Soal: Show Jika seseorang melihat sesuatu yang menakjubkan, apakah mengucapkan: ما شاء الله تبارك الله “semua atas kehendak Allah, semoga Allah memberkahi” ataukah: ما شاء الله تبارك الله لا قوة إلا بالله “semua atas kehendak Allah, semoga Allah memberkahi, tidak ada daya kecuali atas kehendak Allah” ataukah ما شاء الله تبارك الله atau semuanya benar? Jawab: Segala puji hanya bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat serta salam semoga terlimpah kepada Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam, para keluarganya, para sahabatnya dan orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari akhir. Jika seseorang melihat sesuatu yang menakjubkannya dalam masalah harta, maka ucapkan ما شاء الله لا قوة إلا بالله “semua atas kehendak Allah, tidak ada daya kecuali atas kehendak Allah” sebagaimana dalam kisah shahibul jannatain (orang yang memiliki dua kebun), ketika temannya berkata kepadanya: وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ “Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu “MAA SYAA ALLAH, LAA QUWWATA ILLAA BILLAH” (Sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)” (QS. Al Kahfi: 39). Ini jika hal yang menakjubkan itu dalam masalah harta. Namun jika melihat hal menakjubkan dalam masalah lain, maka ucapkan: بارك الله عليه “semoga Allah memberikan keberkahan atasnya” atau kalimat-kalimat semisalnya*). Dan jika melihat hal menakjubkan dalam urusan duniawi, maka ucapkan: لبيك إن العيش عيش الآخرة “aku penuhi panggilanMu (Ya Allah), sesungguhnya kehidupan yang hakiki adalah kehidupan akhirat” sebagaimana yang diucapkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Perkataan لبيك artinya “aku menjawab panggilanmu ya Allah“. kemudian perkataan إن العيش عيش الآخرة dalam rangka menundukkan dirinya dengan mengakui bahwa perkara duniawi bagaimanapun keadaannya, ia sesungguhnya rendah, tidak ada kehidupan hakiki di dalamnya. Karena sesungguhnya kehidupan hakiki adalah kehidupan akhirat. Demikian. Sumber: Fatawa Nurun ‘ala Ad Darb no. 321 http://www.ruqya.net/forum/archive/index.php/t-34463.html *) kalimat semisal ini antara lain بارك الله فيكم /baarakallahu fiikum/ (semoga Allah memberkahi anda), atau الله يبارك فيكم /allahu yubaarik fiikum/ (semoga Allah memberkahi anda), atau بورك فيكم /buurika fiikum/ (semoga anda diberkahi) — Penerjemah: Yulian Purnama Artikel Muslim.Or.Id 🔍 Hari Tasyrik Idul Fitri, Dalil Tentang Musibah, Majalah Muslim, Doa Untuk Pernikahan Islam
Belakangan ini, terdapat polemik di sebagian kelompok masyarakat mengenai masalah kapankah waktu dan momen yang tepat untuk mengucapkan kalimat “Subhanallah” dan “Masya Allah”. Pada kesempatan kali ini, kami akan (berusaha) menguraikan permasalahan ini dengan tuntas melalui dua sisi pendapat yang berbeda, akan tetapi (insya Allah) ada titik temu diantara keduanya. Akan tetapi, sebelum kita membahas arti dari kedua kalimat mulia tersebut. Arti Subhanallah dan Masya Allah
Kapan Dua Kalimat Tersebut Diucapkan Selain ketika Dzikir?Dalam tradisi kita, apabila kita melihat hal-hal yang baik seperti pemandangan yang indah, anak yang cerdas, rumah yang bagus dan sebagainya, kita akan spontan mengucapkan “Subhanallah…“. Sedangkan, apabila melihat sesuatu yang mengagetkan, mengejutkan dan sejenisnya, kita akan mengucapkan “Masya Allah…”. Menurut sebagian kalangan, hal ini merupakan sesuatu yang keliru. Penggunaan kedua kalimat di atas adalah terbalik, maksudnya, yang seharusnya mengucapkan “Masya Allah” malah membaca “Subhanallah”, begitu pula sebaliknya. Tanpa panjang lebar lagi, mari ktia bahas dua pendapat yang ada seputar masalah ini. Pendapat PertamaPendapat yang pertama mengatakan, bahwa pengucapan kalimat tasbih (Subhanallah) diucapkan ketika orang yang mengucapkan itu sedang dalam keadaan heran terhadap sikap, takjub terhadap suatu peristiwa ataupun ketika melihat maupun mendengar sesuatu yang tidak pantas bagi Allah SWT. 1. Adapun landasan pengucapan tasbih ketika heran terhadap sikap orang lain adalah kisah berikut ini;
Rasulullah heran terhadap Abu Hurairah yang mengira dirinya najis hanya karena dalam kondisi junub. Maka, Nabi pun menjelaskan bahwa seorang muslim itu tidaklah najis, walaupun ia dalam kondisi junub. Sehingga, tidak perlu minder apabila ingin bertemu sesama muslim. 2. Sedangkan untuk kondisi kedua, yakni takjub terhadap sebuah peristiwa, landasannya adalah;
Pada lanjutan hadits mengenai peristiwa ini, Rasulullah takjub atau kaget terhadap ancaman yang diturunkan oleh Allah kepada orang-orang yang malas membayar hutang. 3. Dalil tentang kondisi ketiga versi pendapat pertama adalah ayat 116 dari surat Al-Baqarah yang memiliki arti;
Demikian landasan pendapat dari kalangan yang berbeda dengan kebiasaan masyarakat kita mengenai masalah kapan waktu mengucapkan “Subhanallah“. Masih membahas pendapat versi pertama, menurut mereka, ucapan “Masya Allah” yang benar adalah ketika melihat sesuatu yang indah (kebalikan dari kebiasaan masyarakat yang sudah disebutkan). Landasan mereka adalah; Allah berfirman di surat al-Kahfi, وَلَوْلا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ “Mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu “Maasyaa Allaah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).” (QS. al-Kahfi: 39) Pendapat KeduaDalam pandangan pendapat yang kedua, pengucapan Subhanallah/Masya Allah lebih dirinci. 1. Yaitu, “Subhanallah” boleh juga diucapkan ketika melihat sesuatu yang menakjubkan atau indah, dengan catatan, itu murni atas kekuasaan Allah dan tanpa campur tangan manusia. Contohnya, ketika kita melihat keindahan pemandangan alam, orang yang cantik/tampan, mukjizat-mukjizat, karomah atau bisa juga diucapkan ketika melihat peristiwa gunung meletus, gempa bumi dan sebagainya. Pemahaman ini didasari oleh ayat pertama dari surat Al-Isra’ dan beberapa ayat lainnya di dalam Al-Qur’an. سبحان الذي اسرى بعبده ليلا من المسجد الحرام الى المسجد الاقصى الذي باركنا حوله لنريه من اياتنا انه هو السميع البصير “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Dalam ayat tersebut (dan beberapa ayat lainnya), Allah memuji diri-Nya sendiri dengan kalimat tasbih ketika menunjukkan ke-Maha Kuasa-annya yang bisa memperjalankan Rasulullah SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dalam semalam. Padahal, apabila perjalanan antara dua masjid mulia tadi ditempuh dengan perjalanan biasa, bisa menghabiskan waktu sebulan lebih perjalanan. 2. Sedangkan, “Masya Allah” diucapkan ketika melihat sesuatu/kejadian yang indah maupun menakjubkan, sedangkan ada peranan manusia dalam sesuatu/kejadian tersebut. Contohnya, ketika melihat bangunan yang indah dan megah, memasuki kebun yang cantik, teknologi yang canggih atau prestasi yang membanggakan, fisik yang kuat dan sebagainya. Allah berfirman di surat al-Kahfi, وَلَوْلا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ “Mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu “Maasyaa Allaah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).” (QS. al-Kahfi: 39) Dalil di surat al-Kahfi tersebut dipahami dengan penjelasan yang sudah disebutkan di atas. Dalam ayat di atas, objek dari ucapan “Masya Allah” adalah kebun. Sedangkan, dalam adanya sebuah kebun itu tadi, selain tanaman-tanaman di dalamnya tumbuh atas izin Allah, juga ada usaha dari si pemilik kebun dengan menanamnya, menyirami, memupuki dan seterusnya. Demikian tadi uraian mengenai arti dan waktu pengucapan yang tepat untuk kalimat “Subhanallah” dan “Masya Allah”. Semoga, kedepannya kita tidak lagi disibukkan dengan perbedaan pendapat ini. Justru, jadikan dua kalimat thoyyibah ini sebagai dzikir sehari-hari di waktu senggang maupun sempit. Wallahu a’lam. |