Mengapa perkawinan dan kesenian menjadi saluran penyebaran Islam yang paling efektif untuk menyebarkan agama Islam berikan penjelasan *?

Ma’had Aly – Sejak zaman prasejarah, masyarakat Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang handal dalam mengarungi lautan lepas. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam, sehingga banyak para pedagang dari luar yang datang ke Indonesia untuk berdagang, sekaligus bekerja sama dengan penduduk-penduduk pribumi.

Sejak awal abad masehi, bahkan dua abad sebelum masehi, kepulauan Indonesia khususnya daerah pantai barat Sumatra yang dikenal dalam peta dunia sebagai sebutan Barousai (kaya akan kapur barus), sudah mempunyai hubungan yang erat dengan daerah-daerah lain khususnya Asia Tenggara. Sampai pada abad ke 7 M (abad 1 Hijriyah), Indonesia banyak didatangi oleh pedagang-pedagang muslim dari Arab, Persia dan India. Sehingga hubungan perdagangan inilah, yang menjadi salah satu metode penyebaran Agama Islam di Indonesia yang semakin lama semakin intensif. 

Dikutip dari buku Sejarah Peradaban Islam yang ditulis oleh Drs. Syamsul Munir Amin, MA, bahwa awal masuknya Islam ke Indonesia itu banyak versi, namun penulis hanya akan mengangkat dua pendapat. Pertama, dikemukakan oleh N.H. Krom dan Van Den Berg, K.F.H. Van Langen, Prof Snouck Hurgronje. yang menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 M. Hal ini dibuktikan dengan adanya:

  1. Penemuan batu nisan makam Sultan Malik as-Saleh, seorang raja Samudera Pasai pada tahun 1297 M.
  2. Adanya berita Cina yang menyatakan bahwa pada tahun 1298 M ada kerajaan  Samudera Pasai di Aceh
  3. Pernyataan Snouck Hurgronje yang menyebutkan bahwa Islam tidak datang langsung dari Arab, akan tetapi transit di India baru kemudian ke Indonesia, tepatnya Samudra Pasai pada abad ke-13
  4. Kabar dari Ibnu Batutah seorang musafir dari Maroko yang berlayar dari India ke Cina. Ia pernah Singgah di Samudra Pasai dan begitu mengagumi Raja Samudera Pasai yang semangat dalam menyebarkan Agama Islam pada tahun 1345 M.

 Kedua, dikemukakan oleh H. Agus Sali, M. Zainal Arifin Abbas, Hamka, Sayed Alwi bin Tahir Alhaddad, A. Hasjmy, dan Thomas W. Arnorld, yang menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada Abad ke-7 M atau abad 1 Hijriyah. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya:

  1. Perkampungan Arab di pesisir Pantai Barat Sumatra. 
  2. Pendapat Harry W. Hazard, dalam Atlas of Islamic History yang menyatakan bahwa para saudagar Islam Arab singgah di Sumatera sebelum menuju Cina kemungkinan besar terjadi pada abad ke-7 M.
  3. Diutusnya Sa’ad bin Abi Waqqash ke Negeri Cina yang sebelumnya pernah singgah di Kanton. Menurut Syed Naquib al-Attas menyatakan bahwa orang-orang yang pindah dari Kanton bermukim di Palembang dan Kedah, tepatnya pada abad ke-7 M.
  4. Tarikh Cina yang menyatakan bahwa adanya seorang pemimpin Arab bersama rombongannya yang menetap di Pantai Barat Sumatera, tepatnya pada tahun 674 M.

Namun di antara teori yang paling kuat dan masuk akal, penulis lebih condong kepada pendapat yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M, dikarenakan datangnya Islam pasti bertahap dan berangsur-angsur sehingga sangat mustahil apabila baru datang langsung mendirikan sebuah kerajaan. Oleh karena itu maka Islam datang ke Indonesia itu pada abad ke-7 M yang kemudian berkembang sehingga mampu mendirikan kerajaan-kerajaan pada abad ke-13 M.

Adapun cara masuknya Islam ke Nusantara bukan melalui ekspansi wilayah seperti peperangan dan penaklukan layaknya penyebaran Islam di Jazirah Arab, akan tetapi Islam masuk ke Indonesia itu melalui jalur damai yaitu melalui perdagangan, perkawinan, ajaran Tasawuf, pendidikan, kesenian dan politik.

Jalur perdagangan memungkinkan sebagai saluran islamisasi karena masyarakat Indonesia telah lama menjalin hubungan perdagangan dengan bangsa Arab. Melalui jalur inilah para ulama, kaum intelektual dari Arab (misionaris) melakukan penyebaran Islam dengan melalui perdagangan, supaya hubungan mereka tidak hanya sebatas sesama pedagang namun lebih akrab bergaul dan berkomunikasi dengan masyarakat Indonesia, terlebih ketika keakraban pedagang dengan raja-raja di Nusantara telah tumbuh.

Selain perdagangan, para pendatang dari Arab juga menyiapkan strategi untuk menyebarkan Islam melalui perkawinan. Perkawinan merupakan salah satu saluran islamisasi yang paling efektif, karena ikatan perkawinan itu merupakan ikatan lahir dan batin, tempat mencari kedamaian antara dua individu. Kedua individu itu membentuk keluarga yang justru menjadi inti masyarakat, yang dalam hal ini tentu yang dimaksud adalah mayarakat Muslim. Mereka memanfaatkan sisi ekonominya yang pada saat itu para saudagar muslim Arab lebih berkecukupan daripada pribumi, sehingga para putri-putri bangsawan sangat tertarik dengan mereka dan akhirnya mereka menikahkan putri-putrinya yang kemudian diislamkan, seperti pernikahan Raja Brawijaya dengan Putri Jeumpa yang melahirkan Raden Fatah. Bukan hanya itu, mereka juga mengajak para keluarga putri-putri bangsawan pribumi supaya memeluk agama Islam.

Melalui metode tasawuf, mereka mengajarkan indahnya Islam, menjelaskan bahwa Islam itu ramah, tidak memandang kasta, syarat masuknya pun tidak berat, hanya dengan mengucapkan dua kalimat Syahadat. Mereka mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia. Mereka juga memilki kemahiran dalam hal magis serta kekuatan-kekuatan untuk menyembuhkan orang sakit dengan selalu disandarkan kepada sang pencipta. Dengan metode inilah ajaran tasawuf mudah diterima oleh masyarakat Indonesia. 

Mengenai Islamisasi Indonesia, para ulama juga menerapkan sistem pendidikan dengan cara merekrut masyarakat agar senang dan semangat dalam mempelajari ilmu agama dengan mendirikan pesantren-pesantren, masjid, surau dan tempat pengajian. Setelah mereka belajar dari pesantren, mereka meneruskan perjuangan para ulama dengan berdakwah ke tiap daerah supaya Islam semakin pesat tersebar di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan didirikannya Pondok Pesantren di Surabaya yang didirikan oleh Sunan Ampel, pesantren Giri yang didirikan oleh Sunan Giri di Gresik dan lain-lain. para Alumni pesantren Giri inilah yang banyak diundang sekaligus diutus untuk menyebarkan Islam di daerah Maluku.

Lewat jalur ini juga para ulama mampu mengakulturasikan budaya-budaya setempat tanpa menghapus budaya itu sendiri, juga tidak menentang adat dan tradisi setempat. Seperti cara dakwahnya Sunan Kalijaga yang mampu menyebarkan Islam melalui seni wayang dengan memasukkan nilai-nilai Islam dan dengannya masyarakat Indonesia mengenal dan memeluk Islam.

Para penyebar Islam juga melakukan dakwahnya melalui jalur politik, dengan cara mendekati para pembesar kerajaan di Indonesia diajak untuk masuk Islam, baik itu dengan cara menikahi putrinya, membantu para raja maupun bekerja sama dengan para pembesar kerajaan. Dengan merayu pembesar kerajaan inilah Islam mudah masuk dan menyebar di Indonesia, karena ketika rajanya masuk Islam maka rakyatnya pun akan mengikuti (instruksi) rajanya sehingga memeluk Islam. Seperti yang kita ketahui bahwa walisongo mampu melakukan strategi dakwah ke para pembesar kerajaan Majapahit, Pajajaran, bahkan walisongo juga mampu mendirikan kerajaan seperti kerajaan Giri Kedaton, Demak, Pajang, Cirebon hingga Kerajaan Banten. Dari jalur inilah Islam dapat mudah tersebar dengan cepat di Indonesia. 

Dari paparan di atas bisa kita ambil hikmah dan manfaatnya bahwa Islam itu memiliki banyak warna, ciri khas, karakter dan seni tersendiri dalam penyebarannya. Di antara hikmah dan manfaatnya adalah:

  1. Islam itu mengajarkan tentang kedamaian, bisa dibuktikan dengan cara dakwah para walisongo dalam menyebarkan Islam di Indonesia dengan cara merangkul tanpa adanya peperangan.
  2. Para penyebar Indonesia memiliki jiwa yang tangguh, cerdas, pekerja keras dan memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Bukan hanya masalah agama, ilmu sosial kemasyarakatan pun mereka menguasainya.
  3. Kedatangan Islam ke Indonesia membawa kecerdasan dan peradaban yang tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia.
  4. Dengan metode dakwah para ulama ke Indonesia, memberikan pelajaran bagi kita bahwa dalam metode berdakwah kita harus bisa memahami keadaan, situasi, kondisi, adat serta budaya masyarakat setempat supaya mampu menyebarkan Islam dengan mudah.

Referensi

  1. Mansur Suryanegara. 2010. Api Sejarah. Jakarta: Salamadani

Samsul Munir Amin. 2016. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: AMZAH

Agus Sunyoto. 2018. Atlas Wali Songo. Tanggerang Selatan: Pustaka IMAN

Badri Yatim. 2007. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Press

Busman Edyar, dkk. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Pustaka Asatruss

Oleh : Mohamad Anwar, Semester III

tirto.id - Sejarah penyebaran agama Islam di Nusantara terjadi melalui proses yang panjang serta secara bertahap. Selain beberapa teori dengan ragam versinya terkait masuknya ajaran Islam, ada pula 6 jenis saluran Islamisasi di Indonesia, apa saja?

Sebelum ajaran Islam masuk dan berkembang di Indonesia, sebagian besar masyarakat Nusantara memeluk agama Hindu, Buddha, atau aliran kepercayaan. Kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha pun banyak bermunculan di Nusantara, beberapa yang terbesar seperti Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit.

Kerajaan bercorak Islam pertama di Nusantara adalah Kesultanan Samudera Pasai di Aceh yang muncul sejak abad ke-13 Masehi. Sedangkan kerajaan Islam di Jawa yang kemudian menggeser kedudukan Majapahit adalah Kesultanan Demak yang berdiri pada akhir abad ke-15 M seiring dengan hadirnya Wali Songo sebagai perintis syiar Islam di Jawa.

Baca juga:

  • Nama-Nama Asli Wali Songo: Strategi Dakwah & Wilayah Persebarannya
  • Daftar Silsilah Raja Majapahit: Sejarah Awal Kerajaan Hingga Runtuh
  • Sejarah Kesultanan Demak: Kerajaan Islam Pertama di Jawa

Proses dan Jenis 6 Saluran Islamisasi di Jawa

Agama Islam masuk dan berkembang di Nusantara dengan cara-cara damai. Para Wali Songo bahkan menyebarkan ajaran Islam dengan menyesuaikan diri terhadap budaya yang sudah ada sebelumnya.

Dengan cara-cara seperti itu, agama Islam pun dapat diterima oleh masyarakat Nusantara. Berikut ini 6 saluran Islamisasi di Indonesia seperti dikutip dari modul Sejarah Indonesia: Islam Nusantara (2017) terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI serta beberapa referensi lainnya:

1. Saluran Perdagangan

Proses penyebaran Islam di Nusantara pertama kali melalui saluran perdagangan. Pada abad ke-7 hingga abad ke-16 M, kaum saudagar muslim dari berbagai belahan dunia seperti Arab, Persia (Iran), India, bahkan Cina, singgah di berbagai pelabuhan di Nusantara untuk melakukan transaksi perdagangan.

Relasi niaga ini kemudian memunculkan interaksi antara para pedagang asing yang beragama Islam itu dengan orang-orang Nusantara di berbagai tempat yang disinggahi. Tidak sedikit para saudagar muslim itu yang menetap di daerah-daerah pesisir di Nusantara.

Lambat-laun, tempat yang mereka tinggali berkembang menjadi perkampungan muslim. Interaksi yang sering muncul saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya. Pengaruh ini membuat pergeseran dalam sistem kehidupan bermasyarakat di Nusantara, termasuk dalam hal kepercayaan.

Baca juga:

  • Sejarah Proses Masuknya Islam ke Indonesia Berdasar Teori Gujarat
  • Teori Sejarah Masuknya Islam dari Mekah dan Tokoh Pendukungnya
  • Teori-Teori Masuknya Islam ke Indonesia Beserta Tokohnya

2. Saluran Pernikahan

Bermukimnya para pedagang muslim di beberapa wilayah di Nusantara menimbulkan interaksi dengan masyarakat setempat. Banyak orang asing tersebut yang kemudian menikah dengan perempuan asli Nusantara yang kemudian menjadi salah satu saluran Islamisasi, yakni melalui pernikahan.

Pernikahan antara orang asing beragama Islam dengan pribumi juga terjadi di kalangan bangsawan atau istana yang membuat penyebaran Islam semakin masif dan efektif.

Saluran Islamisasi melalui pernikahan menjadi akar yang kuat untuk membentuk masyarakat muslim. Inti dari masyarakat adalah keluarga. Setelah memiliki keturunan, maka persebaran Islam semakin meluas.

Baca juga:

  • Akulturasi dan Asimilasi; Pengertian, Perbedaan & Contoh
  • Contoh Asimilasi dan Akulturasi di Indonesia Beserta Penjelasannya
  • Contoh Akulturasi Budaya Masyarakat Nusantara dengan Ajaran Islam

3. Saluran Tasawuf

Saluran Islamisasi di Nusantara berikutnya adalah melalui tasawuf. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tasawuf adalah ajaran atau cara untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Para pendakwah Islam di Indonesia mengajarkan tasawuf kepada masyarakat dengan cara yang mudah dimengerti dan disesuaikan dengan tradisi yang sudah ada sebelumnya. Cara ini membuat proses Islamisasi di Nusantara dapat berjalan dengan baik dan efektif.

Baca juga:

  • Apa Saja Contoh Akulturasi Budaya Tionghoa dan Indonesia?
  • Mengenal Teori Arus Balik, Sejarah, dan Tokoh Pencetusnya
  • Apa Saja Unsur-unsur yang Terjadi dalam Proses Akulturasi?

4. Saluran Pendidikan

Kaum wali, ulama, ustaz, syekh, guru agama, tokoh masyarakat, hingga para pemimpin muslim memiliki peran besar dalam persebaran Islam di Nusantara. Mereka menyebarkan islam dengan mendirikan pondok-pondok pesantren sebagai tempat untuk memperdalam ajaran Islam.

Murid atau santri yang telah mempelajari ilmu agama dan kemudian keluar dari pesantren untuk menyebarluaskan ajaran Islam di tempat-tempat lain, atau mendirikan pesantren sendiri sehingga semakin memperluas proses Islamisasi di Indonesia.

Baca juga:

  • Sejarah Hidup Sunan Kalijaga: Dakwah Wali Songo Mantan Bromocorah
  • Sejarah Hidup Sunan Muria: Wali Songo Termuda, Putra Sunan Kalijaga
  • Sejarah Hidup Sunan Giri: Lahir, Nasab, & Ajaran Dakwah Wali Songo

5. Saluran Kesenian

Seni dan budaya juga bisa menjadi saluran Islamisasi yang efektif. Ajaran Islam dipadukan dengan berbagai jenis seni yang sudah ada sebelumnya, seperti seni musik, seni tari, seni pahat, seni bangunan, seni ukir, seni pertunjukan, seni sastra, dan lain sebagainya.

Di bidang seni pertunjukan, misalnya, pertunjukan wayang disisipi dengan cerita-cerita atau tokoh-tokoh dalam ajaran Islam. Begitu pula dengan seni musik. Beberapa wali sengaja menggubah tembang atau lagu dalam bahasa Jawa yang berisi tentang ajaran Islam. Penggunaan gamelan juga demikian untuk menarik masyarakat.

Dalam sektor seni bangunan bisa dilihat dari Masjid Menara Kudus yang menampilkan akulturasi antara corak bangunan Hindu dengan Islam, juga masjid-masjid lain atau bangunan lainnya di Nusantara.

Baca juga:

  • Sejarah Masjid Agung Kasepuhan Cirebon & Ragam Arsitekturnya
  • Masjid Menara Kudus: Sejarah, Pendiri, & Ciri Khas Arsitektur
  • Sejarah Masjid Gedhe Kauman: Simbol Akulturasi Kraton Yogyakarta

6. Saluran Politik

Pengaruh raja dalam persebaran Islam di Nusantara sangat besar. Jika seorang raja sudah memeluk agama Islam, maka warga istana dan rakyat di wilayah kerajaan itu akan berbondong-bondong turut masuk Islam.

Salah satu contohnya adalah Kesultanan Demak. Raden Patah, pendiri Kesultanan Demak, adalah pangeran dari Majapahit. Raden Patah berguru kepada Wali Songo dan kemudian masuk Islam hingga akhirnya mendirikan Kesultanan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa.

Berdirinya Kesultanan Demak dengan Raden Patah sebagai rajanya yang telah masuk Islam kemudian berbondong-bondong diikuti oleh sebagian besar rakyatnya. Kehadiran Kesultanan Demak pada akhirnya meruntuhkan Kerajaan Majapahit dan semakin banyak orang yang memeluk Islam.

Baca juga:

  • Sejarah Raden Patah: Putra Majapahit Pendiri Kerajaan Islam Demak
  • Sejarah Majapahit: Penyebab Runtuhnya Kerajaan & Daftar Raja-Raja
  • Sejarah Keruntuhan Kerajaan Demak: Penyebab dan Latar Belakang

Baca juga artikel terkait SEJARAH MASUKNYA ISLAM KE NUSANTARA atau tulisan menarik lainnya Yunita Dewi
(tirto.id - ynt/isw)


Penulis: Yunita Dewi
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Yunita Dewi

Subscribe for updates Unsubscribe from updates