Mengapa dalam penyelenggaraan sistem pembayaran perlu diterapkan prinsip efisiensi?

Sistem pembayaran merupakan sebuah sistem yang behubungan dengan pemindahan sejumlah uang dari satu pihak ke pihak lainnya. Secara singkat dapat diartikan sebagai cara melakukan pembayaran. Pembayaran yang dilakukan sendiri dapat berupa pembayaran untuk kegiatan sehari-hari seperti pembelian barang dan jasa, pembayaran berbagai tagihan seperti listrik, air, internet, telepon, kartu kredit dan lain-lain. Ada banyak cara yang dapat digunakan sebagai media pemindahan uang tersebut, baik menggunakan tunai maupun non-tunai. Sedangkan sistem pembayarannya sendiri dapat menggunakan sistem yang sederhana hingga sistem yang kompleks dimana harus melibatkan beberapa pihak dalam transaksinya (seperti bank, lembaga keuangan selain bank, bank sentral, dll).

Mengapa dalam penyelenggaraan sistem pembayaran perlu diterapkan prinsip efisiensi?

Sumber: quora.com

Peran Bank Indonesia dalam Sistem Pembayaran

Di Indonesia, kewenangan mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran dilaksanakan oleh bank sentral Indonesia yaitu Bank Indonesia. Mengatur serta menjaga kelancarannya sendiri dilakukan sebagai salah satu upaya dalam mewujudkan tujuan dari Bank Indonesia yaitu untuk menjaga stabilitas rupiah demi mendukung peningkatan perekonomian nasional. Berdasarkan kewenangan tersebut, Bank Indonesia memiliki hak untuk menetapkan dan memberlakukan kebijakan sistem pembayaran di Indonesia melalui Undang-Undang Bank Indonesia pada Undang-Undang Nomor  23 Tahun 1999 yang kemudian direvisi pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009. Peran Bank Indonesia dalam sistem pembayaran mencakup:

  • Kewenangan untuk memberikan izin dan persetujuan kepada penyedia jasa pembayaran untuk ikut didalam sistem pembayaran (Siapa saja yang dapat menerbitkan atau memproses alat-alat pembayaran tersebut)
  • Pengawasan.
  • Menentukan standar-standar tertentu pada alat pembayaran dan menentukan alat pembayaran apa saja yang dapat digunakan pada sistem pembayaran di Indonesia.
  • Mengatur dan mengawasi lembaga apa saja yang boleh menyelenggarakan sistem pembayaran (baik bank dan lembaga selain bank).
  • Kebijakan pengendalian resiko, efisiensi, tata kelola, dll.
  • Kewenangan dalam menjalankan sistem Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement atau BI-RTGS. BI-RTGS sendiri digunakan untuk melakukan transaksi non-tunai yang bernilai besar. Menurut data Bank Indonesia, pada tahun 2010, transaksi yang dilakukan BI-RTGS sendiri dapat mencapai setidaknya Rp 174,3 triliun.
  • Kewenangan sebagai penyelenggara sistem kliring antarbank untuk jenis-jenis alat pembayaran tertentu melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia atau SKNBI.

Prinsip Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia

Dalam melaksanakan kewenangan tersebut, Bank Indonesia mengacu kepada empat prinsip kebijakan, yaitu:

1. Keamanan

Dari prinsip keamanan, Bank Indonesia harus dapat mengelola segala resiko dalam sistem pembayaran seperti resiko likuiditas, resiko kredit, resiko fraud (kecurangan yang dapat menimbulkan kerugian finansial) dll.

2. Efisiensi

Dari prinsip efisiensi, Bank Indonesia harus menjamin bahwa penyelenggaraan sistem pembayaran bersifat efisien yaitu harus dapat digunakan secara luas dan menyeluruh, sehingga biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat akan menjadi lebih murah.

3. Kesetaraan akses

Bank Indonesia menjamin kesetaraan akses dimana BI tidak menyetujui segala praktek monopoli pada penyelenggaraan suatu sistem pembayaraan yang dapat menghambat pelaku ekonomi lain untuk ikut masuk dan ikut menyelenggarakan sistem pembayaran.

4. Perlindungan konsumen

Bank Indonesia harus dapat menjamin seluruh aspek-aspek dalam perlindungan konsumen yaitu menjamin adanya kepastian hukum kepada konsumen serta pembuat jasa melalui Divisi Perlindungan Konsumen. Konsumen serta pembuat jasa sistem pembayaran dapat menghubungi Bank Indonesia secara langsung untuk melakukan pengaduan jika mengalami hal-hal yang dirasa merugikan.

Penyedia Jasa Sistem Pembayaran di Indonesia

Ada begitu banyak lembaga serta penyedia jasa pada sistem pembayaran di Indonesia. Ditambah seiring berjalannya waktu serta teknologi, lembaga-lembaga tersebut mulai menggunakan media digital dalam menyelenggarakannya. Namun pastinya seluruh lembaga keuangan dan penyedia jasa ini harus memiliki izin dari Bank Indonesia untuk berpartisipasi dan ikut serta dalam penyelenggaraan sistem pembayaran di Indonesia. Beberapa lembaga tersebut adalah lembaga keuangan baik bank yaitu bank umum (Mandiri, BCA, BNI, BTPN, BRI, dll) maupun lembaga keuangan non-bank (digital wallet/electronic money seperti GO-PAY, OVO, Doku Wallet, Dana, dll, perusahaan asuransi, koperasi simpan pinjam, pasar modal, dll).

Kontributor: Thalia Nabasa, S.E.
Alumni Ilmu Ekonomi UI

Mengapa dalam penyelenggaraan sistem pembayaran perlu diterapkan prinsip efisiensi?

Materi lainnya:

  1. Manajemen
  2. Kebijakan Moneter
  3. Pasar Monopoli

Mengapa dalam penyelenggaraan sistem pembayaran perlu diterapkan prinsip efisiensi?

Mengapa dalam penyelenggaraan sistem pembayaran perlu diterapkan prinsip efisiensi?
Lihat Foto

freepik.com/prostooleh

Ilustrasi sistem pembayaran nontunai

KOMPAS.com - Jual beli adalah kegiatan pokok yang terjadi dalam kehidupan manusia. Proses pembayaran dalam jual beli tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun diatur dalam suatu sistem yang disebut dengan sistem pembayaran.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1998 tentang Bank Indonesia Bab 1 pasal 1 butir 6, berisi:

"Sistem pembayaran adalah suatu mekanisme yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme, yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi"

Prinsip-prinsip sistem pembayaran

Menurut Comitter on Payment and Settlement Systems dalam buku Core Principles for Systemically Important Payment Systems (2000) ada 10 prinsip dasar yang melandasi sistem pembayaran yaitu:

  • Sistem harus memiliki landasan hukum yang kuat

Sistem pebayaran harus memiliki landasan hukum yang kuat berarti sistem pembayaran diatur oleh pemerintah yang sah. Di Indonesia, sistem pembayaran diatur dalam konstitusi.

Baca juga: Sistem Pembayaran: Definisi dan Perannya dalam Perekonomian

Dilansir dari BI Institute, sistem pembayaran Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1998 tentang Bank Indonesia dan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 3 tahun 2011 tentang Transfer Dana.

  • Sistem harus mempunyai aturan dan prosedur yang memungkinkan peserta memahami resiko keuangan

Sistem pembayaran harus memiliki aturan serta prosedur yang dapat dibaca dan dipelajari oleh peserta pembayaran.

Hal tersebut dilakukan guna peserta sistem pembayaran dapat memahami berbagai resiko. Misalnya resiko kredit, resiko likuiditas, resiko hukum, resiko operasional, bahkan resiko sistemik.

  • Sistem memiliki prosedur yang jelas tentang resiko kredit dan resiko likuiditas

Sistem harus memiliki prosedur yang jelas tentang risiko kredit dan resiko likuiditas. Misalnya ketika peserta tidak dapat membayar kredit saat telah jatuh tempo atau saat peserta kekurangan uang untuk membayar saat jatuh tempo.

Untuk menangani kedua hal tersebut, harus ada prosedur yang jelas dan sesuai dengan hukum yang berlaku.

Keberhasilan sistem pembayaran dapat mendukung perkembangan sistem keuangan dan perbankan. Tapi, sebaliknya, risiko ketidaklancaran atau kegagalan dari suatu sistem pembayaran akan memberikan dampak yang kurang baik pada kestabilan perekonomian.Karena pentingnya sistem pembayaran bagi kelancaran roda aktivitas perekonomian itulah makanya ia diatur lalu lintasnya, dan dijaga keamanannya, serta harus selalu dijamin kelancarannya. Di Indonesia, tugas dan kewenangan mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran dilaksanakan oleh Bank Indonesia yang dituangkan dalam Undang-Undang No 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran tersebut Bank Indonesia ber wenang melaksanakan, memberi persetujuan dan perizinan atas penyelenggaraan jasa system pembayaran, seperti sistem transfer dana, baik yang bersifat real time, sistem kliring maupun sistem pembayaran lainnya misalnya sistem pembayaran berbasis kartu.Dalam menjalankan tugas dan kewenangan tersebut BI mengacu pada empat prinsip kebijakan sistem pembayaran, yakni keamanan, efisiensi, kesetaraan akses dan perlindungan konsumen. Aman berarti segala risiko dalam sistem pembayaran seperti risiko likuiditas, risiko kredit, risiko fraud harus dapat dikelola dan dimitigasi dengan baik oleh setiap penyelenggaraan sistem pembayaran. Prinsip efisiensi menekankan bahwa penyelanggaraan sistem pembayaran harus dapat digunakan secara luas sehingga biaya yang ditanggung masyarakat akan lebih murah karena meningkatnya skala ekonomi.Sementara itu, terkait prinsip kesetaraan akses, BI harus menjaga agar tak terjadi praktik monopoli pada penyelenggaraan suatu sistem yang dapat menghambat pemain lain untuk masuk. Pada akhirnya, sudah menjadi kewajiban seluruh penyelenggara sistem pembayaran bahwa konsumen adalah hal utama. Karena itu, aspek perlindungan konsumen harus benar-benar menjadi perhatian penting dalam penyelenggaraan sistem pembayaran.

Sistem Pembayaran Ritel

Sistem pembayaran dalam suatu aktivitas perdagangan (perekonomian) terkait dengan pemindahan nilai uang dari satu pihak ke pihak lain, melalui beragam media, mulai dari penggunaan alat pembayaran yang sederhana sampai pada penggunaan sistem yang kompleks dan melibatkan berbagai pihak disertai aturannya yang ketat. Dari segi jenis, ada dua jenis sistem pembayaran, yakni pembayaran dalam skala kecil atau ritel dan pembayaran dalam skala besar. Meski dilihat dari jumlah dana yang ditransaksikan terbilang kecil, sistem pembayaran ritel di masa mendatang akan meluas, tidak hanya di dalam negeri tapi bisa terjadi lintas negara. Begitu pula kecenderungan pembayaran ritel di masa depan bukan lagi dalam rupiah tapi dolar dan berbentuk perdagangan elektronik atau disebut e-dagang (e-commerce).

Industri teknologi informasi yang berkembang sangat cepat saat ini telah memungkinkan transaksi komersial dilakukan melalui jejaring peralatan canggih untuk semua kegiatan terkait, seperti transfer dana secara elektronik, supply chain management (SCM), e-pemasaran (e-marketing), atau pemasaran online (online marketing), pemrosesan transaksi online (online transaction processing), pertukaran data elektronik (electronic data interchange /EDI).

E-dagang atau e-commerce merupakan bagian dari e-business, di mana cakupan e-business lebih luas, tidak hanya sekadar perniagaan tetapi mencakup juga pengkolaborasian mitra bisnis, pelayanan nasabah, lowongan pekerjaan, dan lain-lain.

Menurut Riset Forrester, perdagangan elektronik di AS telah menghasilkan penjualan seharga US$ 12,2 miliar pada 2003. Sementara sebuah laporan lain menyebutkan, pendapatan ritel online yang bersifat non-travel di Amerika Serikat mencapai seperempat trilun dolar AS pada 2011. Istilah “perdagangan elektronik” telah berubah sejalan dengan waktu. Semula perdagangan elektronik berarti pemanfaatan transaksi komersial, seperti penggunaan EDI untuk mengirim dokumen komersial seperti pesanan pembelian atau invoice secara elektronik. Tapi kemudian ini berkembang menjadi suatu aktivitas yang mempunyai istilah yang lebih tepat “perdagangan web” — pembelian barang dan jasa melalui World Wide Web melalui server aman (HTTPS), protocol server khusus yang menggunakan enkripsi untuk merahasiakan data penting pelanggan.Antara 1998 dan 2000 banyak bisnis di AS dan Eropa mengembangkan situs web perdagangan ini. Manfaat yang diperoleh dari adanya sistem pembayaran retail adalah: (1) penjual atau produsen berada dalam posisi yang lebih baik untuk memilih kesempatan-kesempatan pemasaran; (2) penjual atau produsen dapat menggunakan pengetahuannya terhadap respons pemasaran yang berbeda-beda, sehingga ia dapat mengalokasikan anggarannya secara lebih tepat pada berbagai segmen; (3) penjual atau produsen dapat mengatur produk lebih baik dan dapat menciptakan daya tarik pemasarannya.


Menyongsong AEC 2015

Menjelang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau Asean Economic Community (AEC) 2015, Indonesia harus bisa mengambil manfaat dengan mengembangkan strategi sistem pembayaran ritel ini. Terbentuknya AEC 2015 nanti akan memberikan peluang yang begitu luas bagi negara-negara anggota Asean untuk memperluas skala ekonomi, meningkatkan daya tarik investor dan wisatawan, mengurangi biaya transaksi perdagangan dan memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis.Saat ini, setidaknya Indonesia sudah memiliki keunggulan yang tidak dimiliki negara-negara anggota Asean lainnya. Pertama, dalam hal sistem pembayaran, Indonesia sudah lebih maju dari sesama anggota Asean lainnya. Indonesia bahkan menjadi acuan untuk penerapan sistem pembayaran. Ini harus dijaga dan harus lebih mencengkram lagi. Keunggulan lainnya adalah jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar, yaitu 250 juta jiwa (perkiraan pada 2015), yang merupakan separoh dari seluruh penduduk Asean. Karena itu, Indonesia harus memimpin pasar sistem pembayaran, termasuk sistem pembayaran ritel.  Dengan menggunakan sistem pembayaran elektronik, ia berguna untuk keamanan sistem pembayaran ritel, menjangkau masyarakat di pedesaan, memitigasi risiko ritel, serta pada akhirnya mendorong masyarakat untuk mengakses sistem keuangan dengan lebih luas.

Achmad Deni Daruri, presiden direktur Center for Banking Crisis

Editor : Gora Kunjana ()