Redaksi menerima kontribusi naskah, baik berupa opini, artikel, atau tulisan teknis.
Sumber : Hariyati, Lintang Venusita, dan Harianti Agustin KESIAPAN APARATUR DESA DALAM PENGELOLAAN DANA DESA Hariyati Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan aparatur dalam pengelolaan keuangan desa sesuai dengan UU No. 6 Tahun 2014 dan Permendagri No. 113 Tahun 2014. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan desain penelitian deskriptif. Obyek dari penelitian ini adalah aparatur desa Wonokasian di Sidoarjo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aparatur desa Wonokasian sudah melaksanakan Permendagri No. 113 Tahun 2014 dalam hal perencanaan dan pelaksanaan karena aparatur desa Wonokasian telah membuat APBDesa yang disampaikan kepada Bupati Sidoarjo walaupun partisipasi masyarakat desa Wonokasian dalam forum musrenbangdes cenderung kurang. Pelaksanaan juga sudah menunjukkan kesiapan karena kegiatan yang terdapat dalam APBDesa telah dilaksanakan dan dibuatkan Rencana Anggaran Biaya (RAB). Namun dalam hal penatausahaan dan pelaporan serta pertanggungjawaban, pemerintah desa Wonokasian belum sepenuhnya siap dalam menerapkan Permendagri No.113 Tahun 2014 karena pemerintah desa Wonokasian belum membuat buku kas umum, buku kas pembantu pajak dan buku bank. Mereka baru akan membuat dokumen tersebut menjelang tanggal pemeriksaan. Dalam hal pelaporan dan pertanggungajawaban, pemerintah desa Wonokasian membuat dua laporan dengan nilai yang berbeda yaitu sesuai APBDes untuk Bupati Sidoarjo dan sesuai keadaan sebenarnya untuk BPD Wonokasian. Kata Kunci: Dana Desa, Pengelolaan Keuangan Desa, UU No. 6 Tahun 2014, Permendagri No. 113 Tahun 2014 PENDAHULUAN Desa adalah salah satu unit pemerintahan yang diselenggakan oleh kepala desa dengan bantuan perangkat desa. Desa bukan lagi merupakan bawahan daerah melainkan menjadi independent community, yang masyarakatnya berhak berbicara atas kepentingan sendiri dan bukan sebagai figuran dan objek namun berperan sebagai aktor. (Sulpan, 2014). Kedudukan desa merupakan entitas politik otonom dan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki regulasi sendiri dalam mengelola kehidupan desa. (Bastian, 2015:20). Pelaksanaan otonomi desa tidak akan berjalan efektif tanpa adanya dukungan finansial dari pemerintah. Pembiayaan atau keuangan merupakan faktor essensial dalam mendukung penyelenggaraan otonomi desa, sebagaimana pada penyelenggaraan otonomi daerah. (Wasistiono, 2006:107). Untuk menguatkan kedudukan desa sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 desa maka desa mendapatkan tambahan pendapatan sesuai dengan pasal 72 yaitu alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang disebut Dana Desa. Dana Desa menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 pasal 19 digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah, pembangunan, pemberdayaan masyarakat dan kemasyarakatan. Pembangunan dan pemberdayaan masyarakat merupakan prioritas dalam penggunaan Dana Desa. Dana Desa dari APBN sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 dialokasikan ke Kabupaten berdasarkan jumlah desa yang ada dengan dibagi 90% secara merata dan 10% secara proporsional dengan bobot 30% jumlah penduduk, 20% luas wilayah dan 50% angka kemiskinan (IKK). Berdasarkan data dari Pimpinan Badan Anggaran DPR RI dan Menteri Keuangan RI (2014), Jumlah rincian dana yang ditransfer ke desa secara nasional mencapai Rp. 20.766.200.000.000. Menurut data dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan (2015), Provinsi Jawa Timur mendapatkan dana desa sebesar Rp. 2.214.014.855.000 atau setara dengan 11% dari total nasional dana desa. Kabupaten Sidoarjo adalah daerah otonom di Provinsi Jawa Timur dengan luas wilayah 634,38 km2 dan memiliki 322 desa dan mendapatkan dana desa sebesar Rp. 91.414.871.000. Kabupaten Sidoarjo seperti yang terdapat dalam Majalah ASA TKPKD Edisi 1 Tahun 2015 merupakan daerah yang masih mengalami persoalan-persoalan kemiskinan yaitu masih terdapat 10,70% Rumah Tangga Miskin (RTM) yang hidup dibawah garis kemiskinan, masih rendahnya aksesibilitas dan kualitas pendidikan, masih rendahnya aksesibilitas dan kualitas pelayanan kesehatan. Sidoarjo merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk miskin yang semakin bertambah setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Susenas BPS tahun 2015, pada tahun 2013 jumlah penduduk miskin yang berada di wilayah Kabupaten Sidoarjo naik menjadi 135.915 jiwa setelah sebelumnya hanya sebesar 135.550 jiwa pada tahun 2012. Gambar 1 Sumber : Susenas BPS dalam Majalah ASA TKPKD Kabupaten Sidoarjo Edisi 1 Tahun 2015 Salah satu bentuk penggunaan dana dari Dana Desa adalah untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang digunakan untuk mengurangi angka kemiskinan suatu daerah. Percepatan penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi jumlah angka kemiskinan. Berdasarkan Majalah ASA TKPKD Kabupaten Sidoarjo Edisi 1 Tahun 2015, Kabupaten Sidoarjo dibagi menjadi 4 daerah prioritas dengan kecamatan dalam prioritas 1 adalah Kecamatan Jabon, Tarik, Krembung, Balongbendo, Prambon, Tulangan, Wonoayu, dan Porong. Tabel 1.2 Sumber : Pemkab Sidoarjo Bag. Administrasi Pemerintahan Tabel 1.3 Sumber : Pemkab Sidoarjo Bag. Administrasi Pemerintahan Berdasarkan tabel 1.3 dapat diketahui bahwa kecamatan Wonoayu adalah kecamatan dengan prioritas pertama dalam penanggulangan kemiskinan di Sidoarjo. Kecamatan Wonoayu memiliki 23 desa dengan perolehan dana desa yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tertinggi yaitu desa Wonokasian yaitu Rp 291.110.407. Aparatur desa merupakan komponen yang sangat penting dalam pengelolaan dana desa. Selama ini masih terdapat persoalan internal yang dialami desa terutama aparatnya yang masih kurang percaya diri untuk mengelola potensi ekonomi desa dan sumber-sumber keuangannya sehingga berdampak terhadap kemampuan desa untuk berkembang secara alamiah dan dengan otonomi yang dimilikinya kurang berkembang secara maksimal. (Bastian, 2015:48). Kapasitas aparatur desa sebagai pelaksana kebijakan merupakan faktor penting yang menunjang keberhasilan pelaksanaan program-program yang dibiayai oleh alokasi dana desa. Kemampuan dan keterampilan aparatur desa sebagai pelaksana kebijakan merupakan dasar dari pelaksanaan pemerintahan khususnya di bidang keuangan dalam mengelola alokasi dana desa (Sukmawan, 2013). Kabupaten Sidoarjo mengalokasikan dana desa dari APBN kepada rekening kas desa sesuai dengan alokasi yang telah dihitung oleh sekretaris daerah Pemkab Sidoarjo dengan syarat pencarian pembuatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) tahun berjalan. Desa yang tidak menyusun APB Desa tidak akan mendapatkan dana desa. Pada tahun 2015, semua desa yang berada di wilayah kabupaten Sidoarjo telah membuat APB Desa. Hal ini dibuktikan dengan diterimanya dana desa oleh semua desa yang berada di wilayah kabupaten Sidoarjo. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo telah melakukan sosialisasi terkait pembinaan aparatur desa. Fachruddin yang merupakan staf bagian administrasi pemerintahan kab. Sidoarjo melalui wawancara tanggal 11 Januari 2015 menyatakan pemerintah kabupaten Sidoarjo sudah melakukan sosialisasi pembinaan aparatur desa sebanyak tiga kali baik yang berasal dari bagian pemerintah, DPPKA maupun inspektorat. Desa Wonokasian merupakan salah satu desa yang terdapat di kabupaten Sidoarjo yang telah membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) pada tahun 2015. APB Desa tersebut kemudian dilaksanakan melalui program-program dan dipertanggungjawabkan dengan Laporan Realisasi Pelaksanaan APB Desa. Konsekuensi dari lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 adalah kewajiban kepala desa untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan anggaran APBDesa yang terdiri dari pendapatan, belanja dan pembiayaan yang telah ditetapkan dengan peraturan desa dengan dilampiri format Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa, Laporan kekayaan milik desa, Laporan Program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang masuk desa. Kepala desa merupakan pihak yang membuat laporan realisasi pelaksanaan APB Desa namun di desa Wonokasian pihak yang membuat laporan realisasi pelaksanaan APB Desa adalah Bapak Ach. Asrori selaku staf administrasi umum. Menurut Bapak Sanusi selaku kepala desa Wonokasian, semua masalah dalam hal penatausahaan dan pelaporan dikerjakan oleh Bapak Ach. Asrori. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis membuat judul “Dana Desa Bergulir dan Kesiapan Aparatur Desa dalam Pengelolaan Dana Desa Sesuai UU Nomor 6 Tahun 2014” TINJAUAN PUSTAKA Keuangan Desa menurut UU No. 6 Tahun 2014 adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa yaitu hak dan kewajiban atas pendapatan, belanja, pembiayaan dan pengelolaan keuangan desa. Adapun pendapatan desa menurut Pasal 72 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 adalah:
Menurut Permendagri Nomor 113 Tahun 2014, keuangan desa harus dikelola berdasarkan azas-azas transparan, akuntabel, partisipatif dan dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Terdapat tiga prinsip dalam pengelolaan keuangan pemerintah menurut Mardiasmo (2002:105) antara lain sebagai berikut:
Pengelolaan atau manajemen keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perncanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan desa (Bastian, 2015:24). Manajemen keuangan desa memberikan manfaat dalam pelaksanaan tugas utama desa yaitu sebagai berikut:
Gambar 2.2 Sumber : Bastian (2015:26) Pengelolaan keuangan desa berdasarkan Permendagri No. 113 Tahun 2014 adalah sebagai berikut:
1) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM) untuk jangka waktu 6 tahun 2) Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKD) yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 1 tahun.Dalam penggunaan Dana Desa, RPJM Desa dan RKP Desa disusun berdasarkan hasil kesepakatan dalam musyawarah desa dan digunakan untuk menyelenggarakan pemerintahan desa, pemberdayaan masyarakat, pembangunan dan kegiatan kemasyarakatan. (Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2014). RPJM Desa digunakan untuk mewujudkan perencanaan pembangunan yang sesuai kebutuhan masyarakat dan keadaan setempat, menciptakan rasa memiliki dan tanggungjawab masyarakat terhadap program pembangunan di desa, memelihara dan mengembangkan hasil-hasil pembangunan di desa dan menumbuhkembangkan dan mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan di desa. Anggaran merupakan alat yang digunakan sebagai bentuk perencanaan bagaimana perkembangan desa dalam satu tahun kedepan. Menurut Bastian (2006), perencanaan dan penganggaran merupakan rangkaian dalam satu kesatuan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa, dan ditetapkan dengan peraturan desa.Pelaksanaan anggaran dalam sebuah program adalah proses dimana sumber daya keuangan diarahkan dan dikendalikan untuk mencapai tujuan dan objek anggaran yang telah disetujui. Dalam mengelola dana desa, Kepala Desa merupakan pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa yang dalam pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada perangkat desa yaitu sekretaris desa, pelaksana kewilayahan dan pelaksana teknis. Dalam hal pencairan dana dalam rekening kas Desa ditandatangani oleh Kepala Desa dan Bendahara Desa. Penatausahaan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh bendahara desa dengan melakukan pencatatan pada setiap penerimaan dan pengeluaran serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban atas uang tersebut kepada kepala desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Dokumen penatausahaan pengeluaran harus disesuaikan dengan Perdes tentang APB Desa atau Perdes tentang Perubahan APB Desa melalui pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP). Pengajuan SPP harus disetujui Kepala Desa melalui Pelaksana Teknis Pengelolaan keuangan Desa (PTPKD). Pelaporan dan Pertanggungjawaban Kepala Desa dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak dan kewajibannya berdasarkan pasal 26 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, maka Kepala Desa berkewajiban: 1) Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa detiap akhir tahun anggaran kepada Bupati/Walikota 2) Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintah Desa pada akhir masa jabatan kepada Bupati/Walikota 3) Memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran 4) Memberikan atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun anggaran. Teori Anggaran Anggaran sektor publik menurut Mardiasmo (2006:63) merupakan alat ekonomi terpenting yang dimiliki pemerintah untuk mengarahkan perkembangan sosial dan ekonomi, menjamin kesinambungan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Anggaran kecamatan dan desa menurut Bastian (2014:269) merupakan keseluruhan anggaran yang diarahkan pada pemenuhan kebutuhan kecamatan dan desa, masyaraat umum dan semua hal yang menunjang operasional kecamatan dan desa. Anggaran kecamatan dan desa dibuat untuk merencanakan tindakan apa yang akan dilakukan oleh organisasi kecamatan dan desa, berapa biaya yang dibutuhkan dan berapa hasil yang diperoleh dari belanja organisasi kecamatan dan desa tersebut. Otonomi Desa Otonomi desa merupakan otonomi yang berdasarkan pada asal-usul dan adat istiadat setempat yang dihasilkan dari beragam interaksi antar individu dalam suatu masyarakat atau merupakan hasil cipta, rasa dan karsa masyarakat yang dalam kenyataannya pasti menimbulkan suatu keanekaragaman, baik keanekaragaman dari penataan desa, tata kehidupan masyarakat, potensi desa, susunan pemerintahan, maupun tatanan pemerintahan yang sangat dipengaruhi oleh keanekaragaman asal-usul dan adat istiadat masyarakatnya (Widjaja, 2005:168). Pemerintahan Desa
METODE Jenis penelitian pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan desain penelitian deskriptif. Metode penelitian kualitatif deskriptif merupakan metode yang digunakan untuk menemukan pengetahuan terhadap subjek penelitian pada saat tertentu. Penelitian deskriptif digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang subjek penelitian dan perilaku subjek penelitian pada periode tertentu (Mukhtar, 2013:11) Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui kesiapan aparatur desa dalam pengelolaan dana desa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Wonokasian Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo yang merupakan daerah prioritas 1 pada peta prioritas intervensi kebijakan percepatan penanggulangan kemiskinan dalam Majalah ASA TKPKD Edisi 1 Tahun 2015 dengan anggaran Dana Desa yang paling besar sebesar Rp. 291.110.407 pada Kecamatan Wonoayu. Unit Analisis Unit analisis dalam penelitian adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian (Arikunto, 2006:143). Subjek penelitian pada penelitian ini adalah aparatur Desa yaitu Kepala Desa, Sekretaris Desa, Bendahara Desa dan Pelaksana Teknis Lapangan. Aparatur tersebut akan melakukan kegiatan pengelolaan keuangan desa sebagai berikut:
Informan Penelitian Moleong (2005: 132) mendefinisikan informan sebagai orang pada latar penelitian yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Adapun informan yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini adalah:
Sumber Data Menurut Mukhtar (2013:99), Data adalah keseluruhan infomasi empiris dan dokumentatif yang diperoleh di lapangan untuk mendukung arah konstruksi ilmu secara ilmiah dan akademis. Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari wawancara yang akan dilakukan dengan Kepala Desa, Kepala BPD, Sekretaris Desa, Bendahara Desa, Lembaga, Pelaksana Teknis Lapangan yaitu Kasi Pembangunan yang berada di Desa Wonokasian Kecamatan Wonoayu kabupaten Sidoarjo. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
HASIL DAN PEMBAHASAN Desa Wonokasian mendapatkan penerimaan Dana Desa dari APBN sebesar Rp. 291,110,407.27 yang disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 4.1 Sumber : Data Diolah Pengelolaan Dana Desa di Desa Wonokasian
Alur Pelaksanaan Program-Program Desa Alur pelaksanaan program di Desa Wonokasian adalah dengan membentuk TPKD dengan Kasi Pembangunan sebagai ketua kemudian proyek dijalankan dengan bantuan masyarakat setempat dengan menggunakan dana hutang. Hal ini karena apabila Dana Desa baru keluar bulan 7 namun bulan 12 sudah harus dipertanggungjawabkan maka apabila tidak menggunakan sumber hutang maka proyek tidak dapat selesai tepat waktu. Proses Pencairan Dana dalam Pelaksanaan Program Desa Menurut Peraturan Menteri Desa, Pembanguna Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 21 Tahun 2015, Dana Desa disalurkan dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) setiap tahun anggaran dan pencairan Dana Desa dari RKUD ke Rekening Kas Desa (RKD) dilaksanakan setelah Kepala Desa menyampaikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) kepada Bupati Sidoarjo. Pencairan dana dilakukan melalui rekening kas Bank Jatim dengan syarat dicairkan oleh Kepala Desa dan Bendahara, apabila salah satu pihak tidak datang maka dana desa tidak dapat diambil.
Gambar 4.3 Dana Desa merupakan sumber utama kedua pendapatan desa. Bila disajikan dalam tabel adalah sebagai berikut: Tabel 4.3 Sumber : Data Diolah Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa Desa Wonokasian masih sangat membutuhkan bantuan dari pihak Pemerintah dalam hal perolehan pendapatan. Hal ini diketahui dari masih menempati urutan pertama dan kedua pendapatan yang berasal dari APBD dan APBN. Belanja di Desa Wonokasian menurut pasal 12 ayat (3) huruf a disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 4.4 Sumber : Data Diolah Tabel 4.5 Sumber : Data Diolah Di Desa Wonokasian jumlah penghasilan tetap dan tunjangan Kepala Desa, perangkat dan BPD adalah 33, 81% dari jumlah anggaran belanja atau melebihi 3,81% sehingga terdapat selisih Rp. 46,111,633.
PENUTUP Kesiapan aparatur desa Wonokasian atas pengelolaan dana desa ditinjau dari UU No. 6 Tahun 2014 dan Permendagri No. 113 Tahun 2014 adalah sebagai berikut:
Saran Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan beberapa saran bagi Perangkat Desa Wonokasian dan peneliti selanjutnya yaitu sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA Anggraini, K. 2015. Implementasi Pengelolaan Alokasi Dana Desa Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 (Studi Di Pemerintah Daerah Kabupaten Jombang). Jurnal. Universitas Brawijaya. Malang Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Astuti, 2014. “Persepsi Masyarakat terhadap Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa di Desa Bumiayu Pati”. Jurnal. IKIP Veteran Semarang. Bastian, Indra.2015.Akuntansi untuk Kecamatan dan Desa. Erlangga: Jakarta. Dwiyanto, Agus. 2008. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Herry, A. 2015. Kesiapan Desa Menghadapi Implementasi Undang-Undang Desa (Tinjauan Desentralisasi Fiskal dan Peningkatan Potensi Desa). Jurnal. Universitas PGRI Semarang. Semarang. Tim TKPKD, 2015. “ASA Masyarakat Sidoarjo” ( http://www.tkpkd.sidoarjokab.go.id, diakses 6 November 2015) Mukhtar, 2013. Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta: Referensi (GP Press Group) Moleong, Lexi. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa. 31 Desember 2014. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2093. Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 88. Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. 3 Juni 2014. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 123. Jakarta. Rahmat, 2010. Akuntansi Pemerintahan. Bandung: Pustaka Setia Renyowijoyo, M. 2010. Akuntansi Sektor Publik Organisasi Non Laba. Jakarta: Mitra Wacana Media Sari, dkk. 2014. “Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam Perspektif Pemberdayaan Masyarakat (Studi pada Kantor Pemerintahan Desa Ngasem, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri)”. Jurnal Ilmu Administrasi Publik. Vol. 3 (11): hal 1880-1885. Subarsono, 2008. Analisis Kebijakan Publik: Konsep Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Subroto, 2009. “Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa (Studi Kasus Pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa-Desa dalam Wilayah Kecamatan Tlogomulyo Kabupaten Temanggung Tahun 2008)”. Tesis Magister Sains Akuntansi. Semarang: Universitas Diponegoro. Sukmawan, 2013. “Pelasanaan Kebijakan Alokasi Dana Desa berdasarkan Permendagri No. 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa (Studi di Desa Mergosari, Kecamatan Tarik, Kabupaten Sidoarjo)”. Jurnal Hukum. Universitas Brawijaya. Sulpan A, 2014. “Kedudukan Peraturan Desa Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014”.Jurnal. Universitas Mataram. Mataram. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. 15 Januari 2014. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7. Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 15 Oktober 2004. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 125. Jakarta. Widjaja, HAW. 2005. Otonomi Desa merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh. PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta. Wisakti, Daru.2008. Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa di Wilayah Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang. www.kemenkeu.go.id |