kemudian Yesus mengalami kejadian yang merendahkanNya lagi – Dia dilahirkan! Dan kelahiranNya tidak terjadi dalam Rumah Sakit atau sebuah istana. Dia dilahirkan dalam lingkungan yang paling rendah – dalam kandang bersama dengan binatang-binatang (Lukas 2:7). Pengunjung pertamanya adalah para gembala yang kotor, yang baru pulang dari padang (Lukas 2:8-20). Ada kesamaan tema yang dimulai dari kelahiran Yesus – kotoran! Hal yang tidak bersih. Inilah definisi ‘tapeinos’ – bahkan dalam kelahiranNya Yesus diposisi rendah sampai ketanah atau dekat dengan bumi. Yesus berhak untuk dilahirkan dalam fasilitas terbaik atau disebuah istana. Sebaliknya, Dia lahir di lingkungan yang paling sederhana dan rendah. Mungkin untuk sebagian dari kita dilahirkan ditempat yang lebih bagus daripada Yesus. Inilah kerendahan hati Tuhan!

Dan saat Yesus lahir, apakah dia keluar dari kandungan dalam bentuk bayi dan mulai mengajar Firman Tuhan pada orang tuaNya? Apakah Dia keluar dan langsung fasih berbahasa Yunani, Aram dan Ibrani? Apakah Dia berkata, “Inilah Firman Tuhan bagimu. Sebenarnya, Sayalah Firman Tuhan itu!” Tidak, Yesus memulai hidupNya sama seperti bayi lain yang dilahirkan. Dia memulai hidupNya dengan menangis, makan dan tidur. Yesus memulai hidupNya dengan bergantung sepenuhnya pada pasangan muda Yahudi. Dia memerlukan seseorang untuk memberiNya makan. Dia perlu seseorang untuk membersihkan Dia. Dia perlu seseorang untuk memeliharaNya. Dia perlu seseorang untuk mengganti popokNya. Sang Penyedia Agung kini memerlukan seseorang untuk menyediakan bagiNya. Inilah kerendahan hati Tuhan!

Memiliki kebutuhan adalah hal yang baru bagi Yesus. Sebagai Tuhan di surga, Yesus sebelumnya tidak memerlukan apapun. Dia Maha Kuasa, Dia memiliki semua kuasa. Dia menciptakan dunia dan menopangnya dengan kuasa firmanNya (Kolose 1:15-17, Ibrani 1:1-3). Tapi Yesus mengesampingkan semua kekuasaanNya dan mengambil bentuk seorang pria bersama dengan semua kerapuhan dan kelemahannya. Sebagai manusia, Dia tidak Maha Berkuasa. Sebagai manusia, Dia sekarang memiliki banyak kebutuhan. Dia dapat lelah. Dia dapat lapar. Dia dapat haus. Dia dapat mengalami kesakitan. Dia dapat menderita. Dia perlu makanan. Dia perlu air. Dia perlu oksigen. Inilah kerendahan hati Tuhan!

Yesus harus melakukan sesuatu yang belum pernah Dia lakukan sebelumnya – Dia harus belajar! Sebagai Tuhan, Dia Maha Tahu, Dia tahu segalanya. Dia miliki segala hikmat dan pengetahuan. Seluruh hikmat, pewahyuan, pendidikan dan kumpulan pengetahuan dari seluruh universitas di dunia bahkan tidak dapat menyaingi pengetahuan Tuhan. Alkitab berkata bahkan yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya daripada hikmat manusia (1 Korintus 1:25). Tetapi sebagai bayi, Yesus mengesampingkan semua pengetahuan dan hikmat ini. Injil Lukas mengatakan bahwa Yesus belajar, Dia harus bertumbuh dalam hikmat sama seperti kita yang harus bertumbuh dalam hikmat juga (Lukas 2:40, 2:52). Yesus harus belajar  bagaimana berbicara dan berjalan. Dia harus belajar bagaimana menjadi tukang kayu seperti ayahNya Yusuf. Dia harus belajar bahasa Aram dan Yunani. Dia harus belajar Firman Tuhan. Belajar adalah sesuatu yang baru  dan pengalaman yang merendahkan bagi Yesus. Berapa banyak dari kita bersedia untuk menyerahkan seluruh pengetahuan kita, hikmat kita, pendidikan kita, pengalaman kita, bahasa kita, kemampuan kita untuk melakukan segala sesuatu dan kembali hanya dengan memiliki kemampuan seorang bayi? Kita perlu belajar segala sesuatunya lagi dari awal. Tidak banyak dari kita yang bersedia untuk melakukannya karena itu terlalu merendahkan. Tapi inilah yang Tuhan lakukan. Inilah kerendahan hati Tuhan!

Jadi, kita dapat melihat bahwa bagi Yesus untuk menjadi manusia itu cukup merendahkan Dia. Dia menjadikan diriNya bukan siapa-siapa. Dia meninggalkan surga. Dia menjadi bayi. Dia lahir di palungan. Dia bergantung pada pasangan muda Yahudi. Dia memiliki kebutuhan. Dia harus belajar. Yesus telah cukup merendahkan diriNya dengan cara yang sangat mengejutkan. Tapi apakah Dia berhenti sampai disitu? Tidak, Dia merendahkan DiriNya lebih lagi. Yesus bisa saja datang sebagai pria hebat. Dia bisa saja datang sebagai raja, tokoh politik, jenderal, atau orang terkenal. Tapi Paulus mengatakan dalam pasal 2:7 bahwa Yesus mengambil bentuk sebagai hamba yang terikat. Yesus sendiri mengatakan bahwa Dia datang bukan untuk dilayani tapi untuk melayani (Matius 20:28, Lukas 22:27). Jadi, bukannya datang sebagai pria hebat, Yesus datang sebagai pria yang paling rendah, Dia datang sebagai hamba. Inilah kerendahan hati Tuhan!

Yesus sang hamba

 Mari kita lihat akan contoh menakjubkan yang Yesus lakukan yang menunjukkan peranNya sebagai hamba dalam Injil Yohanes. Kejadiannya muncul dalam perjamuan terakhir, atau makan paskah dimana Yesus dan murid-muridNya berkumpul untuk makan malam sebelum Dia disalibkan. Mereka telah memasuki Yerusalem dan telah disambut oleh penduduk yang melambaikan daun palem dan berteriak, “Hosana bagi anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan.” Para murid sangat bersemangat. Mereka tahu sesuatu yang istimewa sedang terjadi. Akhirnya Yesus akan menduduki tahtaNya, yang mana memang benar. Tapi kerajaan yang Yesus tegakkan berbeda dari kerajaan yang dipikirkan murid-muridNya. Para  murid sedang berpikir bahwa Yesus akan mengalahkan pemerintahan Roma dan menegakkan kembali kedaulatan kerajaan Israel. Yesus akan menjadi raja atas bangsa ini, dan Dia akan memerlukan kementerian atau pemerintahan yang membantu Dia memerintah. Tentu saja, dalam kerajaan ini, Yesus yang akan menjadi presiden. Tapi siapa yang akan menjadi wakil presiden? Yesus akan menjadi yang nomor satu, tapi siapa yang akan menjadi nomor 2?

Pada perjamuan terakhir dalam injil Lukas, para murid tercatat sedang berselisih pendapat tentang siapa yang terbesar (Lukas 22:24-27). Ini adalah hal yang sering dipersoalkan para murid. Mereka semua menginginkan posisi disamping Yesus dalam kerajaanNya. Mereka semua menginginkan posisi sebagai wakil presiden. Sedikit memalukan untuk berpikir tentang rasul-rasul hebat yang kita jadikan panutan ini berselisih paham seperti anak kecil, berebut posisi. Tapi mereka hanya berjalan dengan cara dunia, mengikuti contoh yang mereka lihat disekeliling mereka dan yang telah dilalui dalam sejarah. Ini adalah sifat alami manusia untuk ingin mencapai  puncak, untuk memerintah, untuk memiliki kuasa, untuk menjadi raja. Tapi Yesus menegur mereka dan berkata bahwa barangsiapa ingin menjadi yang terbesar harus menjadi yang terakhir. Kalau kamu ingin naik keatas, kamu harus turun kebawah. Jikalau kamu ingin menjadi yang terbesar, kamu harus menjadi hamba bagi semua. Yesus bahkan memberitahu mereka bahwa Dia berada ditengah-tengah mereka sebagai seseorang yang melayani (Lukas 22:27).

Dengan pemahaman ini, para murid berselisih paham tentang siapa yang terbesar pada Perjamuan Makan terakhir, mari kita lihat bagaimana Yohanes menggambarkan acara yang sama dalam injil yang ditulisnya. Ternyata akhir dari perselisihan siapa yang terbesar ini mengakibatkan Yesus tidak hanya menegur mereka, tapi juga memberikan mereka contoh akan apa yang Dia baru katakan. Dalam Yohanes 13:4, dikatakan bahwa Yesus dan murid-muridNya sedang duduk mengelilingi meja untuk makan jamuan Paskah. Yesus tiba-tiba berdiri, kemungkinan setelah Dia menegur mereka karena berselisih tentang siapa yang terbesar. Pada waktu itu, meja kakinya pendek sampai dekat dengan lantai dan semua orang duduk dilantai disekeliling meja. Jadi waktu seseorang berdiri, semua orang dapat melihatnya. Akan sangat kentara. Jadi waktu Yesus berdiri, para murid pasti mengetahuinya dan memperhatikan Dia. Mereka mungkin berpikir, “Apa yang akan dilakukan Guru? Pasti sesuatu yang penting. Lagipula, Dia akan menegakkan kerajaanNya besok!”

Dan apa yang akan dilakukan Raja? Apakah Dia mengenakan jubah kerajaan? Apakah Dia  memakai mahkota? Apakah Dia akan menghunus pedang? Yesus melakukan sesuatu yang sangat mengejutkan. Dia melepaskan jubahNya dan mengenakan pakaian budak. Yesus menunjukkan kepada mereka bagaimana menjadi besar, bagaimana menjadi raja, bagaimana menjadi seperti Tuhan. Kamu harus merendahkan dirimu, ambil peran sebagai budak, dan melayani orang lain. Inilah hati Tuhan. Inilah Tuhan kita. Inilah kerendahan hati Tuhan!

Normalnya, jika kamu tiba di rumah seseorang 2000 tahun yang lalu, akan ada budak yang akan membasuh kakimu saat kamu akan masuk rumah tersebut. Jalanan di Galilea dan Yudea adalah sangat kotor waktu itu. Biasanya orang berjalan kaki memakai sandal untuk melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain. Jadi kaki mereka akan jadi sangat kotor. Untuk beberapa alasan, tidak ada budak yang membasuh kaki Yesus dan murid-muridNya ketika mereka sampai. Mungkin Tuhan mengatur semua ini supaya para murid belajar pelajaran yang akan berdampak besar dalam hidup mereka. Sangat menarik bahwa tidak satupun dari murid-murid Yesus yang menyadari situasi ini dan bersukarela untuk membasuh kaki murid yang lain. Hal itu pastinya terlalu memalukan dan rendah. Dan mereka terlalu sibuk berselisih tentang siapa yang terbesar.

Bahkan budak pada jaman itu akan berjuang untuk mendapatkan posisi dan kekuasaan. Para budak memiliki tingkatan sosial mereka sendiri – ada budak yang lebih tinggi tingkatannya dan ada yang lebih rendah. Bahkan budakpun memiliki keinginan manusia untuk berkuasa atas yang lain. Dan pekerjaan membasuh kaki dulu adalah pekerjaan budak yang posisinya paling rendah. Dan biasanya pekerjaan ini dilakukan oleh budak perempuan, karena pandangan orang Yunani/Roma terhadap wanita, mereka memperlakukan wanita lebih rendah nilainya dibanding pria. Tapi jika kita membaca Alkitab, kita lihat bahwa Yesus selalu memperlakukan pria dan wanita setara. Jadi Yesus yang mengambil tindakan untuk membasuh kaki sebenarnya sedang mengambil posisi budak yang terendah. Dia sedang melakukan pekerjaan budak perempuan. Inilah kerendahan hati Tuhan!

Para murid pasti sangat terkejut! Ini raja kita, presiden kita, merendahkan diriNya mengambil pekerjaan budak perempuan dan membasuh kaki! Dan seorang murid tidak lebih tinggi dari tuannya (Matius 10:24, Lukas 6:40, Yohanes 15:20). Para murid sedang berpikir, “Jika rajaku membasuh kaki, maka apa yang akan aku lakukan? Aku seharusnya melakukan yang lebih rendah daripada itu!” Dan kita melihat Petrus mencoba menghentikan Yesus dari melakukan hal ini. Tapi Yesus menunjukkan kepada para murid bahwa seperti inilah cara menjadi besar. Seperti inilah kita menyerupai Tuhan. Kita merendahkan diri kita, kita merendahkan hati kita, dan kita melayani orang lain. Yesus menyelesaikannya dengan berkata seperti ini kepada para muridNya:

  • Yohanes 13:12–17 – Sesudah Ia membasuh kaki mereka, Ia mengenakan pakaian-Nya dan kembali ke tempat-Nya. Lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengertikah kamu apa yang telah Kuperbuat kepadamu? 13 Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. 14 Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu; 15 sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. 16 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan dari pada dia yang mengutusnya. 17 Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya.

Jadi kita melihat Pencipta alam semesta merendahkan diriNya, berlutut dan membasuh kaki manusia yang Dia ciptakan. Dia bahkan membasuh kaki Yudas, seseorang yang telah bersetuju untuk menghianati Dia dengan menyerahkan Dia pada pemimpin Yahudi. Dia membasuh kaki Petrus yang segera sesudah itu menyangkal  bahwa dia mengenal Yesus. Dia membasuh kesemua kaki murid-muridNya, yang akan meninggalkan Dia beberapa jam kemudian diwaktu Dia sangat membutuhkan mereka. Dia tidak membasuh kaki orang yang luar biasa. Dia membasuh kaki para pengecut, manusia yang akan menghianati dan meninggalkan Dia. Berapa banyak dari kita dapat membasuh kaki orang-orang yang akan menghianati dan meninggalkan kita? Inilah kerendahan hati Tuhan!

Merendahkan diri sampai mati

 Sekarang kita melihat Yesus telah merendahkan diriNya dengan menjadi manusia. Dan Dia merendahkan diriNya untuk menjadi budak. Ini sudah contoh yang paling hebat dalam kerendahan hati. Tetapi Firman Tuhan di kitab Filipi berkata bahwa Yesus tidak berhenti sampai disitu saja. Dia merendahkan diri lebih dalam lagi. Dia merendahkan diriNya untuk mati (2:8). Bagaimana mungkin Pribadi Kehidupan itu sendiri mengijinkan kematian menyentuhNya? Dia tidak perlu melakukan hal ini. Dia merendahkan diriNya sampai mati karena kasihNya untuk kita.

  • Roma 5:6–8 – Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah. 7 Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar–tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati–. 8 Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.

Yesus tidak mati untuk orang-orang yang baik. Dia tidak mati untuk orang yang benar. Dia mati untuk para pendosa, untuk orang yang menyangkal Dia, membenci Dia, memberontak terhadap Dia. Inilah kerendahan hati Tuhan!

Jadi Yesus merendahkan diriNya menjadi manusia. Dia merendahkan diriNya lebih lagi menjadi budak. Dan Dia merendahkan diriNya lebih lagi untuk mati. Tapi kitab Filipi berkata bahwa Dia masih merendahkan diri lagi – Dia mati di salib. Hari ini, kita memiliki tanda salib yang dipasang di gereja, dicetak pada Alkitab kita dan tergantung pada leher kita. Tapi 2000 tahun yang lalu salib bukanlah hal yang patut dirayakan. Salib adalah sesuatu yang harus dihindari. Karena membawa ketakutan dan aib. Orang-orang bahkan tidak membicarakan salib. Karena itu adalah lambang pemerintahan Roma, kekuasaannya yang mutlak, dan kemampuannya untuk menghancurkan semua orang yang berani menentangnya.

Salib dulu adalah salah satu bentuk hukuman mati yang kejam dan mengerikan yang pernah dibuat manusia. Manusia diciptakan serupa dan segambar dengan Tuhan, yang artinya juga manusia itu kreatif. Musuh menggoda Adam and Hawa untuk memberontak terhadap Tuhan, dan sejak saat itu berusaha memakai kekuatan kreatifitas manusia untuk menghasilkan kesakitan, penderitaan dan kerusakan dalam dunia ini. Pikiran manusia telah menciptakan sesuatu yang mengerikan dalam sejarah, tapi salib adalah satu dari hal terburuk yang pernah diciptakan.

Salib dibentuk sedemikian rupa untuk membuat orang menderita sebanyak dan selama mungkin  yang dapat ditahannya. Biasanya, korban akan dipukuli atau dicambuk terlebih dahulu sebelum kemudian disalib. Paku yang panjang dan tebal akan dipalukan melalui pergelangan tangan mereka dan diatas kaki mereka. Siksaan ini akan melukai saraf utama, menyebabkan rasa sakit yang tak tertahankan. Salib kemudian akan diberdirikan, mengangkat korban keatas. Karena korban tergantung pada pergelangan tangannya, posisi ini membuat tekanan yang kuat pada dada yang mengakibatkan kesulitan bernafas. Untuk menghirup nafas, korban harus mengangkat tubuhnya keatas. Jadi korban akan menggunakan pergelangan tangan untuk mengangkat tubuhnya dan kakinya yang terpaku menjadi tumpuan, menyebabkan rasa sakit teramat sangat. Setelah menarik nafas, korban akan menurunkan tubuhnya lagi, dan mengulang proses yang sama. Saat melakukan ini, seseorang bisa bertahan dalam penderitaan disalib ini lebih dari satu hari.

Biasanya korban akan ditelanjangi. Salib dibentuk untuk mempermalukan korbannya. Salib akan diletakkan ditempat umum dimana banyak orang yang berjalan melaluinya dan melihat korban yang tergantung diatasnya. Pemerintah Roma ingin menjadikan mereka contoh. Mereka ingin meneror masyarakat supaya tunduk, jika mereka melakukan perlawanan terhadap kaisar Roma maka mereka juga aka mengalami hal yang sama. Bagi orang Yahudi, selain akibat yang ada juga menjadi lambang kutukan pada orang yang disalib, seperti yang tertulis diFirman “Terkutuklah siapapun yang tergantung dipohon” (Ulangan 21:23, Galatia 3:13).

Hari ini, kita masih melihat pemerintah menghukum mati pelaku kejahatan. Tapi tak ada hukuman mati seperti salib lagi. Biasanya, narapidana dihukum mati dalam tempat rahasia dengan beberapa saksi saja. Hukuman matinya dilakukan dengan bermartabat. Biasanya dilakukan untuk membunuh seseorang secepat mungkin dan sekecil mungkin rasa sakit yang diderita. Ini kebalikan dari salib. Dan kematian di kayu salib adalah kematian yang paling memalukan dan menyakitkan yang dipakai Yesus untuk merendahkan diriNya sampai mati. Inilah kerendahan hati Tuhan!

Ayat di kitab Filipi ini membawa kita melalui proses menakjubkan dimana Tuhan membiarkan diriNya dipermalukan. Yesus dari pribadi yang Maha Hadir, mulia, Raja Kemuliaan di surga memberikan diriNya untuk dipukul, ditolak, menjadi mayat telanjang tergantung dipohon diluar kota Yerusalem. Yesus merendahkan diriNya dari tempat tinggiNya sampai ke tempat terendah. Tak satupun yang pernah dan tidak akan ada lagi yang merendahkan diri seperti Yesus merendahkan diriNya. Inilah caranya untuk menjadi besar. Inilah caranya untuk dapat menjadi seperti Tuhan. Kita perlu merendahkan diri kita seperti Yesus merendahkan diriNya. Dan oleh karena inilah, Yesus ditinggikan (2:9-11). KepadaNya diberikan nama atas segala nama, bahwa dalam nama Yesus setiap lutut bertelut dan setiap lidah mengaku bahwa Dialah Tuhan. Sebagai hasilnya, Yesus menggenapi kata-kataNya yang Dia ucapkan pada murid-muridNya:

  • Matius 20:26–27 – Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, 27 dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu

Kesimpulan

Contoh yang diberikan Paulus pada jemaat di Filipi adalah contoh kerendahan hati yang paling tinggi. Kerendahan hati adalah kunci mengatasi ketidaksatuan. Jika jemaat Filipi dapat mengikuti contoh Yesus dan berjalan dalam tingkat kerendahan hati dan bertekad merendahkan diri mereka daripada meninggikan diri sendiri, maka akan sangat sulit bagi mereka berjalan dalam ketidaksatuan.

Dan contoh kerendahan hati ini bukan hanya untuk jemaat Filipi. Ini juga untuk kita hari ini. Kita juga terpanggil untuk mengikut contoh yang diberikan Yesus (Yohanes 13:15). Saat kita merenungkan pengorbanan Yesus dikayu salib, hal ini akan menantang kita seumur hidup kita. Kita akan terus mendapat pewahyuan akan kesombongan dalam hidup kita dan area-area lain yang masih perlu bertumbuh dalam hal kerendahan hati. Sebagai pengikut Kristus, mari bertekad merangkul kerendahan hati dan menghidupi hidup yang merendahkan diri sampai ke tanah.

Penerapan 

  • Apakah kita berjalan dalam kesombongan? Apakah kita menyembunyikan sesuatu dari orang lain? Apakah kita mencoba menunjukkan pada orang lain yang bukan diri kita sebenarnya? Mari bertobat dan bertekad untuk hidup dalam keterbukaan dan transparan. Rendah hati adalah rela diketahui siapa kita apa adanya. Mari membuat keputusan untuk berjalan dalam terang karena Dia adalah terang (1 Yohanes 1:7)
  • Apakah ada orang-orang, agama-agama, ras-ras, kelompok usia tertentu, jenis kelamin, denominasi yang kita pandang rendah? Apakah kita memandang diri kita lebih penting dari orang lain? Mari bertobat dan bertekad untuk memperlakukan orang lain lebih bernilai dari diri kita sendiri.
  • Apakah kita hanya memikirkan diri kita sendiri dan kesenangan kita? Mari kita berhenti melihat kedalam diri sendiri dan mulai melihat kesukaan dan kebutuhan orang lain.
  • Apakah kita mencari kekuasaan dan pengaruh atas orang lain? Apakah kita terjebak dalam nilai sistem dunia untuk berlomba-lomba mencapai puncak? Apakah kita hanya focus pada kesuksesan menurut dunia? Apakah kita menyerang mereka yang posisinya diatas kita dan menekan mereka yang dibawah kita? Mari bertobat dari sikap hati jahat dan duniawi ini. Karena berlawanan dengan Kristus. Jika ini adalah kehendak Tuhan untuk memberikan kita posisi dan kekuasaan dan pengaruh, maka ijinkan Dia untuk memberikan posisi tersebut sesuai kehendakNya, seperti Daniel dan Yusuf. Kita harus setia untuk mencapai tujuan Tuhan melalui caranya Tuhan. Kita perlu rendah hati, merendahkan diri kita, untuk hidup menapak tanah dan terus mengasihi, jujur, peduli, berkemurahan, setia, dll.
  • Apakah ada pekerjaan atau tanggung jawab yang kita pandang lebih rendah dari posisi kita sekarang? Jika Raja dan Tuhan kita mau mengambil posisi yang terendah menjadi budak dan membasuh kaki, maka tidak ada pekerjaan yang terlebih rendah dibawah posisi kita. Mari kita bertobat dan memiliki kemauan untuk melakukan pekerjaan yang Roh Kudus pimpin kita untuk lakukan.
  • Apakah ada hubungan dalam hidup kita, ditempat kerja atau gereja dimana ada perpecahan didalamnya? Maka mari kita bertobat atas semua kesombongan dan bertekad untuk menerapkan contoh kerendahan hati yang kita lihat dari pengorbanan Yesus dikayu salib. Mari bertekad untuk merendahkan diri kita dan menilai orang lain lebih penting dari diri kita sendiri.