Ketika melewati pagar rumah orang lain sebaiknya kita

Konsultasi Adab Bertamu dan Menerima Tamu.

Pertanyaan :

Apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad dalam adab bertamu dan menerima tamu?

(Yayat melalui Twitter)

Jawaban :

Bismillahirrahmanirrahim,

Yang perlu kita sadari di awal kita berbicara tentang adab bertamu atau menerima tamu adalah bahwa baik ayat-ayat Al-Quran maupun hadis-hadis Nabi Muhammad saw. mengenai tuntunan bermuamalat, bermasyarakat, bersosialisasi, berteman, berjiran, bersahabat, dan bergaul, itu biasanya bersifat umum dan global.

Hanya pokok-pokonya saja. Tidak terperinci. Mengapa demikian? Karena Islam merupakan agama yang dipersiapkan untuk umat manusia di seluruh belahan bumi dan pada sepanjang zaman hingga hari Kiamat. Hal-hal yang bersifat terperinci lebih diserahkan kepada kearifan lokal, sesuai kondisi dan adat istiadat yang berlaku pada masyarakat itu asal bersesuaian dengan prinsip-prinsip umum tadi.

Baca juga: Adab Membaca Al-Quran

Misalnya, bersalaman sambil membungkukkan badan, baik bungkuk sedikit atau banyak, itu dianggap sangat sopan oleh suatu masyarakat (seperti di Jepang), tetapi oleh masyarakat lain mungkin saja dianggap sebagai bentuk merendah yang berlebihan. Nah, yang begitu-begitu harus kita pandang dengan bijak, tidak perlu buru-buru menyimpulkannya bertentangan dengan ajaran Islam. Seorang muslim warga Jepang yang bersalaman sambil membungkukkan badannya tidak serta merta berarti bahwa dia sedang bersujud (rukuk) kepada sesama manusia yang dilarang. Tidak sesederhana itu.

Ruang tamu juga begitu: apakah lebih sopan menyiapkan ruang tamu dengan sofa atau lesehan dengan hambal atau permadani. Itu juga berpulang pada adat kebiasaan masing-masing. Tidak berarti menyambut tamu dengan duduk lesehan di atas permadani, lalu makannya juga sambil lesehan, itu lebih islami daripada makan bersama di meja dan kursi makan dengan piring sendok seperti masyarakat kita sekarang pada umumnya.

Dalam hal adab, sopan santun, atau etika yang terkait dengan tamu memang ada dua hal besar yang patut diperhatikan.

Yaitu, etika sebagai tamu dan etika sebagai tuan rumah, sebagai orang yang menerima tamu. Karena berkaitan dengan adab, sopan santun, dan etika, jangan kaget kalau dalam pembahasa di bawah ini ada dos and donts (lakukan dan jangan lakukan). Berikut ini hal-hal yang perlu diperhatikan jika kita sebagai tamu:

Baca juga: Adab Berpakaian dalam Islam

1. Niat harus benar

Sebagai tamu, kita harus memiliki niat yang benar ketika hendak bertamu. Bertamu dengan niat untuk mencari makan, untuk dapat makan gratis, itu kurang elok, kurang tepat, bahkan kurang beradab. Bahwa tuan rumah yang kita kunjungi berkewajiban menghormati tamu antara lain dengan menyediakan makan, itu ya. Itu dari sisi tuan rumah. Tetapi, dari sisi kita sebagai tamu, jangan pernah bertamu dengan niat sekadar mencari makan. Ini kita pahami dari firman Allah swt. di dalam Al-Quran yang maknanya:

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi, kecuali jika kamu diizinkan untuk makan tanpa menunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika diundang, masuklah dan apabila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan. (QS Al-Ahzâb [33]: 53).

Meski ayat ini turun mengajarkan para sahabat bagaimana beretika ketika bertamu atau diundang datang ke rumah Rasulullah saw., ajaran itu juga berlaku bagi kita umat Islam sekarang antarsesama kita. Niatkanlah menjalin persaudaraan, menjalin persahabatan, menjalin kerja sama, menguatkan silaturahmi, meningkatkan amal dakwah atau sosial untuk kepentingan orang banyak, dan seterusnya. Jika kita bertamu atas undangan tuan rumah, niatkanlah kehadiran untuk menjalankan salah satu kewajiban sebagai sesama muslim. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa seorang saudara muslim memiliki hak yang menjadi kewajiban muslim lainnya, salah satunya adalah menghadiri undangan.

2. Mengucap salam sebelum masuk rumah

Di dalam Al-Quran kita temukan anjuran untuk mengucap salam kepada pemilik rumah yang kita kunjungi. Mengucap salam ini juga merupakan kewajiban seorang muslim atas saudaranya yang muslim ketika berjumpa. Allah swt. berfirman yang maknanya:

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Demikian itu lebih baik bagimu agar kamu mengambil pelajaran. (QS An-Nûr [24]: 27).

Jika kita sudah mengucap salam tiga kali tetapi tidak ada jawaban dari dalam rumah, kita dianjurkan untuk lebih baik pulang saja. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah saw. bersabda, Apabila salah seorang kamu meminta izin tiga kali dan tidak/belum diizinkan, hendaklah ia pulang.

3. Mengetuk pintu atau menekan bel rumah dengan perlahan

Jangan mengetuk pintu atau menekan bel rumah secara berlebihan sehingga membuat kaget penghuni rumah, atau membuat gaduh, atau terdengar oleh tetangga. Bedakan antara mengetuk pintu dan menggedor pintu. Imam Bukhari meriwayatkan ungkapan sahabat-sahabat Nabi saw., Kami pada masa Nabi saw. mengetuk pintu dengan kuku. Mengetuk pintu dengan kuku tentu saja tidak menghasilkan suara keras apalagi gaduh.

Baca juga: Adab Makan dan Minum

4. Tidak menghadap ke dalam rumah

Jangan berdiri persis di depan tengah-tengah tengah pintu, tetapi usahakan agak ke kiri atau ke kanan. Begitu juga, ketika kita sudah mengetuk pintu atau menekan bel rumah, sebaiknya jangan menghadap ke dalam rumah. Ini untuk menghindari pandangan yang tidak perlu terjadi. Boleh jadi ketika pintu rumah dibuka, ada penghuni rumah yang masih berpakaian rumah yang tidak pantas dilihat oleh orang lain. Boleh jadi juga penghuni rumah masih sedang menyiapkan ruang tamu sehingga akan merasa malu kalau terlihat oleh kita.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Bisyr r.a., Rasulullah saw., apabila mendatangi pintu suatu kaum, tidak menghadapkan wajahnya ke depan pintu, tetapi berada di sebelah kanan atau kirinya dan mengucap assalamualaikum. (HR. Abu Dawud).

5. Jangan mengintip ke dalam rumah

Jika kita sudah mengetuk pintu, sudah pula mengucap salam, tetapi tidak kunjung ada jawaban dari dalam rumah, kita tidak perlu mengintip ke dalam rumah. Rumah itu privasi orang. Mengintip itu tanda ingin tahu sesuatu yang seharusnya tidak perlu diketahui. Rasulullah saw. melarang kita untuk mengintip. Larangan itu cukup keras. Mari simak sabda beliau,

Andaikan ada orang melihatmu di rumah tanpa izin (mengintip), lalu kamu melemparnya dengan batu kecil lalu kamu cungkil matanya, maka tidak ada dosa bagimu. (HR. Bukhari).

6. Jangan masuk rumah sebelum diizinkan

Jika pagar rumah terbuka, pintunya juga terbuka, tetapi ucapan salam kita tidak ada yang menjawab, kemungkinan rumah itu sedang ditinggal sebentar oleh pemiliknya. Dalam keadaan seperti itu, kita tidak boleh memasukinya sebelum mendapat izin. Begitu juga, jika dari dalam rumah terdengar suara pemilik rumah yang boleh jadi tidak berkenan dengan kedatangan kita lalu meminta kita sebaiknya pulang, maka kita harus pulang. Lanjutan makna ayat di atas berbunyi:

Jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya, janganlah masuk sebelum mendapat izin. Jika dikatakan kepadamu, Kembalilah, (hendaklah) kembali. Itu lebih suci bagimu. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS An-Nûr [24]: 28).

7. Sebutkan identitas kita dengan jelas

Terkadang sebelum membukakan pintu, tuan rumah bertanya dari dalam, Siapa? Ketika kita mendengar pertanyaan itu, jawablah dengan menyebut identitas diri yang jelas. Tidak cukup dengan menyebut, Ini saya, dengan asumsi bahwa tuan rumah mengenali suara kita. Tidak cukup. Katakan, Saya, Arifin, misalnya. Kalau setelah kita sebut nama orang yang di dalam rumah masih bertanya lagi, Arifin siapa? atau Arifin yang mana? kita juga harus menjawab dengan lebih jelas.

Disebutkan di dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim bahwa suatu waktu ada sahabat yang berkunjung ke rumah Nabi saw. Ketika ia mengetuk pintu, Rasulullah saw. bertanya dari dalam, Siapa? Sahabat itu hanya menjawab, Saya. Lalu Rasulullah bertanya lagi, Saya, saya siapa? Sepertinya beliau tidak suka dengan jawaban saya yang tidak jelas itu.

8. Jangan sengaja datang pada jam makan

Berkaitan dengan waktu, sangat baik diperhatikan untuk tidak sengaja datang bertamu pada jam-jam makan. Bertamu pada jam-jam itu membuat tuan rumah jadi canggung, apalagi kalau tanpa janji sebelumnya. Bayangkan kalau tuan rumah menyediakan makan yang hanya cukup untuk anggota keluarganya, lalu kita datang sebelum atau pada saat mereka sedang makan. Tentu akan merepotkan tuan rumah. Begitu juga kalau kita bertamu ke kantor. Biasanya malah pihak kantor yang akan kita datangi memberi waktu pertemuan sebalum atau sesudah jam makan siang.

Hal ini berbeda jika kita meminta waktu sebelumnya, lalu tuan rumah yang berinisiatif memberi waktu siang sambil makan siang atau malam sambil makan malam bersama. Atau, jika kehadiran kita itu dalam rangka memenuhi undangan resepsi tertentu yang memang biasanya disediakan jamuan makan.

9. Perhatikan waktu terlarang

Di dalam Al-Quran disebutkan setidaknya ada tiga waktu yang sebaiknya anak tidak masuk ke dalam kamar orang tuanya tanpa izin sebelumnya. Waktu-waktu itu adalah setelah salat Isya, sebelum salat Subuh, dan pada waktu tengah hari.

Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah hamba sahaya (laki-laki dan perempuan) yang kamu miliki dan orang-orang yang belum balig (dewasa) di antara kamu meminta izin kepada kamu tiga kali, yaitu sebelum salat Subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)-mu di tengah hari, dan setelah salat Isya. (Itu adalah) tiga (waktu yang biasanya) aurat (terbuka) bagi kamu. (QS An-Nûr [24]: 58).

Artinya, ketika kita bertamu pun kita harus memperhatikan waktu-waktu tersebut. Pada malam hari, di sebagian masyarakat, bertamu di atas pukul 21.00 sudah dianggap terlalu malam. Orang sudah mulai bersiap untuk istirahat. Tetapi di sebagian yang lain mungkin masih dianggap wajar.

10. Tidak perlu mengajukan saran makanan tertentu

Meski ketika kita bertamu tuan rumah tampak akan atau sedang menyiapkan makanan, jangan pernah mengajukan usul jenis makanan tertentu. Kita tidak perlu bilang, Kita makan sop buntut saja, kepada tuan rumah, walaupun kita sangat suka sop buntut. Apa yang disiapkan tuan rumah itulah yang terbaik, itulah yang kita terima.

Jika tuan rumah menawarkan kepada kita, Mau dimasakkan apa, nih? misalnya, kita boleh memilih pilihan yang sekiranya lebih memudahkan tuan rumah. Jangan pilih makanan yang untuk menghadirkannya lebih rumit. Hal-hal sederhana tetapi penting seperti ini bahkan kita temukan juga di dalam buku Ihyâ Ulûmi d-Dîn karya Imam Ghazali.

11. Jika makanan yang disajikan tidak kita sukai, tidak perlu kita katakan

Rasulullah saw. pernah disodorkan makanan berupa dhabb (semacam biawak) di kediaman Maimunah r.a., bibinya Ibnu Abbas, tetapi beliau tidak memakannya. Sebagian orang mengira bahwa makanan itu haram, tetapi tidak. Beliau beralasan karena tidak biasa dengan makanan itu, tanpa mengatakan jijik atau kata-kata lain yang sekiranya menyinggung perasaan tuan rumah. Dalam hadis yang bersumber dari Abu Hurairah r.a. disebutkan,

Rasulullah saw. tidak pernah sama sekali mencela (mengeluarkan kata-kata tidak pantas terhadap) makanan. Jika beliau tertarik, beliau memakannya; dan jika tidak, beliau tidak memakannya. (HR Bukhari dan Muslim).

Baca juga: Doa dan Adab Hubungan Intim (Bersetubuh) Suami Istri

12. Jangan bertanya hal-hal yang tidak perlu

Hal yang layak untuk ditanyakan kepada tuan rumah ketika kita bertamu, kata pakar-pakar etiket, hanya dua: di mana tempat salat (termasuk ke mana arah kiblat), dan di mana kamar kecil. Tidak perlu bertanya yang ini kamar siapa, ruang yang itu untuk apa, nanti saya tidur di mana dan seterusnya. Itu tidak terlalu penting untuk kita ketahui. Dan, seperti diajarkan oleh Rasulullah saw., seorang muslim yang baik adalah yang meninggalkan hal-hal yang tidak penting.

13. Duduk di tempat yang disediakan

Tamu sebaiknya menempati tempat duduk yang disediakan atau diarahkan oleh tuan rumah, dan jangan duduk sebelum dipersilakan. Ruang tamu di rumah itu tetaplah milik tuan rumah, dialah yang lebih berhak mengatur tamunya duduk di mana.

14. Menjaga suara

Ketika berbincang-bincang atau mengobrol, kontrol suara kita jangan sampai terlalu keras sehingga terdengar oleh orang yang tidak perlu mendengarnya atau terlalu lembut sehingga tidak terdengar jelas oleh lawan bicara kita. Begitu juga ketika tertawa, jangan terlalu lepas sehingga mengesankan tidak ada kontrol. Pertengahan saja. Dalam hal ini, baik sekali kita cermati makna firman Allah swt. berikut:

Berlakulah wajar dalam berjalan dan lembutkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (QS Luqmân [31]: 19).

15. Menjaga pandangan

Jangan memandang hal-hal yang tidak perlu atau tidak berhubungan dengan pembicaraan atau maksud kedatangan kita. Jika kita suami, tidak perlu memandang istri tuan rumah dengan pandangan yang mengundang curiga atau tidak pantas. Memperhatikan detil pakaian yang dikenakan oleh tuan rumah, juga sebaiknya tidak kita lakukan. Perintah menjaga pandangan jelas ada di dalam Al-Quran pada ayat yang maknanya demikian:

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya. Demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang mereka perbuat. (QS An-Nûr [23]: 30).

16. Jangan menginap lebih dari tiga hari

Jika keperluan kita belum selesai dan kita perlu menginap, sebaiknya menginap tidak lebih dari tiga malam. Dalam sebuah hadis yang bersumber dari Syuraih al-Khuzai r.a., ia berkata, Aku mendengar dengan telingaku dan melihat dengan mata kepalaku ketika Nabi saw. berkata, Siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia memuliakan (menghormati) tamu dan memberi penghargaan kepadanya. Apa bentuk penghargaan itu, wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab, Penghargaan itu satu hari dan satu malam. Melayani tamu itu tiga hari, lebih dari itu adalah sedekah. (HR Bukhari, Muslim).

Dengan kata lain, jangan menyalahkan tuan rumah kalau setelah kita menginap tiga malam kita tidak dilayani seperti pada hari pertama. Ulama-ulama yang menjelaskan hadis ini banyak yang mengatakan bahwa pada hari pertama tuan rumah boleh menyajikan pelayanan yang terbaik kepada tamunya dengan makan yang istimewa, tidak biasanya. Pada hari kedua dan ketiga boleh biasa-biasa saja seperti kebiasaan makan sehari-hari. Pada hari keempat dan seterusnya, tuan rumah bahkan boleh tidak membiarkan tamu melayani dirinya sendiri, karena sudah bermalam tiga malam.

17. Membawa buah tangan

Sangat dianjurkan membawa buah tangan, oleh-oleh, atau hadiah tanpa harus memberatkan. Jika keadaan tidak memungkinkan, tidak perlu memaksa diri. Tetapi berusaha sebisa mungkin untuk membawa hadiah, kado, oleh-oleh, buah tangan, itu bagus sekali. Saling memberi seperti itu berpotensi menumbuhkan dan mengeratkan persaudaraan. Rasulullah saw. bersabda,

Saling memberilah hadiah, kalian akan saling mencintai. (HR Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad).

Dalam hadis lain beliau bersabda,

Saling memberilah, karena pemberian (hadiah) dapat menghilangkan gangguan (setan) di dalam dada. (HR At-Tirmidzi).

Maksudnya, rasa benci, tidak suka, mungkin marah dan penyakit hati sejenisnya dapat hilang dengan kita saling memberi.

Membawa buah tangan ini tidak hanya terbatas jika kita diundang oleh sesama muslim, tetapi jika yang mengundang kita non muslim pun kita boleh memberi buah tangan. Rasulullah saw. pernah memberi buah tangan kepada orang yang bukan beragama Islam, dan hal itu lambat laun membuatnya tertarik kepada Islam dan akhirnya memeluk Islam.

18. Tetap hadir walaupun kita sedang berpuasa sunah

Jika kita diundang resepsi atau acara tertentu dan kita sedang berpuasa sunah, usahakan tetap hadir. Kehadiran kita akan sangat membahagiakan pihak pengundang. Kita boleh terus berpuasa sampai waktu berbuka. Jika kita memilih tetap berpuasa, dan tidak ikut makan-makan pada acara itu, doakanlah pihak pengundang dengan doa terbaik semoga Allah memberkahi tuan rumah sekeluarga. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw.,

Apabila seseorang di antara kamu diundang, hendaklah ia memenuhi (menghadiri) undangan itu. Jika sedang dalam keadaan berpuasa, doakanlah; dan jika tidak sedang berpuasa, makanlah. (HR Muslim).

Namun, jika membatalkan puasa dan ikut makan bersama-sama dinilai lebih maslahat, kita boleh membatalkan puasa sunah kita. Kita tidak berdosa membatalkan puasa sunah untuk kemaslahatan seperti itu.

19. Jangan sibuk sendiri

Ketika bertamu, jangan pernah menyibukkan diri sendiri dengan hal-hal di luar keperluan bertamu. Misalnya: menghubungi orang lain melalui telepon seluler, atau menerima panggilan telepon, atau berkirim dan berbalas pesan singkat. Hal itu dapat menyinggung perasaan tuan rumah. Jika itu kita lakukan, bisa jadi tuan rumah akan menggerutu di dalam hatinya, Buat apa kamu datang ke sini kalau kamu sibuk sendiri dengan hape-mu.

Jika pun terpaksa untuk menerima panggilan telepon yang boleh jadi penting, mintalah izin kepada tuan rumah untuk mengangkat telepon barang sebentar, dan berbicaralah di luar ruang tamu agar suara kita tidak mengganggu suasana di ruang tamu.

Baca juga: Perhatikan Adab Berdoa Ini Agar Doa Terkabul

20. Mendoakan yang baik-baik untuk tuan rumah

Selesai menikmati makanan dan pada saat hendak berpamitan, tamu dianjurkan untuk mendoakan yang baik-baik untuk tuan rumah yang telah menjamunya. Di antara doa yang diajarkan oleh Rasulullah saw. adalah:

أفطر عندكم الصّائمون، وأكل طعامكم الأبرار، وصلّت عليكم الملائكة ‏

Afthara indakum ash-shâimûn, wa akala thaâmakaum al-abrâr, wa shallat alaikumu al-malâikah.

Artinya: Semoga orang yang berpuasa makan dan berbuka di rumahmu, orang-orang saleh memakan makananmu, dan semoga malaikat menurunkan rahmat kepadamu.

Poin satu sampai dua puluh di atas berkaitan dengan posisi kita sebagai tamu. Sekarang, jika kita sebagai tuan rumah, apa saja yang perlu kita perhatikan?

21. Menyambut tamu dengan senang hati

Sebagai tuan rumah atau pihak yang mengundang, kita wajib melayani tamu dengan sebaik yang kita bisa. Karena itu, sambutlah tamu dengan senyum, sapaan yang baik, basa-basi yang menunjukkan keakraban, dan sebagainya. Dalam hadis disebutkan bahwa senyum kita kepada sesama saudara bisa bernilai pahala sedekah. Niatkanlah basa-basi dan senyum kita itu untuk memperoleh keberkahan dan pahala sedekah.

22. Beri kesan yang terbaik

Tamu yang berkunjung ke rumah kita atau menghadiri acara kita boleh jadi hanya satu atau dua jam lamanya. Tetapi, kesan yang dia temui selema satu-dua jam itu boleh jadi juga akan membekas sekian lama, bahkan mungkin seumur hidupnya. Karena itu, berilah kesan yang baik-baik, menyenangkan. Biarlah kita berpayah-payah demi memberi kesan yang baik itu kepada tamu yang belum tentu akan bertemu lagi.

23. Menampakkan keadaan cukup

Meski ketika kedatangan tamu kita sedang dalam keadaan kurang, misalnya, jangan tampakkan itu. Tampillah seolah kita sedang dalam keadaan cukup. Dalam berbasa-basi, jika ditanya tentang keadaan, kita tidak perlu mengatakan, Yah, beginilah. Penghasilan kami pas-pasan, rumah kami reot, atau sejenisnya. Itu tidak perlu, walaupun rumah kita benar-benar perlu diperbaiki. Cukup katakan, Alhamdulillah. Dengan mengucapkan kata-kata yang mengesankan kita sedang kekurangan, itu bisa ditangkap oleh tamu bahwa kita meminta bantuannya. Sebisa mungkin hindari meminta.

24. Mengajak ngobrol

Kita perlu aktif untuk menghidupkan suasana yang mungkin kaku dengan cara mengajak tamu mengobrol tentang hal-hal yang menyenangkan. Jika kita banyak diam, itu menandakan seolah kita tidak berkenan dengan kedatangan tamu. Tema obrolan dapat disesuaikan dengan profil tamu.

25. Menyuguhkan makanan dan minuman

Bukan sekadar menyuguhkan, tetapi juga mempersilakan tamu mencicipi minuman dan makanan yang kita hidnagkan. Jangan menunggu tamu batuk atau berdehem baru kita ambilkan minum, tapi sediakan minum segera setelah tamu duduk. Mempersilakan ini terkadang tidak cukup sekali kita lakukan, tapi boleh beberapa kali asal tidak terkesan memaksa. Ada orang yang mungkin lebih pemalu daripada yang lain sehingga perlu kita tawarkan minum-makan beberapa kali tanpa memaksa atau dibuat-buat. Rasulullah saw. pernah bersabda, Aku dan orang-orang yang bertakwa dari umatku jauh dari perbuatan (sifat) dibuat-buat. Apa adanya saja.

26. Menyuguhkan sendiri

Meski kita punya pembantu rumah tangga, misalnya, menyuguhkan makanan sendiri kepada tamu adalah sesuatu yang baik dan terpuji. Tamu akan merasa akrab dan dihormati kalau kita langsung yang menyuguhkan makanan kepadanya.

27. Dahulukan orang yang lebih tua

Dalam menyuguhkan makanan dan mempersilakan tamu makan, sebaiknya kita dahulukan tamu yang lebih tua. Jika tamu lebih dari satu, posisikan tamu yang paling tua atau paling terhormat duduk berhadapan dengan kita di meja makan. Itu akan memudahkan kita untuk mengobrol dan mengetahui kebutuhan sang tamu.

28. Jangan tidur lebih dahulu

Jika tamu kita perlu menginap, upayakan kita tidak tidur sebelum tamu tidur. Dengan tidur lebih dahulu, itu mengesankan kita membiarkan tamu sendiri tanpa pelayanan kita. Kalaupun kita harus segera tidur karena ada keperluan, kita bisa berbasa-basi dengan mengatakan, Kalau mau istirahat, silakan ya. Kamarnya sudah siap. Dengan ucapan semacam itu, tamu biasanya mengerti bahwa waktu istirahat sudah tiba.

29. Mengantar tamu pulang

Ketika tamu berpamitan hendak pulang, antarlah sampai ke luar rumah. Jika tamu membawa kendaraan sendiri, sebaiknya kita jangan masuk rumah sebelum kendaraan tamu benar-benar berjalan meninggalkan area rumah kita. Jangan lupa ucapkan terima kasih, selamat jalan, jangan bosan datang lagi dan basa-basi sejenisnya. Namun begitu, jangan pula mengobrol terlalu lama di luar rumah, karena hal itu tetap tidak bagus dalam pandangan banyak orang.

Masih banyak sekali perincian yang dapat dikemukakan terkait etika bertamu dan menerima tamu ini. Anda dapat memperluas wawasan ini dengan membaca, sekadar contoh, buku Etiket Kiat Serasi Berelasi yang ditulis oleh, Alfonsus Sutarno (2008), atau Buku Pintar Etiket untuk Remaja: Kiat Sukses Memasuki Pergaulan Modern yang ditulis oleh Mien Uno (2010), dan lain-lain.

Demikian, wallahu alam.

(Muhammad Arifin)