Jelaskan tahap pembentukan kelompok sosial pada tahap pembentukan forming

rtikel ini adalah pelengkap dari artikel sebelumnya yang berjudul: Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Bagi Pemimpin Tim Teknologi — Part 2. Pada artikel tersebut telah dibahas mengenai hal-hal yang sebaiknya dilakukan oleh para lead tim teknologi ketika ada sebuah pekerjaan masuk tetapi tim nya belum ada.

Apakah kita harus membentuk tim baru yang merupakan cabutan dari beberapa tim lainya, atau memberikan pekerjaan tersebut ke tim yang ada dan jumlah anggota timnya ditambah, atau membentuk tim baru dengan merekrut (hire) anggota tambahan? Pada artikel tersebut telah dijawab semua pertanyaannya.

Pada artikel kali ini kita akan fokus membicarakan tahap-tahap sebuat tim dibentuk. Mulai dari awal dikumpulkan sampai mereka stabil dan mengalami full of performance. Tulisan pada artikel ini akan banyak berbicara dari teori yang dikemukakan oleh seorang praktisi yang sudah berpengalaman dalam agile proses dan seorang psikolog senior yang bernama Bruce W. Tuckman, Ph.D.

Setidaknya terdapat empat tahap ketika tim dibentuk. Tahapan-tahapan itu terdiri dari, forming, storming, norming, dan performing. Tidak semua tim bisa sampai ke tahap performing. Bahkan ada yang baru masuk ke forming sudah dibubarkan atau tim hanya ada dalam siklus storming, norming terus-menerus. Oleh karena itu, mari kita bahas satu persatu sehingga kita sebagai lead mampu mengantarkan tim kita ke dalam tahap full of performance yang kita mimpikan.

1. Tahap Awal Pembentukan (Forming — Phase)

Ini adalah tahap pertama waktu tim dibentuk dan dikumpulkan. Pada tahap ini tim cenderung ramah-ramah dan sopan. Tiap individu akan berusaha untuk saling mengenal satu sama lain, tetapi pada tahap ini tim belum saling percaya. Pada tahap ini produktivitas dan konflik yang terjadi sangat rendah. Tim akan cenderung menghabiskan waktu untuk membahas dan menyetujui apa yang harus disepakati dan dikerjakan.

Kurangnya kesepakatan atau suara bulat yang tidak sampai diputuskan akan membuat tim kehilangan tujuan. Karena pada tahap awal ini masing-masing individu memiliki pandangan dan target yang berbeda-beda.

Anggota tim akan mengandalkan perilaku yang terpola serta meminta bimbingan dan arahan dari pemimpin tim. Anggota tim ingin merasa diterima oleh kelompoknya. Leader harus peka akan hal ini ketika di fase-fase awal sehingga tidak salah melangkah. Leader yang pintar dan bijak akan segera memfokuskan pada tujuan dan hasil. Mengatur panggung agar perilaku dan hasil tim di masa depan lebih baik.

Tahap ini bisa cepat atau lambat tergantung, jumlah tim, distribusi tim, keanekaragaman tim, dan lead nya sendiri. Semakin cepat tahap ini dilalui semakin bagus masa depan tim yang dibentuk.

2. Menyerbu Medan Perang (Storming — Phase)

Jika tahap pembentukan tim sudah terlewati dan tujuan sudah ditetapkan dengan jelas maka tahap kedua adalah tim akan masuk ke peperangan yang sesungguhnya. Tim mulai menentukan rencana untuk mencapai tujuan, menentukan apa yang harus dilakukan dan siapa orangnya.

Pada tahap ini gesekan antar individu dalam tim mulai terasa. Hal ini karena masing-masing akan mengusulkan ide dan saran yang berbeda. Kepercayaan di dalam tim masih tetap rendah dan konflik afektif (konflik yang timbul apabila perasaan-perasaan atau emosi-emosi tidak sesuai satu sama lain) meningkat ketika orang-orang bersaing untuk mendapatkan kendali. Intinya bakal terjadi banyak konflik antar individu. Bisa tim dengan tim atau tim dengan leadnya sendiri.

Produktivitas turun bahkan lebih rendah daripada tahap pertama. Inilah titik terrendah dari tim dan disebut masa-masa pancaroba.Pada tahap ini juga merupakan tahap yang kritikal bagi seorang tim leader. Tahap ini tahap yang paling penting dan seorang leader benar-benar diuji di sini.

Kepemimpinan yang baik berfokus pada resolusi konflik afektif yang cepat serta berfungsi untuk membantu memperkuat tujuan dan hasil tim. Semua ini dilakukan agar tim dapat bergerak cepat ke tahap yang lebih produktif. Kadang di tahap ini atasan dari leader musti membantu dan berperan mendukung leader tersebut agar tahapan ini segera terlewati.

Setelah tim menyetujui rencana dan peran serta tanggung jawab, tim dapat melanjutkan ke tahap berikutnya. Tanpa kesepakatan, tim bisa terjebak dalam kemelut terus-menerus.

3. Kesepakatan dan Aturan (Norming — Phase)

Apabila tim telah berhasil melewati phase storming yang ditandai dengan masing-masing individu sudah memahami rencana dan peran masing-masing maka selanjutnya masuk phase norming. Pada tahapan ini kerja sama kelompok sudah mulai membaik, konflik individu menurun, kepercayaan antar individu meningkat, dan kognitif konflik (adalah kesadaran individu tentang adanya ketidaksesuaian antara struktur kognitif mereka
dengan informasi yang mereka hadapi — menguntungkan) meningkat.

Tim akan mulai fokus menyelesaikan semua tugas dan produktifitas. Tim mulai merasa memiliki kelompok dan merasa lega berhasil menyelesaikan setiap konflik interpersonal. Selain produktivitas akan muncul juga dari tim initiative, inovasi , dan kreativitas. Tim akan membuat atau mengembangkan norma (aturan) bagi mereka sendiri. Sehingga mereka tau cara bekerjasama dan berkolaborasi. Norma atau aturan harus terbentuk agar kualitas dari tim terwujud. Akhirnya tim mulai membentuk kohesi yang solid serta yang terpenting dari fase ini tim harus merasa senang dan bangga menjadi bagian anggota tim.

Kepemimpinan mulai terlihat jelas baik hasil dan bentuknya. Tugas pemimpin di tahap ini adalah menjaga dan menyediakan fasilitas dan lingkungan agar kondisi-kondisi di atas tetap kuat dan langgeng.

Pada tahap ketiga ini mungkin tim bisa mundur lagi ke tahap ke dua jika ada permasalahan baru muncul atau konflik baru. Akantetapi, dengan dibantu leader, tim akan cepat menyelesaikan masalah sehingga kembali lagi ke tahap tiga.

4. Performa Tinggi ( Performing — Phase)

Ini adalah tahap akhir dimana semua kebaikan muncul. Tidak semua tim akan sampai pada tahap ini. Beruntung jika kita berada dalam tim yang merasakan tahap ini.

Pada tahap ini semua tim saling bergantung dalam hubungan pribadi dan pemecahan masalah tugas. Anggota tim berbagi tujuan bersama, memahami rencana untuk mencapainya, mengetahui peran mereka dan cara bekerja sama. Pada tahap ini tim sangat produktif dan kerjasama terjadi dengan sangat baik. Mereka saling percaya, saling mendukung, konflik yang sehat didorong. Ada kesatuan: identitas kelompok lengkap, semangat kelompok tinggi, dan loyalitas kelompok kuat.

Pada tahap ini tugas leader sudah sangat ringan dan menyenangkan. Dia tinggal memonitoring dan mengarahkan sedikit agar tim tetap dijalan yang baik. Ini lah saatnya leader melakukan improvement kemampuan diri sendiri untuk tantangan kedepan yang lebih susah.

Tidak semua tim sampai ke fase ini. Mereka bisa terjebak dalam fase sebelumnya atau meluncur kembali dari fase yang lebih rendah. Kepemimpinan yang berfokus pada resolusi konflik afektif, penciptaan identitas tim, visi dan tujuan yang menarik untuk mencapai visi itu sangat penting untuk mencapai fase Performing.

Biasanya tidak mudah bagi tim untuk maju dengan cepat melalui tahapan ini, dan seringkali dibutuhkan waktu 6 bulan bahkan setahun atau lebih bagi tim untuk mencapai fase Performing.

Pembelajaran Pada Agile Proses

Kita sering melihat perusahaan membuat kesalahan dengan menggabungkan atau membentuk tim di sekitar inisiatif (inisialisasi project). Kadang-kadang disebut “tim virtual” atau “tim matriks”, tim ini berulang kali mengalami fase kinerja buruk dari kurva Tuckman, terutama ketika inisiatif ini berlangsung kurang dari 6 bulan. Bahkan dengan durasi satu tahun, enam bulan dari waktu itu dihabiskan untuk membawa tim ke tingkat kinerja yang optimal.

Jadi kesalahan yang perlu dihindari jangan bentuk tim dan project pada waktu yang sama. Ada project baru bentuk tim baru bahkan membubarkan dan mendistribusikan tim. Karena pasti tim akan memulai semua dari awal.

Analisis Tuckman menunjukkan bahwa tim harus bersama tidak kurang dari satu tahun (memberikan pengembalian 6 bulan atas investasi 6 bulan) dan idealnya selama sekitar 3 tahun. Batas atas diinformasikan oleh penelitian tentang pemikiran kelompok dan implikasinya terhadap kreativitas, kinerja, dan inovasi dalam tim.

Tim kemudian harus menjadi semi-permanen dan kita harus berusaha untuk memindahkan pekerjaan ke tim daripada membentuk tim di sekitar pekerjaan.

Agar berhasil, kita membutuhkan tim multidisiplin yang mampu menangani semua pekerjaan yang mungkin ditugaskan kepada mereka. Lebih lanjut, tim harus terbiasa dan “memiliki” hasil yang terkait dengan solusi (atau komponen arsitektur) yang mereka gunakan.

Kesimpulan

  1. Tim membutuhkan 3 tahap agar masuk ke tahap performa.
  2. Jika ada pekerjaan baru yang mendesak lebih baik serahkan pekerjaan kepada tim yang ada.
  3. Jangan bubarkan tim,mendistribusikannya, dan membentuk tim-tim baru karena kinerja akan turun.
  4. Persiapkan tim jauh-jauh hari sebelum pekerjaan yang sesungguhnya datang. Persiapkan tim dengan memperhatikan tahapan-tahapan pembentukan tim sebelum mengerjakan project atau product yang sebenarnya.
  1. [Stage Of Development]
  2. [Bruce Tuckman]
  3. [Mental Model]

Membutuhkan kaos dengan tema pemrograman :

Kafka T-shirt

Elastic T-shirt

Dapat menghubungi The Legend.