Kapan dihapusnya dwi fungsi abri

Kapan dihapusnya dwi fungsi abri

Dwi Fungsi ABRI merupakan sebuah konsep dan kebijakan politik yang mengatur tentang fungsi ABRI dalam tatanan kehidupan bernegara. Dwifungsi ABRI memiliki arti bahwa ABRI memiliki dua fungsi yaitu, fungsi sebagai kekuatan militer Indonesia dan fungsi sebagai pemegang kekuasaan dan pengatur negara. Pasca reformasi 1998, Dwi Fungsi ABRI dihapuskan sebagai bentuk menjalankan tuntutan atau agenda reformasi. Penghapusan Dwi Fungsi ABRI dimulai pada 1 April1999 dengan pemisahan diri Polri menjadi Kepolisian Negara Republik Indonesia dan istilah ABRI berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Hal tersebut menjadikan TNI lebih profesional karena tidak lagi terlibat dalam kegiatan politik serta fokus dalam bidang keamanan dan pertahanan kedaulatan negara dari serangan luar. 

Dengan demikian, dihapuskannya dwi fungsi menjadikan TNI lebih berfokus pada bidang pertahanan dan keamanan negara.

Oleh karena itu, jawaban yang benar adalah B. 

1. berikan keterangan menurut pendapatmu tentang respon bangsa asing terhadap indonesia: a. mesir b. indiac.australia d. pbb e. palestinaf. vatikanyg … serius ya kk​

Mengapa organisasi KTN Komisi tiga negara tidak dapat menyelesaikan konflik Indonesia dan Belanda​

apakah silsilah keluarga dapat menjelaskan tentang identitas? BANTU JAWAB KAK DI KUMPULKAN JAM 8​

menurut anda apa kesimpulan dari (politik untuk kesejahteraan dan kejayaan) ?​mohon bantuannya kak plis;(

jelaskan hubungan manusia dan pritiwa sejarah​

uraikan mengenai sejarah kerajaan Mataram kuno beserta dengan bukti-bukti yang didapatkan​

Jelaskan apa yang di maksud dengan ilmu ekomonia

Pelajaran apa yang didapat dari ayat Yesaya 45 ayat 12 Jelaskan dengan singkat​

bantuu yaaa kkk, makasih ​

Kenapa tidak golongan Pemuda langsung yang memerdekakan Republik Indonesia Jelaskan​

Sumber: https://unsplash.com/photos/qwe8TLRnG8k

Editor: Laena Assakina, Lalu Agung Haris Atmaja, Khairun Nisa, Adinda Rida Niswah, Ferdiawan Efendi.

Masa Reformasi bergulir sejak tahun 1998 berkaitan erat dengan perubahan bentuk masyarakat, baik di tingkat nasional maupun global. Di tingkat nasional, perubahan ini ditandai dengan semakin bebasnya masyarakat Indonesia dalam mengekspresikan gagasan dan pikiran mereka, seiring meredupnya Era Orde Baru dan mencuatnya Era Reformasi.

Dalam konteks sosiologis, makna reformasi Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah redefinisi, reposisi, dan reaktualisasi fungsi dan peran TNI dalam masyarakat yang pada masa lalu dinilai tidak berfungsi secara normal oleh sebagian pemangku kepentingan. Salah satu tuntutan terkait reformasi TNI adalah dihapuskannya Dwi Fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

Bagaimana awal Mula Adanya Dwi Fungsi ABRI?

Keberadaan TNI sebagai kekuatan sosial politik tidak lepas dari sejarah kemerdekaan indonesia. TNI lahir bersama-sama dengan meletusnya revolusi rakyat, sehingga dapat dikatakan bahwa lembaga ini lahir dari rakyat yang berjuang dan tumbuh dalam alam perjuangan untuk merebut kembali, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan.

Beranjak dari sejarah kelahiran dan pertumbuhannya, wajar jika TNI sebagai bagian dari bangsa juga merasa berhak dan wajib ikut menentukan haluan negara dan jalannya pemerintahan. Pemikiran inilah yang pada awalnya mendasari Dwi Fungsi ABRI, yakni sebagai kekuatan militer (pertahanan dan keamanan) yang merupakan alat negara sekaligus kekuatan sosial politik yang merupakan alat perjuangan rakyat.

Tumbuh, berkembang, dan eksisnya Dwi Fungsi ABRI bukan saja di karenakan oleh faktor historis semata, tetapi juga karena didukung oleh tuntutan kondisional bangsa sehingga diperkuat pula dengan landasan-landasan konstitusional. Dwi Fungsi ABRI merupakan sebuah gagasan yang diterapkan oleh pemerintah pada Masa Orde Baru, seperti namanya dwi fungsi berarti mempunyai dua fungsi.

Dwi Fungsi ABRI pada masa pemerintah Orde Baru menetapkan bahwa TNI mempunyai dua tugas penting bagi negara yaitu menjaga keamanan dan ketertiban negara dan juga memegang kekuasaan serta mengatur negara.

Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) menetapkan Dwifungsi ABRI di bawah kepemimpinan Soeharto dalam Ketetapan MPRS Nomor II Tahun 1969. Jadi Dwi Fungsi ABRI merupakan fungsi tempur dan fungsi pembina wilayah dan pembina masyarakat. Jadi anggota ABRI tidak perlu bersusah payah untuk mengikuti pemilu karena mereka bisa mendapatkan kursi MPR dan DPR berdasarkan ketetapan MPRS di atas.

Pada tahun 1990-an, anggota ABRI mengalami masa puncak kejayaan Dwi Fungsi ABRI. Dimana pada saat itu anggota ABRI memegang peranan kunci sektor pemerintahan, mulai dari bupati, walikota, pemerintah provinsi, duta besar, pimpinan perusahaan milik negara, peradilan, hingga menteri di Kabinet Soeharto.

Mengapa Penghapusan Dwi Fungsi ABRI Perlu Dilakukan?

Dwi Fungsi ABRI ditiadakan dengan tujuan untuk meningkatkan jatah warga sipil di bidang pemerintahan. Hal ini dilakukan karna banyak dari anggota ABRI yang mendominasi pada bagian pemerintahan dan membuat sistem pemerintahan di Indonesia pada masa itu tidak transparan.

Melalui reformasi internal, TNI telah melaksanakan proses refungsionalisasi peran dalam sistem sosial masyarakat Indonesia. Setelah melepas dwi fungsinya, perubahan atau penataan diri TNI tercermin dalam paradigma baru dan implementasi reformasi internalnya. Reformasi internal TNI adalah proses refungsionalisasi peran TNI yaitu upaya TNI untuk memposisikan diri secara tepat dan fungsional bersama fungsi-fungsi lain dalam sistem sosial masyarakat Indonesia.

TNI berupaya meninggalkan faktor-faktor yang dinilai disfungsi atau non-fungsi. Langkah tersebut ditempuh untuk menjawab tuntutan tatanan masyarakat global, khususnya masyarakat nasional Indonesia dalam mewujudkan supremasi sipil dan membangun profesionalisme TNI.

Jika persoalan internal TNI adalah karena implementasi Dwi Fungsi ABRI di masa lalu yang biasa dan eksesif, maka data-data mengenai progres reformasi TNI menunjukkan TNI telah meninggalkan Dwi Fungsi dan berbagai implementasinya. Komitmen dan paradigma baru TNI tentunya memperlihatkan kondisi TNI yang telah meninggalkan faktor-faktor yang dinilai tidak berfungsi secara normal.

Dengan memposisikan keberadaan TNI dalam masyarakat, maka fungsional tidaknya TNI sangat terkait dengan para pemangku kepentingan yang ada, yakni TNI sendiri, negara, dan masyarakat.

Hingga saat ini, TNI masih terus berupaya melanjutkannya secara bertahap reformasi internalnya yang meliputi aspek struktural dan kultural. Upaya sedikit demi sedikit atau berangsur-angsur itu bertujuan untuk mewujudkan postur TNI yang solid, andal, dan profesional.

Reformasi aspek struktural sudah dilaksanakan melalui pembenahan organisasi, doktrin, pendidikan dan latihan, serta pemenuhan kesejahteraan prajurit. Meski demikian, harus diakui bahwa reformasi struktural sulit diwujudkan secara optimal bila tidak didukung reformasi kultural. Membangun kultur TNI yang demokratis sudah merupakan keputusan dari UU No 34/2004 Tentang TNI.

TNI harus mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, dan HAM. Dengan demikian, tuntutan profesionalisme TNI hendaknya diwujudkan dalam suatu kultur yang demokratis.

Komitmen ini pun sebenarnya sudah diupayakan sejak awal reformasi internal TNI dilakukan hingga sekarang. Dengan kata lain, keberhasilan kebijakan reformasi internal TNI bergantung pada kontrol objektif dari semua pihak. Pertama, adanya keyakinan kuat internal TNI untuk tetap melanjutkan upaya penuntasan reformasi kultural TNI secara kondusif bagi penegakan supremasi sipil yang demokratis. Kedua, adanya sikap yang arif dan konsisten dari penguatan otoritas sipil yang benar-benar demokratis dan tidak korup sesuai dengan ideologi Pancasila dan konstitusi Undang-Undang Dasar 1945.

Pada akhirnya Dwi Fungsi ABRI memang layak untuk dihapuskan demi menciptakan sistem demokrasi Indonesia yang berlandaskan supremasi sipil. Dengan begitu, sistem demokrasi di negara kita benar-benar berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.