Lampiran khusus untuk perusahaan dagang yang terdapat pada formulir 1771 adalah

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN
PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

PETUNJUK UMUM

Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 (UU KUP), hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut :

  1. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.
  2. SPT Tahunan ditandatangani oleh pengurus, direksi, atau orang yang diberi kuasa untuk menandatangani sepanjang dilampiri dengan surat kuasa khusus.
  3. SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan apabila tidak ditandatangani atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 534/KMK.04/2000 tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan serta Surat keterangan dan/atau Dokumen Yang Harus Dilampirkan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan, serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian dan Penandatanganan dan Penyampaian Surat Pemberitahuan dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-214/PJ./2001 tentang Keterangan dan/atau Dokumen Yang harus Dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan.
  4. Wajib Pajak harus mengambil sendiri formulir SPT Tahunan ke Kantor Pelayanan pajak (KPP)/Kantor Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) atau dengan cara mengunduh (download) melalui website www.pajak.go.id dan menyampaikannya paling lambat 4 (empat) bulan setelah Tahun Pajak berakhir.
  5. Penyampaian SPT Tahunan dapat dilakukan secara langsung di Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak meliputi Pojok Pajak, Mobil Pajak dan Tempat Khusus Penerimaan Surat Pemberitahuan (Drop Box) atau dapat dikirimkan melalui pos dengan tanda bukti penerimaan surat atau dengan cara lain sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan, serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian dan Penandatanganan dan Penyampaian Surat Pemberitahuan.
  6. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan disampaikan. Apabila pembayaran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) perbulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
  7. Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima pembayaran pajak (Bank Persepsi).
  8. Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan (PPh Pasal 29) paling lama 12 (dua belas) bulan. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2008 tentang Tata Cara Pemberian Angsuran atau Penundaan Pembayaran pajak, permohonan harus diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum jatuh tempo pembayaran, dengan menggunakan formulir tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut.
  9. Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama 2 (dua) bulan. Pemberitahuan harus disertai penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) tahun pajak dan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang.
    Apabila SPT Tahunan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan atau dalam batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
  10. Pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan. Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan beserta lampirannya dalam bahasa Indonesia (kecuali lampiran berupa laporan keuangan) dan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat. Persetujuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.03/2007.
  11. Setiap orang yang karena kealpaannya atau dengan sengaja tidak menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dapat dikenakan sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

PETUNJUK PENGISIAN

SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun 2009 menggunakan format yang dapat dibaca dengan menggunakan mesin scanner, untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Jika WP membuat sendiri formulir SPT Tahunan, jangan lupa untuk membuat ■ (segi empat hitam) di keempat sudut sebagai pembatas dokumen agar dokumen dapat di-scan.
  2. Ukuran kertas yang digunakan F4/Folio (8.5 x 13 inch) dengan berat minimal 70 gram.
  3. Kertas tidak boleh dilipat atau kusut.
  4. Kolom Identitas

Bagi Wajib Pajak yang mengisi menggunakan mesin ketik, dalam mengisi isian yang tidak terstruktur (seperti: Nama Wajib Pajak, Jenis Usaha dan Negara Domisili Kantor Pusat (khusus BUT)) kotak-kotak dapat diabaikan sepanjang tidak melewati batas samping kanan. Sedangkan untuk isian yang terstruktur (seperti: NPWP, Nomor Telepon) isian harus didalam kotak.

Contoh Pengisian:

Lampiran khusus untuk perusahaan dagang yang terdapat pada formulir 1771 adalah

Catatan: Untuk yang menggunakan komputer atau tulis tangan, semua isian harus dalam kotak.

Bagi Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat wajib menggunakan Formulir 1771 / $.

  1. Dalam mengisi kolom-kolom yang berisi nilai rupiah atau US dollar, harus tanpa nilai desimal.
    Contoh:

  1. dalam menuliskan sepuluh juta rupiah adalah: 10.000.000 (BUKAN 10.000.000,00).      
  2. dalam menuliskan seratus dua puluh lima rupiah lima puluh sen adalah: 125 (BUKAN 125,50).


LAMPIRAN – I

( FORMULIR 1771 – I dan FORMULIR 1771 – I / $ )
PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO FISKAL



Angka 1 : PENGHASILAN NETO KOMERSIAL DALAM NEGERI
Yang dimaksud dengan penghasilan neto komersial dalam negeri adalah penghasilan neto menurut prinsip akuntansi komersial Indonesia, yakni semua penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha di Indonesia, termasuk penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak, dikurangi dengan pengeluaran/biaya-biaya sesuai dengan sistem dan metode akuntansi komersial Indonesia yang dianut secara taat azas, sebelum dilakukan penyesuaian-penyesuaian fiskal berdasarkan UU PPh dan peraturan pelaksanaannya.

Huruf a - PEREDARAN USAHA
Diisi dengan jumlah penerimaan/perolehan bruto dari kegiatan usaha di Indonesia, setelah dikurangi dengan retur dan pengurangan penjualan serta potongan tunai dalam Tahun Pajak yang bersangkutan bagi perusahaan dagang dan perusahaan industri.

Huruf b - HARGA POKOK PENJUALAN
Diisi dengan biaya-biaya yang merupakan harga pokok penjualan bagi kegiatan usaha Wajib Pajak. Apabila sesuai dengan sistem dan metode akuntansi komersial yang dianut Wajib Pajak tertentu (misal : bank, dana pensiun, reksadana, organisasi sosial, perkumpulan dan sebagainya) tidak terdapat pemisahan atau pengelompokan biaya untuk harga pokok penjualan, maka seluruh biaya-biaya dilaporkan pada huruf c biaya usaha lainnya.

Huruf c - BIAYA USAHA LAINNYA

Diisi dengan biaya-biaya usaha yang tidak termasuk ke dalam kelompok harga pokok penjualan.

Huruf d - PENGHASILAN NETO DARI USAHA (1a-1b-1c)
Penghasilan neto tersebut diperoleh dari Peredaran Usaha dikurangi Harga Pokok Penjualan dikurangi Biaya Usaha Lainnya.

Huruf e - PENGHASILAN DARI LUAR USAHA
Diisi dengan jumlah Penghasilan Bruto Dari Luar Usaha yang diterima dan/atau diperoleh dari luar kegiatan usaha tersebut pada huruf a, seperti : penghasilan dari penyertaan modal di Indonesia, penghasilan dari penjualan/pengalihan/persewaan harta, serta penghasilan lainnya yang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha atau tidak ada kaitannya dengan kegiatan usaha.

Huruf f - BIAYA DARI LUAR USAHA
Diisi dengan biaya-biaya langsung yang terkait dengan penghasilan dari luar usaha tersebut pada huruf e.

Huruf g - PENGHASILAN NETO DARI LUAR USAHA (1e-1f)
Diisi dengan hasil pengurangan huruf e dengan huruf f.

Huruf h – Jumlah (1d+1g)
Cukup jelas.

Angka 2 : PENGHASILAN NETO KOMERSIAL LUAR NEGERI
Diisi dengan penghasilan neto yang diterima atau diperoleh di luar negeri, sesuai dengan lampiran khusus 7A/7B kolom (4) 'Jumlah Neto'.

Angka 3 : JUMLAH PENGHASILAN NETO KOMERSIAL (1h+2)
Diisi dengan jumlah penghasilan neto komersial Dalam Negeri dan Luar Negeri.

Angka 4 : PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Untuk menghitung penghasilan neto fiskal yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum, penghasilan dari sumber di Indonesia yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak harus dikeluarkan kembali, sehingga dengan pengurangan penghasilan tersebut pada jumlah penghasilan neto fiskalnya (angka 8) akan menjadi nihil/netral. Diisi dengan jumlah penghasilan neto komersial atas penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final dan penghasilan neto komersial atas penghasilan yang tidak termasuk objek pajak yang telah dimasukkan dalam angka 1 formulir 1771 - I dan dalam hal mengalami kerugian komersial, diisi sesuai dengan jumlah kerugian komersialnya.

Angka 5 : PENYESUAIAN FISKAL POSITIF
Yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal positif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial (di luar unsur penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak) dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat menambah penghasilan dan/atau mengurangi biaya-biaya komersial tersebut pada angka 1.

Huruf a. Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf b UU PPh, pengeluaran perusahaan untuk pembelian/perbaikan rumah atau kendaraan pribadi, biaya perjalanan pribadi/keluarga, biaya premi asuransi pribadi/keluarga, dan pengeluaran lainnya untuk kepentingan pemegang saham, sekutu, atau anggota, tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.

Huruf b. Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh, pembentukan atau pemupukan dana cadangan secara fiskal tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Namun untuk jenis-jenis usaha tertentu yang secara ekonomis memang diperlukan adanya cadangan untuk menutup beban atau kerugian yang akan terjadi di kemudian hari, secara fiskal diperkenankan, yang terbatas pada:

1) cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
2) cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3) cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
4) cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5) cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6) cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri.
Lihat : * Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 tentang Pembentukan Atau Pemupukan Dana Cadangan Yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya.


Huruf c.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan (benefit in-kind) bukan merupakan penghasilan bagi pegawai yang bersangkutan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi kerja tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Namun pemberian natura berupa penyediaan makanan/minuman di tempat kerja bagi seluruh pegawai, demikian pula pemberian natura dan kenikmatan di daerah terpencil yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, serta pemberian natura atau kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya (seperti : pakaian dan peralatan khusus untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan, antar-jemput pegawai, serta akomodasi untuk awak kapal), dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.

Lihat : * Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2009 tentang tentang Penyediaan Makanan dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai serta Penggantian atau Imbalan dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan Di Daerah Tertentu dan yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pekerjaan Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja.

Huruf d. Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf f UU PPh, pembayaran gaji, honorarium, dan imbalan lain sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan kepada pemegang saham atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sepanjang jumlahnya tidak melebihi kewajaran. Kewajaran diukur berdasarkan standar yang berlaku umum untuk pekerjaan dengan kualifikasi yang sama yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Atas selisih yang melebihi kewajaran tersebut dapat dikategorikan sebagai pembagian laba.

Huruf e. Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh, bantuan atau sumbangan dan harta hibahan yang diterima oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, bukan merupakan penghasilan sepanjang tidak terdapat hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi bantuan atau sumbangan dan harta hibahan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.

Lihat : Keputusan Menteri Keuangan Nomor 604/KMK.04/1994 tentang Badan-Badan Dan Pengusaha Kecil Yang Menerima Harta Hibahan Yang Tidak Termasuk Sebagai Objek Pajak Penghasilan.
 

Zakat atas penghasilan yang dibayar oleh Wajib Pajak Badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, dengan syarat :

  • Penghasilan yang dikenakan zakat merupakan Objek Pajak yang telah dilaporkan dalam SPT Tahunan;
  • Pembayaran zakat dilakukan kepada Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk atau disahkan pembentukannya oleh Pemerintah Pusat/Daerah;

Dengan demikian zakat atas harta selain penghasilan dan zakat atas penghasilan yang tidak memenuhi persyaratan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan (perlakuan pajaknya sama dengan sumbangan).

Huruf f. Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf h UU PPh, Pajak Penghasilan badan serta kredit pajak bukan merupakan biaya perusahaan.

Huruf g. Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf i UU PPh, bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi bukan merupakan penghasilan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf j UU PPh, bagi perseroan komanditer tersebut pembayaran gaji kepada para anggotanya tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.

Huruf h. Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf k UU PPh, sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan bukan merupakan biaya perusahaan.

Huruf i. Diisi dari Lampiran Khusus I A/I B Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal.

Huruf j. Diisi dari Lampiran Khusus I A/I B Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal.

Huruf k. Penyesuaian berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000, dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dapat ditetapkan saat pengakuan biaya dalam hal-hal tertentu dan bagi Wajib Pajak tertentu sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah.

Lihat : * Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-184/PJ./2002 tentang Pengakuan Penghasilan Atas Penghasilan Bank Berupa Bunga Kredit Non Performing;
* Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.42/2002 tentang Pengakuan Penghasilan Atas Penghasilan Bank Berupa Bunga Kredit Non-Performing.

Huruf l. Penyesuaian berdasarkan ketentuan umum Pasal 4 dan Pasal 6 UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal:

  • terdapat penghasilan yang tidak diakui secara komersial akan tetapi termasuk Objek Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan tidak bersifat final;
  • terdapat biaya-biaya perusahaan lainnya atau kerugian yang diakui secara komersial akan tetapi tidak dapat diakui secara fiskal;
  • terdapat kerugian usaha di luar negeri baik melalui bentuk usaha tetap (BUT) ataupun bukan BUT, setelah dilakukan penyesuaian fiskal positif dan negatif.
Lihat : * Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri;
* Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.42/2002 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Pemberian Imbalan Bunga Kepada Wajib Pajak;
* Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.33/2005 tentang Pemberian Imbalan Bunga Kepada Wajib Pajak.

Angka 6 : PENYESUAIAN FISKAL NEGATIF
Yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal negatif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial (di luar unsur penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak) dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat mengurangi penghasilan dan/atau menambah biaya-biaya komersial tersebut pada angka 1.

Huruf a. Diisi dari Lampiran Khusus I A/I B Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal.

Huruf b. Diisi dari Lampiran Khusus I A/I B Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal.

Huruf c. Penyesuaian berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000, dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dapat ditetapkan saat pengakuan penghasilan dalam hal-hal tertentu dan bagi Wajib Pajak tertentu sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah.

Lihat : * Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-141/PJ./1999 tentang Pengakuan Penghasilan Dari Pengalihan Harta/Agunan Berupa Tanah Dan/Atau Bangunan Bagi Wajib Pajak Tertentu;
* Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-563/PJ./2001 tentang Saat Pengakuan Penghasilan Berupa Keuntungan Karena Pembebasan Utang Yang Diperoleh Debitur Tertentu Dari Perjanjian Restrukturisasi Utang Usaha;
* Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-184/PJ./2002 tentang Pengakuan Penghasilan Atas Penghasilan Bank Berupa Bunga Kredit Non Performing;
* Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.42/2002 tentang Pengakuan Penghasilan Atas Penghasilan Bank Berupa Bunga Kredit Non Performing.

Huruf d. Penyesuaian berdasarkan ketentuan umum Pasal 6 UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal terdapat biaya-biaya perusahaan lainnya atau kerugian yang tidak diakui secara komersial akan tetapi dapat diakui secara fiskal.

Angka 7 : FASILITAS PENANAMAN MODAL BERUPA PENGURANGAN PENGHASILAN NETO

Angka 7a diisi tahun ke-berapa fasilitas tersebut telah digunakan.

Angka 7b diisi dengan jumlah fasilitas penanaman modal berupa pengurangan penghasilan neto yang telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana terdapat dalam daftar fasilitas penanaman modal angka 5b (lampiran khusus 4A/4B).

Angka 8 : PENGHASILAN NETO FISKAL
Diisi dengan hasil perhitungan angka 3 dikurangi angka 4 ditambah angka 5m dikurangi angka 6e dikurangi angka 7b.

( FORMULIR 1771 – II dan FORMULIR 1771 – II / $ )
                                                                                                      

PERINCIAN HARGA POKOK PENJUALAN, BIAYA USAHA LAINNYA

DAN BIAYA DARI LUAR USAHA SECARA KOMERSIAL

Lampiran ini diisi dengan perincian Harga Pokok Penjualan, Biaya Usaha Lainnya dan Biaya Dari Luar Usaha secara komersial sesuai dengan Lampiran 1771-I angka 1 huruf b, c dan f.

Kolom (1) : nomor urut
Kolom (2) : perincian
Kolom (3) : diisi dengan biaya yang merupakan Harga Pokok Penjualan
Kolom (4) : diisi dengan Biaya Usaha Lainnya yang bukan merupakan Harga Pokok Penjualan
Kolom (5) : diisi dengan Biaya-biaya langsung yang terkait dengan penghasilan dari luar usaha
Kolom (6) : diisi dengan jumlah kolom (3) ditambah dengan kolom (4) ditambah dengan kolom (5)


( FORMULIR 1771 - III dan FORMULIR 1771 – III / $ )

KREDIT PAJAK DALAM NEGERI

Lampiran ini diisi dengan rincian bukti pungut PPh Pasal 22 dan bukti potong PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang telah dibayar melalui pemungutan/pemotongan pajak oleh pihak lain, atas penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan tidak bersifat final yang diterima/diperoleh dan dilaporkan dalam SPT Tahunan tahun pajak ini.

Pemotongan PPh Pasal 26 yang dapat dikreditkan dengan PPh Terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan adalah pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) UU PPh.

Kolom (1) : diisi dengan Nomor Urut untuk masing-masing jenis pajak
Kolom (2) : diisi dengan Nama dan NPWP Pemotong/Pemungut Pajak. Dalam hal PPh Pasal 22 dibayar sendiri kolom ini diisi dengan Nama dan Alamat Bank tempat pembayaran.
Kolom (3) : diiisi dengan:
- Untuk PPh Pasal 22 diisi dengan Jenis Transaksi atau Pembayaran
- Untuk PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 diisi dengan jenis penghasilan yang dipotong PPh
Kolom (4) : diisi dengan jumlah yang menjadi Dasar Pemotongan/Pemungutan
Kolom (5) : diisi dengan jumlah PPh yang dipotong/dipungut
Kolom (6) dan (7) : diisi dengan Nomor dan Tanggal Bukti Pemotongan/Pemungutan. Untuk PPh Pasal 22 yang dibayar sendiri kolom (6) diisi dengan kata 'SSP' atau “SSPCP”.

Wajib Pajak wajib memperlihatkan serta menyerahkan bukti-bukti pemungutan/ pemotongan pajak oleh pihak lain apabila diminta untuk keperluan pemeriksaan kewajiban perpajakan.

( FORMULIR 1771 – IV DAN FORMULIR 1771 – IV / $ )
                                                                                                           
PPh FINAL DAN PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK


Lampiran ini diisi dengan penghasilan-penghasilan tertentu yang dikenakan PPh final baik melalui pemotongan oleh pihak lain atau dengan menyetor sendiri serta penghasilan-penghasilan tertentu yang tidak termasuk sebagai objek pajak yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak ini, sesuai dengan jumlah bruto atau nilai transaksinya. Wajib Pajak wajib memperlihatkan serta membuat daftar rincian bukti-bukti pemotongan/pembayaran pajaknya apabila diminta untuk keperluan pemeriksaan kewajiban pajak.


LAMPIRAN - V

( FORMULIR 1771 – V dan FORMULIR 1771 – V / $ )

                         

    •   DAFTAR PEMEGANG SAHAM/PEMILIK MODAL DAN JUMLAH DIVIDEN YANG DIBAGIKAN
    •   DAFTAR SUSUNAN PENGURUS DAN KOMISARIS                                                                                      

Bagian A : DAFTAR PEMEGANG SAHAM/PEMILIK MODAL DAN JUMLAH DIVIDEN YANG DIBAGIKAN

Kolom (1) : diisi dengan Nomor Urut
Kolom (2) : diisi dengan Nama dan Alamat Lengkap Pemegang Saham atau Pemilik Modal sesuai dengan kartu identitas
Kolom (3) : diisi dengan NPWP Pemegang Saham atau Pemilik Modal. Untuk pemegang saham/modal yang tidak memiliki NPWP (misalnya WP Luar Negeri, WP yang penghasilannya di bawah PTKP) diisi dengan 'Tidak Ada’
Kolom (4) : diisi dengan jumlah modal yang disetor
Kolom (5) : diisi dengan persentase kepemilikan
Kolom (6) : diisi dengan jumlah dividen yang dibagikan kepada pemegang saham.

Bagian B : DAFTAR SUSUNAN PENGURUS DAN KOMISARIS

Kolom (1) : diisi dengan Nomor Urut
Kolom (2) : diisi dengan Nama dan Alamat Lengkap Pengurus dan Komisaris sesuai dengan kartu identitas
Kolom (3) : diisi dengan NPWP Pengurus dan Komisaris. Untuk Pengurus dan Komisaris yang tidak memiliki NPWP (misalnya WP Luar Negeri, WP yang penghasilannya di bawah PTKP) diisi dengan 'Tidak Ada’
Kolom (4) : diisi dengan jabatan pengurus atau komisaris.

Catatan:

Wajib Pajak yayasan dan badan-badan lain yang tidak dimiliki atas dasar penyertaan modal, serta KIK Reksa Dana dan KIK–EBA, cukup mengisi Daftar Pemegang Saham/Pemilik Modal dengan pernyataan : “Tidak Ada”, pada kolom (2).
Wajib Pajak perusahaan masuk bursa, pemegang saham publik tidak perlu dirinci per nama (dapat dinyatakan secara kumulatif) kecuali apabila kepemilikan sahamnya berjumlah 5% atau lebih dari jumlah modal disetor.
Daftar Susunan Pengurus Dan Komisaris diisi lengkap tetapi tidak termasuk tingkat manajer.
Lihat : Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ.42/2003 tentang kewajiban Mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Bagi Pemegang Saham/Pemilik Modal, Pengurus dan Komisaris.


LAMPIRAN - VI

( FORMULIR 1771 – VI dan FORMULIR 1771 – VI / $ )

_____________________________________________________________________________________

        •   DAFTAR PENYERTAAN MODAL PADA PERUSAHAAN AFILIASI
        •   DAFTAR UTANG DARI PEMEGANG SAHAM DAN/ATAU PERUSAHAAN AFILIASI
        •   DAFTAR PIUTANG KEPADA PEMEGANG SAHAM DAN/ATAU PERUSAHAAN AFILIASI                                                                              


Ketiga daftar diisi dengan angka saldo akhir tahun berdasarkan transkrip kutipan elemen-elemen dari laporan keuangan komersial yang dilampirkan pada SPT Tahunan.
Penyertaan modal yang dicantumkan adalah penyertaan modal yang memenuhi kriteria hubungan istimewa baik langsung maupun tidak langsung.
Utang/Piutang yang dicantumkan adalah utang dari/piutang kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa baik langsung maupun tidak langsung.
Wajib Pajak yang tidak mempunyai penyertaan modal atau penyertaan modalnya tidak memenuhi kriteria hubungan istimewa, serta Wajib Pajak yang tidak mempunyai utang/piutang pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, cukup mengisi daftar dengan pernyataan : “Tidak Ada”, pada kolom (2).

INDUK SPT

( FORMULIR 1771 dan FORMULIR 1771 / $ )


TAHUN PAJAK : Isilah kotak yang tersedia dengan angka tahun buku dan periode tahun buku perusahaan.
Contoh : Tahun Pajak 2009
Jika Wajib Pajak menyampaikan Pembetulan SPT, maka isilah kotak SPT Pembetulan dengan tanda silang (X) dan isilah titik-titik dengan angka banyaknya melakukan pembetulan. Namun jika Wajib Pajak menyampaikan SPT normal maka kotak SPT Pembetulan dan titik-titik tersebut tidak perlu diisi.
BAGIAN IDENTITAS
NPWP : Diisi sesuai dengan NPWP yang tercantum dalam Kartu NPWP
NAMA WAJIB PAJAK : Diisi sesuai dengan nama yang tercantum dalam Kartu NPWP
JENIS USAHA : Diisi sesuai dengan jenis kegiatan usaha yang dilakukan. Apabila jenis kegiatan usaha lebih dari satu, maka yang dipilih adalah jenis kegiatan usaha yang utama/inti.
KLASIFIKASI LAPANGAN USAHA : diisi sesuai dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-34/PJ./2003
NO. TELEPON : Diisi dengan nomor telepon Wajib Pajak
NO. FAKS. : Diisi dengan nomor faksimili Wajib Pajak
PERIODE PEMBUKUAN : Diisi sesuai dengan periode pembukuan Wajib Pajak.
Misalnya:

Periode Pembukuan Januari - Desember:

Periode Pembukuan April - Maret:
NEGARA DOMISILI KANTOR PUSAT (KHUSUS BUT) : Diisi sesuai dengan nama negara domisili fiskal kantor pusat BUT di luar negeri sesuai ketentuan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, atau dalam hal belum ada P3B, berdasarkan ketentuan Undang-undang Perpajakan Indonesia.
BAGIAN PEMBUKUAN/LAPORAN KEUANGAN
PEMBUKUAN/LAPORAN KEUANGAN : Dalam hal menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat, sebutkan Nomor dan Tanggal Surat Persetujuan Direktur Jenderal Pajak, serta Tahun dimulainya.
Nyatakan apakah pembukuan/laporan keuangan untuk tahun buku ini “Diaudit” atau “Tidak Diaudit” oleh Akuntan Publik, dengan mengisi kotak yang sesuai dengan tanda (X).
Jika diaudit, isilah Opini Akuntan dalam kotak yang tersedia dengan kode opini akuntan sebagai berikut:
Kode Opini
Akuntan
Opini
1 Wajar Tanpa Pengecualian
2 Wajar Dengan Pengecualian
3 Tidak Wajar
4 Tidak Ada Opini
NAMA KANTOR AKUNTAN PUBLIK : Diisi dengan nama Kantor Akuntan atau nama Konsultan yang menandatangani laporan audit.
NPWP KANTOR AKUNTAN PUBLIK : Diisi dengan NPWP Kantor Akuntan Publik apabila laporan keuangan perusahaan diaudit oleh Akuntan Publik.
NAMA AKUNTAN PUBLIK : Diisi dengan Nama Akuntan Publik yang menandatangani laporan audit.
NPWP AKUNTAN PUBLIK : Diisi dengan NPWP Akuntan Publik apabila laporan keuangan perusahaan diaudit oleh Akuntan Publik.
NAMA KANTOR KONSULTAN PAJAK : Diisi dengan nama Kantor Konsultan Pajak sesuai surat kuasa khusus.
NPWP KANTOR KONSULTAN PAJAK : Diisi dengan NPWP Kantor Konsultan Pajak apabila dalam rangka melaksanakan kewajiban dan hak perpajakannya Wajib Pajak menggunakan jasa Konsultan Pajak.
NAMA KONSULTAN PAJAK : Diisi dengan nama Konsultan Pajak sesuai surat kuasa khusus.
NPWP KONSULTAN PAJAK : Diisi dengan NPWP Konsultan Pajak sesuai surat kuasa khusus.
Huruf A. PENGHASILAN KENA PAJAK

Angka 1 - PENGHASILAN NETO FISKAL
Diisi dengan jumlah penghasilan neto fiskal dari formulir 1771-I Nomor 8 Kolom (3) Angka 2 - KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL
Kompensasi kerugian fiskal dari tahun-tahun pajak yang lalu berdasarkan Pasal 6 ayat (2) UU PPh atau karena memperoleh fasilitas penanaman modal berupa kompensasi kerugian fiskal yang lebih lama.
Diisi dari Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal, jumlah kolom 'Tahun Pajak Ini' (lampiran khusus 2A/2B).

- Diisi dengan jumlah kompensasi kerugian kolom 'Tahun Pajak Ini' dari Lampiran Khusus 2A/2B Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal.
- Diisi dengan nilai “0” (nol), apabila angka 1 menyatakan kerugian (negatif).
(Lihat contoh pengisian Formulir Lampiran Khusus 2A/2B

Angka 3 - PENGHASILAN KENA PAJAK
Diisi dengan hasil perhitungan angka 1 dikurangi dengan angka 2.
Huruf B. PAJAK PENGHASILAN TERUTANG

Angka 4 - PPh TERUTANG
Pilihlah salah satu tarif penghitungan PPh terutang sesuai dengan kondisi Wajib Pajak dengan cara memberikan tanda silang (X) pada kotak yang tersedia

  1. Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf b
    Tarif ini diterapkan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, yaitu sebesar 28%.
    PPh terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan penghasilan kena pajak.
    Contoh:
    Jumlah peredaran bruto dalam tahun pajak 2009 Rp 54.000.000.000,00
    Jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam tahun pajak 2009 Rp 4.000.000.000,00
    Pajak Penghasilan yang terutang = 28% x Rp 4.000.000.000,00
                                                    = Rp 1.120.000.000,00
    Jika Wajib Pajak badan dalam negeri mempunyai peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), maka penghitungan PPh terutangnya menggunakan tarif PPh Pasal 31E (lihat huruf c di bawah).
  2. Tarif PPh Pasal 17 ayat (2b)
    Tarif ini diterapkan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya. Wajib Pajak tersebut dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
    PPh terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan penghasilan kena pajak.
    Contoh:
    Jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam tahun pajak 2009 Rp 1.250.000.000,00
    Pajak Penghasilan yang terutang = (28% - 5%) x Rp1.250.000.000,00
                                                    = Rp 287.500.000,00.
    Lihat : Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2007 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka.
  3. Tarif PPh Pasal 31E
    Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
    Penghitungan PPh terutang berdasarkan Pasal 31E dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
    1) Jika peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:
    PPh terutang = 50% X 28% X seluruh Penghasilan Kena Pajak
    2) Jika peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000,00 sampai dengan Rp 50.000.000.000,00, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:

    PPh Terutang

    =

    (50% X 28%) X Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas

    +

    28% X Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas


    • Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas yaitu:

      Rp4.800.000.000,00
      Peredaran Bruto
      Penghasilan Kena Pajak

    • Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas yaitu Penghasilan Kena Pajak - Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas.
    Contoh 1):
    Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 4.500.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 500.000.000,00.
    Penghitungan pajak yang terutang yaitu seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenakan tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00.
    Pajak Penghasilan yang terutang = 50% x 28% x Rp 500.000.000,00
                                                    = Rp 70.000.000,00

    Contoh 2):
    Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 30.000.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar
    Rp 3.000.000.000,00.
    Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:

    • Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas
      = (Rp 4.800.000.000,00 : Rp 30.000.000.000,00) x Rp 3.000.000.000,00
      = Rp 480.000.000,00
    • Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas
      = Rp 3.000.000.000,00 – Rp 480.000.000,00 = Rp 2.520.000.000,00
    • Pajak Penghasilan yang terutang
      = (50%x 28% x Rp480.000.000,00) + (28% x Rp2.520.000.000,00)
      = Rp 67.200.000,00 + Rp 705.600.000,00
      = Rp772.800.000,00
    Catatan: Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh. ;

Angka 5 - PENGEMBALIAN/PENGURANGAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI (PPh Ps. 24) YANG TELAH DIPERHITUNGKAN TAHUN LALU
Dalam hal memperoleh pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang terutang/dibayar di luar negeri (PPh Pasal 24), yang sebelumnya telah diperhitungkan sebagai kredit PPh yang terutang pada tahun pajak yang lalu, diisi sebesar jumlah pengurangan atau pengembalian pajak tersebut.
Lihat: Pasal 24 UU PPh jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri.

Angka 6 - JUMLAH PPh TERUTANG
Diisi dengan hasil perhitungan angka 4 ditambah dengan angka 5.

Huruf C. KREDIT PAJAK

Angka 7 - PPh DITANGGUNG PEMERINTAH (Proyek Bantuan Luar Negeri)
Dalam hal memperoleh fasilitas PPh Ditanggung Pemerintah atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Kontraktor, Konsultan, dan Pemasok (supplier) Utama dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek-proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah dan/atau dana pinjaman luar negeri, diisi sebesar jumlah PPh yang tidak bersifat final yang dihitung dengan formula sebagai berikut:

DANA PINJAMAN LN/HIBAH
TOTAL BIAYA PROYEK
X PPh TERUTANG


Lihat : * Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001;
* Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan;
* Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi;
* Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 tentang Tatacara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan Dan Penatausahaan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi.

Angka 8 – Kredit Pajak Dalam Negeri & Kredit Pajak Luar Negeri
Huruf a : Diisi dengan jumlah kredit pajak dalam negeri dari formulir 1771-III kolom (5) / formulir 1771-III/$ kolom (5) dan kolom (6).
Huruf b : Diisi dengan jumlah kredit pajak luar negeri sesuai dengan perhitungan kredit pajak luar negeri pada Lampiran Khusus 7A/7B.
Huruf c : Cukup jelas.

Angka 9 – PPh yang harus Dibayar Sendiri / PPh yang lebih Dipotong/Dipungut
Beri tanda (X) dalam salah satu kotak yang tersedia sesuai dengan hasil pengurangan jumlah pada angka 6 dengan jumlah pada angka 7 dan angka 8c.

Angka 10 – PPh yang Dibayar Sendiri

Huruf a : diisi dengan jumlah PPh Pasal 25 yang dibayar sendiri
Huruf b : diisi dengan Pokok Pajak pada Surat Tagihan Pajak PPh Pasal 25
Huruf c : diisi sebesar jumlah Fiskal Luar Negeri pegawai perusahaan yang ditanggung oleh perusahaan dalam rangka perjalanan ke luar negeri untuk kepentingan perusahaan, sepanjang dapat dibuktikan pembayarannya oleh perusahaan dan sepanjang tidak dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Huruf d : cukup jelas.
Huruf D. PPh KURANG/LEBIH BAYAR

Angka 11 – PPh yang kurang Dibayar / PPh yang lebih Dibayar
Beri tanda (X) dalam salah satu kotak yang tersedia sesuai dengan hasil pengurangan jumlah pada angka 9 dengan jumlah pada angka 10e.

Angka 12
Diisi sesuai tanggal penyetoran PPh Pasal 29.

Angka 13
Berikan tanda (X) dalam salah satu kotak yang tersedia sesuai dengan permohonan yang dimaksud.

Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C UU KUP dilakukan oleh Wajib Pajak dengan kriteria tertentu.
Tata cara penetapan Wajib Pajak dengan kriteria tertentu diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Wajib Pajak dengan kriteria tertentu/Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan;
  2. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
  3. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan
  4. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
(Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak)
Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D UU KUP dilakukan oleh Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu. Batasan jumlah peredaran usaha, jumlah penyerahan, dan jumlah lebih bayar yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Wajib Pajak badan yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah Wajib Pajak badan dengan:
  1. jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan
  2. jumlah lebih bayar menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Pengusaha Kena Pajak yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah Pengusaha Kena Pajak dengan:
  1. jumlah penyerahan menurut Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai untak suatu Masa Pajak paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah); dan
  2. jumlah lebih bayar menurut Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai paling banyak Rp 28.000.000,00 (dua puluh delapan juta rupiah).
(Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007 tentang Batasan Jumlah Peredaran Usaha, Jumlah Penyerahan, Dan Jumlah Lebih Bayar Bagi Wajib Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu Yang Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak s.t.d.t.d Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54/PMK.03/2009)
Huruf E. ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN BERJALAN
Penghitungan besarnya angsuran bulanan PPh Pasal 25 tahun berjalan untuk semua Wajib Pajak, atas penghasilan yang dikenakan PPh yang tidak bersifat final.

Angka 14
Huruf a - Penghasilan yang menjadi dasar penghitungan angsuran, bagi:

Wajib Pajak pada umumnya, adalah berdasarkan penghasilan teratur menurut SPT Tahunan tahun pajak yang lalu;
Wajib Pajak bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas)
Wajib Pajak BUMN dan BUMD, adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak bersangkutan yang telah disahkan RUPS dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 serta PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas). Apabila RKAP belum disahkan, maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya.
Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala, adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeriuntuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
Lihat : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan Yang Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa Dan Wajib Pajak Lainnya Yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.

Huruf b - KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL
Diisi dari Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal, jumlah kolom (9) “Tahun Berjalan” (lampiran khusus 2A/2B).

Huruf c - PENGHASILAN KENA PAJAK
Diisi dengan hasil perhitungan angka 14a dikurangi dengan angka 14b.

Huruf d - PPh YANG TERUTANG
Diisi dengan Penghasilan Kena Pajak (angka 14c) dikali dengan Tarif PPh dari Bagian B Nomor 4

Huruf e - KREDIT PAJAK TAHUN PAJAK YANG LALU ATAS PENGHASILAN YANG TERMASUK DALAM ANGKA 14a YANG DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
Diisi dengan jumlah kredit pajak tahun pajak yang lalu atas penghasilan yang termasuk dalam angka 14a yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain (PPh Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24).

Huruf f - PPh YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI
Diisi dengan hasil perhitungan angka 14d dikurangi dengan angka 14e.

Huruf g - PPh PASAL 25
Angsuran PPh Pasal 25, bagi:

Wajib Pajak pada umumnya, berlaku mulai bulan keempat tahun berjalan;
Wajib Pajak BUMN dan BUMD, berlaku sejak bulan pertama tahun berjalan;
Wajib Pajak bank dan perusahaan pembiayaan sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease), berlaku untuk tiga bulan pertama tahun berjalan, dan selanjutnya dihitung kembali setiap tiga bulan dengan cara yang sama.
Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala, berlaku untuk bulan-bulan sebelum laporan keuangan berkala disampaikan, dan selanjutnya dihitung kembali setiap periode pelaporan laporan keuangan dengan cara yang sama.
Huruf F : PPh FINAL DAN PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK

Angka 15
Huruf a - PPh FINAL
Diisi dengan jumlah PPh terutang atas penghasilan yang dikenakan PPh Final dari formulir 1771-IV dan 1771-IV/$ Jumlah Bagian A (JBA) kolom (5).

Huruf b - PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Diisi dengan jumlah penghasilan bruto yang tidak termasuk objek pajak dari formulir 1771-IV dan 1771-IV/$ Jumlah Bagian B (JBB) kolom (3).

Huruf G : PERNYATAAN TRANSAKSI DALAM HUBUNGAN ISTIMEWA

Angka 16
Beri tanda (X) dalam salah satu kotak yang tersedia yaitu pada angka 16 huruf a atau huruf b. Wajib Pajak wajib mengisi, menandatangani dan melampirkan Lampiran Khusus 3A, 3A-1 dan 3A-2, atau 3B, 3B-1 dan 3B-2 jika terdapat transaksi dalam hubungan istimewa dan/atau transaksi dengan pihak yang merupakan penduduk negara tax haven country.

Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain yang disebabkan karena:

  1. kepemilikan atau penyertaan modal
    Hubungan istimewa dianggap ada apabila terdapat hubungan kepemilikan yang berupa penyertaan modal sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih secara langsung ataupun tidak langsung.
  2. adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi.
    Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat juga terjadi karena penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi, walaupun tidak terdapat hubungan kepemilikan.
    Hubungan istimewa dianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan berada di bawah penguasaan yang sama. Demikian juga hubungan di antara beberapa perusahaan yang berada dalam penguasaan yang sama tersebut.
Kriteria tax heaven country yaitu:
  1. Negara yang mengenakan tarif pajak rendah atau negara yang tidak mengenakan pajak penghasilan; atau
  2. Negara yang menerapkan kebijakan kerahasiaan bank dan tidak melakukan pertukaran informasi.

  • Negara yang mengenakan tarif rendah adalah negara yang mengenakan tarif pajak atas penghasilan lebih rendah 50% dari tarif badan di Indonesia. (untuk tahun 2009 lebih rendah dari 14% dan untuk tahun 2010 lebih rendah dari 12,5%)
  • Negara yang menerapkan kebijakan kerahasiaan bank dan tidak melakukan pertukaran informasi adalah negara atau jurisdiksi yang berdasarkan perundang-undangannya melarang pemberian informasi nasabahnya, termasuk untuk keperluan informasi yang berkaitan dengan perpajakan.

Ketentuan mengenai tax heaven country lebih lanjut akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
Huruf H. LAMPIRAN

a - Surat Setoran Pajak lembar ke-3 PPh Pasal 29
Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak, kecuali apabila tidak ada setoran akhir (nihil). Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembayaran dengan media e–payment melalui bank-bank persepsi tertentu yang telah ditunjuk oleh DJP, lampirkan bukti pembayaran pajak yang sah sebagai pengganti SSP lembar ke-3.

b – Laporan Keuangan
Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak. Dalam hal pembukuan/laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik, maka lampirkan laporan keuangan yang telah diaudit. Bagi Wajib Pajak yang mempunyai anak perusahaan di Indonesia atau di luar negeri, dan/atau mempunyai cabang usaha di luar negeri baik melalui bentuk usaha tetap (BUT) ataupun bukan BUT, wajib melampirkan Laporan Keuangan Konsolidasi dan Laporan Keuangan Wajib Pajak tersebut secara tersendiri;

c - Transkrip Kutipan Elemen-Elemen dari Laporan Keuangan
Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak sesuai dengan bentuk formulir Lampiran Khusus 8A-1 / 8A-2 / 8A-3 / 8A-4 / 8A-5 / 8A-6 / 8B-1 / 8B-2 / 8B-3 / 8B-4 / 8B-5 / 8B-6.

d - Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal
Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 1A/1B, kecuali apabila Wajib Pajak tidak memiliki dan mempergunakan harta berwujud dan/atau harta tak berwujud/pengeluaran lainnya sebagai aktiva tetap yang pembebanannya harus dilakukan melalui penyusutan/amortisasi.

e - Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal
Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang mempunyai hak kompensasi kerugian fiskal dari tahun-tahun pajak yang lalu, sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 2A/2B.

f - Daftar Fasilitas Penanaman Modal
Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang memperoleh fasilitas penanaman modal, sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 4A/4B.

g - Daftar Cabang Utama Perusahaan
Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang mempunyai kantor-kantor cabang atau tempat-tempat usaha utama di berbagai lokasi, sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 5A/5B.

h - Surat Setoran Pajak lembar ke 3 PPh Pasal 26 Ayat (4)
Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak BUT (selain perusahaan pelayaran/penerbangan asing dan perwakilan dagang asing), kecuali apabila pajak tidak terutang. Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembayaran dengan media e–payment melalui bank-bank persepsi tertentu yang telah ditunjuk oleh DJP, lampirkan bukti pembayaran pajak yang sah sebagai pengganti SSP lembar ke-3.

i - Perhitungan PPh Pasal 26 Ayat (4)
Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak BUT (meskipun pajak tidak terutang), sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 6A/6B.

j - Kredit Pajak Luar Negeri
Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan dari luar negeri dan telah dikenakan pajak oleh pihak luar negeri, sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 7A/7B.

k - Surat Kuasa Khusus
Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang pengisian SPT Tahunan-nya dikuasakan kepada pihak lain yang berkompeten.

l - Lampiran-lampiran Lainnya

  • Daftar piutang yang tidak dapat ditagih, wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang melakukan penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.
  • Daftar debitur yang kreditnya digolongkan kurang lancar, diragukan, dan macet, wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak Bank yang melaporkan penghasilan berupa bunga kredit non-performing secara cash basis.
  • Fotokopi Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri (TBPFLN) dan Rekapitulasi pembayaran Fiskal Luar Negeri tersebut, wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak apabila terdapat kredit pajak Fiskal Luar Negeri.
  • Khusus untuk Kontraktor Production Sharing (Migas) wajib melampirkan Financial Quarterly Report untuk periode terakhir tahun yang bersangkutan.
  • Lampiran-lampiran lainnya berupa bukti pendukung atau untuk menjelaskan penghitungan besarnya penghasilan yang dibuat sendiri oleh Wajib Pajak.
PERNYATAAN
Beri tanda (X) pada kotak yang tersedia.
Isilah selengkapnya tempat dan tanggal pengisian SPT Tahunan serta nama lengkap, NPWP dan tanda tangan pengurus perusahaan yang berwenang. Dalam hal SPT Tahunan diisi oleh Kuasa Wajib Pajak, isilah dengan nama lengkap, NPWP dan tanda tangan Kuasa Wajib Pajak serta dibubuhi cap perusahaan.

Apa saja isi dari lampiran lampiran formulir 1771?

Dalam formulir 1771 SPT Tahunan Badan berisi data-data yang harus dilengkapi oleh Wajib Pajak Badan berupa:.
Identitas diri..
Penghasilan Kena Pajak..
PPh terutang..
Kredit pajak..
PPh kurang/lebih bayar..
PPh Final..
Angsuran PPh Pasal 25 tahun berjalan..
Kompensasi kerugian fiskal. ( Atania Salabila).

Lampiran 8A 1 digunakan untuk perusahaan jenis apa?

Misalnya, untuk 8A-1 diisi oleh perusahaan industri manufaktur yang menyelenggarakan pembukuan dalam rupiah, sedangkan 8B1 untuk industri manufaktur yang menyelenggarakan pembukuan dalam dolar Amerika Serikat.

Formulir SPT 1771 terdiri dari apa saja?

Berikut beberapa informasi yang harus kamu lengkapi pada formulir SPT 1771..
Identitas..
Penghasilan Kena Pajak..
PPh Terutang..
Kredit Pajak..
PPh Kekurangan/Kelebihan Bayar..
Angsuran PPh Pasal 25 Tahun Berjalan..
Kompensasi untuk Kerugian Fiskal..
PPh Final..

Lampiran Khusus 1A formulir 1771 digunakan untuk apa?

Lampiran 1771 I Untuk memberitahukan laporan keuangan komersial dan penghitungan neto fiskal.