Mengapa pesantren yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia adalah peranan dari para dai

Jakarta-PPI UNAS. Eco-madrasah and training imans on green theology menjadi tema yang diangkat dalam seri kajian Muzlamic yang berlangsung secara online, Sabtu (27/06/2020).

Diskusi ini menghadirkan Dr. Fachruddin Mangunjaya, Ketua Pusat Pengajian Islam, Universitas Nasional, penggagas dan penulis buku eko-Pesantren. Diskusi yang dipandu oleh Dr. Mustafa Ahsan ini diikuti lebih dari 25 peserta dari seluruh dunia.

Rekaman video diskusi Muzlamic tersedia di sini

Mengawali diskusi, Fachruddin menjelaskan tentang peranan pesantren dan madrasah dalam mendukung pendidikan  di Indonesia.

Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang lahir dari peran para ulama untuk bertujuan untuk menyebarkan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan dakwah, jauh sebelum pemerintah kolonial Belanda mengenalkan sistem pendidikan modern yang sekular.

Lihat juga: Ekopesantren ajarkan Muslim lestarikan alam

Hingga saat ini, pesantren tetap menjadi lembaga pendidikan yang dipilih masyarakat, baik pesantren yang dikelola secara tradisional dan informal, ataupun pesantren modern yang dikelola dengan sistem manajemen yagn lebih profesional.

Diperkirakan jumlah pesantren  hingga saat ini  mencapai 27.722 buah dan tersebar di seluruh wilayah di Indonesia, dengan jumlah santri atau peserta didik sebesar 4.173.230 siswa.

Konsep eko-pesantren adalah sebuah metode pendidikan, dimana pembelajaran mengenai kelestarian merupakan bagian yang tidak terpisakahkan dari kurikulum pendidikan dan terintegrasi  berbagai aspek kehidupan di dalam lingkungan pesantren.

“Konsep mengenai pengelolaan alam yang berkelanjutan, konservasi, dan ekologi  cenderung ‘terpinggirkan’,  baik di kalangan ilmuwan muslim maupun ulama, sehingga hal-hal yang berkaitan dengan kerusakan alam, perubahan iklim, dan ketahanan pangan  masih dianggap sebagai ‘ajaran barat’  yang bersifat keduniawian dan tidak berhubungan dengan risalah Islam.” kata Fachruddin.

Padahal di dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang menjelaskan bahwa manusia mempunyai tugas untuk menjaga keseimbangan alam sebagai bagian dari keimanan dan ketaatan terhadap Allah SWT. Rasulullah sendiri adalah suri tauladan yang mempunyai perhatian sangat besar terhadap lingkungan, termasuk dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan, membangun himma  yang menjadi kawasan yang dilindungi untuk kehidupan hewan dan tumbuh-tumbuhan.

“Para ulama klasik sebetulnya juga banyak membahas tentang prinsip-prinsip keseimbangan alam, jenis hewan-hewan apa saja yang halal atau haram untuk dikonsumsi dan bagaimana mengelola sumber daya alam yang tersedia, dimana tujuan akhirnya adalah untuk menjaga keselamatan dan kesejahteraan manusia sendiri.” jelasnya lagi.

Mengapa pesantren yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia adalah peranan dari para dai
Pengembangan agribisnis di Pesantren Al-Ittifaq, Ciwidew, Jawa Barat

Berangkat dari situasi ini, Fachruddin kemudian menggagas konsep eko-pesantren yang dikembangkan dari disertasi penelitiannya di tahun 2012. Dari proses ini dia kemudian  banyak melakukan dialog dan diskusi dengan kalangan ulama, pimpinan pesantren ulama, serta tokoh-tokoh kunci yang berpengaruh di Indonesia untuk mengembangkan konsep eko-pesantren dan mengenalkan kembali konsep konservasi dalam Islam

Kini di beberapa  pesantren di provinsi  Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat dan Jawa Timur  mulai menerapkan konsep eko-pesantren dalam berbagai kegiatannya, seperti penanaman pohon dan perlindungan kawasan, pengembangan sistem pertanian dan ekonomi yang ramah lingkungan, pengelolaan limbah untuk sumber energi bahan bakar dan listrik, serta penggunaan solar panel sebagai sumber energi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Mengapa pesantren yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia adalah peranan dari para dai
Pondok Pesantren Annuqayyah di Madura, Jawa Timur yang menggunakan panel surya sebagai sumber energi yang ramah lingkungan.

Fachruddin juga banyak terlibat dalam berbagai  penelitian dan advokasi dengan berbagai lembaga, termasuk dengan Majelis Ulama Indonesia MUI), sebuah lembaga independen yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan fatwa, sebuah produk hukum yang tidak mengingat namun bisa menjadi pedoman bagi umat Islam dalam menjalankan berbagai aspek kehidupa  dalam ajaran Islam, termasuk yang berkaitan dengan lingkungan.

Hingga saat ini, MUI telah mengeluarkan tujuh buah fatwa, diantara tentang pengelolaan pertambangan yang ramah lingkungan, pengelolaan sampah, pengelolaan lahan gambut dan pencegahan kebakaran hutan, serta fatwa tentang perlindungan satwa langka untuk keseimbangan alam

“Fatwa tentang perlindungan satwa langka merupakan yang pertama di Indonesia, dan ini menjadi pelajaran bagi negara-negara lain seperti Malaysia, untuk membuat fatwa serupa mengingat pentingnya umat Islam, khususnya yang tinggal di daerah yang kaya dengan keaneragaman hayati untuk melindungi satwa-satwa endemiknya. “ tambahnya.

Sebagai seorang dosen, Fachruddin juga kerap memberikan kuliah di berbagai kampus, pelatihan- pelatihan bagi para dai, baik di dalam negeri maupun negara tetangga Indonesia. Dari proses ini kemudian membuka jalan untuk membangun jaringan kerjasama dan komunikasi di tingkat nasional dan internasional.

Lihat juga: Kuliah umum ekopesantren di Universiti Malaya

Bersama dengan PPI-UNAS, lembaga yang dipimpinnya, kini dia tengah mengembangkan model pembelajaran eko-pesantren yang lebih terstruktur dan manajemen pembelajaran online agar semakin banyak pihak yang bisa mempelajari dan mengadopsi konsep eko-pesantren ini.

Upaya ini tentu disambut baik oleh para peserta diskusi, terutama di wilayah Asia Selatan dan Indonesia sendiri, model dianggap penting dan perlu untuk diterapkan di lembaga dan komunitas mereka.

“Kami akan sangat senang jika Dr. Fachruddin bisa datang ke India dan memberikan kuliah atau pelatihan terkait mengenai eko-pesanten, karena konsep ini sama sekali belum pernah dibahas di negara kami,” ujar salah seorang peserta diskusi.

Di akhir diskusi Fachruddin juga memberikan sejumlah referensi yang dapat digunakan untuk memahami mengenai konsep eko-pesantren, baik buku-buku yang ditulisnya seperti eko-pesantren bagaimana merancang pesantren ramah lingkungan (2012), konservasi alam dalam Islam (2019), ataupun referensi lain seperti Qur’an, Creation, and Conservation (Fazlun Khalid, 1999) dan buku klasik seperti “Sabilal Muhtadin”.

(Foto-foto diambil dari berbagai sumber)

Berita Terkait: 

Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang memiliki kontribusi penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Lembaga ini layak diperhitungkan dalam pembangunan bangsa di bidang pendidikan, keagamaan, dan moral.

Dilihat secara historis, pesantren memiliki pengalaman luar biasa dalam membina, mencerdaskan, dan mengembangkan masyarakat. Bahkan, pesantren mampu meningkatkan perannya secara mandiri dengan menggali potensi yang dimiliki masyarakat di sekelilingnya.

Pesantren telah lama menyadari bahwa pembangunan sumber daya manusia (SDM) tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga semua komponen masyarakat, termasuk dunia pesantren. Karena itu, sudah semestinya pesantren yang telah memiliki nilai historis dalam membina dan mengembangkan SDM ini terus didorong dan dikembangkan kualitasnya.

Pengembangan dunia pesantren ini harus didukung secara serius oleh pemerintah yang terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional (Sisdiknas). Mengembangkan peran pesantren dalam pembangunan merupakan langkah strategis dalam membangun pendidikan.

Dalam kondisi bangsa saat ini krisis moral, pesantren sebagai lembaga pendidikan yang membentuk dan mengembangkan nilai-nilai moral harus menjadi pelopor sekaligus inspirator pembangkit reformasi gerakan moral bangsa. Dengan begitu pembangunan tidak menjadi hampa dan kering dari nilai-nilai kemanusiaan.

Dalam eksistensinya, pesantren pada umumnya bersifat mandiri dan tidak tergantung pada pemerintah atau kekuasaan yang ada. Dengan sifat kemandiriannya inilah pesantren bisa memegang teguh kemurniannya sebagai lembaga pendidikan Islam. Pesantren pun tidak mudah disusupi oleh aliran atau paham yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Sedikitnya ada tiga unsur utama penopang eksis dan tidaknya pesantren dalam pendidikan, yaitu kiai sebagai pendidik sekaligus pemilik pondok dan para santri, kurikulum pondok pesantren, dan sarana peribadatan serta pendidikan, seperti masjid, rumah kiai, pondok, madrasah, dan bengkel-bengkel keterampilan. Unsur-unsur tersebut mewujud dalam bentuk kegiatannya yang terangkum dalam Tridharma Pondok Pesantren, yaitu pembinaan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, pengembangan keilmuan dan keahlian yang bermanfaat, serta pengabdian pada agama, masyarakat, dan negara.

Kebijakan Diknas

Merujuk pada UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, posisi dan keberadaan pesantren memiliki tempat istimewa. Namun, ini belum disadari oleh mayoritas Muslim. Ini karena kelahiran UU tersebut amat belia. Keistimewaan pesantren dalam sistem pendidikan nasional dapat kita lihat dari ketentuan dan penjelasan pasal-pasal berikut.

Dalam Pasal 3 dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Ketentuan ini tentu saja sudah berlaku dan diimplementasikan di pesantren. Pesantren sudah sejak lama menjadi lembaga yang membentuk watak dan peradaban bangsa serta mencerdaskan kehidupan bangsa yang berbasis pada keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia.

Eksistensi pesantren sebagai motor penggerak pendidikan keagamaan mendapat legitimasi yang kuat dalam sistem pendidikan nasional. Pasal 30 menjelaskan, pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, dan bentuk lain yang sejenis.

Pesantren yang merupakan pendidikan berbasis masyarakat juga diakui keberadaannya dan dijamin pendanaannya oleh pemerintah maupun pemerintah daerah. Pasal 55 menegaskan: Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat. Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain. Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

Ketentuan tersebut mestinya semakin membuka peluang pesantren terus bertahan dan berkontribusi mengembangkan pendidikan keagamaan formal maupun nonformal. Dengan demikian, pesantren mampu melahirkan anak-anak bangsa yang cerdas, kreatif, memiliki skill dan kecakapan hidup profesional, agamis, serta menjunjung tinggi moralitas.

Pesantren tidak perlu merasa minder, kolot, atau terbelakang. Posisi pesantren dalam sistem pendidikan nasional memiliki tujuan yang sama dengan lembaga pendidikan lainnya dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kenyataannya, amanat UU Sisdiknas serta UU Guru dan Dosen serta beberapa peraturan pemerintah lainnya masih belum berpihak pada dunia pesantren. Pesantren nyaris tidak pernah disentuh dan dilibatkan dalam kebijakan sistem pendidikan nasional. Revitalisasi pendidikan pesantren yang diamanatkan UU Sisdiknas pun terabaikan.

Revitalisasi pesantren

Untuk semakin memajukan pendidikan pesantren sesuai amanat UU No 20/2003, eksistensi dan fungsi pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan harus makin ditingkatkan. Pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan harus berniat sungguh-sungguh memberikan ruang dan peran yang lebih luas untuk merevitalisasi dan membangun modernisasi dunia pesantren.

Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama harus lebih meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi dengan intensif dalam pelaksanaan dan pengelolaan pesantren. Upaya merevitalisasi dan memodernisasi pesantren tentu saja harus sejalan dengan upaya peningkatan kualitas pendidikan nasional.

Paling tidak, hal ini bisa dilakukan melalui beberapa terobosan. Pertama, menghapus dikotomi dan diskriminasi terhadap pendidikan pesantren yang selama ini dipandang sebagai bukan bagian dari sistem pendidikan nasional. Kedua, diperlukan adanya pola pendidikan dengan terobosan kurikulum terpadu yang memadukan antara pendekatan sains, agama, dan nilai kebangsaan. Dengan begitu, upaya penanaman nilai agama, moral, dan nilai kebangsaan pada anak didik dapat mencapai sasaran pembelajaran.

Ketiga dan yang tak kalah penting lagi adalah upaya peningkatan kualifikasi, profesionalitas dan kesejahteraan guru pesantren sebagaimana amanat UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Sehingga, guru-guru di pesantren bisa mengajar dengan nyaman dan merasakan hidup yang sejahtera.

Sudah saatnya kita lebih memperhatikan dunia pendidikan pesantren. Pesantren harus ditempatkan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional. Pesantren telah memberikan kontribusi nyata dalam melahirkan generasi berkualitas dan mampu menjaga moralitas bangsa.

Ikhtisar- Pesantren berpengalaman dalam membina, mencerdaskan, dan mengembangkan masyarakat.

- Pemerintah harus lebih memedulikan pesantren demi kemaslahatan umat.

Sumber: Republika.co.id