Orang yang mencari rezeki yang baik dan halal serta diridhoi oleh Allah akan mendapatkan

Jakarta -

Rezeki setiap makhluk telah dijamin oleh Allah SWT. Dalam QS Hud ayat 6 dijelaskan, Allah SWT telah menjamin rezeki tiap makhluknya

۞ وَمَا مِنْ دَاۤبَّةٍ فِى الْاَرْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۗ كُلٌّ فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ - ٦

Arab latin: Wa mā min dābbatin fil-arḍi illā 'alallāhi rizquhā wa ya'lamu mustaqarrahā wa mustauda'ahā, kullun fī kitābim mubīn

Artinya: "Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)."

Dalam Islam dikenal dua jenis rezeki yang diberikan Allah SWT, berikut penjelasannya:

A. Jenis rezeki menurut sifatnya

Berdasarkan sifatnya, ada dua jenis rezeki dalam islam yang diberikan Allah SWT. Sebagaimana dijelaskan Fakhrizal Idris dalam bukunya yang berjudul Rezeki: Mengungkap Makna, Meraih Rezeki dalam Perspektif Al Quran dan Al Hadits, sebagai berikut:

1. Rezeki yang Bersifat Maadi (materi)

Rezeki maadi adalah rezeki yang berupa materi. Seperti air hujan, buah-buahan, pekerjaan, harta dan semacamnya. Rezeki jenis ini diberikan kepada setiap manusia, baik orang mukmin maupun kafir.

2. Rezeki yang Bersifat Maknawi (non materi)

Rezeki maknawi adalah kebalikan dari rezeki maadi. Rezeki ini berbentuk rasa cinta dan kebahagiaan, iman dan qanaah, serta hal semacamnya. Rezeki jenis ini dikaruniakan kepada hamba yang dicintai-Nya.

B. Jenis rezeki menurut cara mendapatkannya

Dikutip dari buku 5 Sholat Pembangun Jiwa oleh Nasrudin Abd Rohim, ada dua jenis rezeki yang diberikan Allah SWT kepada manusia, sebagai berikut:

1. Rezeki Kasbi

Rezeki kasbi adalah rezeki yang diperoleh lewat jalur usaha dan kerja. Rezeki jenis ini tidak mensyaratkan kualitas keimanan penerimanya. Sehingga, tidak jarang dijumpai orang yang ingkar kepada Allah tetapi hidupnya sukses.

Dalam istilah lain, nikmat tersebut merupakan peringatan akan datangnya azab Allah SWT (murka Allah) atau disebut istidraj.

Selain sebagai hasil kerja, rezeki kasbi memang berasal dari sifat rahman atau pemberian Allah SWT. Sehingga, siapapun yang mau berusaha akan mendapatkannya.

2. Rezeki Wahbi

Rezeki wahbi adalah rezeki yang datangnya di luar prediksi manusia. Terkadang, tidak memerlukan jerih payah untuk mendapatkannya. Sebagai contoh, orang miskin bisa mendadak mendapatkan biaya haji tanpa disangka.

Disebutkan dalam buku tersebut, orang yang paling berpeluang mendapatkan rezeki https://www.detik.com/tag/rezeki jenis ini adalah mereka yang bertakwa. Kesuksesan orang yang bertakwa lebih ditentukan oleh kualitas keimanan daripada profesinya.

Manusia dan makhluk Allah SWT lainnya tak perlu khawatir tidak kebagian rezeki. Dalam sebuah hadits disebutkan, juga mengintai dan mencari manusia sebagaimana ajal

Orang yang mencari rezeki yang baik dan halal serta diridhoi oleh Allah akan mendapatkan
Dua Jenis Rezeki dalam Islam yang Diberikan Allah SWT. Foto: Screenshoot buku Rezeki: Mengungkap makna, meraih rezeki dalam perspektif Al-Quran dan Al-Hadits

"Rezeki senantiasa mencari manusia, sebagaimana ajal (kematian) yang juga senantiasa mencarinya." (HR Ibnu Abi Ashim).

Pengetahuan seputar dua jenis rezeki dalam Islam yang diberikan Allah SWT, semoga makin menambah keimanan para detikers.

(row/row)

Reporter : Ahmad Baiquni

Islam mewajibkan umatnya mencari rezeki dengan cara halal lagi baik.

Dream - Setiap manusia diwajibkan untuk mencari rezeki demi memenuhi hajat hidup. Apalagi bagi mereka yang menjadi kepala rumah tangga.

Kewajiban ini tidak hanya berlaku secara hukum sosial. Agama juga mewajibkan seseorang untuk mencari rezeki.

Sayangnya, ada sebagian orang yang mencari rezeki tidak dengan cara seharusnya. Mereka berpikir yang penting dapat rezeki meski harus dengan cara haram.

Sebenarnya, Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda tentang kaum yang menghalalkan segala cara dalam mendapatkan rezeki. Sabda tersebut diriwayatkan Bukhari.

" Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak lagi peduli dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram."

Orang yang mencari rezeki yang baik dan halal serta diridhoi oleh Allah akan mendapatkan
© Dream

Bagi seorang Muslim, terdapat empat adab yang patut diperhatikan dalam mencari rezeki.

Pertama, jangan sampai mencurangi kadar timbangan. Sebagian besar aktivitas mencari rezeki dijalankan melalui perdagangan atau perniagaan.

Seorang Muslim dituntut untuk jujur dalam berdagang. Dia terlarang dari perbuatan mempermainkan timbangan demi mendapat keuntungan yang besar.

Larangan ini termuat dalam Surat Al Muthaffifin ayat 1-6.

" Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar. (Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam."

Kedua, tidak menjalankan riba. Larangan ini terdapat dalam Surat Ali Imron ayat 130-131.

" Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir."

Ketiga, tidak mencari rezeki dengan cara bathil. Contohnya seperti korupsi, suap, maupun menipu. Larangan ini termaktub dalam Surat Al Baqarah ayat 188.

" Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui."

Keempat, tidak jual beli barang haram atau berjudi. Hal ini seperti tercantum dalam Surat Al Maidah ayat 90-91.

" Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)."

Selengkapnya...

Pengasuh Ponpes As-Shidqu Kuningan, Al-Habib Quraisy Baharun menyampaikan nasihat indah tentang rezeki. Berikut beberapa cara mendapatkan rezeki halal sebagaimana diajarkan syariat:

1. Bersungguh-sungguh dalam Bekerja.

Dalam sebuah Hadis riwayat Ad-Dailami disebutkan bahwa:"Sungguh Allah amat senang menyaksikan hamba-Nya kelelahan (bersusah payah) di dalam mencari rezeki yang halal".

GAYA HIDUP HALAL SEBAGAI USAHA UNTUK MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH

Oleh: Fitri Eka Aliyanti,SHI.,MA

Orang yang mencari rezeki yang baik dan halal serta diridhoi oleh Allah akan mendapatkan

“Rasulullah saw. bersabda: Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak peduli lagi dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram.” (H.R. Bukhari)

Para pembaca yang dirahmati Allah, benar adanya sabda Rasulullah saw. yang beliau katakan beratus tahun yang lalu tersebut. Modernisasi yang merupakan tanda kemajuan ilmu pengetahuan manusia seringkali tidak sejalan dengan kondisi iman dan takwa. Tidak sedikit orang yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan nikmat dunia yang diinginkan oleh hawa nafsunya. Tindakan korupsi, perampokan, pembegalan, pengedaran narkoba, pencurian, penipuan merupakan beberapa contoh cara yang tidak halal untuk mendapatkan harta dan marak sekali diberitakan di media dan seringkali meresahkan dan merugikan masyarakat.

Berbicara mengenai halal-haram, sesungguhnya halal-haram tidak hanya mencakup makanan dan minuman yang kita konsumsi, akan tetapi lebih dari itu, halal-haram merupakan persoalan kehidupan manusia secara keseluruhan. Sebagaimana firman Allah swt. yang tertulis di dalam Q.S. Al Baqarah [2] : 172 yaitu:

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepadaNya kamu beribadah.”

Kata “makanlah” di sini tidak saja berarti harfiah yaitu kegiatan makan dan minum, melainkan termasuk bagaimana cara memperoleh makanan tersebut. Yusuf Qardhawi (1993) menjelaskan mengenai pokok-pokok ajaran Islam tentang halal dan haram, dan salah satu pokok ajaran itu ialah “apa saja yang membawa kepada haram adalah haram”. Sehingga walaupun makanan itu halal, akan tetapi apabila cara pemerolehannya semisal dengan mencuri, maka ia haram untuk dimakan karena makanan tersebut merupakan hasil curian.

Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa memperoleh harta dengan cara dosa, lalu ia menggunakannya untuk menjalin silaturrahmi, bersedekah, atau kepentingan di jalan Allah, niscaya Dia akan menghimpun semua hartanya itu lalu melemparkannya ke dalam neraka” (H.R. Abu Dawud) (Ghazali, 2007).

Memahami Apa Itu Halal, Haram, dan Thayyib

Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat yang masih samar yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Ali (2016) menjelaskan bahwa kata “halal” dan “haram” merupakan istilah Al Qur’an dan digunakan dalam berbagai hal, sebagiannya berkaitan dengan makanan dan minuman. Halal secara bahasa berarti sesuatu yang dibolehkan menurut syariat untuk dilakukan, digunakan, atau diusahakan, dengan disertai perhatian cara memperolehnya, bukan dari hasil muamalah yang dilarang. Sementara thayyib bisa diartikan sebagai sesuatu yang layak bagi jasad atau tubuh, baik dari segi gizi dan kesehatan serta tidak membahayakan badan dan akal.

Kemudian haram, secara terminologi diartikan sebagai sesuatu yang dilarang Allah dengan larangan yang tegas. Keharaman ada 2 macam yaitu karena disebabkan zatnya atau karena yang ditampakkannya.

Mengapa Harus Halal?

            Rasulullah saw. bersabda, “Mencari sesuatu yang halal adalah kewajiban bagi setiap Muslim.” (H.R. Al-Thabarani dari Ibnu Mas’ud). Kewajiban ini di era sekarang pada akhirnya telah dicemari oleh beberapa syubhat dan transaksi-transaksi yang tidak sesuai syariat. Sehingga sebagian dari kita yang tidak mau benar-benar berfikir dan berusaha selalu beranggapan bahwa mencari sesuatu yang murni halal adalah suatu hal yang sulit, dan akhirnya mereka menghalalkan segala cara dalam memperoleh keinginan duniawi.

Padahal jika kita mengetahui, halal-haramnya makanan yang masuk ke tubuh kita akan berpengaruh terhadap kedekatan kita dengan Allah swt. Kedekatan ini yang nantinya akan berpengaruh terhadap doa-doa yang kita panjatkan kepadaNya. Diriwayatkan di dalam hadits Al-Thabarani bahwa salah satu sahabat yang bernama Sa’ad pernah memohon Rasulullah saw. agar mendoakan dirinya menjadi orang yang diijabah doanya. Lalu Rasulullah berkata kepadanya, “Baguskanlah makananmu, niscaya Allah menerima doamu.” (Ghazali, 2007). Demikianlah kuatnya pengaruh makanan dan rezeki yang halal terhadap hubungan kita dengan Allah swt.

Di dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Bukhari pun diceritakan bahwa dari Abu Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “ Sesungguhnya Allah itu suci dan tidak menerima kecuali yang suci. Dan Allah memerintahkan orang mukmin sebagaimana memerintahkan kepada para rasul dalam firman,” Wahai para rasul, makanlah yang baik-baik dan lakukanlah kesalehan.” Dan Allah berfirman, “Wahai orang yang beriman, makanlah dari rezeki yang kami berikan yang baik-baik.” Kemudian Rasulullah saw. menyebut seseorang yang melakukan perjalanan panjang hingga rambutnya kusut dan berdebu, sambil menadahkan tangannya ke langit menyeru, “Ya Tuhan. Ya Tuhan.” Sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan diberi makan dengan yang haram. Bagaimana doanya bisa dikabulkan?” (Sarwat, 2014).

Dari dua hadits yang dikemukakan sebelumnya, kita bisa menyimpulkan bahwa halal-haramnya rezeki yang kita peroleh dan kita konsumsi akan mempengaruhi kualitas hubungan kita dengan Allah swt. Dari sini pula kita bisa melakukan introspeksi. Apakah permasalahan halal hanya berada pada tataran kewajiban yang harus kita penuhi, atau kebutuhan yang tanpanya kita tidak bisa meraih hakikat hidup sebagai ibadah dan usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.?

Jika kita pahami lebih lanjut, ada beberapa alasan yang mendasari mengapa gaya hidup halal merupakan sarana untuk memelihara diri dan jiwa kita, serta untuk mendekatkan diri kepada pencipta kita, Allah swt. Yang mana jika diuraikan menjadi sebagai berikut (Sarwat,2014):

  1. Wujud keimanan kepada Allah

Bagi mereka yang memahami ajaran Islam dengan baik, apapun yang masuk ke dalam  perutnya harus seizin sang pencipta, Allah swt.

Banyak orang pergi haji atau umrah ke tanah suci, dengan mengeluarkan harta yang tidak sedikit, agar bisa berdoa di tempat yang mustajabah. Akan tetapi, kesucian tempat berdoa tidak akan berpengaruh banyak jika tidak diiringi dengan kesucian makanan yang masuk ke dalam perut.

Alasan lain bagi kita untuk menghindari makanan haram adalah untuk menjauhkan diri kita dari api neraka, karena daging yang tumbuh dari asupan makanan haram akan menjadi sasaran api neraka di akhirat nanti. Wal ‘iyaadzu billah.

  1. Mencegah timbulnya penyakit

Salah satu hikmah dari menghindari makanan yang haram adalah terhindarnya diri kita dari penyakit. Apalagi jika makanan yang kita makan adalah makanan yang thayyib, yang jelas nilai gizinya dan sesuai dengan kebutuhan tubuh kita.

  1. Tidak mengikuti langkah setan

Pelajaran mengenai halal-haram sebetulnya sudah dikisahkan melalui kisah Adam as., Hawa, dan larangan memakan buah khuldi. Setan menggoda Adam as. dan Hawa untuk memakannya sehingga Allah swt. menghukum mereka. Maka demikian pula akibatnya jika seseorang mengikuti langkah setan dan memakan apa yang dilarang dan diharamkan Allah. Na’uudzu billaahi mindzalik.

Kesimpulan

            Para pembaca yang dirahmati Allah swt., demikianlah ulasan mengenai halal haram yang bisa penulis sampaikan. Dari sini kita memahami bahwa halal-haram bukan saja mengenai makanan dan minuman, akan tetapi menyeluruh ke segala aspek kehidupan. Dan kita juga bisa memahami bahwa pengaruh kehalalan sangat besar terhadap kualitas hubungan dan kedekatan kita dengan Allah swt. Kedekatan itu selanjutnya akan berpengaruh terhadap terkabul atau tidaknya doa-doa yang kita panjatkan sebagai hajat hidup kita di dunia. Selain itu pula, Allah akan memelihara jiwa mereka yang melaksanakan gaya hidup halal baik di dunia (dengan kesehatan), maupun di akhirat (dengan terhindarnya tubuh kita dari api neraka). Wallahu a’lam bis shawaab.

Referensi

Al Ghazali, Imam. 2007. Rahasia Halal-Haram: Hakikat Batin Perintah dan Larangan Allah. Terjemahan oleh Iwan Kurniawan. Bandung: Mizania

Ali, Muchtar. 2016. Konsep Makanan Halal dalam Tinjauan Syariah: Tanggung Jawab Produk Atas Produsen Industri Halal. Ahkam: Vol. XVI, No. 2, Juli 2016

Sarwat, Ahmad. 2014. Halal atau Haram?Kejelasan Menuju Keberkahan. Jakarta: Gramedia

Qardhawi, Yusuf. 1993. Halal dan Haram dalam Islam. Terjemahan oleh Mu’ammal Hamidy. Surabaya: Bina Ilmu