: Pedoman Prosedur ini meliputi pengertian, jenis bahaya, pencegahan, dan penanggulangan bahaya di laboratorium serta monitoring dan evaluasi. : a. Setiap tenaga kerja/laboran dan orang lainnya yang berada di laboratorium mendapat perlindungan atas keselamatannya.
a. UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja b. UU No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan c. UU No.32 Tahun 1992 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup d. PermenLH No. 6 Tahun 2009 tentang Laboratorium Lingkungan e. Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun f. Kepmenkes RI No.1244/Menkes/SK/XII/1994 tentang Pedoman Keamanan Laboratorium Mikrobiologi dan Biomedis g. Kepmenaker. No. Kep-186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja h. Statuta Universitas Airlangga i. Keputusan Rektor N 501/H3/PR/2012 tentang Pembentukan Sub Direktorat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Direktorat Sumberdaya Universitas Airlangga
Semua pemegang controlled copy atau unit yang berhak memiliki dokumen sistem mutu 7.1 UMUM 7.1.1 Prosedur ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Setiap perubahan atas langkah dalam prosedur dan formulir yang digunakan harus dibahas dalam forum yang ditentukan dan kemudian disahkan oleh Rektor 7.1.2 Penyusun prosedur dan pemeriksa prosedur bertanggung jawab untuk memastikan :
7.2 PENGERTIAN 7.2.1. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohaniah tenaga kerja (laboran/analis) pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur. Secara keilmuan K3 merupakan ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. 7.2.2. Laboratorium adalah suatu tempat dimana mahasiswa, dosen, dan peneliti melakukan praktikum, penelitian maupun percobaan. Bekerja di laboratorium kimia tak akan lepas dari kemungkinan bahaya dari berbagai jenis bahan kimia dan peralatan yang ada di dalamnya. Karena itu diperlukan pemahaman dan kesadaran terhadap bahaya di laboratorium.Telah banyak terjadi kecelakaan ataupun menderita luka serta kerusakan fasilitas kerja yang sangat mahal. Semua kejadian ataupun kecelakaan di laboratorium sebenarnya dapat dihindari jika mereka selalu mengikuti prosedur kerja yang aman di laboratorium. 7.2.3. Penerapan K3 di Laboratorium adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi Praktikan, tetapi juga dapat mengganggu proses Praktikum secara menyeluruh. 7.3 PELAKSANAAN 7.3.1 Tata Laksana Penggunaan Bahan Kimia di Laboratorium
7.3.2 Langkah-langkah praktis yang dapat dilakukan oleh laboran
7.3.3 Larangan – larangan saat berada di Laboratorium
7.3.4 Teknik kerja di laboratorium Hal pertama yang perlu dilakukan
Bekerja aman dengan bahan kimia
Memindahkan bahan Kimia
Memindahkan bahan Kimia cair
Memindahkan bahan Kimia padat
Cara memanaskan larutan menggunakan tabung reaksi
Cara memanaskan larutan menggunakan gelas Kimia
Keamanan kerja di laboratorium
7.4 HAKIKAT HIGIENE LABORATORIUM DAN KESEHATAN KERJA
7.4.1 Sanitasi Ruang Dan Peralatan Laboratorium
7.4.2 Pengendalian Ruang Penyimpanan Bahan Kimia
Sebelum masuk ruang penyimpanan bahan kimia, harus memeriksa suhu dan kelembaban ruangan apakah sesuai dengan persyaratan, baru melakukan pengambilan atau penempatan bahan kimia. 7.4.3 Fasilitas Penggudangan
7.4.4 Pengaruh Bahan Kimia Terhadap Kesehatan
7.5 PEMBUANGAN LIMBAH 7.5.1 Limbah Cair
7.5.2 Limbah Padat
7.6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT di LABORATORIUM 7.6.1 Terkena bahan kimia
7.6.2 Kebakaran Bahan kimia yang mudah terbakar yaitu bahan – bahan yang dapat memicu terjadinya kebakaran. Terjadinya kebakaran biasanya disebabkan oleh 3 unsur utama yang ser ing disebut sebagai segitiga API : Keterangan : A : Adanya bahan yang mudah terbakar P : Adanya panas yang cukup I : Adanya ikatan Oksigen di sekitar bahan. Penanganan yang perlu dilakukan :
7.6.3 Gempa bumi
7.7 KALIBRASI ALAT LABORATORIUM Kalibrasi adalah kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional nilai penunjukkan alat ukur dan bahan ukur dengan cara membandingkan terhadap standar ukur yang mampu telusur (traceable) ke standar nasional maupun internasional untuk satuan ukuran dan/atau internasional dan bahan-bahan acuan tersertifikasi. Alat ukur yang telah dikalibrasi tidak akan secara terus menerus berlaku masa kalibrasinya, karena peralatan tersebut selama masa penggunaanya pasti mengalami perubahan spesifikasi akibat pengaruh frekuensi pemakaian, lingkungan penyim-panan, cara pemakaian, dan sebagainya Kalibrasi alat laboratorium perlu dilakukan secara periodik untuk menghasilkan hasil ukur yang benar. 7.7.1 Tujuan Kalibrasi
7.7.2 Manfaat Kalibrasi
7.7.3 Prinsip Dasar Kalibrasi
7.7.4 Proses Kalibrasi Rangkaian kegiatan kalibrasi secara sederhana dapat digambarkan sebagai kegiatan persiapan kalibrasi, pelaksanaan kalibrasi, perhitungan data kalibrasi, penentuan ketidakpastian dan penerbitan laporan kalibrasi.
Alat yang akan dikalibrasi dan alat standar dikondisikan pada kondisi yang sama sesuai metode kalibrasi, hal ini diperlukan untuk menghindarkan perbedaan hasil ukur akibat pengaruh lingkungan. Pelaksana kalibrasi harus dipilih orang yang mengerti tentang kalibrasi yang akan dilaksanakan, misalnya telah pernah mengikuti kursus. kalibrasi, telah berpengalaman dibidangnya, dan dalam hal tertentu memerlukan persyaratan latar belakang pendidikan atau persyaratan fisik tertentu (misalnya tidak boleh buta warna). Hal ini diperlukan untuk menghindari kesalahan pengambilan data ukur.
Kondisi lingkungan kalibrasi harus diatur sedemikian sesuai persyaratan metode kalibrasi umpama suhu dan kelembaban. Tidak selamanya kalibrasi harus dilakukan pada ruang yang terkondisi dengan ketat. Pengkondisian lingkungan kalibrasi biasanya dilakukan untuk kalibrasi peralatan yang mudah berubah akibat pengaruh suhu, kelembaban, getaran, cahaya, dan sebagainya. Metode kalibrasi dapat mengacu kepada metode standar internasional maupun metode standar lainnya semisal text book, jurnal, buletin, dan manual peralatan, namun perlu diperhatikan bahwa acuan tersebut harus merupakan publikasi yang diakui masyarakat luas. Selain itu dari beberapa pilihan metode kalibrasi dapat dipilih metode yang mudah dilaksanakan, karena sulitnya mengikuti metode kalibrasi dapat berakibat kesalahan dalam pengambilan data kalibrasi. ika alat yang dikalibrasi berupa instrumen, pastikan bahwa alat tersebut dapat beroperasi normal. Jika alat berupa objek ukur pastikan bahwa alat mempunyai bentuk sempurna. Pada prinsipnya pelaksanaan kalibrasi tidak bertujuan untuk memperbaiki alat, karenanya alat yang tidak normal seyogyanya tidak boleh dikalibrasi. Alat demikian harus diperbaiki dulu oleh petugas yang khusus menangani perbaikan alat hingga alat tersebut diyakini beroperasi normal. Penyetelan alat yang akan dikalibrasi biasanya diperlukan untuk menghindari kesalahan titik nol. Penyetelan dapat berupa menyetel kedataran, pembersihan alat dari kotoran, menyetel titik nol, dalam hal misalnya kalibrasi neraca elektronik penyetelan dapat berupa kalibrasi internal sesuai prosedur dalam manual.
Pengamatan ini dimaksudkan untuk memastikan kewajaran penunjukan alat. Jika alat menunjukan hasil ukur yang tidak wajar mungkin perlu penyetelan kembali atau perlu dicari penyebab ketidakwajaran penunjukan alat tersebut. Pengukuran dilakukan pada titik ukur tertentu seperti dinyatakan dalam dokumen acuan kalibrasi sesuai kapasitas alat atau rentang ukur tertentu yang biasa digunakan oleh pengguna alat. Jika dokumen acuan kalibrasi tidak menyatakan titik ukur, biasanya pengukuran dilakukan dalam selang 10% dari kapasitas ukur alat. Titik uku harus dibuat mudah dibaca oleh pengguna alat. Pada waktu pengukuran hanyalah melakukan pengambilan data dan tidak boleh melakukan kegiatan lainnya yang mungkin menyebabkan pembacaan atau pencatatan menjadi salah. Pencatatan Pencatatan hasil ukur harus berdasar kepada apa yang dilihat bukan kepada apa yang dirasakan. Pencatatan dilakukan seobjektif mungkin menggunakan format yang telah dirancang dengan teliti sesuai dengan ketentuan metode kalibrasi. Selain data ukur hal yang perlu dicatat adalah identitas alat selengkapnya serta faktor yang mempengaruhi kalibrasi seperti suhu ruangan, kelembaban, tekanan udara dan sebagainya. Data kalibrasi yang diperoleh dihitung sesuai metode kalibrasi. Perhitungan biasanya melibatkan pekerjaan mengkonversi satuan, menghitung nilai maksimum-minimum, nilai rata-rata, standar deviasi, atau menentukan persamaan regresi. Hasil perhitungan akan menjadi dasar dalam penarikan kesimpulan dan penentuan ketidakpastian kalibrasi. Penentuan ketidakpastian kalibrasi diperlukan karena ternyata bahwa hasil kalibrasi yang diperoleh dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain operator, alat kalibrasi, alat bersangkutan, lingkungan, metode kalibrasi. Besarnya pengaruh faktor-faktor tersebut ada yang dominan dan ada pula yang dapat diabaikan tergantung jenis kalibrasi yang dilakukan. Dengan demikian nilai telusur atau kesalahan sistematik yang diperoleh dari kalibrasi tidak berada di satu titik tertentu melainkan dalam suatu rentang nilai sebesar nilai ketidakpastian kalibrasi. Untuk keterangan lebih rinci termuat dalam butir 8. Format laporan kalibrasi hendaknya mengacu kepada pedoman SNI 19-17025. 7.7.5 Tata Lakasana Kalibrasi di Laboratorium Universitas Airlangga
7.8 SIMBOL-SIMBOL B3 dan EU (EUROPEAN UNION) Simbol – simbol yang sering digunakan untuk menandai jenis jenis bahan kimia secara internasional :
|