Linda Wati, NIM.: 16120024 (2021) KEBIJAKAN POLITIK KHALIFAH ABU JA’FAR AL- MANSHUR PADA DINASTI ABBASIYAH TAHUN 754-775 M. Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.
AbstractAbu Ja’far al-Manshur merupakan khalifah kedua pada Dinasti Abbasiyah, yang mana ia menjabat selama 22 tahun (754-775 M). Pada masa pemerintahannya, al-Manshur menetapkan beberapa kebijakan pada Dinasti Abbasiyah, sehingga ia dapat membawa dinasti tersebut pada masa kejayaan. Namun, hal yang terpenting yakni kebijakan tentang perubahan sistem kekuasaan atas jabatan khalifah pada masa al-Manshur. Penelitian ini difokuskan pada kondisi Dinasti Abbasiyah pada masa al-Manshur, kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh al-Manshur, dan pengaruh dari kebijakan tersebut terhadap Dinasti Abbasiyah. Peneliti menggunakan pendekatan politik serta teori kebijakan yang dikemukakan oleh Theodore Lowi. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang melalui empat tahap, yaitu: heuristik atau pengumpulan data, verifikasi yang merupakan kritik terhadap data yang sudah terkumpul, kemudian interpretasi atau penafsiran data, dan yang terakhir historiografi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan politik yang ditetapkan oleh al-Manshur dapat memajukan peradaban Dinasti Abbasiyah, hal ini ditunjukkan dengan sistem pemerintahan yang lebih tertata, semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, dan keamanan yang lebih diperketat, sehingga sebanyak apapun musuh menyerang, al- Manshur dapat menumbangkan mereka. Penelitian ini dapat digunakan sebagai refrensi penelitian selanjutnya serta dapat menambah pengetahuan untuk mahasiswa jurusan sejarah, selain itu juga dapat dijadikan salah satu bacaan untuk mengingat ulang tentang sejarah klasik. Share this knowledge with your friends : Actions (login required)
Artikel atau halaman tentang atau mungkin bertopik biografi tokoh muslim ini membutuhkan lebih banyak rujukan, kutipan, sitasi atau catatan kaki. Gunakan templatnya atau alat untuk pemastian. Anda dapat berkontribusi dalam WBI memperbaiki artikel ini dengan menambahkannya dari sumber yang tepercaya, dalam WBI ada 311 halaman sejenis ini. Silakan menghapus templat pemeliharaan ini setelahnya. Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampilkan] di bagian kanan.
Abu Jafar Abdullah bin Muhammad Al Mansur (714–775; Arab: ابو جعفر عبدالله ابن محمد المنصور) merupakan Khalifah kedua Bani Abbasiyah. Ia dilahirkan di al-Humaymah, kampung halaman keluarga Abbasiyah setelah migrasi dari Hejaz pada tahun 687-688. Ayahnya adalah, Muhammad, cicit dari Abbas; ibunya bernama Salamah al-Barbariyah, adalah wanita dari suku Barbar.[1] Ia dibaiat sebagai khalifah karena penobatannya sebagai putera mahkota oleh adiknya, As-Saffah pada tahun 754, dan berkuasa sampai 775. Pada tahun 762 ia mendirikan ibu kota baru dengan istananya Madinat as-Salam, yang kemudian menjadi Baghdad.
al-Mansur tersangkut dengan kerasnya masa pemerintahannya setelah kematian saudaranya al-'Abbas. Pada 755, ia menyusun pembunuhan Abu Muslim, jenderal yang telah memimpin pasukan al-'Abbas menang terhadap keluarga Umayyah dalam perang saudara ke-3. Ia berusaha memastikan bahwa keluarga Abbasiyah ialah yang tertinggi dalam urusan negara, dan kedaulatannya atas Khilafah akan tak diragukan lagi. Ia menyatakan, sebagaimana yang telah ditempuh Khilafah Bani Umayyah, menyelenggarakan otoritas keagamaan dan keduniawian. Secara lebih lanjut mengasingkan Muslim Syi’ah yang telah terjadi, selama masa pemerintahan al-'Abbas, menginginkan Imam Syi’ah mengangkat khalifah. Selama masanya, karya sastra dan ilmiah di Dunia Islam mulai muncul dalam kekuatan penuh, didukung toleransi terhadap orang-orang Persia dan kelompok lain. Walau Khalifah Bani Umayyah Hisyam bin Abd al-Malik telah mengambil praktik peradilan Persia, itu tak sampai masa al-Mansur jika sastra dan ilmu pengetahuan Persia sampai mendapat penghargaan yang sebenarnya di Dunia Islam. Munculnya Shu'ubiya di antara sarjana Persia terjadi selama masa pemerintahan al-Mansur sebagai akibat hilangnya sensor atas Persia. Shu'ubiya merupakan gerakan sastra antara orang Persia yang menunjukkan kepercayaan mereka bahwa seni dan budaya Persian lebih tinggi daripada Arab; gerakan, membantu mempercepat munculnya dialog Arab-Persia pada abad ke-8. Barangkali yang lebih penting daripada munculnya ilmu pengetahuan Persia ialah masuknya banyak orang non-Arab ke dalam Islam. Secara aktif Bani Umayyah mencoba mengecilkan jumlah masuknya agar melanjutkan pungutan jizyah, atau pajak terhadap non-Muslim. Keinklusifan Bani Abbasiyah, dan bahwa al-Mansur, memandang ekspansi Islam di antara daerahnya; pada 750, sekitar 8% penduduk Negara Khilafah itu Muslim. Ini menjadi 2 kali lipat 15% dari akhir masa al-Mansur. Al-Mansur meninggal pada 775 dalam perjalanannya ke Makkah untuk berhaji. Ia dimakamkan entah di mana di sepanjang jalan dalam salah satu ratusan nisan yang telah digali untuk menyembunyikan badannya dari orang-orang Umayyah. Ia digantikan putranya al-Mahdi.
[2] Catatan:
|