Mengapa orang yang sakit sebaiknya menerima sakramen perminyakan orang sakit?

29 Desember 201729 Desember 2017

Sakramen pengurapan orang sakit (disebut juga Sakramen Perminyakan) adalah salah satu dari 7 sakramen yang umumnya diberikan Gereja Katolik kepada orang yang dalam keadaan bahaya kematian atau orang yang dalam kondisi sakit berat/parah. Sakramen Pengurapan Orang Sakit adalah sakramen penyembuhan yang kedua setelah Sakramen Tobat.

Dalam sakramen ini seorang imam mengurapi si sakit dengan minyak yang khusus diberkati untuk upacara ini.

“Pengurapan orang sakit dapat diberikan bagi setiap umat beriman yang berada dalam bahaya maut yang disebabkan sakit atau usia lanjut” (Kanon 1004; KGK 1514).

Baru menderita sakit atau pun makin memburuknya kondisi kesehatan membuat sakramen ini dapat diterima berkali-kali oleh seseorang.

Melalui sakramen ini, Tuhan ingin hadir dekat dengan si sakit, melalui Perantaraan Pelayan Gereja. Tanda lahiriah yang meneguhkan itu diharapkan akan menumbuhkan/menguatkan Iman si sakit. Tanda itu terdiri dari penumpangan tangan (tanda perlindungan, penghiburan dan penguatan) dan pengurapan dengan minyak (tanda kedekatan yang meringankan, Tanda Roh Kudus yang menyerupakan Manusia dengan Kristus [Kristus: yang Terurapi]).

Dengan pengurapan orang sakit, Gereja dalam keseluruhannya menyerahkan si sakit kepada kemurahan Tuhan, agar Ia menguatkan dan meluputkannya. Jika si sakit telah melakukan dosa, maka dosanya itu diampuni.

Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni. (Yak 5:15)

Dalam bahaya maut, pengurapan orang sakit menguatkan manusia dalam menghadapi perjuangan terakhir dan menghantarnya kepada persatuan dengan Tuhan, yang melalui kematian telah masuk ke dalam kehidupan.

Sakramen Perminyakan bila diberikan kepada orang yang sekarat dikenal dengan sebutan “Viaticum”, sebuah kata yang arti aslinya dalam bahasa Latin adalah “bekal perjalanan”.

Tata Cara Pengurapan Orang Sakit

(Lihat Puji Syukur, nomor 106)

Tanda Salib
I: Semoga damai sejahtera dari Allah meliputi tempat ini dan semua yang tinggal di dalamnya.
U: Sekarang dan selama-lamanya.

Percikan Air Suci
I: Semoga air suci ini mengingatkan saudara akan Sakramen Baptis yang telah saudara terima dan mengingatkan pula akan Yesus Kristus yang telah menebus kita melalui sengsara, wafat, dan kebangkitanNya. Amin

Tobat (kalau perlu dan bisa, si sakit dapat mengaku dosa)

Doa Pembukaan
Ya Bapa yang maha pengasih, kami berkumpul disini ikut merasakan penderitaan Saudara … (sebutkan orang yang diurapi) kami berharap Engkau berkenan melepaskan kami dari beban hati ini dan memberikan ketenangan, ketabahan, serta keselamatan kepada saudara kami. Kami mohon dengan sangat, sudilah Engkau mendengarkan keluh kesah dan kerinduan hati kami semua. Demi Kristus Tuhan dan Pengantara kami. Amin

Bacaan (Mat 8: 5-8. 10.13; Yak 5: 14-16, atau yang sesuai) dilanjutkan Homili singkat.

Pengurapan
I: Semoga dengan pengurapan suci ini, Allah yang maha rahim menolong Saudara dengan rahmat Roh Kudus.
U: Amin I: Semoga Ia membebaskan Saudara dari dosa, menganugerahkan keselamatan dan berkenan menabahkan hati Saudara.

U: Amin


I: Marilah berdoa, Ya Allah, hambaMu yang sedang terbaring sakit ini telah menerima Sakramen Pengurapan. Ia sangat mendambakan rahmatMu untuk keselamatan jiwa dan raganya. Tunjukkanlah kasih sayangMu dan tabahkanlah hatinya dengan RohMu. Semoga ia menjadi teladan kesabaran dan kebahagiaan oleh karena imannya yang teguh dan pengharapannya yang tak tergoncangkan. Semua ini kami mohonkan demi Kristus, Tuhan dan Pengantara kami.
U: Amin

Mengapa orang yang sakit sebaiknya menerima sakramen perminyakan orang sakit?
Pinterest

KATEKISMUS GEREJA KATOLIK

SAKRAMEN PENGURAPAN ORANG SAKIT

313. Bagaimana Perjanjian Lama memandang penyakit?

Dalam Perjanjian Lama, penyakit dialami sebagai tanda kelemahan dan sekaligus dipahami sebagai sesuatu yang terikat dengan dosa. Para nabi menyadari bahwa penyakit dapat juga mempunyai nilai penebusan bagi dosa-dosanya sendiri dan orang lain. Demikianlah, penyakit ini dialami di hadapan Allah yang kepada-Nya mereka mohon kesembuhan.

Teruslah membacanya dalam Katekismus Gereja Katolik 1499-1502

314. Apa makna bela rasa Yesus kepada orang sakit?

Bela rasa Yesus kepada orang sakit dan banyak penyembuhan yang dilakukan-Nya bagi yang sakit merupakan suatu tanda nyata bahwa Kerajaan Allah sudah datang bersama-Nya dan karena itu juga berarti kemenangan terhadap dosa, terhadap penderitaan, dan terhadap kematian. Dengan penderitaan dan kematian-Nya, Yesus memberikan makna baru kepada penderitaan kita yang jika dipersatukan dengan penderitaan-Nya dapat menjadi sarana pemurnian dan penyelamatan bagi kita dan bagi orang lain.

Teruslah membacanya dalam Katekismus Gereja Katolik 1503-1505

315. Bagaimana sikap Gereja terhadap orang sakit?

Setelah menerima tugas dari Allah untuk menyembuhkan orang sakit, Gereja berusaha melaksanakannya dengan merawat orang sakit dan menemani mereka dengan doa permohonan. Terlebih lagi, Gereja mempunyai Sakramen yang khusus ditujukan bagi orang sakit. Sakramen ini ditetapkan oleh Kristus dan ditegaskan oleh Santo Yakobus, ”Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan” (Yak 5:14).

Teruslah membacanya dalam Katekismus Gereja Katolik 1506-1513, 1526-1527

316. Siapa yang dapat menerima Sakramen Pengurapan Orang Sakit?

Setiap anggota umat beriman dapat menerima Sakramen ini segera setelah dia berada dalam bahaya maut karena penyakit atau usia lanjut. Si sakit bisa menerima Sakramen ini beberapa kali jika penyakitnya bertambah berat atau karena ada penyakit berat lainnya. Upacara sakramen ini, jika memungkinkan, didahului dengan pengakuan dosa pribadi si sakit.

Teruslah membacanya dalam Katekismus Gereja Katolik 1514-1515, 1528-1529

317. Siapa pelayan Sakramen ini?

Sakramen ini hanya dapat dilayani oleh Imam tertahbis (Uskup atau Pastor).

Teruslah membacanya dalam Katekismus Gereja Katolik 1516-1530

- Advertisement -

Mengapa orang yang sakit sebaiknya menerima sakramen perminyakan orang sakit?

Sakramen Pengurapan Orang Sakit (SPOS) adalah salah satu sakramen yang yang diterima oleh umat Kristiani. Sakramen ini, pada praktiknya kadang disalah mengerti. Banyak umat Kristiani memahami Sakramen Pengurapan Orang Sakit sebagai sakramen menuju kematian. Pemahaman ini kadang membuat orang takut untuk menerimanya.

Banyak orang berpandangan bahwa sesudah menerima sakramen POS, orang tersebut akan mati. Alasan ini kemudian dipakemkan dan dijadikan sebagai suatu pemahaman yang diterima umum. Benarkah Sakramen Pengurapan Orang Sakit memiliki makna sebagai sebuah persiapan menuju kematian? Apakah dengan menerima Sakramen Pengurapan Orang Sakit, seseorang dipastikan meninggal?

Tulisan ini sejatinya mau menunjukkan makna Sakramen Pengurapan Orang Sakit dan bagaimana pemahaman tentang makna itu ditunjukkan oleh Gereja. Kekeliruan mengenai pemahaman tentang makna Sakramen Pengurapan Orang Sakit kadang membuat umat takut atau enggan untuk menerima. Pemahaman yang sudah ditanam dalam pemikiran masing-masing umat adalah efek langsung dari penerimaan sakramen, yakni mempercepat dan memastikan kematian.

Dalam tulisan ini, saya akan menunjukkan bagaimana Gereja -- terutama melalui Konstitusi Pembaruan Liturgi (Sacrosantum Concilium) -- memperlihatkan makna sakramen Pengurapan Orang Sakit yang sebenarnya dan bagaimana perbandingan antara pemahaman sebelum Konsili Vatikan II dan sesudah Konsili Vatikan II.

Pertama-tama, penulis akan menggunakan metode studi tekstual -- mencermati teks asli dalam bahasa Latin dari ritus sakramen ini, baik sebelum maupun sesudah Konsili Vatikan II; kedua, hasil proses pencermatan ini kemudian dilanjutkan dengan upaya memahami model-model pembaruan yang ditekankan dalam Konsili Vatikan II melalui Konstitusi Dogmatis Sacrosantum Concilium tentang Pembaruan Liturgi; dan pada bagian terakhir, penulis akan membandingkan transformasi -- segi makna, teologi, ritus, pelayan, dll., -- yang diterangkan melalui perbandingan sebelum dan sesudah Konsili Vatikan II. Tujuan dari semua proses pencermatan ini adalah agar umat dibantu untuk memperbarui makna sakramen Pengurapan Orang Sakit dan bagaimana ritus-ritus yang dibuat dipahami dengan baik.

Sketsa Sakramen Pengurapan Orang Sakit

Pelayanan sakramen-sakramen -- ketujuh sakramen dalam Gereja Katolik -- merupakan tanda nyata kehadiran Kristus dalam Gereja. "Dengan kekuatan-Nya, Kristus hadir dalam sakramen-sakramen sedemikian rupa, sehingga bila ada orang yang membaptis, Krsitus sendirilah yang membaptis" (SC 7). Tanda nyata kehadiran Kristus justru dirasakan oleh Gereja melalui sakramen-sakramen, yakni ketujuh sakramen.

Praktik dalam sakramen-sakramen merupakan formasi lanjutan (on going formation) dari karya-karya Yesus dan wejangan-Nya kepada para murid, yakni seruan pembaptisan (Mat 28:19), ekaristi (Luk 22:15-20), atau kisah-kisah penyembuhan (Yoh 9:1-7). Kisah-kisah ini, akhirnya mendorong Gereja sebagai Sakramen Kristus menetapkan ketujuh sakramen sebagai buah nyata kehadiran Kristus di tengah umat.

Sakramen Pengurapan Orang Sakit lahir dari sebuah kepedulian umat beriman Kristiani terhadap sesama yang sedang sakit. Kepedulian ini pertama-tama diungkapkan melalui doa dan upaya penyembuhan. Rasul Yakobus bahkan menekankan demikian: "Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan" (Yak 5:14). Pernyataan Rasul Yakobus akhirnya dijadikan dasar biblis refleksi teologis dari pemberian Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Dua hal yang ditekankan dalam pernyataan Rasul Yakobus adalah kekuatan doa dan pengurapan melalui minyak demi kesembuhan orang sakit. Hal ini menunjukkan bahwa teologi yang dibangun dari pemberian Sakramen Pengurapan Orang Sakit adalah teologi kesembuhan -- supaya orang sakit diselamatkan dan Tuhan membangunkannya (Yak 5:15).

 Perbandingan

Perbandingan ritus dan perubahan teologi mengenai Sakramen Pengurapan Orang Sakit dapat diketahui dari praenotanda. Perubahan justru terlihat dari perbandingan indeks masing-masing periode, yakni antara periode pra-Konsili Vatikan II (Rituale Romanum: 1925) dan  periode pasca Konsili Vatikan II (Rituale Romanum: 1975). Pembaruan terjadi baik dalam ritus maupun teologi yang dibangun. Pada pra-Konsili Vatikan II, konsep teologi yang hendak dicapai adalah teologi keselamatan, yakni agar si sakit dapat memperoleh keselamatan ketika meninggal.


Mengapa orang yang sakit sebaiknya menerima sakramen perminyakan orang sakit?

Lihat Humaniora Selengkapnya