Orang Quraisy yang mengajak Abu Sufyan untuk menyerah kepada Nabi Muhammad bernama

PEREBUTAN kembali Kota Mekah (Fathu Makkah) oleh Nabi Muhammad SAW sarat pembelajaran. Revolusi besar tanpa setetes darah betulbetul terjadi. Itulah peristiwa Fathu Makkah ketika tekanan dan siksaan kaum Quraisy Mekah meningkat dan mereka me rencanakan mengeksekusi Nabi di tengah malam. Kediam an Nabi dipagar betis pasukan elite kafir Quraisy. Untung Nabi beserta Abu Bakar berhasil lolos.

Di dalam rumah persembunyian, Ali bin Abi Thalib mengecoh mereka dengan berbaring di tempat tidur Nabi dan menggunakan selimutnya. Mereka menyangka Nabi masih tertidur. Saat mereka akan mengeksekusinya, alangkah kagetnya bahwa yang ada di balik selimut bukan Nabi, melainkan Ali. Mereka memburu Nabi.

Untung mereka tidak sampai memasuki tempat persembunyian Nabi di Gua Tsaur karena mereka yakin tidak ada siapa-siapa di dalam gua karena sarang laba-laba yang menutupi gua masih utuh, ditambah burung-burung masih bertahan mengerami telur di mulut gua.

Akhirnya, keluarga Nabi dan umat Islam Mekah eksodus besar-besaran ke Yathrib yang belakangan namanya diganti menjadi Madinah oleh Nabi. Berbagai properti warisan istrinya, Khadijah, seperti rumah dan tanah ditinggalkan begitu saja di Mekah demi menyelamatkan diri dan misi ajaran besar.

Selama di Madinah, Nabi membangun kekuatan umat di samping menggalakkan syiar. Setelah merasa cukup kuat, Nabi mengatur strategi merebut Mekah.

 Nabi memilih penyerangan di malam hari Ramadan. Dia membagi tiga pasukannya sebagai taktik. Satu kelompok lewat bukit, satu kelompok lewat lembah, dan kelompok lain di jalur normal. Abi Sufyan, pemimpin kaum kafir Quraisy, tak menyangka pasukan Rasulullah berjumlah besar dan punya taktik canggih. Dia mengira pasukan Rasulullah hanya lewat jalan normal. Ternyata saat yang tepat ­pasukan bukit dan pasukan lembah berjumpa di perbatasan Mekah.

Kaum kafir Quraisy Mekah sangat ketakutan. Mereka menunggu diri mereka dieksekusi sebagaimana layaknya tradisi perang kabilah; yang kalah laki-lakinya dibunuh dan perempuannya dijadikan budak bersama anak-anaknya. Alangkah kagetnya mereka setelah Nabi meneriakkan, “Antum thulaqa! (kalian semua sudah bebas)! Siapa yang masuk ke pekarangan Kabah aman, masuk ke rumah Abi Sufyan aman, dan masuk ke dalam rumah dan mengunci rumah juga aman.”

Akhirnya, Abi Sufyan bersama pembesar Quraisy menyerah dan bersedia mengikuti petunjuk Nabi.

Selanjutnya, Nabi meminta kepada para pemimpin pasukannya­ untuk menyatakan, “Al-yaum yaum al-marhamah” (Hari ini hari kasih sayang).

Salah seorang sahabat Nabi berteriak, al-yaum yaum al malhamah (hari ini adalah hari pertumpahan darah). Penduduk Mekah kembali ketakutan lalu Abi Sufyan protes, kenapa menjadi hari pertumpahan darah padahal tadi diumumkan hari kasih sayang dan hari pengampunan.

Nabi menjawab, tidak begitu maksudnya. Sahabat itu cadel, tidak bisa menyebut huruf ra sehingga huruf ra diucapkan dengan la.

Maka jadinya al-yaum yaum al-marhamah (hari ini hari kasih sayang) diucapkan al-yaum yaum al-malhamah (hari ini hari pertumpahan darah).

Setelah itu, Nabi meminta sahabat tadi berhenti bicara dan mengikuti persepakatan. Penyelesaian Fathu Makkah sangat manusiawi dan menya lahi tradisi perang Arab.

Hari itu betul-betul tidak ada balas dendam. Revolusi tanpa setetes darah. Revolusi tanpa balas dendam. Revolusi dengan biaya murah, dan revolusi yang melahirkan keutuhan dan kedamaian monumental.

Itulah revolusi Nabi. Dunia tercengang menyaksikan kearifan Nabi Muhammad SAW. Rekonsiliasi yang dilakukan Nabi patut dicontoh siapa pun juga. Inilah revolusi tanpa setetes darah.

Semoga menjadi pelajaran penting bagi umat Islam, khususnya para generasi milenial muslim.

Advertising

Advertising

MALANGTIMES - Jelang Fathul Makkah, seorang pimpinan Quraisy yaitu Abu Sufyan bin Harb memilih masuk Islam. 

Dalam berbagai riwayat disebutkan, masuknya Abu Sufyan sebagai muslim saat itu hanya karena dilatarbelakangi rasa takut. 

Pasalnya, ribuan pasukan kaun muslimin telah bersiap mengepung Makkah.

Baca Juga : Demi Memerdekakan Diri, Budak ini Rela Bunuh Paman Rasulullah

Hingga pada akhirnya masyarakat muslim kembali ke Makkah, Abu Sufyan masih merasakan keraguan atas keislamannya. 

Dia sering melamun, bahkan dalam benaknya berpikir untuk mengumpulkan kaum Quraisy dan menyerang muslim yang berada di Makkah.

Dr. Khalid Zeed Abdullah Basalamah, Lc., M.A. atau lebih dikenal sebagai Ustadz Khalid Basalamah menyampaikan, Abu Sufyan masuk Islam karena ketakutan saja dan terus bimbang dengan keislamannya.

Maka Abu Sufyan seperti orang tak percaya. 

Hingga suatu hari, dia menghadap ke Makkah dan berpikir karena tak percaya muslim sudah menguasai Makkah. 

Terlintas dalam benaknya saat itu untuk mengumpulkan Quraisy dan menyerang muslim.

Namun tiba-tiba pundaknya dipegang seseorang dan dia kaget, dia melihat Rasulullah SAW yang memegang pundaknya saat itu. 

Rasulullah SAW kemudian berkata, "Allah akan menghinakanmu wahai Abu Sufyan jika kau melakukan atau jalankan niatmu,".

Abu Sufyan kaget, karena apa yang ia pikirkan terbaca oleh Rasulullah SAW. 

Lalu Abu Sufyan ditinggalkan Rasulullah SAW. 

Hatinya kembali berkecamuk antara niat mengumpulkan Quraisy atau takut kepada Rasulullah yang tahu akan niatnya tersebut.

Tak lama, dua sahabat Abu Sufyan yang juga tokoh Quraisy di Makkah yaitu Utad bin Usaid dan Harits bin Hisyam duduk di samping Abu Sufyan dan sama-sama memandangi Kakbah. 

Baca Juga : Ini Dia Rahasia Hidup Bahagia Menurut Ulama Sufi, Dikisahkan Pakar Tarbiyah UIN Malang

Kebetulan saat itu masuk waktu salat, dan Rasulullah SAW meminta Bilal bin Rabbah untuk mengumandangkan adzan.

Mendengar Bilal adzan, Utad berkata, "Sungguh beruntung Usaid (ayah Utad). Karena tak melihat bagaimana hamba sahaya (Bilal) ini naik ke atas Kakbah seraya bertakbir. Kalau ayah saya masih hidup, maka akan dihukum,".

Lalu Harits bin Hisyam berkata yang sama, "Sungguh beruntung Hisyam. Karena tak melihat budak ini di atas Kakbah dan bertakbir,".

Sedangkan Abu Sufyan berkata, "Sungguh aku tidak mau berkata apa-apa. Karena demi Allah kalau aku ucapkan kata-kata, maka batu ini akan datang kepada-Nya," ucap Abu Sufyan sembari menunjuk sebuah batu yang berada di depannya.

Di tengah percakapan itu, Rasulullah SAW tiba-tiba saja melewati ke tiga sahabat yang saling termenung itu. 

Lalu Rasulullah berkata, "Wahai Utad, sungguh beruntung Usaid tak melihat hamba sahaya ini di atas Kakbah. Wahai Harits, sungguh beruntung Hisyam tak melihat hamba sahaya ini di atas Kakbah sembari bertakbir. Wahai Abu Sufyan, sungguh aku tidak akan berkata apa-apa. Karena jika aku katakan, maka batu itu akan sampaikan,".

Semenjak kejadian itu Abu Sufyan tak ada keraguan lagi terhadap Islam yang ia peluk. 

Dia pun menjalankan ajaran yang telah disampaikan Rasulullah SAW.

Orang Quraisy yang mengajak Abu Sufyan untuk menyerah kepada Nabi Muhammad bernama
Abu Sufyan gemetar melihat barisan pasukan Nabi.

PWMU.CO– Abu Sufyan galau ketika terjadi pelanggaran Perjanjian Hudaibiyah oleh Kabilah Bani Bakr sekutu Quraisy yang membunuh orang dari Kabilah Khuzaah sekutu Islam.

Dia menuju Madinah menemui Rasulullah saw bermaksud menyelesaikan masalah ini agar tak terjadi perang. Namun Rasulullah mengabaikannya. Dia minta tolong Abu Bakar, Umar, dan Ali agar melunakkan hati Nabi, semua menolak. Lantas dia mampir ke rumah anaknya, Ramlah, yang menjadi istri, juga menolak membantunya. Dia pulang dengan tangan hampa. 

Sementara Rasulullah sudah memerintahkan kaum muslimin memakai baju perang menuju Mekkah. Seruan itu disambut gembira. Semua laki-laki ikut serta ditambah kabilah-kabilah lainnya. Terkumpullah 10.000 pasukan.

Menjelang masuk Mekkah sudah petang, pasukan ini berhenti istirahat di daerah Marru Azh-Zhahran. Abu Sufyan bin Harb dan temannya Budail bin Warqa’ melihat banyak api unggun di kejauhan. ”Aku belum pernah melihat api dan markas tentara seperti malam ini,” katanya.

Budail bin Warqa’ menjawab,”Demi Allah, itu adalah kabilah Khuza’ah yang sedang menyalakan api.” Abu Sufyan menyergah,”Api kabilah Khuza’ah dan markasnya tidak sebesar itu.”

Abbas bin Abdul Muththalib, paman Nabi, yang mengetahui dua orang itu langsung mendekat dan berkata,”Celakalah kalian, kini Muhammad bersama pasukannya. Demi Allah, orang-orang Quraisy harus berhati-hati esok pagi.”

”Jika Rasulullah menangkapmu, pasti memenggal lehermu,” kata Abbas lagi.

Diantar Temui Nabi

Abu Sufyan gentar. Minta minta nasihat Abbas menghadapi situasi sulit ini. ”Aku akan membawamu menemui Muhammad. Mintalah jaminan keamanan darinya,” saran Abbas.

Dia mengikuti saran itu. Lalu ikut naik ke baghal putih yang dikendarai Abbas. Baghal putih itu milik Rasulullah. Sedangkan temannya, Budail, kembali ke Mekkah.

Dua orang yang naik baghal putih itu melewati api unggun tiap pasukan. Tiap lewat keduanya diperiksa. ”Siapa orang ini?” Tatkala melihat baghal putih yang dikenal milik Rasulullah, pasukan itu membiarkan lewat karena mengenal Abbas, paman Rasulullah.

Begitu juga saat melewati api unggun pasukan Umar langsung dicegat. Umar berjalan mendekat. Melihat ada Abu Sufyan duduk di belakangnya, dia langsung berkata,”Dia musuh Allah. Alhamdulillah telah menaklukanmu tanpa perjanjian,”

Umar berlari menemui Rasulullah di tendanya. Bersamaan itu Abbas juga masuk. ”Ya Rasulullah, ini Abu Sufyan, Allah telah menaklukkannya tanpa perjanjian. Izinkan aku memenggal leherya,” kata Umar.

Tapi Abbas segera menyahut,”Wahai Rasulullah, aku melindungi Abu Sufyan.”

Nabi kemudian meminta pamannya dan Abu Sufyan menemuinya esok pagi. Keduanya bermalam di tempat itu. Ketika pagi dua orang ini menghadap Rasulullah. Begitu melihat orang di depannya, Nabi berkata,”Celaka kamu Abu Sufyan, apakah belum tiba waktumu untuk bersaksi tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah?”

Habis Bersyahadat Minta Kompensasi

Abu Sufyan berkelit. ”Sungguh aku telah meyakini seandainya ada tuhan selain Allah, maka dia pasti akan mencukupiku,” jawabnya.

Nabi berkata lagi,” Celakalah kamu, apakah belum tiba waktumu untuk bersaksi bahwa aku utusan Allah?”

Dia menjawab, ”Sampai saat ini masih ada sesuatu yang mengganjal dalam hatiku.”

Abbas langsung membentak,”Celaka kamu ini. Masuk Islamlah, bersaksilah bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad utusan Allah sebelum lehermu dipenggal.”

Dia jadi gentar. Spontan dia bersyahadat masuk Islam.

Abbas lega. Kemudian berkata kepada Nabi,”Ya Rasulullah, dia orang yang senang dengan kebanggaan, berikanlah kebanggan kepadanya.”

Rasulullah berkata,”Barangsiapa memasuki rumah Abu Sufyan, dia aman. Barangsiapa menutup pintu rumahnya, dia aman. Barangsiapa memasuki Masjidil Haram, dia aman.”

Saat dia keluar tenda, Rasulullah berkata pada pamannya. ”Paman, tahanlah dia di tempat sempit di depan gunung, supaya iringan pasukan Allah melewatinya dan dia bisa melihatnya.”

Gentar Lihat Barisan Pasukan

Dalam perjalanan pulang Abbas menghentikan Abu Sufyan di tempat sesuai perintah Rasulullah. Tidak lama berselang, setiap barisan kabilah berjalan melewatinya dengan membawa panji-panjinya.

Setiap satu kabilah lewat, Abu Sufyan bertanya, ”Ini barisan siapa?” Abbas menjawab,”Ini pasukan kabilah Sulaim.”

Barisan kabilah lain lewat menyusul. “Kalau ini, siapa orang-orang ini?”

”Ini kabilah Muzainah.” Begitu seterusnya setiap barisan pasukan lewat dia bertanya siapa saja yang bergabung dengan pasukan ini. Hingga terakhir barisan pasukan Rasulullah lewat baju zirah warna hijau.

Dia kagum dengan barisan pasukan ini. ”Siapakah mereka ini, Abbas?”

”Mereka barisan muhajirin dan anshar bersama Rasulullah.”

Dia berkata, ”Tak seorang pun yang memiliki keberanian menghadapi mereka. Keponakanmu ini akan mendapat kemenangan besar.”

”Itulah dia kenabian,” ujar Abbas.

”Benar!” jawabnya. Abbas segera minta dia menemui kaummu mengabarkan pasukan Nabi sedang menuju Mekkah. Begitu sampai di Mekkah, dia berteriak keras di tengah kota. Orang-orang berdatangan. ”Hai orang-orang Quraisy, Muhammad datang membawa pasukan besar.”

”Barangsiapa masuk rumah Abu Sufyan, dia aman.”

Istrinya, Hindun, dan orang-orang marah dengan pengumuman itu. Abu Sufyan abaikan orang-orang, dia terus berteriak, ”Barangsiapa masuk rumah Abu Sufyan, dia akan aman.”

”Barangsiapa menutup pintu rumahnya, dia aman. Barangsiapa masuk Masjidil Haram, dia aman.”

Orang-orang gentar juga. Mereka kocar-kacir menyelamatkan diri. Ada yang pulang ke rumah, ada yang berjalan ke Masjidil Haram. Menunggu-nunggu ketakutan datangnya pasukan Nabi. Penaklukan Mekkah diambang kemenangan. (*)

Editor Sugeng Purwanto