Jelaskan apa yang dimaksud luber dan jurdil dalam pelaksanaan pemilihan umum?

Jakarta, DKPP Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Dr. Harjono memaparkan hubungan antara kode etik dengan independensi penyelenggara Pemilu.

Menurutnya, kedua hal ini saling terkait satu sama lain dalam menciptakan pelaksanaan Pemilu yang Luber Jurdil sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

Menjadi salah satu narasumber dalam kegiatan Orientasi Tugas Penyelenggara Pemilu Anggota KPU Kabupaten/Kota ke-V di Hotel Grand Mercure Harmoni, Jakarta, Rabu (2/10/2019), Harjono menegaskan, Pemilu berasaskan Luber Jurdil hanya dapat tercapai jika diselenggarakan oleh penyelenggara Pemilu yang independen.

Untuk (menciptakan) penyelenggaraan Pemilu yang Jurdil, penyelenggara Pemilu harus independen, perlu itu, harus! kata Harjono.

Persoalan independensi tidak hanya menjadi syarat saat melamar (sebagai penyelenggara Pemilu), tapi juga harus dipertahankan terus (saat menjabat), imbuhnya.

Menurutnya, independensi ini menimbulkan konsekuensi terhadap hilangnya sejumlah hak yang dimiliki penyelenggara Pemilu sebagai warga negara, seperti hak berkumpul dan berserikat misalnya.

Harjono menjelaskan, hak untuk berkumpul dan berserikat yang dimaksud adalah terkait bergabung dengan partai politik yang notabene menjadi peserta Pemilu.

Jelaskan apa yang dimaksud luber dan jurdil dalam pelaksanaan pemilihan umum?

Dalam kesempatan ini, ia beberapa kali menekankan pentingnya independensi bagi penyelenggara Pemilu. Artinya, penyelenggara harus kebal terhadap intervensi dari pihak mana pun.

Caranya gimana? Dengan (memegang) kode etik, tegas Harjono.

Sebagaimana diketahui, lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat independen merupakan amanat dari Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

Dalam UUD 1945 juga disebutkan bahwa pelaksanaan Pemilu harus berlandaskan pada asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil (Luber Jurdil).

Lebih lanjut, Harjono menerangkan bahwa kode etik sering dianggap sebagai suatu pengikat yang lebih halus dari hukum. Artinya, pelanggaran kode etik belum tentu dapat dikatakan sebagai sebuah pelanggaran hukum, tetapi pelanggaran hukum itu sendiri merupakan bentuk pelanggaran kode etik.

Dalam bidang kepemiluan atau profesi lainnya, pelanggaran terhadap kode etik dapat mengakibatkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap profesi sehingga diperlukan sebuah penanganan terhadap pelanggaran-pelanggaran terhadap kode etik.

Oleh karena itu, pemberian sanksi dalam pelanggaran kode etik itu bukan ditujukan kepada pelanggarnya, tapi untuk menjaga kredibilitas dan kepercayaan terhadap profesi tersebut, jelas Harjono.

Tugas DKPP ini menjadi tempat untuk mengadu kalau ada penyelenggara Pemilu yang melanggar etika sehingga menyebabkan kepercayaan masyarakat turun, pungkasnya. [Humas DKPP]