Mengapa kaum Muslimin disambut baik oleh rajanya ketika hijrah ke Habasyah jelaskan

Jakarta -

Perjuangan Rasulullah SAW dalam menyebarkan agama Islam secara terang-terangan mendapatkan perlawanan keras dari kaum Quraisy. Hal itulah yang menjadi salah satu alasan mengapa Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya hijrah ke Madinah.

Peristiwa hijrah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya tak lepas dari gangguan kaum Quraisy terhadap umat Islam. Dikutip dari buku Sirah Nabawiyah oleh Abdul Hasan al-Ali Hasani an-Nadwi, berikut beberapa alasan mengapa Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya hijrah:

1. Siksaan Quraisy terhadap umat Islam

Rasulullah SAW menyaksikan bencana yang menimpa para pengikutnya. Bahkan, banyak di antara mereka yang disiksa dalam keadaan hidup. Sedang beliau tidak mampu melindungi mereka.

Lalu, beliau berkata kepada mereka, "Seandainya kalian pergi ke negeri Habsyah. Sesungguhnya, di sana terdapat seorang raja yang tidak akan dianiaya orang yang ada di dekatnya. Negeri Habsyah ialah tanah kebenaran. Kalian sebaiknya berada di sana hingga Allah memberikan kelapangan bagi kalian."

Atas seruan Rasulullah SAW tersebut, akhirnya sekelompok umat Islam yang terdiri dari 10 orang laki-laki dan 4 orang perempuan pergi ke negeri Habsyah. Ini adalah hijrah pertama umat Islam. Di antara mereka terdapat Utsman bin Affan dan istrinya, Ruqayyah binti Rasulullah SAW. Mereka dipimpin oleh Utsman bin Mazh'un.

2. Serangan dan gangguan kaum Quraisy kepada Rasulullah SAW

Alasan kedua mengapa Nabi Muhammad dan para sahabatnya hijraj adalah kaum Quraisy melakukan berbagai upaya untuk menghalangi Rasulullah SAW dalam dakwahnya. Mereka tidak berhasil membuat para pemuda yang masuk Islam untuk kembali pada mereka, sementara dakwah Rasulullah SAW juga tidak mengendur. Maka, mereka membujuk orang-orang bodoh di kalangan mereka untuk mendustakan, menyakiti, mengirimkan sihir, dan tenung perdukunan kepada Rasulullah SAW.

3. Kepentingan dakwah Islam dan meringankan beban Rasulullah SAW

Dalam Sirah Nabawiyah dikatakan bahwa alasan lain yang melatarbelakangi hijrahnya umat Islam ke Mekkah disebabkan oleh kepentingan dakwah Islam. Selain itu, juga menjadi salah satu upaya meringankan beban Rasulullah SAW.

Dari orang yang hijrah dapat diketahui luasnya daerah kemanusiaan, jenis-jenisnya, serta ketercakupannya pada berbagai tingkat dan status sosial masyarakat Mekkah. Ada orang kaya dan miskin, orang tua dan anak-anak, laki-laki dan perempuan di mana mereka merupakan penduduk asli Mekkah.

Hal tersebut menunjukkan dahsyatnya pengaruh, kekuatan, dan kesempurnaan dakwah yang dibawakan Rasulullah SAW.

4. Adanya Baiat dari Kaum Anshar (Madinah)

Sebelum melakukan hijrah untuk kedua kalinya, terjadi baiat dari penduduk Madinah sebanyak dua kali. Baiat pertama terjadi di Bukit Aqaba yang diikuti oleh 13 orang. Mereka berikrar untuk memeluk agama Islam. Peristiwa tersebut disebut dengan Perjanjian Aqabah I.

Lalu, pada tahun 622 M, terjadilah baiat yang kedua atau dikenal dengan Perjanjian Aqabah II. Beberapa riwayat mengatakan baiat ini diikuti oleh 73 orang. Rasulullah SAW meminta baiat kepada kaum Anshar untuk membela Islam dan melindungi beliau serta para pengikutnya. Kemudian, beliau memerintahkan para sahabat dan umat Islam di Mekkah untuk pergi ke Madinah.

Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya, Allah 'Azza wa Jalla telah memberikan saudara-saudara untuk kalian di negeri yang aman." Atas perkataan tersebut, mereka berbondong-bondong menuju Madinah. Sementara, Rasulullah SAW tetap tinggal di Mekkah hingga menunggu izin Allah SWT untuk hijrah.

Namun, hijrah yang kedua ini mendapatkan tekanan yang lebih parah dari kaum Quraisy dibandingkan saat hijrah pertama kali. Dikutip dari buku Hijrah dalam Pandangan Al Quran oleh Ahzami Samiun Jazuli, ketika bertemu kembali dengan Raja Najasy, mereka mendapat perlakuan yang berbeda dari yang pertama.

Adapun kaum muslimin yang turut dalam hijrah kedua lebih banyak dari sebelumnya. Ibnu Ishak menjelaskan, bahwa mereka berjumlah 83 laki-laki termasuk Amr bin Yasir. As-Suhaili mengatakan bahwa itulah pendapat terkuat yang diriwayatkan oleh ahli sejarah seperti Waqidi, Ibnu Uqbah, dan lainnya.

Selain keempat alasan di atas, wafatnya dua orang terdekatnya yakni Siti Khadijah dan Abu Thalib juga menjadi sebab mengapa Nabi Muhammad dan para sahabatnya hijrah ke Yastrib atau Madinah. Tepatnya pada 13 tahun pasca kenabian.

Simak Video "Silaturahmi Senior Golkar Usai Peresmian Masjid Baru di Markas Partai"


[Gambas:Video 20detik]
(erd/erd)

foto bis sebagai ilustrasi hijrah atau perjalanan (foto diambil salah satu dokumenter Stiba Ar-Raayah)

Oleh : Moh Dzaky Amrullah

Sudah kita ketahui bahwa semua yang dilarang Allah subhanahu wa ta’ala jika dikerjakan itu akan mengakibatkan dosa, begitupun sebaliknya, yang mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya akan mendapat pahala. Apa yang dilarang Allah subhanahu wa ta’ala dan apa yang diperintahkannya bisa kita ketahui lewat Qur’an dan Sunah. Tapi ada yang tidak bisa ketahui lewat itu. Oleh karena itu dijelaskan oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bagaimana menyikapi itu semua dengan landasan dosa itu adalah apa yang membuatmu was-was dan kebaikan itu apa yang membuatmu bahagia (tenang) jika melakukannya.

Cara yang dituntunkan Allah subhanahu wa ta’ala untuk melepaskan dari dari dosa itu ialah Taubat Nasuha. Taubat nasuha itu kita meninggalkan yang namanya dosa dengan tidak mengulanginya lagi. Umar bin Khattab radiyallahu ‘anhu. menjelaskan apa yang dinamakan Taubat Nasuha itu dengan meninggalkan dosa dan tidak mengulanginya lagi sebagaimana tidak mungkinnnya susu di masukkan kembali ke dalam kelanjar susunya.

Selain itu, cara kita untuk meninggalkan kesalahan yang telah kita perbuat adalah dengan Hijrah. Banyak yang mengartikan Hijrah ini dengan berpindahnya kita dari suatu tempat ke tempat lain, itu secara makna katanya memang demikian. Namun Rasululah sallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan Hijrah ini dengan meninggalkan keburukan menuju yang lebih baik hingga bisa lebih mendekatkan diri kita pada Allah subhanahu wa ta’ala.

Sekarang mari kita telusuri apa yang sebenarnya diharapkan dari Hijrah itu sendiri. Hijrah pertama yang dilakukan umat Muslim adalah Hijrahnya para sahabat radiyallahu ‘anhum ke Habasyah. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka Hijrah sebab kaum Quraisy sudah sangat keterlaluan dalam menyiksa kaum Muslim di Makkah. Alasan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka untuk Hijrah sebab di Habasyah pemimpinnya adil dan tidak pernah menzalimi rakyatnya. Ini nantinya terbukti ketika dua utusan Quraisyi meminta orang Muslimin mau di kembalikan ke Makkah, namun ketika itu Nejus (Raja Habasyah) memerintahkan untuk mengumpulkan kaum Muslimin terlebih dahulu.

Jika memang kaum Muslimin layak dikembalikan. Maka akan dikembalikan, namun jika kaum Muslimin yang lebih baik argumentasinya, maka akan mendapatkan perlindungan dari Nejus.

radiyallahu ‘anhuKemudian Hijrah kedua ialah Hijrah ke Habasyah lagi dengan lebih banyak yang Hijrah. Alasan kaum Muslimin mau Hijrah adalah karna mereka di Habasyah mendapat perlindungan dari raja Nejus. Hijrah yang pertama dulu dipimpin oleh Usman bin Affan dengan membawa dua belas orang laki-laki dan empat orang wanita. Di sana juga terdapat Ubaidillah bin Jahsyi yang kemudian murtad dari Islam sebab kecintaannya pada khamer, padahal dia juga pernah dijadikan delegasi sunah. Kemudian Hijrah kedua dengan membawa kaum Muslimin lebih banyak yang dipimpin langsung oleh Ja’far bin Abu Thalib radiyallahu ‘anhu. Di sini pasukan kaum Quraisy mengutus Amr bin al Ash dan Abdullah bin Abu Rabi’ah sebelum keduanya masuk Islam.

Di sini kita mendapat pelajaran yang sangat penting. Bahwa hasil dari Hijrah itu tidak selamanya indah. Jika kita tetap berada dalam jalur yang benar dalam Hijrah kita, maka hasilnya akan menjadi lebih baik dengan hijrah. Namun ketika tidak kuat dengan jalan Hijrah kita, maka kita akan seperti Ubaidillah bin Jahsy yang keluar dari jalan Hijrahnya. Itu memang tantangan dalam hijrah.

Selanjutnya ketika kaum Quraisy marah besar dengan kepergian umat Muslim ke Habasyah, maka bertambalah siksaan ini pada umat Muslim di Makkah. Mulai dari ancaman yang dilakukan mereka pada Abu Thalib paman Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka mengancam paman Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta untuk menyerahkan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam untuk dibunuh.

Banyak sekali ancaman yang dilakukan kaum Quraisy untuk menyakiti Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan sekarang mereka sedikit berani untuk membunuh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam. Saya katakan sekali lagi bahwa memang demikian tantangan bagi orang yang baik. Jika kita bersabar dalam menghadapi ujian itu, maka akan banyak kejutan dari Allah subhanahu wa ta’ala. Kejutan dari Allah untuk Rasulullah dan kaum Muslimin ialah dengan masuk Islamnya Hamzah bin Abdul Muthalib radiyallahu ‘anhu kemudian dilanjutkan dengan masuk Islamnya Umar bin Khattab radiyallahu ‘anhu.

Dengan masuk Islamnya mereka berdua radiyallahu ‘anhuma ini Islam semakin kuat, bahkan mereka langsung berani menunjukkan ke-Islamannya di muka umum yang awalnya mereka hanya sembunyi-sembunyi.

Jika Allah subhanahu wa ta’ala menginginkan kebaikan pada seorang, maka Allah subhanahu wa ta’ala akan memberinya ujian, baik ujian berupa nikmat atau ujian yang berupa siksaan lahir dan batin. Cobaan pertama yang ditimpakan Allah subhanahu wa ta’ala bagi kaum Muslimin adalah dengan pemboikotan pada kaum Muslimin selama tiga tahun. Di antara pemboikotan ini isinya adalah tidak boleh menikah dengan kaum Muslimin, tidak menjual beli dengan orang Islam, tidak berbicara dengan orang Muslim, tidak menjenguk kaum Muslimin ketika sakit, dan tidak menerima permintaan damai kaum Muslimin.

Bayangkan saja selama tiga tahun berjalan demikian sampai Allah mengutus rayap untuk memakan lembar perjanjian itu yang diletakkan di dalam Ka’bah. Itu tanda berakhirnya pemboikotan itu.

Kemudian cobaan selanjutnya ialah yang kita kenal dengan tahun duka. Di tahun ini Abu Thalib yang biasanya membela Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam dari kaum Quraisy meninggal, kemudian tiga bulan setelah itu disusul dengan kematian Khadijah rdiyallahu ‘anha, Ummul Mu’minin istri pertama Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah mengorbankan semua harta dan jasadnya untuk dakwah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sampai Khadijah radiyallahu ‘anha pernah mengatakan pada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam “saya adalah wanita yang tua renta, semua hartaku sudah habis digunakan untuk dakwah di jalan Allah subhanahu wa ta’ala. Sekiranya nanti aku sudah meninggal, maka gunakanlah tulangku untuk berjuang di jalan Allah,” Dialah istri Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam yang mendapat salam dari Tuhan-Nya dan dari Jibril alaihi assalam.

Akan tetapi sesuai denga janji Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan memberikan cobaan yang melebihi kemampuan hambanya. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al Baqarah ayat 286

لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”

Kemudian untuk menghibur itu, Allah subhanahu wa ta’ala menghibur Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Isra’ Mi’raj.

Ketika permusuhan Kafir Quraisyi makin menjadi-jadi. Mereka merencanakan akan membunuh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam. Di sana mereka berkumpul di Dar an-Nadwah untuk memusyawarahkan siasat, bahkan setan juga ikut berkumpul di sana dengan menyamar menjadi orang tua. Ada yang mengusulkan untuk mengasingkan Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam, ada yang mengusulkan untuk salah satu di antara mereka membunuhnya sallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi semua itu ditolak dengan dalih bahwa Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang pandai bicara, ditakutkan dengan pengusiran itu Beliau sallallahu ‘alaihi wa sallam akan mendapat pasukan yang lebih banyak dan menyerang kembali Quraisy.

Adapun alasan selanjutnya ditolak sebab Bani Hasyim sangat kuat, tidak mungkin membunuh Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Bani Hasyim akan membalas dengan memerangi siapa saja yang berani membunuh Muhammad salallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian majulah Abu Jahal mengusulkan untuk mengutus orang terkuat dari tiap suku dan tiap orang yang diutus itu akan membunuh Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam dengan pedangnya secara bersamaan, dengan demikian Bani Hasyim tidak akan berani memerangi semua kaum Quraisy.

Saat yang demikian mencekam. Detik-detik rencana pembunuhan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam inilah Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kaum Muslimin untuk Hijrah ke Madinah. Sebagian besar kaum Muslimin sudah Hijrah, termasuk Umar bin Khattab radiyallahu ‘anhu dan Utsman bin Affan radiyallahu ‘anhu. Di makkah tinggal beberapa Muslimin saja. Di Makkah ada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar radiyallahu ‘anhu, Ali bin Abu Thalib karamallahu wahjah, dan beberapa orang lainnya yang belum sanggup Hijrah. Dengan Hijrah inilah tanda berakhirnya penyiksaan yang besar dari kaum Quraisy, dengan Hijrah inilah jelas mana yang Haq (baik) dan yang Batil (buruk), dengan Hijrah inilah kaum Muslimin akan menjadi lebih kuat.

Tidak selesai sampai di sini saja proses Hijrah. Ada banyak tantangan. Ketika orang-orang utusan Quraisy berada di depan rumah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka sudah siap dengan pedangnya untuk membunuh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun siasat yang ada pada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam lebih unggul, karna Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam punya Allah yang selalu bersamanya. Ali karamallahu wajhah tidur di tempat yang biasanya ditempati Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tidur, dengan kata lain Ali karamallahu wajhah merelakan nyawanya demi agama Allah. Abu Bakar radiyallahu ‘anhu bertugas untuk menemani Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam Hijrah.

Kemudian mereka berangkat ke Gua Tsur dan bermalam di sana beberapa malam. Di sini ada pelajaran yang sangat penting bagi orang yang hijrah. Saat itu orang-orang yang diutus untuk membunuh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam sudah berada di Gua Tsur, sedangkan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar radiyallahu ‘anhu berada di sana. Sampai Abu Bakar menuturkan “seandainya mereka menunduk pastilah mereka melihat kami”.

Namun Allah subhanahu wa ta’ala adalah sebaik-baik pembuat skenario, Abu Bakar radiyallahu ‘anhu hendak dimantapkan imannya. Ketika timbul rasa khawatir di hati Abu bakar radiyallahu ‘anhu, bukan mengkhawatirkan dirinya, namun khawatir akan diri Rasulnya sallallahu ‘alaihi wa sallam, rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam berujar “siapa yang bisa menyakiti kita sedang yang ketiga adalah Allah?” maka mantaplah iman Abu Bakar radiyallahu ‘anhu dalam perjalanan Hijrah ini.

Abu bakar radiyallahu ‘anhu nantinya akan menenangkan Umar radiyallahu ‘anhu ketika kematian Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan imannya yang kuat bahwa Allah subhanahu wa ta’ala itu kekal.

Itulah pelajaran yang sangat penting dari Hijrah. Tidak mudah memang, namun nanti kita akan menjadi lebih baik dengan Hijrah. Lihatlah setelah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam Hijrah ke Madinah, tempat yang lebih menjamin kebaikan ketika itu dari pada Makkah. Hasilnya Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum Muslimin bisa menaklukkan kembali Makkah ke pangkuan umat Muslim. Itulah yang dihasilkan dari Hijrah yang sungguh-sungguh. Menjadi lebih baik dengan Hijrah.

Poin pentingnya adalah manusia memang tidak luput dari dosa, namun Allah subhanahu wa ta’ala selalu memberikan ampunan bagi hambanya dengan Taubat. Salah satu cara kita jika dikira tidak bisa menghadapi ujian dan akan mengakibatkan kita jauh dari Allah subhanahu wa ta’ala yaitu dengan Hijrah. Tidak hanya pergi dari suatu tempat ke tempat lain, namun mengubah diri menjadi yang lebih baik. Dalam proses Hijrah pasti banyak cobaan, bagi yang kuat dan bisa menjalani cobaan, dia akan beruntung, namun bagi yang tidak kuat dengan proses Hijrahnya, dia akan tersesat.

Maka Hijrah yang selamat itu Hijrah dengan apa yang telah di tuntunkan Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya pada kita. Dengan begitu kita akan menjadi lebih baik dengan hijrah. Hijrah untuk diri sendiri, namun jangan lupa untuk mengajak orang yang berada dalam jangkauan kita untuk ikut hijrah. Hijrah sendiri akan membuat damai dalam diri, namun Hijrah bersama akan menghasilkan Masyarakat Madani. Karna semuanya akan menjadi lebih baik dengan berhijrah.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA