1. Pengertian Pola Garapan/koreografi Koreografi adalah melatih daya kreatif seseorang untuk diungkapkan dalam penyusunan tari. Sal Murgianto mengemukakan tentang pemahaman kreativitas. Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk atau ide-ide baru yang sebelumnya tidak dikenal oleh penyusunnya sendiri. Komposisi atau composition berasal dari kata to composeyang artinya, mengatur atau menata bagian-bagian sedemikian rupa sehingga satu sama lain saling berhubungan dan secara bersama membentuk kesatuan yang utuh. Istilah koreografiberbeda dengan komposisi, komposisi lebih luas dan umum penerapannya. Koreografi adalah proses pemilihan dan pengaturan gerakan-gerakan menjadi sebuah tarian, dan di dalamnya terdapat laku kreatif. Dari pemahaman di atas, koreografi dan komposisi merupakan kerja kreatif dalam mewujudkan karya tari, dan untuk keberhasilannya dibutuhkan acuan ilmu/pengetahuan sebagai bahan pertimbangan, berupa prinsip-prinsip tari agar mendapatkan hasil karya tari yang baik. Kemampuan seseorang untuk melaksanakan tugas ini bergantung pada pendidikan, pengalaman, selera, perkembangan artistik, pembawaan pribadi, kemampuan kreatif, dan keterampilan teknisnya. Kemampuan membuat keputusan atau kemampuan memilih ide, bahan dan cara-cara pelaksanaan yang sesuai dan menolak yang tidak sesuai dengan kebutuhan kreatif seseorang, biasanya dianggap bersifat intuitif (gerak hati). Namun pada kenyataannya penilaian artistik ini dipengaruhi oleh adanya prinsip-prinsip bentuk seni yang tampaknya dipahami, diakui dan yang membimbing usaha manusia sejak memulai kesenian. Prinsip-prinsip semacam ini tidaklah membeku menjadi sekumpulan aturan kaku yang merumuskan bentuk seni. Akan tetapi, lebih merupakan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam rangka mencapai sebuah komposisi yang memenuhi syarat secara estetis. Berdasarkan pola garapannya, tari di Indonesia dapat dibagi menjadi dua yakni tari tradisional dan tari kreasi baru. Tari tradisional adalah tarian yang mengalami masa yang cukup lama dan selalu berpola pada kaidah-kaidah (tradisi) yang telah ada. Tari kreasi baru adalah tarian yang tidak berpijak pada kaidah kaidah yang telah ada, tetapi sudah mengarah kepada kebebasan dalam pengungkapannya. Tari tradisional berdasarkan nilai artistik garapannya dibagi menjadi 3 yakni tari primitif, tari rakyat dan tari klasik. Sedangkan tari kreasi baru dibagi menjadi 2 yakni tari kreasi baru yang bersumber pada pola tradisi, dan tari kreasi baru yang tidak berpijak pada pola tradisi yang ada. 2. Jenis Tari Berdasarkan Pola Garapan a. Tari Tradisional Kata tradisi dalam perbincangan umum, sering diartikan sebuah kebiasaan. Tradisi adalah suatu kebiasaan yang sifatnya turun temurun, berulang-ulang dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam kurun waktu yang panjang. Didalam suatu tradisi terkandung nilai-nilai dan norma-norma yang mengikat bagi masyrakatnya. Bertitik tolak dari pandangan umum, tari tradisional adalah tarian yang tumbuh dan berkembang dalam suatu wilayah atau suatu komunitas, sehingga kemudian menciptakan suatu identitas budaya dari masyarakat bersangkutan. Berdasarkan uraian di atas kemudian dikenal tari-tarian Minang, Sunda, Jawa, Bali, Kalimantan dan sebagainya. Akan tetapi tari tradisi bukan hanya hidup dan berkembang di wilayah asalnya saja, melainkan banyak juga yang berkembang di luar wilayah tersebut. Misalnya tari Aceh, Minang dan Jawa berkembang pula di kota Jakarta. Demikian pula tari Bali juga bisa berkembang di Yogyakarta atau di kota Bandung yang secara geografis bukan wilayah Bali. Tetapi dimanapun tari tradisi berkembang, tarian tersebut bisa dikenali dari ciri-cirinya yang khas, dan diakui berasal dari wilayah asalnya. Ciri-ciri tersebut meliputi unsur gerak, tata rias, busana, dan musik pengiringnya. Selain dari wilayah geografis etnisnya, tingkatan atau strata sosial budaya suatu kelompok masyarakat ikut pula wewarnai kekhasan kehidupan tarinya. Oleh sebab itu tari-tarian yang tumbuh di lingkungan kaum bangsawan (ningrat) atau istana, bentuk tariannya berbeda dengan tarian yang hidup dalam kalangan rakyat umum di desa-desa. Demikian juga tarian di kota berbeda dengan tarian di desa atau kampung. Tari tradisional berdasarkan nilai artistik garapannya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu tari primitif, tari rakyat, dan tari klasik. 1) Tari Primitif Tari primitif bersifat magis atau sakral dan berciri khas sederhana. Apabila ditinjau dari terminologi primitif berasal dari kata primus (bahasa latin) yang berarti pertama. Dengan demikian tarian ini dapat dikatakan tarian yang paling tua umurnya. Bahkan dapat dikatakan bahwa tarian primitif telah ada semenjak manusia ada di dunia ini, atau boleh dikaitkan hampir seumur manusia. Bentuk-bentuk gerak tarian primitif nampaknya belum digarap komposisinya. Tata busana, tata rias, iringan musiknyapun sangat sederhana, terutama pada tata panggung dengan segala perlengkapannya. Pada jaman dahulu tarian primitif terdapat di mana-mana, di seluruh pelosok dunia yaitu pada jaman prasejarah, tetapi sekarang hanya terdapat di suku pedalaman yang masih menjalankan tata kehidupan masyarakat primitif. Tarian ini hanya diselenggarakan pada upacara-upacara adat dan agama. Gerak tariannya sangat sederhana, yaitu merupakan desain-desain global, yang hanya berupa depakan-depakan kaki, loncatan-loncatan, langkah-langkah dan gerakan anggota badan tertentu saja.Bentuk tari-tarian mereka masih sederhana pula sesuai instrumen musik pengiringnya yang sederhana dan hanya terdapat satu macam instrumen musik. Tari-tarian mereka hanya menirukan gerak alam dengan gerakan tangan, kepala, serta depakan kaki. Tari primitif lebih mengutamakan ungkapan ekspresi kehendak atau keyakinan dari pada artistiknya. Oleh karenanya gerak dimaksudkan untuk tujuan-tujuan tertentu saja. Fungsi tari tersebut untuk upacara kelahiran, upacara akil balig, upacara perkawinan, menyambut tamu, kematian, akan melakukan perburuan, untuk mendatangkan hujan (untuk kesuburan), akan melakukan peperangan, untuk menyambut kemenangan dan sebagainya. Musik pengiringnya sangat sederhana sekali, dengan ritme yang berulang-ulang sehingga sangat mudah untuk diikuti oleh penari-penarinya. Ritme yang demikian ini berlangsung sangat lama yang mengakibatkan penari makin menyatu dengan ritme tersebut sehingga terjadi gerakan di bawah sadar yakni menimbulkan daya magis dan akhirnya penari menjadi trance (kerasukan). Dalam keadaan demikian ini biasanya penari-penari tersebut mempunyai kekuatan kekuatan di luar kemampuan manusia biasa seperti menyembuhkan penyakit, tak terluka dengan senjata tajam, tak hangus oleh api, bisa menari sangat indah dan menarik. Instrumen pengiring jumlahnya tidak banyak, kadang kala hanya berupa kentongan saja, gendang, genta, sungu, terompet yang terbuat dari bambu, kayu, kulit keong dan sebagainya, bahkan sering hanya diiringidengan gerakan-gerakan kaki, tepukan tangan, nyanyian, dan teriakan-teriakan saja.
Page 2
|