Mengapa kapal selam dapat pecah ketika menyelam terlalu dalam di laut?

Berita Utama

Remuk Akibat Tekanan Air Laut

Edisi, 25 April 2021

Ahli kapal selam dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Wisnu Wardhana, menduga KRI Nanggala-402 remuk akibat tekanan hidrostatis atau tekanan akibat gaya yang ada pada kedalaman laut.

Panglima TNI Hadi Tjahjanto (tengah) menunjukan serpihan milik kapal selam KRI Nanggala 402 di Lanud I Gusti Ngurah Rai, Kuta, Bali, 24 April 2021. Johannes P. Christo

JAKARTA Setelah tiga hari mencari KRI Nanggala-402 yang hilang di laut perairan utara Bali, Tentara Nasional Indonesia (TNI) akhirnya menyatakan kapal berawak 53 orang itu tenggelam. Temuan serpihan bagian kapal buatan Jerman tahun 1978 itu dan tumpahan minyak menjadi bukti kuat kapal tenggelam dan remuk.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan isyarat subsunkatau tenggelamnya Nanggala-402 dinyatakan setelah tim gabungan mencari keberadaan kapal selama 72 jam. Kapal ini dinyatakan hilang pada pukul 03.00 Wita Rabu lalu saat melakukan geladi resik latihan penembakan.

Hadi mengatakan kemarin pukul 03.00 Wita merupakan batas akhir life support berupa ketersediaan oksigen di KRI Nanggala selama 72 jam. Unsur-unsur TNI AL (Angkatan Laut) telah menemukan tumpahan minyak dan serpihan yang menjadi bukti autentik menuju fase tenggelamnya KRI Nanggala," kata Hadi dalam konferensi pers di Base Operasi Landasan Udara Ngurah Rai, Bali, kemarin.

Tim pencari menemukan barang-barang serpihan kapal berupa tabung peluncur torpedo, pembungkus pipa pendingin, pelumas periskop kapal, semacam sajadah untuk salat kru, dan spons penahan panas. Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Yudo Margono, yang mendampingi Hadi Tjahjanto dalam konferensi pers itu, mengatakan serpihan tersebut menjadi bukti yang sahih bahwa kapal telah tenggelam. "Dengan adanya bukti autentik Nanggala, maka pada saat ini kami isyaratkan dari submiss (hilang) menjadi subsunk (tenggelam)," kata dia.

Kapal selam KRI Nanggala 402 di Pelabuhan Indah Kiat, Cilegon, Banten, 2017. TEMPO/Subekti

Yudo menyebutkan barang-barang tersebut diyakini milik Nanggala dan biasanya berada di dalam kapal. Serpihan itu tak bisa keluar apabila tidak ada tekanan dari luar atau terjadi keretakan yang ada di peluncur torpedo. Ini yang menjadi kesimpulan TNI bahwa kapal selam tersebut telah tenggelam.

KRI Nanggala-402 hilang kontak saat geladi resik latihan penembakan torpedo pada Rabu dinihari lalu. Kapal selam berjenis U-209 bikinan Jerman Barat pada 1978 itu sudah berlayar di perairan utara Pulau Bali sejak Selasa lalu. Kapal itu bersiap menggelar latihan perang rutin yang akan dihelat dua hari berikutnya.

Sesuai dengan rencana geladi resik latihan perang, Nanggala akan menembakkan torpedo berukuran 21 inci. Lalu KRI Layang akan meluncurkan peluru kendali C-802. Target keduanya sama, yaitu bekas KRI Karang Unarang. Geladi latihan itu dimulai pada Rabu pukul 03.00 Wita. Saat itu Nanggala meminta izin menyelam dengan kedalaman 13 meter dan bersiap menembakkan torpedo.

Yudo mengatakan, selama satu jam, para awak sea rider dan otoritas latihan menunggu lesatan torpedo, tapi tak juga muncul. Suasana semakin mencekam saat komunikasi radio dengan Nanggala terputus. Padahal seharusnya kru Nanggala lebih dulu berkomunikasi di radio untuk meminta izin penembakan torpedo. "Dipanggil-panggil sudah tidak merespons. Jalur komunikasi utama dan jalur cadangan terputus," kata Yudo pada Kamis lalu.

Ahli kapal selam dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Wisnu Wardhana, menduga KRI Nanggala-402 remuk akibat tekanan hidrostatis atau tekanan akibat gaya yang ada pada kedalaman laut. Apalagi posisi kapal disinyalir berada di 850 meter di bawah permukaan laut. Artinya, tekanan hidrostatis yang diterima Nanggala mencapai 70 atmosfer atau pressure bar. Pada kondisi normal, Nanggala hanya mampu menahan 20 pressure bar dengan kedalaman 200 meter.

Wisnu mengatakanNanggala didesain dalam kondisi kedap air dan udara. Di dalamnya, tekanan udara atau pressure hull dikondisikan sama dengan atmosfer bumi atau hanya pada 1 pressure bar. "Di dalamnya ada mesin, ada baterai, ada tangki-tangki balas, dan tangki-tangki minyak," ucap Wisnu kepada Tempo, kemarin.

Wisnu menyebutkanNanggala mendapat tekanan hidrostatis yang melebihi kapasitasnya. Kapal itu memiliki kekuatan jelajah tidak lebih dari 300 meter di bawah permukaan laut. Dengan usia lebih dari 40 tahun, semestinya daya jelajah bakal berkurang akibat korosi dan berbagai hal lain. Wisnu menduga wilayah jelajah Nanggala semestinya berada di sekitar 200 meter atau mendapat tekanan 20 atmosfer.

Padahal posisi Nanggala terdeteksi oleh sonar berada di kedalaman lebih dari 700 meter. TNI Angkatan Laut bahkan menyebutkan lokasi kapal selam itu tenggelam hingga 850 meter. Artinya, tekanan atmosfer yang diterima Nanggala jauh lebih besar ketimbang kemampuan kapal. "Akibatnya, jika pressure hull (tekanan udara) mencapai 70 bar,pressure hull di dalam kapal akan pecah," tutur Wisnu.

Pecahnya pressure hull berakibat fatal. Wisnu memperkirakan tekanan hidrostatis yang besar akan membuat air menerjang masuk kabin kapal. Tekanan yang kuat itu juga menyerang manusia, mesin, dan semua yang berada dalam area pressure hull. Hal ini yang menjadikan kapal remuk dan peralatan kapal tidak dapat difungsikan.

Anggota TNI Angkatan Laut memasang foto para awak kapal selam KRI Nanggala 402 yang hilang di posko koordinasi pencarian di Lanud I Gusti Ngurah Rai, Kuta, Bal, 23 April 2021. Johannes P. Christo

Wisnu menduga kapal tersebut telah rusak ketika dikabarkan hilang kontak. Kapal kemudian tidak terkendali dan meluncur secara penuh ke dalam laut hingga kedalaman lebih dari 700 meter. Padahal semestinya posisi kapal harus berada di kedalaman yang sudah ditentukan. Selain itu, jika Nanggala masih terkendali, semestinya kapten kapal akan menginstruksikan untuk menarik tuas darurat. "Kalau sudah tidak terkendali, dia akan meluncur deras ke dalam laut, kata Wisnu.

Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut, Laksamana Muda (Purnawirawan)Darwanto, juga menguatkan penuturan Wisnu. Menurut dia, kondisi tekanan udara di daratan mencapai 1 atmosfer. Tekanan terus bertambah 1 atmosfer untuk tiap 10 meter kedalaman di bawah permukaan laut. "Sedangkan posisi kapal mencapai 850 meter itu artinya mencapai 86 atmosfer. Itu yang menyebabkan kapal menjadi rusak," ucap Darwanto, kemarin.

Kapal selam Nanggala didesain untuk berada di kedalaman maksimal 250-300 meter di bawah permukaan laut. Di kedalaman tersebut, tekanan atmosfer yang diterima kapal hanya sekitar 31 bar. Artinya, kapal bakal rusak jika mendapat tekanan mencapai 86 atmosfer. Kecil kemungkinan manusia bisa selamat ketika menghadapi tekanan air sebesar itu. Sebagai gambaran, tekanan udara yang meledak pada ban mobil hanya mencapai 35 atmosfer.

Darwanto mengajak masyarakat berdoa untuk keselamatan para kru Nanggala. Menurut dia, secara fakta manusia tidak mungkin bisa bertahan di kedalaman laut mencapai 850 meter. Meski begitu, Darwanto berharap ada mukjizat yang datang dari Tuhan. Dia juga berharap nantinya tim gabungan evakuasi dapat mencari keberadaan dan mengevakuasi korban. "Mungkin saja kalau peralatan kapalnya sudah canggih. Paling tidak menentukan posisinya, mengambil gambar di kedalaman 850 meter, apakah kapal dalam keadaan utuh atau terkena deformasi tekanan air, kata Darwanto.

Mantan Kepala Kamar Mesin KRI Nanggala,Laksamana Muda (Purnawirawan)Frans Wuwun, menyatakan Nanggala selama ini tidak pernah diperkenankan beroperasi di kedalaman lebih dari 300 meter atau melebih kapasitas jelajahnya. "Kami dipesan oleh pembuat kapal, jangan membawa kapal menyelam di dekat 300 meter. Kami menyelam cukup 100 meter supaya tidak terdeteksi kapal di atas permukaan laut maupun pesawat terbang," tuturnya.

Frans menduga bahwa kapal tersebut mengalami kerusakan karena blackout atau kehilangan arus listrik. Penyebabnya bisa karena banyak hal. Satu di antaranya ada kemungkinan kapal kehilangan arus listrik lantaran beban yang digunakan melebih kapasitas.

Frans pernah mengalami blackout ketika menakhodai kapal selam ini. Ketika itu, ia sigap segera menghidupkan saklar berbekal senter yang terus melekat di badannya. Frans menduga kru Nanggala tidak mampu menyalakan arus listrik karena suatu sebab. Misalnya, awak terjatuh akibat kendali kemudi yang menukik ke dalam laut, kata dia.

AVIT HIDAYAT | DAVID PRIYASIDARTA

JAKARTA Setelah tiga hari mencari KRI Nanggala-402 yang hilang di laut perairan utara Bali, Tentara Nasional Indonesia (TNI) akhirnya menyatakan kapal berawak 53 orang itu tenggelam. Temuan serpihan bagian kapal buatan Jerman tahun 1978 itu dan tumpahan minyak menjadi bukti kuat kapal tenggelam dan remuk.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan isyarat subsunkatau tenggelamnya Nanggala-402 dinyatakan setelah tim gabungan me

...