Menurutmu bagaimana para astronot melakukan komunikasi ketika berada di angkasa luar

Menurutmu bagaimana para astronot melakukan komunikasi ketika berada di angkasa luar

Menurutmu bagaimana para astronot melakukan komunikasi ketika berada di angkasa luar
Lihat Foto

Kompas.com/Gischa Prameswari

Baju astronot

KOMPAS.com - Astronot merupakan orang yang sudah menjalani pelatihan untuk program penerbangan antariksa manusia. Tugasnya adalah memimpin sebuah misi, menerbangkan pesawat luar angkasa, atau menjadi awak pesawat antariksa. 

Astronot juga sering disebut dengan antari ksawan. Berdasarkan situs International Astronautical Federation, manusia pertama yang ke luar angkasa adalah Yuri Gagarin pada 12 April 1961. 

Sedangkan wanita pertama yang menjadi astronot adalah Valentina Tereshkova pada Juni 1963. Di luar angkasa terkenal dengan sistem gravitasi yang minim, terlebih jika mendarat di planet yang tidak memiliki gravitasi. 

Lalu, bagaimana mereka bisa tetap melakukan aktivitas dengan gravitasi yang tidak sama dengan Bumi? 

Baca juga: Sejarah Perkembangan Teknologi Luar Angkasa

Pakaian khusus asntronot

Dilansir dari situs resmi Nasa, astronot bisa beraktivitas di luar pesawat antariksa karena menggunakan baju khusus. Baju tersebut berlapis dua dan helm, berikut penjelasannya:

Baju dalam

Baju pertama yang menempel pada tubuh astronot adalah Liquid cooling and ventilation garment.

Lapisan ini merupakan pakaian dalam yang dirancang untuk memaksimalkan sirkulasi udara di sekitar tubuh astronot.

Terdapat selang-selang di bagian belakang yang berisi cairan pendingin. Fungsinya untuk menjaga suhu tubuh tetap normal.

Selain itu, baju astronot juga dilengkapi dengan popok yang memiliki daya serap tinggi.

Setelah itu, astronot akan menggunakan penutup kepala lengkap dengan alat komunikasi.

Baca juga: Mengapa Tidak Semua Planet di Tata Surya Dapat Ditinggali Manusia?

Cara agar para astronaut tetap waras saat berada di luar angkasa

Menurutmu bagaimana para astronot melakukan komunikasi ketika berada di angkasa luar
Menurutmu bagaimana para astronot melakukan komunikasi ketika berada di angkasa luar

Sumber gambar, Sergei Savostyanov\TASS via Getty Images

Jika kita ingin menelusuri seluruh tata surya kita, para astronaut harus berkelana selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Apakah misi-misi tersebut terlalu membebani pikiran manusia?

Pada tahun 1973, astronaut di stasiun ruang angkasa milik Amerika Serikat, Skylab, menjatuhkan berbagai peralatan dan menolak berkomunikasi dengan ruang kontrol misi.

Mereka mengeluh karena terlalu banyak bekerja, dan ketika permintaan mereka untuk jadwal kerja yang lebih lunak ditolak, mereka mengambil sikap dengan menghabiskan waktu seharian mengagumi pemandangan dari balik jendela stasiun ruang angkasa dan hanya melakukan sedikit hal lainnya.

"Kami diberi jadwal kerja berlebihan," ungkap astronaut William Pogue dalam tulisannya kemudian. "Kami hanya bekerja sepanjang hari. Pekerjaan itu bisa melelahkan dan membosankan, meskipun pemandangannya spektakuler."

Bentuk perlawanan itu dilakukan saat misi selama 84 hari tersebut baru mereka lalui separuhnya. Para astronot kemudian menyebut insiden itu dengan istilah "pemogokan", sementara yang lain merujuknya dengan sebutan "pemberontakan".

Lewatkan Artikel-artikel yang direkomendasikan dan terus membaca

Artikel-artikel yang direkomendasikan

  • Menurutmu bagaimana para astronot melakukan komunikasi ketika berada di angkasa luar
    Menurutmu bagaimana para astronot melakukan komunikasi ketika berada di angkasa luar

    Teleskop James Webb memotret gambar galaksi terjauh yang penuh warna

  • Menurutmu bagaimana para astronot melakukan komunikasi ketika berada di angkasa luar
    Menurutmu bagaimana para astronot melakukan komunikasi ketika berada di angkasa luar

    Roket SpaceX Elon Musk bakal tabrak Bulan setelah tujuh tahun 'berkeliaran' di ruang angkasa

  • Menurutmu bagaimana para astronot melakukan komunikasi ketika berada di angkasa luar
    Menurutmu bagaimana para astronot melakukan komunikasi ketika berada di angkasa luar

    Misteri asteroid merah Kamo'oalewa yang disebut 'bulan kecil'

  • Menurutmu bagaimana para astronot melakukan komunikasi ketika berada di angkasa luar
    Menurutmu bagaimana para astronot melakukan komunikasi ketika berada di angkasa luar

    NASA luncurkan teleskop antariksa James Webb untuk ungkap rahasia semesta, bagaimana cara kerjanya?

Akhir dari Artikel-artikel yang direkomendasikan

Bagaimanapun, kejadian itu menjadi indikasi pertama yang menunjukkan bahwa perjalanan luar angkasa yang panjang akan memunculkan tantangan tambahan yang pada misi-misi sebelumnya - yang relatif berdurasi lebih singkat - tidak pernah terjadi.

  • Pulau 'mirip lokasi syuting Star Trek' tempat para astronaut bersiap pergi ke Mars
  • Mengirimkan manusia ke Mars? Itu langkah bodoh, kata astronot Apollo 8
  • NASA tengah 'menyelidiki tuduhan pertama tentang kejahatan luar angkasa'

Seiring semakin seriusnya rencana untuk menerbangkan manusia ke planet Mars, salah satu ancaman terbesar bagi misi tersebut bisa datang dari kondisi psikologis para awak pesawat ruang angkasa itu sendiri.

Lewati Podcast dan lanjutkan membaca

Podcast

Menurutmu bagaimana para astronot melakukan komunikasi ketika berada di angkasa luar

Investigasi: Skandal Adopsi

Investigasi untuk menyibak tabir adopsi ilegal dari Indonesia ke Belanda di masa lalu

Episode

Akhir dari Podcast

Para peneliti menjadikan Antartika sebagai lokasi uji coba bagaimana kesehatan mental kita akan merespons perjalanan ruang angkasa jarak jauh.

Antartika menjadi analogi yang baik dengan sejumlah pertimbangan: tempat itu gelap - Kutub Selatan memiliki periode beberapa bulan di mana langit malam akan hadir secara terus-menerus selama musim dingin, menghilangkan siklus siang dan malam yang biasanya kita lalui; tempat itu amat sangat dingin, dengan suhu mencapai -80 Celsius sehingga akan sulit bagi siapapun untuk keluar ruangan.

Kemudian ada sifat isolasi. Tempat itu secara fisik sangatlah terpencil - tergantung di mana tepatnya Anda berada, proses evakuasi di tengah musim dingin bisa jadi tidak mungkin dilakukan. Selain itu, lokasi tersebut juga terisolasi secara sosial - Anda tinggal di dalam sebuah markas tertutup dengan sedikit orang yang sama sepanjang waktu.

Pemberontakan Skylab bisa menjadi contoh dari "fenomena tiga perempat" yang dialami para penjelajah kutub dan lainnya.

Hal itu terjadi ketika orang-orang menyadari bahwa mereka masih harus menjalani situasi terperangkap itu separuh jalan lagi, lantas kehilangan motivasi. Meskipun tidak semua orang setuju bahwa fenomena itu ada, fenomena tersebut muncul dalam berbagai situasi, termasuk dalam misi-misi ruang angkasa yang disimulasikan.

Menurutmu bagaimana para astronot melakukan komunikasi ketika berada di angkasa luar
Menurutmu bagaimana para astronot melakukan komunikasi ketika berada di angkasa luar

Sumber gambar, Esa

Keterangan gambar,

Pengisolasian di suatu markas di kutub adalah simulasi yang tepat untuk kondisi isolasi pada perjalanan ruang angkasa jangka panjang

Fenomena itu merupakan sesuatu yang dicari Gro Mjeldheim Sandal - profesor ilmu psikososial di Universitas Bergen, Norwegia - ketika ia meneliti emosi 27 orang di Stasiun Concordia di Antartika, di mana temperatur luar ruangan mencapai -51 Celsius, dan akses dari dan menuju stasiun hanya tersedia dari November hingga Februari.

Tetapi, alih-alih menjadi depresi di pertengahan masa penelitian mereka di Antartika, para peserta justru menjalani "hibernasi psikologis" di mana emosi mereka menjadi datar dan 'tak terikat'.

Dalam beberapa hal, hibernasi ini bisa jadi baik karena membantu mereka menghemat tenaga dan melalui masa penuh kungkungan itu tanpa kewalahan, ujar Sandal. Akan tetapi, terlepas dari aspek positifnya, hibernasi psikologis juga mengandung risiko - terutama jika hal yang sama terjadi pada penerbangan selama berbulan-bulan ke Mars.

"Jika ada situasi darurat, orang-orang harus bereaksi sangat cepat," ungkapnya. "Maka selama dalam misi ruang angkasa jangka panjang, aspek keamanan menjadi perhatian."

Bahkan, ungkapnya, orang-orang yang merencanakan misi ruang angkasa semacam itu sadar betul akan risiko berupa rasa bosan dan monoton yang bisa muncul, dan perlu secara aktif mencari cara untuk mengatasinya, misalnya melalui bentuk hiburan yang disesuaikan dengan anggota kru.

Tidur juga akan memainkan peran kunci bagi para astronot dalam menghadapi tuntutan mental misi Mars. Masalahnya, tidur nyenyak akan sulit didapat tanpa adanya siklus alami siang dan malam. Di Bumi, siklus tidur-bangun kita diatur oleh rasa lelah dan ada-tidaknya sinar mentari.

"(Astronot) tidak akan bisa menggunakan isyarat cahaya itu untuk menyinkronkan pola tidur-bangun mereka," kata Joanne Bower, peneliti tidur di Universitas De Montfort di Leicester, Inggris. "Mereka yang tidak punya jadwal tidur yang ketat lantas lebih menderita dengan pola tidur mereka."

Hal itu pernah terjadi dalam simulasi misi Mars yang dilakukan di Bumi. Dalam misi analog Mars-500 selama 17 bulan yang berakhir pada tahun 2011 lalu, empat dari enam anggota kru menderita kelainan tidur. Satu di antaranya kurang tidur secara kronis, sementara satu lainnya pada akhirnya memiliki jadwal tidur yang sama sekali berbeda dengan awak kru yang lain.

Menurutmu bagaimana para astronot melakukan komunikasi ketika berada di angkasa luar
Menurutmu bagaimana para astronot melakukan komunikasi ketika berada di angkasa luar

Sumber gambar, NASA

Keterangan gambar,

Astronaut ISS adalah kandidat kru yang sempurna jika Anda mencari orang untuk melakukan perjalanan ke Mars

"Jika orang tidur lebih baik, mereka juga cenderung bereaksi lebih baik terhadap lingkungannya," ujar Bower, yang fokus utama penelitiannya yaitu bagaimana tidur dan emosi kita saling berinteraksi di Bumi. "Menjaga kesehatan tidur Anda sangatlah penting untuk merasa bahagia dan sehat, baik di Bumi maupun di ruang angkasa."

Ada beberapa aspek misi ruang angkasa jangka panjang yang tidak bisa kita simulasikan di Bumi. Dalam perjalanan ke Mars, misalnya, akan tiba satu masa ketika planet Bumi tidak lagi terlihat oleh para astronot, dan berubah menjadi hanya setitik cahaya di angkasa. Sementara, kita tahu bahwa pengalaman para astronot melihat Bumi dari ruang angkasa adalah salah satu hal terbaik dari perjalanan mereka.

"Jika salah satu hal yang membuat mereka tetap positif dan optimis adalah perasaan yang didapat ketika melihat planet Bumi dari jauh, hal itu akan hilang selama berbulan-bulan saat itu terjadi," kata Bower. "Maka kita perlu mencari hal lain yang dapat memotivasi mereka."

Bower dan koleganya membuat sebuah daftar periksa kesehatan mental berisi 23 hal bagi para pelancong ruang angkasa, yang diujicobakan terhadap mereka yang bekerja di Antartika pada musim dingin. Mereka menemukan bahwa emosi orang-orang menjadi lebih bervariasi seiring waktu. "Semakin lama mereka di sana, emosi mereka akan semakin sering naik-turun," ujar Bower.

Menjadi jelas bahwa berfokus pada emosi positif bisa menjadi kunci untuk memahami sifat-sifat psikologis yang akan membantu seseorang dalam perjalanan panjang di ruang angkasa.

"Orang-orang (dengan hasil penelitian) yang lebih baik dikatakan melakukan lebih banyak hal seperti benar-benar berpegang pada hal-hal positif dan menikmati itu semua," kata Bower.

"Mereka cenderung tidak terlalu fokus pada hal negatif, sehingga mereka tidak akan memutarbalikkan berbagai hal dalam pikiran mereka dan berusaha memperbaikinya."

Meskipun mengabaikan hal-hal yang salah mungkin tampak berlawanan dengan intuisi - bagaimanapun juga, sesuatu yang salah di ruang angkasa bisa menjadi bencana - dalam beberapa situasi itu benar-benar bisa menjadi pilihan terbaik.

"Jika Anda berada di ruang angkasa dan tidak ada yang dapat Anda lakukan tentang hal (yang salah) itu, sampai batas tertentu, meminimalkan dan tidak memikirkan hal itu mungkin merupakan hal tersehat yang dapat Anda lakukan," kata Bowser.

Menurutmu bagaimana para astronot melakukan komunikasi ketika berada di angkasa luar
Menurutmu bagaimana para astronot melakukan komunikasi ketika berada di angkasa luar

Sumber gambar, Esa

Keterangan gambar,

Program Mars-500 mencoba membuat para pesertanya selalu sibuk untuk menghindari pikiran-pikiran depresif

Meski demikian, para astronot wajib memerhatikan kondisi kesehatan mental mereka. Dengan jalur komunikasi yang tertunda (delay) selama 22 menit dalam perjalanan menuju Mars, para astronot tidak selalu memiliki akses bicara yang mudah dengan orang-orang di planet Bumi, sehingga mereka perlu mengawasi kesehatan mental mereka sendiri, dan melakukan apa yang mereka bisa untuk mengoreksi diri.

"Bukan cuma masalah bisa-tidaknya mereka memberitahu kondisi mereka ke psikolog atau psikiater di Bumi, tapi juga tentang mampu-tidaknya mereka sadar diri," ungkap Bower.

Menemukan orang dengan kualitas-kualitas tersebut merupakan langkah pertama dalam pemilihan kru untuk misi Mars atau lainnya.

Pengalaman selama enam bulan di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) bukanlah hal mudah, maka itu proses dasar seleksi astronot dapat dimulai dari tempat itu.

"Anda tidak memerlukan tipe astronot yang benar-benar berbeda untuk melakukan misi yang lebih lama," kata Sandal.

Demikian juga kemampuan untuk menghadapi rasa bosan - mungkin akan membantu jika anggota kru cenderung bersikap introver.

"Kami perlu menyusun kru yang tidak punya kebutuhan variabel sosial yang besar," ujarnya. "Maka anggota kru yang lebih introver, saya pikir, akan menjadi kebutuhan. Di luar itu, stabilitas emosional, seperti pada semua misi perjalanan, adalah kualifikasi psikologis yang paling penting."

Tim yang kompatibel juga penting, dan kini Sandal tengah meneliti data yang ia peroleh dari para kosmonot Rusia untuk menyelidiki bagaimana fungsi tim dan variabel budaya memengaruhi kinerja mereka.

Ketika tim yang ideal sudah terbentuk, penyesuaian terhadap lingkungan di pesawat ruang angkasa akan membantu menjaga mereka tetap bersemangat.

Kita tahu bahwa interaksi dengan alam di Bumi dapat mengurangi tingkat stres dan meningkatkan konsentrasi, melalui apa yang disebut sebagai teori pemulihan perhatian. Akan tetapi di dalam pesawat ruang angkasa, unsur alam itu akan sangat sedikit.

Jay Buckey, profesor kedokteran di Dartmouth College di New Hampshire yang juga mantan astronot yang terbang dalam pesawat NASA bernama STS-90 tahun 1998 lalu, tengah menjalankan eksperimen menggunakan teknologi realita maya (Virtual Reality - VR) di stasiun US South Pole dan Australian Antarctic pada musim dingin ini.

Ia tengah mencari tahu apakah VR dapat membantu mengatasi tuntutan psikologis saat merasa terisolasi.

"Ketika menggunakan headset VR Anda merasa seperti menghilang dari lingkungan Anda yang sebenarnya," ujarnya.

Eksperimen itu masih berjalan, namun ia mengatakan bahwa menurut laporan awal headset-headset itu digunakan oleh mereka yang berada di stasiun ruang angkasa, yang menunjukkan bahwa mereka mungkin menganggap headset VR itu cukup membantu.

Pemandangan virtual yang disajikan di antaranya pantai Australia, Pegunungan Alpen, pantai Irlandia, dan musim gugur di New England - plus Boston, jika ada peserta yang mungkin merasa hidup di tengah keramaian dan hiruk pikuk kehidupan kota.

Menurutmu bagaimana para astronot melakukan komunikasi ketika berada di angkasa luar
Menurutmu bagaimana para astronot melakukan komunikasi ketika berada di angkasa luar

Sumber gambar, NASA

Keterangan gambar,

Bagaimana para astronaut dapat mengatasi perasaan ketika mereka tak lagi bisa melihat planet Bumi dari balik jendela pesawat ruang angkasa?

Ia menguji coba pengaturan yang sama selama misi analog Hi-Seas Mars di Hawaii, menanyakan kepada peserta jenis lingkungan mana yang paling mereka sukai. Pemandangan alam dengan kualitas high definition menduduki peringkat teratas, meski sebagian peserta juga menikmati pemandangan kota.

"Ada beberapa orang yang memang menyukai suasana perkotaan, karena salah satu hal yang mereka rindukan adalah keberadaan orang lain di sekeliling mereka," kata Buckey.

VR bahkan bisa membantu mengatasi suasana hati yang buruk akibat fenomena "planet Bumi tidak lagi bisa terlihat", melalui jendela virtual yang mensimulasikan pemandangan planet Bumi dari luar angkasa.

Menciptakan waktu rehat dan relaksasi - seperti yang ditemukan pada aksi mogok di Skylab - juga penting.

Para astronot telah dilatih bagaimana cara berelaksasi secara efektif di waktu senggang mereka yang sempit saat berada di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), dan Sandal berpikir penambahan aktivitas seperti yoga dan meditasi ke dalam rutinitas latihan fisik para astronaut dapat membantu melepas stres perjalanan ke Mars - memberi mereka waktu untuk mencari cara yang efektif untuk beryoga di tengah kondisi tanpa bobot di angkasa.

Mengingat tekad kita untuk akhirnya mencapai Mars, menjaga kewarasan selama perjalanan ke sana adalah sebuah topik yang patut dicari solusinya.

"Aspek psikologis adalah aspek paling penting yang harus dihadapi, karena jika dilakukan dengan benar, maka misi-misi yang dijalani dapat benar-benar luar biasa," kata Buckey. "Tapi jika berjalan kacau, maka itu bisa menjadi sesuatu yang bisa mengakhiri misi tersebut."

Anda dapat membaca artikel ini dalam bahasa Inggris dalam How long space voyages could mess our minds pada laman BBC Future.