Siapakah tokoh yang bernama Dr Karyadi?

RADARSEMARANG.ID Nama dr Kariadi diabadikan menjadi nama rumah sakit yaitu RSUP dr Kariadi. Sosok pejuang yang pernah berjibaku dalam pertempuran lima hari melawan penjajahan tentara Jepang di Kota Semarang. Namun baru tahun 2020 ini, diusulkan untuk mendapatkan gelar kehormatan sebagai pahlawan nasional.

Kariadi adalah seorang dokter yang meninggal dalam perjuangannya mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dari pendudukan penjajah Jepang. Peristiwa itu kini dikenal dengan sebutan Pertempuran Lima Hari di Kota Semarang.

Atas peristiwa itu, setiap tanggal 15 sampai 19 Oktober, Kota Semarang melaksanakan upacara peringatan Pertempuran Lima Hari di area Bundaran Tugu Muda Semarang.

Dalam bingkai sejarah, peristiwa itu merupakan simbol heroism masyarakat Semarang. Semua bermula dari terbunuhnya dokter Kariadi. Peristiwa ini diawali dengan adanya isu reservoir atau tandon air di Siranda, Candi Baru telah diracun. Hal itu menimbulkan sikap saling tuduh antara pihak pemuda Indonesia dengan pihak tentara Jepang. Para pemuda Indonesia menuduh orang Jepang pelakunya, sementara pihak Jepang menuduh pemuda pejuang kemerdekaan pelakunya.

Mendengar rumor tersebut, dr Kariadi yang ketika itu menjabat sebagai kepala Laboratorium Rumah Sakit Purusara merasa terpanggil jiwanya untuk membuktikan kebenarannya. Meski sadar, situasinya kala itu sangat genting. Ia mencoba mengambil sample air untuk diteliti. Namun saat dalam perjalanan melewati Jalan Pandaran, dr Kariadi malah ditembak oleh tentara Jepang. Akibat luka yang terlalu parah, akhirnya dr Kariadi gugur.

Guru Besar Sejarah Universitas Negeri Semarang (Unnes), Prof Wasino menilai atas perjuangan dr Kariadi itu, sangatlah layak memeroleh gelar pahlawan nasional.

Saya kira sangat pas, jika beliau diberi gelar menjadi pahlawan nasional. Jasanya di bidang penelitian akademis, tentu sangat pas, ujar Prof Wasiono yang juga ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) chapter Jawa Tengah, Sabtu (4/7/2020).

Bahkan, jika dilihat dari semua administrasi persyaratan untuk diajukan kepada Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP), dr Kariadi sudah relevan menjadi seorang pahlawan nasional.

Ia sendiri bersama MSI mengusulkan dan mengawal supaya dr Kariadi benar-benar diangkat menjadi salah satu pahlawan nasional. Jasa-jasanya telah menjadi ingatan yang tak akan dilupakan sepanjang masa. Ingatan itu dihidupkan paling tidak setahun sekali dalam peringatan Pertempuran Lima Hari di Semarang. Dengan demikian, di mata masayarakat Semarang dr Kariadi sudah pahlawan, ujarnya lanjutnya.

Tindakan kepahlawanan dr Kariadi tercermin dalam keberaniannya mengambil risiko dalam situasi konflik antara pejuang kemerdekaan dengan bala tentara Jepang di Semarang. Pemeriksaan tandon air yang dilakukan dr Kariadi itu memiliki makna besar bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Kariadi rela berkorban tanpa menghiraukan keselamatan dirinya dengan kepentingan dan keselamatan masyarakat, terutama masyarakat Semarang.

Selain itu, diangkatnya Kariadi sebagai pahlawan nasional akan menambah jumlah pahlawan dari kalangan intelektual dalam sejarah Indonesia. Hal ini sekaligus mematahkan mitos bahwa pahlawan identik dengan perjuangan bersenjata saja, tambahnya.

Sejauh ini, pemberian gelar pahlawan kepada seseorang memang sarat akan kepentingan politis. Masih dalam ingatan, bagaimana mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memerjuangkan Sarwo Edhie Wibowo menjadi salah satu pahlawan nasional. Kemudian mantan Presiden Soeharto yang sempat diusulkan menjadi salah satu pahlawan nasional. Semuanya terganjal dengan suara masyarakat yang menolak kala itu. Kemungkinan untuk Pak Harto penolakan muncul dari masyarakat yang keluarganya pernah disakiti di zaman orde baru. Namun untuk dokter Kariadi kan berbeda, murni pejuang. Bahkan dia berkorban, ujarnya.

Dijelaskan Wasino, proses seseorang bisa diangkat menjadi pahlawan nasional salah satunya harus mendengarkan reaksi masyarakat. Untuk Sarwo Edhie Wibowo serta Suharto memang banyak penolakan jadi urung disematkan dalam jajaran pahlawan nasional, katanya.

Adapun proses dalam pengusulan gelar kepahlawanan kepada seseorang yaitu mulai dari kajian akademis, kemudian seminar nasional tentang nama tersebut, bukti biografi yang diteliti secara baik, bukti penghargaan, dan nama jalan. Kemudian disetujui oleh TP2GP, disetujui dan ditandatangani oleh Presiden. Alhamdulillah, kami buktikan dan sudah kami kirim ke Jakarta. Sudah dapat rekomendasi Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, katanya.

Sepuluh tahun lalu, Kariadi sudah pernah diusulkan namanya menjadi salah satu pahlawan nasional. Namun terkendala kepentingan politis. Kala itu dari TP2GD dan Gubernur Jateng kala itu tidak merestui. Sosok Kariadi sebaiknya jangan dilihat dari konteks kelokalan Semarang, namun bagaimana perannya di dunai medis yang berpengaruh terhadap masyarakat Indonesia.

Dokter Kariadi sudah melanglang Indonesia. Dia bekerja di luar batas kewajibannya. Buktinya, mengadakan riset, misalnya masalah malaria dan menemukan obatnya. Dia juga tidak memikirkan gaji. Karena dokter pribumi kala itu, gajinya lebih kecil dibanding dokter dari Belanda, katanya.

Direktur Utama (Dirut) RSUP dr Kariadi Semarang dr Agus Suryanto Sp.PD-KP MARS MH mengaku pengusulan dr Kariadi sebagai pahlawan nasional, sebenarnya sudah dilakukan pihaknya sejak lima tahun lalu sekitar 2012 atau 2013. Seingatnya di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY).

Bahkan untuk mensukseskan langkah itu, pernah mengadakan seminar dan kajian-kajian dengan mengundang tokoh-tokoh, ahli waris yang tidak lain putri dr Kariadi, yakni Prof dr Sri Hartini Kariadi Sp.PD-KEMD Sp.KN yang merupakan dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrin metabolik diabetes. Prof Hartini kini berpraktik di RS Santo Borromeus Bandung. Namun kala itu, belum disetujui. Kini kali kedua dilakukan kajian melalui seminar di Unnes pada 14 April 2020 lalu.

Meski upaya mengusulkan gelar pahlawan nasional belum terealisasi, pihaknya tetap mengenang dr Kariadi setiap hari ulang tahunnya. Selalu ada ziarah di makam pahlawan, syukuran, doa dan kegiatan lainnya, tutur dr Agus Suryanto didampingi Kasubag Humas RSUP Dr Kariadi Parna dan Staf Humas Aditya Kandu Warendra, di RSUP Dr Kariadi Semarang, Jumat (3/7/2020).

Lima tahun lalu pihaknya sebagai inisiator mengusulkan gelar pahlawan. Kali ini, menjadi pemerhati. Sejauh ini, pemerintah belum banyak memperhatikan jasa beliau (dr Kariadi). Jadi momennya sekarang sangat baik, diusulkan lagi, jelasnya.

Agus mengaku, dr Kariadi sangat berarti bagi RSUP dr Kariadi. Merupakan RS milik Kementerian Kesehatan RI. Masuk kelas A dan termasuk salah satu kategori terbaik dari sejumlah RS di Indonesia. Apalagi sudah terakreditasi nasional maupun internasional, bahkan berbagai piagam penghargaan terbaik telah diraih.

Ia sendiri berharap penamaan RSUP dr Kariadi tidak hanya aspek nama. Melainkan seluruh bawahannya juga terus mendoakan dan semua masyarakat menanamkan nilai-nilai yang dimiliki dr Kariadi, kemudian yang baik ditiru dan dipedomani, khususnya aspek kemanusiaan dan dedikasi dalam hal penyelamatan dan perjuangannya.

dr Kariadi yang profesional. Berjuang tanpa senjata, melainkan dengan ilmu dan profesi dokternya. Beliau berani memberikan sumbangsih ilmunya. Masyarakat harus bisa mencontoh. Berhadapan dengan maut sekalipun berani dan diberikan untuk kemanusiaan, kata Agus.

Menurutnya, pesan maupun petuah tidak pernah terucap langsung maupun tertulis dari almarhum dr Kariadi. Hanya saja, pihaknya, memandang perjuangan dan tingkah laku dr Kariadi semasa hidup perlu diingat dan diterapkan. Kami berharap, Presiden Joko Widodo mengabulkan usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada dr Kariasi, tandasnya.

Diakuinya, dulu dr Kariadi dimakamkan di depan gedung Humas RSUP dr Kariadi. Tepat didekat tiang bendera sekarang. Tapi kerangka dan lainnya sudah dipindah di TMT Giri Tunggal. Dipindah sudah lama, kata Aditya Kandu. (ewb/jks/ida/bas)