Kelompok yang mendukung kekhalifahan Ali bin Abi Thalib disebut golongan

KOMPAS.com - Ali bin Abi Talib berasal dari keturunan Bani Hasyim. Ia adalah sepupu Nabi yang kemudian menjadi menantu setelah menikahi Fatimah az-Zahra.

Dikutip dari Khulafaur Rasyidin (2019), Ali adalah satu-satunya sahabat yang dididik oleh Rasul sejak kecil.

Ali memerintah selama enam tahun dari 35 hingga 40 H atau 655-660 M.

Pengangkatan Ali bin Abi Talib sebagai khalifah

Setelah Usman wafat, keadaan semakin kacau. Kaum muslimin mendesak agar Ali dibaiat sebagai khalifah.

Dalam suasana kacau, Ali pun dibaiat. Peristiwa itu berlangsung pada 25 Zulhijah 35 H di Masjid Madinah.

 Baca juga: Nama dan Gelar Khulafaur Rasyidin

Pemerintahan Ali bin Abi Talib

Ali diwarisi berbagai pergolakan. Masa pemerintahannya penuh dengan cobaan.

Ia berusaha mengatasinya dengan menarik para amir yang sebelumnya diangkat oleh Usman bin Affan.

Ia juga mengambil alih tanah yang dihadiahkan Usman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatan kepada negara.

Ali mengembalikan sistem distribusi pajak tahunan di antara orang Islam yang pernah diterapkan pendahulunya Umar bin Khattab.

Pemberontakan yang dihadapi Ali bin Abi Talib di antaranya datang dari Talhah, Zubair, dan Aisyah.

Mereka mengecam Ali yang tak mau menghukum pembunuh Usman. Mereka minta agar ada pembalasan.

Ali yang ingin menghindari perang, mengirim surat ke Talhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perakara itu secara damai.

Baca juga: Masa Kekhalifahan Abu Bakar As Siddiq

Namun keduanya menolak. Maka pertempuran hebat pun meletus. Pertempuran itu dikenal dengan nama Perang Jamal (unta) karena Aisyah menunggang unta.

Zubair dan Talhah terbunuh. Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.

Setelah pemberontakan itu padam, Ali begerak dari Kufah ke Damaskus.

Pasukannya bertemu dengan pasukan Muawiyah di Siffin. Keduanya bertempur dan dikenal dengan nama Perang Siffin.

Perang ini berakhir dengan takhim atau arbitrase. Tapi takhim tak menyelesaikan masalah.

Bahkan, takhim menyebabkan munculnya golongan ketiga, yakni Al Khawarij atau orang-orang yang keluar dari barisan Ali bin Abi Talib.

Masa kepemimpinan yang penuh gejolak ini membuat tak banyak warisan yang ditinggalkan Ali.

Salah satu dari sedikit warisan itu yakni penyempurnaan bahasa Arab.

Baca juga: Masa Kekhalifahan Umar bin Khattab

Ali memerintahkan Abul Aswad Ad Duali untuk memberi tanda baca dan menulis kitab-kitab Nahwu (tata bahasa).

Harapannya, muslim dari luar Arab dapat mempelajari Al-Quran dan Al-Hadis dengan benar.

Ali juga membangun kota Kufah di Irak sebagai pusat pemerintahan dan pusat pengembangan ilmu pengetahuan.

Berakhirnya khalifah Ali bin Abi Talib

Di akhir masa pemerintahan Ali bin Abi Talib, umat terpecah menjadi tiga golongan, yakni:MuawiyahSyiah, pengikut Abdullah bin Saba' al-Yahudi yang menyusup barisan tentara Ali bin Abi Talib

Al Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali bin Abi Talib

Ini menyebabkan tentara makin lemah. Hingga pada 20 Ramadan 40 H atau 660 M, Ali bin Abi Talib dibunuh oleh Abdullah bin Muljam, anggota Khawarij.

Baca juga: Masa Kekhalifahan Usman bin Affan

Kelompok yang mendukung kekhalifahan Ali bin Abi Thalib disebut golongan

Kelompok yang mendukung kekhalifahan Ali bin Abi Thalib disebut golongan

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Khawārij (Arab: خوارج baca Khowaarij, secara harfiah berarti "Mereka yang Keluar") ialah istilah umum yang mencakup sejumlah aliran dalam Islam yang awalnya mengakui kekuasaan Ali bin Abi Thalib, lalu menolaknya. Disebut Khowarij disebabkan karena keluarnya mereka dari dinul Islam dan pemimpin kaum muslimin.[1]

Awal keluarnya mereka dari pemimpin kaum muslimin yaitu pada zaman khalifah Ali bin Abi Thalib ketika terjadi (musyawarah) dua utusan. Mereka berkumpul disuatu tempat yang disebut Khoruro (satu tempat di daerah Kufah). Oleh sebab itulah mereka juga disebut Al Khoruriyyah.[2] Dalam mengajak umat mengikuti garis pemikiran mereka, kaum Khawarij sering menggunakan kekerasan dan pertumpahan darah.[butuh rujukan]

Terminologi

Kata Khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang kemudian keluar dan meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam perang Shiffin pada tahun 37/648 Masehi dengan kelompok Muawiyah bin Abu Sufyan perihal persengketaan khalifah.[butuh rujukan]

Sumber pemikiran, sifat dan karakter Khawarij awalnya dari seseorang yang bernama Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim.[3][4] Awalnya dia telah menuduh Rasulullah Muhammad ﷺ tidak adil dalam pembagian harta rampasan perang, ucapannya membuat Umar bin Khattab atau Khalid bin Walid[5][6][7] hendak memenggal lehernya, akan tetapi dicegah oleh Rasulullah Muhammad ﷺ. Ciri khas Khawarij lainnya adalah mengkafirkan pemerintah kaum muslimin dan orang-orang yang bersama pemerintah tersebut (karena melakukan dosa-dosa besar), memberontak kepada pemerintah kaum muslimin, menghalalkan darah dan harta kaum muslimin. Dalam riwayat lain disebutkan, "Sesungguhnya akan lahir dari orang ini suatu kaum yang membaca Al-Qur’an tetapi tidak sampai melewati kerongkongannya, mereka membunuh orang Islam dan membiarkan para penyembah berhala. Mereka terlepas dari Islam sebagaimana anak panah yang terlepas dari busurnya. Kalau aku menjumpai mereka sungguh akan aku perangi mereka sebagaimana memerangi kaum ‘Ad.”[8]

Perkembangan

Kemudian perkembangan gerakan Khawarij membesar pertama kali muncul pada pertengahan abad ke-7, terpusat di daerah yang kini ada di Irak selatan, disuatu tempat yang disebut Khouro, Kuffah. Khawarij merupakan bentuk yang berbeda dari Sunni dan Syi’ah. Gerakan ini berakar sejak zaman Khalifah Utsman bin Affan dibunuh, dan kaum Muslimin kemudian mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Ketika itu, kaum Muslimin mengalami kekosongan kepemimpinan selama beberapa hari.

Setelah Utsman bin Affan dibunuh oleh orang-orang yang membencinya, kaum muslimin mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, setelah beberapa hari kaum muslimin hidup tanpa seorang khalifah. Kabar kematian 'Ustman kemudian terdengar oleh Mu'awiyyah, yang mana dia masih memiliki hubungan kekerabatan dengan 'Ustman bin Affan.

Sesuai dengan syariat Islam, Mu'awiyyah berhak menuntut balas atas kematian 'Ustman. Mendengar berita ini, orang-orang Khawarij pun ketakutan, kemudian menyusup ke pasukan Ali bin Abi Thalib. Mu'awiyyah berpendapat bahwa semua orang yang terlibat dalam pembunuhan 'Ustman harus dibunuh, sedangkan Ali berpendapat yang dibunuh hanya yang membunuh 'Ustman saja karena tidak semua yang terlibat pembunuhan diketahui identitasnya. Akhirnya terjadilah perang shiffin karena perbedaan dua pendapat tadi. Kemudian masing-masing pihak mengirim utusan untuk berunding, dan terjadilah perdamaian antara kedua belah pihak. Melihat hal ini, orang-orang khawarijpun menunjukkan jati dirinya dengan keluar dari pasukan Ali bin abi Thalib. Mereka (Khawarij) merencanakan untuk membunuh Mu'awiyyah bin Abi Sufyan dan Ali bin Abi Thalib, tetapi yang berhasil mereka bunuh hanya Ali bin Abi Thalib.

Ajaran

Secara umum, ajaran-ajaran pokok golongan ini adalah:

  • Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam.
  • Khalifah tidak harus berasal dari keturunan suatu suku, bangsa atau keturunan Rasulullah Muhammad ﷺ (bangsa Arab) saja, bahkan dari kalangan mana saja. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat.
  • Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syari’at Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan kezaliman.
  • Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, Utsman) adalah sah, tetapi setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahannya Utsman dianggap telah menyeleweng.
  • Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap telah menyeleweng.
  • Mengharuskan seorang khalifah berbuat adil dan menetapi syariat Islam.
  • Khalifah yang dianggap telah menyimpang dari syariat Islam wajib diturunkan, bila perlu secara paksa dan dibunuh.
  • Melakukan pemberontakan kepada Khalifah yang mereka anggap dzalim dan tidak adil.
  • Muawiyah dan Amru bin Ash serta Abu Musa Al-Asy'ari juga dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir.
  • Pasukan perang Jamal yaitu Aisyah, Thalhah, dan Zubair yang melawan Ali adalah kafir.
  • Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim dan dia bisa disebut kafir, sehingga harus dibunuh. Yang sangat anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan risiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula.
  • Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam Dar al-Harb (negara musuh), sedang golongan mereka sendiri dianggap berada dalam Dar al-Islam (Negara Islam).
  • Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng.
  • Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga, sedangkan orang yang jahat harus masuk ke dalam neraka).
  • Memalingkan ayat-ayat Al-quran yang tampak mutasabihat (samar).
  • Quran adalah makhluk.
  • Membolehkan membunuh golongan di luar kelompoknya.

Aliran Khawarij dalam perkembangan selanjutnya pecah lagi menjadi beberapa sekte dari yang paling keras adalah sekte Azariqah di bawah pimpinan Nafi Ibnu Azraq. Golongan ini berpendapat bahwa orang-orang Islam yang tidak sefaham dengan mereka adalah kafir dan akan kekal selama-lamanya dalam neraka, walaupun ia meninggal ketika masih anak-anak. Termasuk dalam sekte ini adalah Abdurrahman bin Muljam yang membunuh Khalifah Ali ketika sedang sholat Subuh di Kufah. Ada juga sekte yang lebih lunak seperti kelompok Najdah Ibnu Amir Al-Hanafi dari Yamamah, kelompok Ziad Ibnu Asfar. Sedangkan yang paling lunak adalah sekte Ibadiah pimpinan Abdullah bin Ibad yang tidak sampai mengkafirkan dan masih menganggap Islam kelompok di luar mereka.

Tokoh utama

Tokoh-tokoh utama Khawarij antara lain:

  • Urwah bin Hudair
  • Mustarid bin Sa'ad
  • Hausarah al-Asadi
  • Quraib bin Maruah
  • Nafi' bin al-Azraq
  • 'Abdullah bin Basyir

Sekte

Akibat perbedaan pendapat di antara tokoh-tokohnya, Khawarij terpecah menjadi beberapa sekte, antara lain:

  • Sekte Muhakkimah, yang merupakan sekte pertama, yakni golongan yang memisahkan diri dari 'Ali bin Abi Thalib.
  • Sekte Azariqah yang lebih radikal, sebab orang yang tidak sepaham dengan mereka dibunuh.
  • Sekte Najdat yang merupakan pecahan dari sekte Azariqoh.
  • Sekte al-Ajaridah yang dipimpin 'Abd Karim bin Ajrad, yang dalam perkembangannya terpecah menjadi beberapa kelompok kecil seperti Syu'aibiyyah, Hamziyyah, Hazimiyyah, Maimuniyyah, dll.

Perpecahan itulah yang menghancurkan aliran Khawarij. Satu-satunya yang masih ada, Ibadi dari Oman, Zanzibar, dan Maghreb menganggap dirinya berbeda dari yang lain dan menolak disebut Khawarij.

Referensi

  1. ^ Fat, juz 12 hal. 283
  2. ^ Mu'jam Al-Buldan li Yaqut Al-Hamawi, juz 2 hal. 245
  3. ^ Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu’aib dari Az Zuhriy berkata, telah mengabarkan kepada saya Abu Salamah bin ‘Abdur Rahman bahwa Abu Sa’id Al Khudriy berkata; Ketika kami sedang bersama rasulullah ﷺ yang sedang membagi-bagikan pembagian (harta), datang Dzul Khuwaishirah, seorang laki-laki dari Bani Tamim, lalu berkata, "Wahai rasulullah, tolong engkau berlaku adil." Maka dia berkata: "Celaka kamu! Siapa yang bisa berbuat adil kalau saya saja tidak bisa berbuat adil. Sungguh kamu telah mengalami keburukan dan kerugian jika saya tidak berbuat adil." Kemudian ‘Umar bin Khattab berkata, "Wahai Rasulullah, izinkan saya untuk memenggal batang lehernya!" Dia berkata: "Biarkanlah dia. Karena dia nanti akan memiliki teman-teman yang salah seorang dari kalian memandang remeh salatnya dibanding salat mereka, puasanya dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al Qur’an namun tidak sampai ke tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama seperti melesatnya anak panah dari target. (Karena sangat cepatnya anak panah yang dilesakkan), maka ketika ditelitilah ujung panahnya maka tidak ditemukan suatu bekas apapun, lalu ditelitilah batang panahnya namun tidak ditemukan suatu apapun lalu, ditelitilah bulu anak panahnya namun tidak ditemukan suatu apapun, rupanya anak panah itu sedemikian dini menembus kotoran dan darah. Ciri-ciri mereka adalah laki-laki berkulit hitam yang salah satu dari dua lengan atasnya bagaikan payudara wanita atau bagaikan potongan daging yang bergerak-gerak. Mereka akan muncul pada zaman timbulnya firqah/golongan." Abu Sa’id berkata, "Saya bersaksi bahwa saya mendengar hadits ini dari rasulullah ﷺ, dan saya bersaksi bahwa ‘Ali bin Abu Thalib telah memerangi mereka, dan saya bersamanya saat itu lalu dia memerintahkan untuk mencari seseorang yang bersembunyi lalu orang itu didapatkan dan dihadirkan hingga saya dapat melihatnya persis seperti yang dijelaskan ciri-cirinya oleh nabi ﷺ." (HR Bukhari 3341).
  4. ^ HR al-Ajurri, Lihat asy-Syari’ah, hal. 33, dengan kisah yang sedikit berbeda.
  5. ^ Telah menceritakan kepada kami Hannad bin As Sari telah menceritakan kepada kami Abul Ahwash dari Sa’id bin Masruq dari Abdurrahman bin Abu Nu’m dari Abu Sa’id Al Khudri ia berkata, "Ketika Ali bin Abi Thalib berada di Yaman, dia pernah mengirimkan emas yang masih kotor kepada rasulullah ﷺ. Lalu emas itu dibagi-bagikan oleh rasulullah ﷺ kepada empat kelompok. Yaitu kepada Aqra` bin Habis Al Hanzhali, Uyainah bin Badar Al Fazari, Alqamah bin Ulatsah Al Amiri, termasuk Bani Kilab dan Zaid Al Khair Ath Thay dan salah satu Bani Nabhan." Abu Sa’id berkata, "Orang-orang Quraisy marah dengan adanya pembagian itu. kata mereka, Kenapa pemimpin-pemimpin Najed yang diberi pembagian oleh rasulullah, dan kita tidak dibaginya?" Maka rasulullah ﷺ pun menjawab, "Sesungguhnya saya lakukan yang demikian itu, untuk membujuk hati mereka." Sementara itu, datanglah laki-laki berjenggot tebal, pelipis menonjol, mata cekung, dahi menjorok dan kepalanya digundul. Ia berkata, "Wahai Muhammad! Takutlah Anda kepada Allah!" Rasulullah ﷺ bersabda, "Siapa pulakah lagi yang akan mentaati Allah, jika saya sendiri telah mendurhakai-Nya? Allah memberikan ketenangan bagiku atas semua penduduk bumi, maka apakah kamu tidak mau memberikan ketenangan bagiku?" Abu Sa’id berkata, Setelah orang itu berlaku, maka seorang sahabat (Khalid bin Al Walid) meminta izin kepada rasulullah ﷺ untuk membunuh orang itu. Maka rasulullah ﷺ pun bersabda, "Dari kelompok orang ini, akan muncul nanti orang-orang yang pandai membaca Al Qur`an tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka, bahkan mereka membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan para penyembah berhala; mereka keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya. Seandainya saya masih mendapati mereka, akan kumusnahkan mereka seperti musnahnya kaum ‘Ad." (HR Muslim 1762).
  6. ^ Al-Imam Al-Bukhari -Rahimahullah- meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri, bahwa dia berkata, بَعَثَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْيَمَنِ بِذُهَيْبَةٍ فِي أَدِيمٍ مَقْرُوظٍ لَمْ تُحَصَّلْ مِنْ تُرَابِهَا قَالَ فَقَسَمَهَا بَيْنَ أَرْبَعَةِ نَفَرٍ بَيْنَ عُيَيْنَةَ بْنِ بَدْرٍ وَأَقْرَعَ بْنِ حابِسٍ وَزَيْدِ الْخَيْلِ وَالرَّابِعُ إِمَّا عَلْقَمَةُ وَإِمَّا عَامِرُ بْنُ الطُّفَيْلِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِهِ كُنَّا نَحْنُ أَحَقَّ بِهَذَا مِنْ هَؤُلَاءِ قَالَ فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَلَا تَأْمَنُونِي وَأَنَا أَمِينُ مَنْ فِي السَّمَاءِ يَأْتِينِي خَبَرُ السَّمَاءِ صَبَاحًا وَمَسَاءً قَالَ فَقَامَ رَجُلٌ غَائِرُ الْعَيْنَيْنِ مُشْرِفُ الْوَجْنَتَيْنِ نَاشِزُ الْجَبْهَةِ كَثُّ اللِّحْيَةِ مَحْلُوقُ الرَّأْسِ مُشَمَّرُ الْإِزَارِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اتَّقِ اللَّهَ قَالَ وَيْلَكَ أَوَلَسْتُ أَحَقَّ أَهْلِ الْأَرْضِ أَنْ يَتَّقِيَ اللَّهَ قَالَ ثُمَّ وَلَّى الرَّجُلُ قَالَ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا أَضْرِبُ عُنُقَهُ قَالَ لَا لَعَلَّهُ أَنْ يَكُونَ يُصَلِّي فَقَالَ خَالِدٌ وَكَمْ مِنْ مُصَلٍّ يَقُولُ بِلِسَانِهِ مَا لَيْسَ فِي قَلْبِهِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَمْ أُومَرْ أَنْ أَنْقُبَ عَنْ قُلُوبِ النَّاسِ وَلَا أَشُقَّ بُطُونَهُمْ قَالَ ثُمَّ نَظَرَ إِلَيْهِ وَهُوَ مُقَفٍّ فَقَالَ إِنَّهُ يَخْرُجُ مِنْ ضِئْضِئِ هَذَا قَوْمٌ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ رَطْبًا لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ وَأَظُنُّهُ قَالَ لَئِنْ أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ ثَمُودَ “Ali pernah mengirim dari Yaman untuk Rasulullah ﷺ sepotong emas dalam kantong kulit yang telah disamak, namun emas itu belum dibersihkan dari kotorannya. Maka Nabi ﷺ membaginya kepada empat orang; ‘Uyainah bin Badr, Aqra’ bin Habis, Zaid Al-Khail dan yang ke empat, ‘Alqamah atau ‘Amir bin Ath-Thufail. Maka seseorang dari para sahabatnya menyatakan,”Kami lebih berhak dengan (harta) ini dibanding mereka”. Ucapan itu sampai kepada Rasulullah ﷺ, maka Dia bersabda, “Apakah kalian tidak percaya kepada saya? Padahal saya adalah kepercayaan Dzat yang ada dilangit (Allah), wahyu turun kepada saya dari langit diwaktu pagi dan sore”. Kemudian datanglah seorang laki-laki (Dzul Khuwaishirah) yang cekung kedua matanya, menonjol kedua atas pipinya, menonjol kedua dahinya, lebat jenggotnya, botak kepalanya, dan tergulung sarungnya. Orang itu berkata,” Bertaqwalah kepada Allah, wahai Rasulullah!!” Maka Rasulullah ﷺ bersabda, ”Celaka engkau!! Bukankah saya manusia yang paling bertakwa kepada Allah?!” Kemudian orang itu pergi. Maka Khalid bin Al-Walid radhiyallahu anhu berkata,”Wahai Rasulullah bolehkah saya penggal lehernya?” Nabi bersabda,”Jangan, barangkali dia masih salat (yakni, masih muslim).” Khalid berkata,”Berapa banyak orang yang salat dan berucap dengan lisannya (syahadat) ternyata bertentangan dengan isi hatinya.” Nabi bersabda, “Saya tidak diperintah untuk mengorek isi hati manusia, dan membela dada-dada mereka.” Kemudian nabi ﷺ melihat kepada orang itu, sambil berkata,“Sesungguhnya akan keluar dari keturunan orang ini sekelompok kaum yang membaca Kitabullah (Al-Qur’an) dengan mudah, namun tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka melesat dari (batas-batas) agama mereka seperti melesatnya anak panah dari sasarannya”. Saya (Abu Sa’id Al-Khudriy) yakin dia bersabda, لَئِنْ أَدْرَكْتُهُمْ لأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ ثَمُوْدَ “Jika saya menjumpai mereka, niscaya saya akan bunuh mereka seperti dibunuhnya kaum Tsamud”. (HR. Al-Bukhari dalam Kitab Al-Maghozi (4351), dan Muslim dalam Kitab Az-Zakah (2448).
  7. ^ Lihat Al-Muntaqo An-Nafis (hal. 89).
  8. ^ H.R. Bukhori (2/232) dan Muslim (2/741 dan 742)

Rujukan

  • Hamid, Syamsul Rijal 2002. Buku Pintar Agama Islam: Edisi Senior. Bogor: Penebar Salam.

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Khawarij&oldid=21363204"