Membakar sampah sangat tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan polusi

Membakar sampah sangat tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan polusi

Loading Preview

Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.

Tumpukan sampah yang ada di rumah sangatlah mengganggu pemandangan dan juga mencemari lingkungan. Agar rumah bersih dan sehat, Ibu pun sering mengambil jalan pintas untuk membersihkan tumpukan sampah tersebut dengan membakarnya. Tapi, apakah pilihan untuk membakar sampah merupakan pilihan yang tepat? 

Berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) nomor 2 tahun 2005 mengenai pengendalian pencemaran udara, membakar sampah baik di lingkungan rumah sendiri atau di tempat pembuangan sampah yang ada di sekitar tempat tinggal sudah dilarang.

Menurut Prakoso, Pencetus Bank Sampah Malaka Sari sekaligus Ketua Jakarta Aksi Lingkungan Indah (Jali Two), menyatakan bahwa membakar sampah tak hanya mencemari lingkungan tapi juga bisa membahayakan kesehatan. 

Menjaga rumah agar bersih dan sehat dengan cara membakar sampah adalah salah besar, karena akan menyebabkan polusi udara karena menimbulkan debu dan asap hitam yang mengganggu. Sampah yang dibakar juga melepaskan karbondioksida (CO2) yang justru akan memperparah pemanasan global. Selain itu gas chlor yang dihasilkan dari pembakaran sampah juga dapat merusak atmosfer bumi.

Tak hanya lingkungan saja, ternyata membakar sampah juga akan menimbulkan masalah baru bagi kesehatan. Selain melepaskan karbondioksida (CO2), sampah yang dibakar juga menghasilkan karbonmonoksida (CO) yang sangat berbahaya. Bila kita menghirup CO, hemoglobin di dalam darah yang seharusnya berfungsi mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh justru akan terganggu. Tubuh pun akan kekurangan oksigen, yang bisa berujung dengan kematian.

Asap hitam yang dihasilkan dari pembakaran sampah akan menghasilkan hidrokarbon benzopirena yang 350 kali lebih berbahaya dari asap rokok. Ada pula zat-zat berbahaya lain seperti dioksin yang berasal dari sampah plastik yang dibakar. Jika dihirup di tempat pembakaran, akan membuat tubuh menjadi sesak napas, bahkan efek panjangnya dapat memicu penyebab kanker hati.

Polusi udara akibat pembakaran sampah juga sangat berbahaya bagi wanita hamiil karena bisa menyebabkan bayi dalam kandungan terkena racun yang dapat mempengaruhi otaknya, sehingga bayi memiliki kemungkinan mengalami sindrom Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), atau lebih sering dikenal dengan istilah hiperaktif.

Tiga bulan yang lalu, saya pindah ke sebuah rumah di kawasan Cilangkap, Jakarta Timur. Di lingkungan yang baru itu, saya beberapa kali menemukan warga setempat mengelola sampah rumah tangganya dengan dibakar.

Saya bukannya jengkel dengan pelakunya, tapi gemas dengan asapnya. Selain mengganggu jarak pandang, membakar sampah sebenarnya punya dampak yang jauh lebih besar dan berbahaya.

Mungkin banyak yang belum sadar kalau produksi sampah yang dihasilkan tiap orang per harinya ternyata cukup banyak. Mengutip Jurnal Pengelolaan Sampah ITB, masyarakat rata-rata menghasilkan sampah sekitar 0,35-0,4 kilogram per hari. Pengelolaan sampah di beberapa wilayah yang kurang baik, akhirnya membuat sampah-sampah tersebut menumpuk, menggunung, dan menimbulkan bau tak sedap.

Masyarakat lantas banyak yang salah kaprah dan berpendapat bahwa membakar sampah merupakan cara yang paling cepat dan efektif untuk membersihkan pekarangan rumah. Tapi nyatanya, membakar sampah justru menimbulkan masalah baru bagi lingkungan dan kesehatan kita.

Dulu saya pernah belajar soal seluk beluk persampahan waktu jadi mahasiswa teknik lingkungan di sebuah universitas di Bandung. Walaupun sekarang sudah tak bergelut di bidang "lingkungan hidup" lagi, ada beberapa ilmu yang setidaknya masih saya ingat sampai sekarang, salah satunya ya soal membakar sampah itu.

Sampah menyumbat di pintu air Manggarai (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)

Proses pembakaran sampah menghasilkan gas-gas berbahaya. Saat membakar tumpukan sampah, bagian luar yang cukup mendapat oksigen akan menghasilkan karbon dioksida (CO2), sementara bagian dalam tumpukkan sampah yang kekurangan oksigen akan menghasilkan karbon monoksida (CO). Kehadiran gas-gas tersebut jangan disepelekan.

Karbon dioksida yang dihasilkan dari pembakaran bahan-bahan organik, seperti sampah dapur ataupun sampah daun memberikan kontribusi peningkatan gas rumah kaca sebesar 5 persen. Gas rumah kaca merupakan gas yang dapat menangkap panas matahari sehingga bisa menghasilkan efek seperti di dalam rumah kaca. Efek rumah kaca merupakan salah satu faktor yang bisa mempengaruhi pemanasan global. Tak hanya itu, menghirup karbon dioksida terlalu sering bisa menimbulkan masalah pada saluran pernapasan, seperti sesak napas.

Gas berbahaya lain yang dihasilkan dari pembakaran sampah adalah karbon monoksida. Menghirup CO terlalu sering bisa mengganggu fungsi hemoglobin di dalam darah yang seharusnya mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh. Jika sudah parah, hal tersebut bisa berakibat fatal, bahkan hingga kematian.

Asap hitam yang dihasilkan dari pembakaran sampah juga menghasilkan hidrokarbon benzopirena. Gas tersebut ternyata 350 kali lebih berbahaya daripada asap rokok dan berdampak negatif karena bisa menimbulkan penyakit, seperti infeksi paru-paru, asma dan bronkhitis.

Sementara sampah plastik yang dibakar akan menghasilkan zat-zat berbahaya seperti dioksin. Zat tersebut bisa meningkatkan risiko munculnya kanker, serta efek buruk lainnya bagi binatang dan manusia.

Jadi, setop bakar sampah, yuk!

Ada banyak cara yang sebenarnya bisa kita lakukan untuk mengolah sampah di rumah. Kalau kamu punya ide lain, kamu bisa juga berbagi saran dan berikan komentarnya pada kolom di bawah ini :)

Membakar sampah sangat tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan polusi

Membakar sampah sangat tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan polusi
Lihat Foto

Ilustrasi membakar sampah plastik

KOMPAS.com - Masih banyak masyarakat Indonesia yang membakar sampah rumahan. Namun, bakar sampah jangan sembarangan, terutama plastik.

Membakar sampah plastik tidak dianjurkan karena bisa memicu pembentukan dioksin.

Menurut Peneliti Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) WItta Kartika, senyawa kimia dioksin dapat menimbulkan dampak buruk pada kesehatan dan lingkungan di sekitar Anda.

Baca juga: Temuan Telur Tercemar Dioksin, Kita Tak Perlu Lebay Menanggapinya

Apa itu dioksin?

Witta mengatakan, dioksin merupakan senyawa kimia yang jika masuk ke dalam tubuh dapat menimbulkan efek yang buruk.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjelaskan, dioksin memiliki potensi racun yang memengaruhi beberapa organ dan sistem tubuh.

Dioksin sebenarnya ada di banyak benda di alam dengan tingkat tertentu, seperti letusan gunung berapi dan kebakaran hutan.

Selain itu, dioksin juga banyak ditemukan pada sampah rumah tangga dan industri yakni bahan plastik (PVC), pestisida, herbisida, pemutih kertas, dan alat medis sekali pakai.

"(Namun) kontaminasi tambahan pada senyawa dioksin dan paparan dioksin dalam jumlah banyaklah yang berbahaya bagi tubuh," kata Witta.

Beberapa aktivitas manusia yang dapat menimbulkan dioksin dalam jumlah banyak adalah kebiasaan membakar sampah, produksi serta penggunaan pestisida dan herbisida, daur ulang produk elektronik dan juga merokok.

Dituturkan oleh Witta pembakaran sampah dalam jumlah besar pernah terjadi di desa Tropodo, Sidoarjo, Jawa Timur, karena adanya impor sampah plastik ke Indonesia.