Faktor yang menyebabkan ejaan bahasa indonesia berubah-ubah adalah

Manistebu.com | Sebenarnya ini bukanlah berita baru. Namun, memang akhir-akhir ini, bahkan sudah dua dekade, sepertinya publikasi tentang kebahasaan memang minim sekali. Ya, salah satunya soal EYD yang disempurnkan menjadi EBI–bukan jawaban udang kering yang sering ada di TTS.

Serius? Berdasarkan Permendikbud No. 50 Tahun 2015 maka diberlakukanlah Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) menggantikan Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan (PUEYD). Alhasil, sebenarnya Mas Menteri kita sudah mencatatkan sejarah dengan mengganti EYD menjadi EBI. Permendikbud itu ditandatangani pada 26 November 2015 dan diundangkan pada 30 November 2015.

Apakah EBI lebih baik daripada EYD? Ya, tentu saja karena ini penyempurnaan dari hal yang sudah disempurnakan. EBI tampak lebih praktis dan mudah digunakan terkait dengan tata tulis. Hal-hal yang dulu kurang jelas pada EYD kini menjadi lebih terang pada EBI, contohnya penggunaan huruf kapital, huruf tebal, dan huruf miring.

Begitu pula dengan penggunaan tanda baca. Ada hal yang lebih jelas terdapat dalam pemerian (perincian) frasa ke bawah yang menggunakan tanda titik koma (;). Sebelum rincian terakhir pada tanda titik koma dibubuhi kata dan.

Tanda kurung juga berkembang fungsinya yaitu mengapit singkatan dan kepanjangan. Di dalam EYD yang benar adalah penyebutan kepanjangan dulu baru singkatan di dalam kurung. Namun, di dalam EBI, keduanya dibenarkan. Jadi, Anda dapat menulis begini:

Ikapi (Ikatan Penerbit Indonesia) atau Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi)

Selebihnya, tidak ada hal baru. EBI terlihat lebih ringkas dengan muatan berikut:

  1. Pemakaian Huruf;
  2. Penulisan Kata;
  3. Pemakaian Tanda Baca; dan
  4. Penulisan Unsur Serapan.

Buku-buku EYD yang kini masih beredar di pasaran, seyogianya direvisi. Jika jeli, secara kreatif para penerbit PUEBI dapat lebih memperkaya lagi pedoman tersebut dengan menyajikan beberapa kasus kebahasaan yang memerlukan jawaban.

Apalagi dalam tata tulis, banyak hal yang tampaknya belum terjawab jika sekadar menggunakan PUEBI. Namun, entah mengapa memang, buku pedoman tata tulis yang lengkap berbasis bahasa Indonesia yang benar tidak kunjung disusun oleh lembaga yang berwenang. Soal lembaga yang berwenang tadi juga mungkin masih membingungkan.

Lalu, di mana mencari dokumen PUEBI itu? Ramban saja mesin pencari dengan kata kunci Permendikbud No. 50 2015 tentang PUEBI. Teks PDF-nya terdapat di situs Badan Bahasa. Tinggal unduh, lalu baca dan pelajari.

————————————————————————————————————-

Bambang Trim adalah praktisi di bidang penulisan-penerbitan dengan pengalaman lebih dari 20 tahun. Ia juga telah menulis lebih dari 160 judul buku sejak 1994. Kini, Bambang Trim mengelola lembaga pendidikan dan pelatihan di bidang penulisan-penerbitan yaitu Alinea Ikapi dan InstitutPenulis.id.

Selasa, 31 Juli 2012

Kalau kita melihat perkembangan bahasa Indonesia sejak dulu sampai sekarang, tidak terlepas dari perkembangan ejaannya. Kita ketahui bahwa beberapa  ratus tahun yang lalu bahasa Indonesia belum disebut bahasa Indonesia, tetapi bahasa Melayu. Nama Indonesia itu baru datang kemudian. 

Kita masih ingat pada masa kerajaan Sriwijaya, Ada beberapa prasasti yang bertuliskan bahasa Melayu Kuno dengan memakai huruf Pallawa (India) yang banyak dipengaruhi bahasa Sanskerta, seperti  juga halnya bahasa Jawa Kuno. Jadi bahasa pada waktu itu belum menggunakan huruf Latin. Bahasa Melayu Kuno ini kemudian berkembang pada berbagai tempat di Indonesia, terutama pada masa Hindu dan masa awal kedatangan Islam (abad ke-13). Pedagang-pedagang Melayu yang berkekeliling di Indonesia memakai bahasa Melayu sebagai lingua franca , yakni bahasa komunikasi dalam perdagangan, pengajaran agama, serta hubungan antarnegara dalam bidang ekonomi dan politik. 

Lingua franca ini secara merata berkembang di kota-kota pelabuhan yang menjadi pusat lalu lintas perdagangan. Banyak pedagang asing yang berusaha untuk mengetahui bahasa Melayu untuk kepentingan mereka. Bahasa Melayu ini mengalami pula penulisannya dengan huruf Arab yang juga berkembang menjadi huruf Arab-Melayu. Banyak karya sastra dan buku agama yang ditulis dengan huruf Arab-Melayu. Huruf ini juga dijadikan sebagai ejaan resmi bahasa Melayu sebelum mulai digunakannya huruf Latin atau huruf Romawi untuk penulisan bahasa Melayu, walaupun masih secara sangat terbatas. 

Ejaan latin untuk bahasa Melayu mulai ditulis oleh Pigafetta, selanjutnya oleh de Houtman, Casper Wiltens, Sebastianus Dancaert, dan Joannes Roman. Setelah tiga abad kemudian ejaan ini baru mendapat perhatian dengan ditetapkannya Ejaan Van Ophuijsen pada tahun 1901. 

Keinginan untuk menyempurnakan ejaan Van Ophuijsen terdengar dalam Kongres Bahasa Indonesia I, tahun 1938 di Solo, yang sembilan tahun kemudian terwujud dalam sebuah Putusan Menteri Pengadjaran Pendidikan dan Kebudajaan, 15 April 1947, tentang perubahan ejaan baru. Perubahan tersebut terlihat, antara lain, seperti di bawah ini. 

Van Ophuijsen 1901

Soewandi 1947

boekoe

ma’lum

’adil

mulai

masalah

tida’

pende’

buku

maklum

adil

mulai

masalah

tidak

pendek

Perubahan Ejaan bahasa Indonesia ini berlaku sejak ditetapkan pada tahun 1947. Waktu perubahan ejaan itu ditetapkan rakyat Indonesia sedang berjuang menentang kembalinya penjajahan Belanda. Penggunaan Ejaan 1947 ini yang lebih dikenal sebagai Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik, sebenarnya memancing reaksi yang muncul setelah pemulihan kedaulatan (1949). Reaksi ini kemudian melahirkan ide untuk mengadakan perubahan ejaan lagi dengan berbagai pertimbangan mengenai sejumlah kekurangan. 

Gagasan mengenai perubahan ejaan itu muncul dengan nyata dalam Kongres Bahasa Indonesia II di Medan (1954). Waktu itu Menteri Pendidikan dan Kebudajaan adalah Mr. Muh. Yamin. Dalam kongres itu dihasilkan keputusan mengenai ejaan sebagai berikut :

1.         Ejaan sedapat-dapatnya menggambarkan satu fonem dengan satu huruf.

2.         Penetapan ejaan hendaknya dilakukan oleh satu badan yang kompeten.

3.         Ejaan itu hendaknya praktis tetapi ilmiah. 

Keputusan kongres ini kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah, yang menghasilkan konsep sistem ejaan yang disebut Ejaan Pembaharuan. Namun Ejaan ini tidak dapat dilaksanakan karena adanya beberapa huruf baru yang tidak praktis,yang dapat memengaruhi perkembangan ejaan bahasa Indonesia. 

Terilhami oleh Kongres Bahasa Indonesia II di Medan (1954), diadakan pula kongres bahasa Indonesia di Singapura (1956) yang menghasilkan suatu resolusi untuk menyatukan ejaan bahasa Melayu di Semenanjung Melayu dengan ejaan bahasa Indonesia di Indonesia. Perkembangan selanjutnya dihasilkan suatu konsep ejaan bersama yang diberi nama Ejaan Melindo (Ejaan Melayu-Indonesia). Namun, rencana untuk meresmikan ejaan ini pada tahun 1962 mengalami kegagalan karena adanya konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia beberapa tahun kemudian.

Pada tahun 1966 Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK) membentuk sebuah panitia yang diketuai oleh Anton M. Moeliono dan mengusulkan konsep baru sebagai ganti konsep Melindo.

Pada tahun 1972, setelah melalui  beberapa kali seminar, akhirnya konsep LBK  menjadi konsep bersama Indonesia-Malaysia yang seterusnya menjadi Sistem Ejaan Baru yang disebut Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Kalau kita beranalogi dengan Ejaan Van Ophuijsen dan Ejaan Soewandi, EYD dapat disebut Ejaan Mashuri, karena pada waktu itu Mashuri sebagai Mnteri Kebudayaan  memperjuangkan EYD sampai diresmikan oleh presiden.

Ada empat ejaan yang sudah diresmikan pemakaiannya yaitu :

  1. 1.Ejaan Van Ophuijsen (1901)
  2. 2.Ejaan Soewandi (1947)
  3. 3.Ejaan Yang Disempurnakan (1972)
  4. 4.Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan (1975) 

Sistem ejaan yang belum atau tidak sempat diresmikan oleh pemerintah

adalah :

  1. 1.Ejaan Pembaharuan (1957)
  2. 2.Ejaan Melindo (1959)
  3. 3.Ejaan LBK (1966)

Kontributor: Subpok Indonesia/Fachry

Faktor yang menyebabkan ejaan bahasa indonesia berubah-ubah adalah

PUEBI bisa diunduh gratis. (Ode/Majalah Bobo)

Bobo.id – Saat belajar Bahasa Indonesia, tentu kita pernah mendengar Ejaan yang Disempurnakan (EYD), bukan?

Pedoman Umum EYD adalah ejaan dalam bahasa Indonesia yang sudah digunakan sejak tahun 1972.

Namun, pada tahun 26 November 2015 yang lalu, EYD sudah diganti menjadi Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Meski sudah berlalu dua tahun, masih banyak juga, lo, yang belum tahu.

Lalu yang menjadi pertanyaan sekarang, kenapa, ya, EYD berubah menjadi PUEBI?

Yuk, kita cari tahu!

Diatur dalam Permendikbud

Perubahan EYD menjadi PUEBI dirilis oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia.

Ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan bahasa Indonesia.

Baca juga : Sebelum EYD, Ada Ejaan Soewandi dalam Bahasa Indonesia

Kenapa Diubah?

1. Adanya Kemajuan dalam Berbagai Ilmu

Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang semakin maju, membuat penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai hal semakin meluas juga.


Page 2

Yomi Hanna Senin, 15 Januari 2018 | 06:01 WIB

Faktor yang menyebabkan ejaan bahasa indonesia berubah-ubah adalah

PUEBI bisa diunduh gratis. (Ode/Majalah Bobo)

Baik secara tulisan maupun lisan. Ini yang menjadi salah satu alasan kenapa perlunya perubahan pada ejaan bahasa Indonesia.

2. Memantapkan Fungsi Bahasa Indonesia

Ejaan bahasa Indonesia juga perlu disempurnakan terus untuk memantapkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.

Untuk mengetahu perbedaan EYD dan PUEBI secara detail, teman-teman bisa mengunduh Permendikbud Nomor 50 tahun 2015 di sini.

KBBI Edisi Kelima

Selain mengubah sistem ejaan bahasa Indonesia dari EYD menjadi PUEBI, Badan pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia juga sudah mencetak Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi yang kelima.

Selain versi cetak, kita bisa mengaksesnya secara daring melalu kbbi.kemdikbud.go.id, lo.

Jadi, untuk mengetahui baku atau tidaknya sebuah kata dalam bahasa Indonesia, kita bisa langsung mengeceknya melalui situs tersebut.