Oleh: Dwita Sari Fathina *) SUNGAI Batanghari merupakan sungai terpanjang di Pulau Sumatera, dan merupakan salah satu objek wisata di Provinsi Jambi. Selain itu, Sungai Batanghari juga dimanfaatkan masyarakat untuk menopang berabagai aspek kehidupan, seperti jalur transportasi, perdagangan dan sumber utama pencaharian bagi masyarakat. Sungai yang berwarna cokelat ini menjadi tempat masyarakat bergantung hidup mulai dari mencari nafkah serta menjadi tempat Mandi Cuci Kakus (MCK). Sungai Batanghari memiliki hasil perikanan yang sangat melimpah, di sana terdapat juga berbagai macam sumber daya alam yang dapat diolah seperti pasir, emas, dan lainnya yang menyebabkan pihak-pihak tertentu ingin berinvestasi dan tertarik untuk mengeksploitasinya. Sungai Batanghari di tercatat memiliki 132 spesies ikan bahkan ada 76 jenis ikan yang dapat di konsumsi dan 56 jenis ikan hias. Besarnya potensi perikanan di daerah ini membuat warga yang tinggal di pinggiran sungai menjadikan tempat ini sebagai sumber mata pencaharian masyarakat yaitu sebagai nelayan. Komoditas perikanan yang ditangkap oleh nelayan di Sungai Batanghari yaitu ikan-ikan sungai seperti Juaro, Lampam, Patin, Sengarat, Lais, Seluang, Udang Kecil, Kalui/Gurame, Lambak, Belida, Betulu, Tapah, Tilan, Bajubang, Baung, Pari dan lain sebagainya Di sisi lain, eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan tentu akan menyebabkan pencemaran lingkungan. Salah satu kegiatan penambangan yang mengeksploitasi bahan galian adalah berupa emas. Kegiatan ini bersifat illegal karena tidak dilandasi aturan atau tanpa memperoleh perizinan dari pemerintah pusat ataupun daerah. Saat membersihkan emas yang diambil dari sungai, penambang memisahkan butir-butir emas dan kotorannya di badan Sungai Batanghari dengan menggunakan zat kimia berupa air raksa. Penggunaan air raksa secara berlebihan serta pembuangannya langsung ke sungai dapat menimbulkan pencemaran. Air sungai yang tercemar dapat menimbulkan dampak yang serius terhadap penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya ikan karena zat kimia dapat mengkontaminasi ikan-ikan di sungai melalui rantai makanan. Dengan kondisi sungai yang sudah tercemar akan menimbulkan berbagai permasalahan dan merugikan berbagai pihak. Beberapa jenis ikan seperti ikan belida, betulu, patin, tapah, dan ikan lampam sudah sangat langka atau susah ditemukan di sungai Batanghari, hal ini dikarenakan ikan-ikan tersebut sudah tidak dapat bertahan hidup di sungai yang sudah tercemar limbah air raksa hasil kegiatan eksploitasi emas (PETI) di sungai ini. Pencemaran zat kimia dari kegiatan tersebut dapat menyebabkan potensi ikan-ikan di perairan Sungai Batanghari semakin terancam serta merugikan kondisi ekonomi para nelayan serta kondisi sosial warga sekitar. Keberadaan ikan-ikan di sungai Batanghari telah memberikan kontribusi yang baik bagi penghasilan nelayan tetapi dengan pencemaran air sungai yang ditimbulkan oleh pihak penambang membuat para nelayan dapat kehilangan mata pencaharian mereka. Tidak hanya nelayan tetapi juga warga yang tinggal di pinggiran Sungai Batanghari juga tidak dapat menggunakan air sungai tesebut sebagai kebutuhan sehari-hari dan seringnya anak-anak yang bermain di sungai batanghari dapat terinfeksi zat kimia yang dapat menyebabkan penyakit tifus, kolera, hepatitis, dan lainnya. Maka, orangtua mereka harus menghimbau agar anak-anak mereka tidak bermain di air sungai yang masih tercemar oleh zat kimia. Dengan begitu, untuk mencegah kerusakan yang lebih parah dan menjaga kualitas air Sungai Batanghari dari pencemaran zat kimia, Pemerintah Daerah (Pemda) harus mensosialisasikan standar yang tegas untuk batasan pencemaran air sungai, memberi hukuman yang pantas bagi pihak yang masih membuang limbah perusahaan atau membuang zat kimia, serta membuat alat atau teknologi yang dapat mencegah dan mengatasi pencemaran air di sungai. Pemerintah daerah juga dapat memberikan himbauan kepada masyarakat bahayanya atau akibat menambang emas ilegal yang bisa membahayakan dan merusak lingkungan yang dapat menimbulkan kerugian terhadap orang banyak. Lebih dari itu, seharusnya pemerintah juga bisa lebih memperhatikan warganya dengan menyediakan lapangan pekerjaan, agar warga tidak menjadikan tambang emas illegal sebagai mata pencarian. Akhirnya, untuk menjaga kelestarian Sungai Batanghari ini, semua orang harus mengambil perannya. Warga juga dapat membantu pemerintah untuk mencegah pencemaran air sungai dengan mengelola sumber daya alam yang ada karena peran warga akan mempengaruhi kelangsungan sumber daya tersebut, dengan demikian pencemaran air sungai dapat dicegah. Bersama kita menjaga lingkungan untuk kelestarian alam semesta. *) Mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
Namanya ikan Killi Teluk (Fundulus grandis), ikan yang mungkin terdengar seperti nama predator laut yang ganas, tetapi ternyata justru menjadi mangsa bagi banyak ikan lain yang lebih besar. Meski begitu, di tempat hidupnya, banyak predatornya yang sudah pergi menjauh atau mati, dan kini ikan ini juga terancam hidupnya. Tingkat polusi yang mematikan di wilayahnya telah mengancam kelangsungan hidupnya. Ikan Killi Teluk yang ini hidup di sebuah pelabuhan dengan lalu lintas kapal yang cukup tinggi, yakni di Houston Ship Channel di Texas, Amerika. Sejak lama, wilayah ini menjadi tantangan besar bagi ikan yang hidup di sana. Pelabuhan kapal itu memiliki tingkat pencemaran ekstrem. Ikan-ikan kecil ini harus bertahan hidup di perairan tercemar yang memiliki kadar mematikan mencapai 1.000 kali lipat. baca : Ikan Anemon ‘Terpaksa’ Beradaptasi Akibat Emisi Karbon Manusia ke Lautan Anakan ikan killi teluk yang bertahan hidup pada perairan tercemar ekstrim di Houston Ship Channel di Texas, Amerika. Foto : Cole Matson/Haley Davis/futurity.orgNamun, di sinilah kisah yang luar biasa ini dimulai. Ikan Killi Teluk ini melakukan adaptasi dan hibridisasi, berevolusi untuk hidup di perairan kotor dan penuh dengan polutan tersebut berkat gen yang diperoleh dari kerabatnya, yakni ikan Killi Atlantik (Fundulus heteroclitus) yang bermigrasi ke dekat pelabuhan tersebut. Mereka kemudian kawin dan menghasilkan hibrida langka yang bisa beradaptasi pada lingkungan ekstrem tersebut. Hal itu dijelaskan dalam sebuah penelitian oleh Baylor University, Texas, yang diterbitkan dalam jurnal Science. Para peneliti juga mengatakan studi tentang ikan Killi menunjukkan resistensi genetik terhadap polusi sangat mungkin terjadi walau tidak terlalu signifikan. Adaptasi pada umumnya menjadi bagian integral bagi kelangsungan hidup setiap spesies di dunia. Namun tidak selalu membuat spesies dan manusia kebal terhadap polusi yang dibuat manusia. Untuk mengetahui bagaimana spesies beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang ekstrem dan cepat ini, tim ilmuwan dari Baylor University mengambil sampel ikan Killi Teluk dari 12 lokasi di perairan Houston Ship Channel dan Teluk Galveston, dan meminta mereka membudidayakan di fasilitas akuakultur di kampus mereka untuk menguji toleransi mereka terhadap polusi. Untuk melakukannya, embrio dari setiap populasi terpapar polutan model yang meniru bahan kimia yang ditemukan di perairan Houston Ship Channel. baca juga : 10 Jenis Ikan Air Tawar Paling Ganas di Dunia Anakan ikan killi teluk yang bertahan hidup pada perairan tercemar ekstrim di Houston Ship Channel di Texas, Amerika. Foto : Cole Matson/Haley Davis/the scientist.comMereka menemukan bahwa mereka yang dikumpulkan dari lokasi dengan tingkat polusi tertinggi juga paling tahan terhadap polusi itu, sebuah fakta yang dengan sendirinya mungkin tidak terlalu mengejutkan. Namun, ketika mereka merangkai seluruh genom, mereka menemukan bahwa yang terbaik beradaptasi dengan polusi mengandung wilayah genom yang dapat ditelusuri ke ikan killi Atlantik, bukan generasi sebelumnya dari ikan killi Teluk. “Ukuran populasi besar dari killifish Teluk memungkinkan mereka mempertahankan sejumlah besar variasi genetik,” kata penulis studi Elias Oziolor dalam sebuah pernyataan. “Tetapi di bawah tekanan polusi radikal, solusi utama bukanlah variasi genetik mereka sendiri, tetapi variasi yang cukup beruntung untuk ditangkap dari spesies saudara mereka, Ikan Killfish Atlantik, melalui hibridisasi,” katanya. Kedatangannya ikan Killi ke perairan Huston diperkirakan terbawa kapal besar yang berlayar dari perairan Atlantik. Menariknya spesies invansif tersebut justru dapat bertahan hidup dan melakukan pertukaran gen (perkawinan) yang dapat menyelamatkan keberadaan mereka sekaligus spesies lainnya. Padahal invasi spesies seperti itu biasanya tidak akan bertahan, karena akan diikuti terjadinya peperangan antara spesies asli dan invansif. Meski begitu, para peneliti memperingatkan bahwa hibridasi bukan bukan solusi untuk semua masalah degradasi lingkungan yang disebabkan oleh manusia, para peneliti memperingatkan. “Hibridisasi tidak mungkin menjadi mekanisme penyelamatan evolusioner yang umum digunakan,” jelas penulis senior Cole Matson, seorang profesor ilmu lingkungan dan anggota Pusat Penelitian Sistem Reservoir dan Perairan (CRASR) di Baylor University. “Tapi penelitian ini jelas menunjukkan bahwa (hibridasi) mungkin bisa menyelamatkan”. menarik dibaca : Mariana Snailfish, Ikan Transparan Jenis Baru yang Hidup di Dasar Laut ikan kill atlantik (Fundulus heteroclitus) yang berkontribusi memberikan gen keada ikan killi teluk (Fundulus grandis) sehingga mampu beradaptasi pada perairan yang tercemar ekstrim. Foto : Andrew Shite/UC Davis/forbes.comIkan Killi bisa jadi telah menjadi kisah sukses dalam fenomena ini. Namun keberadaannya masih rawan, bahkan banyak spesies lain tidak selamat karena terpapar polusi. Bagi para ilmuwan, Houston Ship Channel merupakan kawasan dengan lapisan beracun, yang telah mendegradasi kualitas perairan dan lingkungan hidup akibat adanya aktivitas industri dalam 60 tahun belakangan. “Killifish, sekalipun sukses, sesungguhnya menjadi simbol peringatan karena pada kenyataannya ‘spesies asli’ membutuhkan pertukaran gen dari ‘spesies invansif’ untuk mengatasi degradasi kualitas perairan” pungkas Matson. sumber: futurity.org, the-scientist.com, theaggie.org |