Orang yang terlalu mencintai harta benda biasanya memiliki sifat

Orang yang terlalu mencintai harta benda biasanya memiliki sifat
Sahabat MAI, pasti setiap manusia mempunyai sifat yang terlalu mencintai harta. Mereka mengira bahwa harta yang melimpah adalah segalanya.

Tapi kecintaan secara berlebih-lebihan pada harta sebenarnya selain tidak memberi manfaat, juga akan melahirkan sifat takabur, bakhil/kikir, dan seterusnya.

“sekali-kali janganlah orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka.” (QS. Ali Imran:181)

Yuk, sisihkan hartamu untuk mereka yang kekurangan dengan berdonasi melalui www.maiberbagi.or.id

Kita sebagai umat muslim tentunya harus mempercayai adanya kehidupan setelah mati yang disebut kehidupan di akhirat. Kehidupan yang itulah yang menjadi tujuan bagi setiap orang yang beriman. Dunia yang kita jalani saat ini hanyalah sementara. Maka, orang-orang yang beriman pasti akan menjadikan kehidupan dunia ini sebagai sarana untuk menumpuk amal saleh yang akan menjadi bekal kehidupan kita di akhirat.

Allah berfirman : “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. (QS. Al-Hadid : 20).

Orang yang terlalu mencintai harta benda biasanya memiliki sifat

Kita tidak boleh untuk terlalu mencintai dunia, karena hal tersebut merupakan awal dari setiap kesalahan. Orang yang terlalu mencintai dunia akan menjadikan dunia sebagai tujuan akhirnya. Mereka akan melupakan tujuan dari penciptaan manusia seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an, “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyat : 56). Mereka hanya bertujuan untuk menumpuk bersenang-senang dan menumpuk harta kekayaan. Padahal didalam harta kekayaan terdapat penyakit, karena pemiliknya akan sulit menyelamatkan diri dari sombong dan angkuh.

Sifat terlalu mencintai dunialah yang memakmurkan neraka. Seseorang yang terlalu mencintai dunia hanya akan sadar ketika dia berada di kegelapan kubur. Bahwa semua harta yang telah dikumpulkannya sama sekali tidak memberikan manfaat baginya setelah dia mati. Abdullah bin Mas’ud berkata, “Bagi semua orang dunia adalah tamu, dan harta adalah pinjaman. Setiap tamu pasti akan pergi lagi dan setiap pinjaman pasti harus dikembalikan.”

Dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, tentang tiga golongan manusia yang pertama kali dimasukkan kedalam neraka, yaitu orang yang berperang, orang yang membaca Al-Qur’an, dan orang yang bersedekah. Mereka melakukan amalan tersebut untuk mendapatkan balasan dunia. Oleh karena itu, mencintai dunia bisa menghalangi seseorang dari pahala. Juga dapat merusak amal-amal yang telah kita kerjakan.

Terlalu mencintai dunia akan menghalangi seseorang hamba dari aktifitas yang bermanfaat untuk kehidupan di akhirat, dia akan sibuk dengan apa yang dicintainya. Ketika seseorang mencintai dunia menjadikan dunia sebagai harapannya, dia tidak lagi berharap kepada Allah lagi. Maka Allah akan menjadikan kekafiran didepan matanya dan akan mencerai-beraikan urusannya.

Baca Juga : Inilah Cara Masuk Surga

Terdapat dua hal yang harus kita yakini agar kita tidak terlalu mencintai dunia. pertama adalah memandang dunia sebagai sesuatu yang rendah, mudah, hilang dan hanya sementara. kedua adalah meyakini bahwa akhirat itu pasti ada dan kita pasti akan pergi kesana, kita akan meninggalkan dunia ini dan hanya membawa amal shalih yang kita lakukan di dunia. Oleh karena itu, kita harus bersifat zuhud

Allah berfirman : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash : 77)

Dengan berzuhud bukan berarti kita harus meninggalkan dunia. Karena dengan kekayaan kita juga bisa melakukan amal shalih. Oleh karena itu, kita harus menjadikan seluruh harta kita sebagai sarana untuk mendapatkan ridha Allah, dengan cara bersedekah. Bersedekah merupakan obat dari penyakit terlalu mencintai dunia.

Sahabat, jangan sampai kita menjadi seseorang yang terlalu mencintai dunia. Mari kita perbanyak sedekah kita agar hati kita tidak menganggap kekayaan sebagai tujuan akhir kita. Dengan bersedekah kita dapat menghilangkan ketamakan terhadap dunia. 

Bagaimana orang yang disebut gila harta?Coba renungkan ayat berikut.Allah Ta’ala berfirman,وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا“Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan. ” (QS. Al Fajr: 20).

Orang yang terlalu mencintai harta benda biasanya memiliki sifat

Mengenai tafsir ayat di atas, dalam Tafsir Al Jalalain disebutkan,كثيراً فلا ينفقونه“Mereka mencintai banyak harta namun enggan untuk disedekahkan.”Dalam Zaadul Masir karya Ibnul Jauzi disebutkan,كثيراً فلا تنفقونه في خير“Mereka mencintai harta yang banyak namun enggan disedekahkan dalam jalan kebaikan.”Syaikh As Sa’di rahimahullah berkata,كثيرًا شديدًا“Mereka benar-benar mencintai banyak harta.”Syaikh Abu Bakr Al Jazairi menyebutkan,قويا شديدا“(Yang dimaksud adalah) sangat kuat dalam mencintai harta.”Syaikh Abu Bakr Al Jazairi dalam kitab tafsirnya -Aysarut Tafasir- lantas memberikan faedah dari ayat tersebut,التنديد بحب المال الذي يحمل على منع الحقوق ، ويزن الأمور بميزانه قوة وضعفا .“Tercela mencintai harta sampai lupa menunaikan kewajiban dari harta tersebut dan tercela pula menjadi patokan seseorang (muli) dengan standar banyaknya harta ataukah tidak.”Berarti dapat kita simpulkan bahwa orang yang gila harta berarti memenuhi kriteria:1- Sangat kuat mencintai harta2- Enggan menunaikan kewajiban harta (lewat zakat)3- Menjadikan patokan mulia dan sukses jika sudah memiliki harta melimpah.Coba timbang-timbang pada diri kita, apakah masih termasuk orang yang gila harta?Jika iya, perbaikilah kecintaan kita yang ada. Asalnya mencintai harta merupakan sifat tabiat semua manusia. Namun tentu saja kecintaan tersebut mesti tidak membuat lalai dari kewajiban terhadap harta tersebut.Hendaknya diyakini pula bahwa standar sukses dan mulia bukanlah dinilai dari banyak harta dan uang. Jika harta adalah standar sukses, maka tentu Qarun akan menjadi orang yang selamat dan sukses di dunia maupun akhirat. Namun ternyata tidak seperti itu. Qarun malah menjadi orang yang terhina di dunia karena ia disiksa dengan ditenggelamkan dengan hartanya. Di akhirat pun siksa Qarun lebih-lebih pedih.Semoga Allah memberikan kita hidayah untuk terus mensyukuri nikmat dan menyikapi harta dengan benar.

Sudah menjadi sifat manusia, di antaranya adalah sangat mencintai harta. Mereka megira bahwa harta akan dapat menyelamatkan dirinya. Selain itu, bahwa dengan harta yang melimpah, seseorang akan merasa dipandang hidupnya berhasil , semua keinginannya dapat dipenuhi, dan seterusnya. Hanya saja kecintaan terhadap harta ternyata tidak berbatas. Sekalipun sudah berlebih, dan bahkan umur yang bersangkutan sudah disadari tidak akan bertahan lama, tetapi tidak pernah berhenti mencari harta. Terhadap harta orang serba merasa berkekurangan.

Padahal kebutuhan manusia itu sebenarnya amat terbatas, yaitu untuk konsumsi sehari-hari, membeli pakaian, rumah sebagai tempat tinggal, dan kebutuhan sekunder lainnya seperti untuk pendidikan, biaya kesehatan, rekreasi, jaminan hari tua, dan lain-lain, yang semua itu jumlahnya juga tidak terlalu banyak. Untuk memenuhi keperluan konsumsi, sebenarnya dapat dihitung, dan ternyata amat kecil. Setiap bulan, seorang hanya memerlukan beras sekitar 8 kg. Dari hitungan itu, setahun hanya perlu 1 kuintal, sepuluh tahun hanya membutuhkan beras 1 ton.

Memperhatikan hitungan tersebut, jika seseorang berusia 70 tahun, maka hanya memerlukan beras 7 ton saja. Sementara itu, jika seseorang memiliki sawah satu hektar kemudian ditanami sekali saja, akan panen antara 6 hingga 7 ton, sehingga ketika seseorang memiliki sawah satu hektar dan kemudian ditanami sekali saja, hasil panennya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan pangannya seumur hidup. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan pakian, perumumahan, dan kebutuhan lain yang bersifat sekunder juga tidak terlalu banyak.

Kebutuhan akan harta dalam hidup ini dirasakan menjadi banyak oleh karena manusia memiliki keinginan yang tidak terbatas. Manusia tidak saja berharap kebutuhan hidupnya tercukupi, tetapi keinginannya yang tidak terbatas itu juga dapat dipenuhi. Keinginan itu tidak saja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi yang lebih sulit dipenuhi adalah keinginannya menumpuk harta sebanyak-banyaknya. Padahal ketika seseorang telah menemui ajalnya, harta yang dikumpulkan juga tidak akan memberi manfaat apa-apa terhadap pemiliknya.

Kecintaan secara berlebih-lebih di dalam menumpuk harta sebenarnya selain tidak memberi manfaat terhadap dirinya, juga akan mengganggu masyarakat pada umumnya. Menumpuknya harta pada diri seseorang akan melahirkan sifat takabur, iri hati, dengki, fitnah memfitnah, dan seterusnya. Itulah di dalam Islam juga diperingatkan agar tidak menumpuk-numpuk harta. Disebutkan bahwa harta secara hakiki tidak akan menyelamatkan diri seseorang, dan bahkan membahayakan terhadap pemiliknya jika tidak dibelanjakan secara benar.

Sudah cukup lama di negeri ini disebut-sebut telah terjadi kesenjangan ekonomi yang luar biasa lebarnya. Kesenjangan itu bertambah lama bukan semakin berkurang, melainkan sebaliknya, yaitu semakin jauh jaraknya. Mereka yang berhasil mengakumulasi modal kekayaan semakin bertambah usahanya, tanpa terkendali. Kekayaan mereka tentu semakin menumpuk hingga tidak terhitung. Hal demikian itu sebenarnya tidak mengapa, asalkan tidak mengganggu usaha rakyat kecil yang hasilnya hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Namun siiapapun dapat menyaksikan, betapa banyak usaha rakyat kecil mati disebabkan oleh usaha berskala besar. Hadirnya toko atau pasar modern di berbagai tempat misalnya, disadari atau tidak, telah membunuh usaha kecil milik rakyat dimasud. Hal demikian itu juga terjadi pada usaha-usaha berskala besar lainnya di bidang pertanian, peternakan, perikanan, dan lain-lain. Semangat undang-undang yang mengatakan bahwa kekayaan negara adalah untuk kemakmuran bersama, tetapi ternyata tinggal kata-kata yang tidak memiliki makna apa-apa. Berita tentang penggusuran rakyat kecil untuk kepentingan pemodal besar terdengar di mana-mana dan sudah bukan rahasia lagi.

Untungnya rakyat Indonesia tidak terlalu memiliki kemauan untuk bersuara sekalipun dirinya menderita. Suara dimaksud hanya disimpan di dalam hati masing-masing. Menyadari kenyataan itu seharusnya para pemuka masyarakat, tokoh agama, para ilmuwan, dan cendekiawan menyuarakan suara hati rakyat itu. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak banyak yang melakukannya. Dalam keadaan seperti itu, rakyat kecil seolah-olah tidak memiliki lagi pemimpin atau pemuka yang bisa diharapkan untuk menyuarakan hati nurani mereka atas penderitaan yang dialami selama ini.

Beberapa hari terakhir dapat dilihat bahwa keinginan untuk melakukan demo yang rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 4 Nopember 2016 di Jakarta memperoleh sambutan yang luar biasa besarnya. Orang dari berbagai daerah akan datang ke ibu kota, hanya untuk berdemonstrasi. Besarnya semangat itu kiranya perlu dibaca lebih mendalam untuk mendapatkan pemahaman tentang suara hati rakyat sebenarnya. Rasa-rasanya, semangat tersebut bukan saja tumbuh dari sekedar ucapan Ahok yang disebut menistakan al Qur'an dan ulama, ------sekalipun hal itu juga penting, melainkan ada suara batin yang ingin disampaikan kepada para penguasa yang diharapkan dapat mengubah keadaan atau menolong atas kesulitan hidup yang selama ini dirasakan oleh rakyat.

Oleh karena itu, manakala dari semangat berdemonstrasi yang sedemikian besar itu berhasil dibaca dan dipahami oleh para pemimpin bangsa, kemudian dijadikan bahan renungan dan sekaligus digunakan untuk merumuskan kebijakan mendasar untuk mengatasi kesenjangan, meraih kemakmuran dan keadilan, maka itulah sebenarnya yang ditunggu-tunggu oleh rakyat selama ini. Jika demikian itu yang terjadi, maka demontrasi yang akan dilaksanakan tersebut memiliki arti besar bagi bangsa ini, yaitu menjadikan kesenjangan semakin berkurang. Sekelompok kecil yang menguasai sebagian besar kekayaan bangsa ini berhasil dikendalikan, agar mereka tidak berlebih-lebihan, dan hal itu juga sekaligus sebagai cara untuk melindungi rakyat kecil yang sebenarnya hanya berharap agar hidupnya dapat bertahan. Wallahu a'lam