Hal yang memicu peperangan jagaraga di bali adalah

Assalammualaikum, Selamat datang di Kelas IPS. Disini Ibu Guru akan membahas tentang pelajaran Sejarah yaitu Tentang “Perang Jagaraga“. Berikut dibawah ini penjelasannya:

Hal yang memicu peperangan jagaraga di bali adalah

Latar Belakang Perang Jagaraga Di Bali

Bali terdapat sejumlah wilayah, yaitu Buleleng, Karangasem, Klungkung, Gianyar, Badung , Jembaran, Tabanan, Mengwi, dan Bangli. Wilayah-wilayah ini masing-masing mempunyai kekuasaan sendiri dan merupakan negara merdeka. Hubungan antara raja-raja di Bali dengan Belanda sebenarnya telah ada sejak abad ke-17. Akan tetapi, hubungan ini  bukanlah hubungan politik. Hubungan raja-raja Bali pada tahun 1827 dan seterusnya sampai 1831 dengan pemerintah Hindia Belanda hanyalah dalam bidang sewa-menyewa orang untuk dijadikan bala tentara pemerintah Hindia Belanda.

Hubungan politik antara raja-raja Bali dengan pemerintah Hindia Belanda baru terjadi pada tahun 1841 tatkala raja Karangasem meminta bantuan dari pemerintah Hindia Belanda guna memulihkan kekuasaanya di Lombok. Hal ini memberi kesempatan kepada pemeirntah Hindia Belanda untuk mengikat negara itu dengan suatu perjanjian yang akan membuka pintu untuk mengadakan hubungan poilitik dengan negara-negara diseluruh Bali. Pada tahun 1841 juga diaadakan perjanjian dengan raja-raja Klungkung, Badung, dan Buleleng.

Jika dilihat isi perjanjian, tampak bahwa pemerintah Hindia Belanda berusaha untuk meluaskan daerah kekuasaannya. Dalam perjanjian tersebut antara lain, dinyatakan bahwa raja-raja Bali mengakui bahwa kerajaan-kerajaan Bali berada dibawah kekuasaan negara Belanda, raja-raja Bali tidak akan menyerahkan kerajaannya kepada bangsa Eropa lainnya, raja memberi izin pengibaran bendera Belanda di daerahnya.

Suatu masalah yang menyulitkan hubungan antara Belanda dan kerajaan kerajaan di Bali adalah berlakunya hukun tawan karang, yaitu hak dari Bali untuk merampas perahu yang terdampar di pantai wilayah kekuasaannya. Hukum tawan karang ini telah menimpa kapal-kapal Belanda seperti yang dialami pada tahun 1841 dipanati wilayah Badung.

Meskipun dalam tahun 1843 raja-raja Buleleng, Karangasem, dan beberapa raja lainnya telah menandatangani perjanjian penghapusan tawan karang, ternyata mereka tidak pernah melaksanakannya dengan sungguh-sunggguh. Pada tahun 1844 di Pantai Prancak dan Sangsit terjaid pula perampasan terhadap kapal-kapal Belanda yang terdampar. Percekcokan kemudian timbul diantara kerjaan-kerajaan tersebut dengan Belanda. Raja-raja Bali dituntut agar mau menghapuskan hak tersebut.

Dalam tahun 1845 Raja Buleleng menolak pengesahan perjanjian penghapusan hukum tawan karang yang diajukan oleh pemerintah Hindia Belanda. Sementara itu, tuntutan Belanda agar Raja Buleleng melaksanakan isi perjanjian yang mereka buat pada tahun 1841 dan 1843, yaitu mengganti kerugian atas kapal-kapal Belanda yang dirampas dan menerima kekuasaan Hindia Belanda, telah menimbulkan kegelisahan pada diri raja.

Patih Buleleng, Gusti Ketut Jelantik, dengan tegas mengatakan bahwa tuntutan tersebut tidak mungkin diterima. Gusti Jelantik yang terkenal sangat menentang Belanda mengetahui akibat yang akan terjadi dengan penolakan tuntutan pemerintah Hinida Belanda tersebut. Ia menghimpun pasukan, menggiatkan latiahan berperang, serta menambah perlengkapan dan persenjataan guna menghadapi hal-hal yang tidak diingkan.

Sikap menentang dari Buleleng mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengeluarkan ultimatum pada tanggal 24 juni 1846 yang berakhir dalam waktu 3×24 jam. Isi ultimatum tersebut, antara lain menyebutkan agar Raja Buleleng mengakui kekuasaan Belanda, menghapuskan hak tawan karang, dan memberi perlindungan terhadap perdagangan Hindia Belanda.

Batas waktu ultimatum sampai 27 juni 1846 tidak dapat dipenuhi oleh raja Buleleng. Untuk memikirkan masalah itu, raja membutuhkan waktu 10 hari. Gusti Jelantik yang diutus oleh raja untuk merundingkan hal itu dengan Dewa Agung dari Klungkung, telah menyatakan pendiriannya kerjaan Karangasem juga telah menyatakan sikap menentang pemerintah Hindia Belanda.

Penyebab Perang Jagaraga Di Bali

Berikut ini terdapat 2 penyebab perang jagaraga di bali, yaitu sebagai berikut:

1. Sebab Umum

Yaitu sebagai berikut:

  1. Belanda hendak memaksakan kehendaknya untuk menghapuskan hak-hak kekuasan kerajaan-kerajaan di Bali atas daerahnya.
  2. Raja-raja Bali dipaksa mengakui kedaulatan pemerintah Hindia Belanda dan mengizinkan pengibaran bendera Belanda di wilayah kerajaannya.
  3. Adat agama sute yang dianggap Belanda tidak berprikemanusiaan akan dihapus oleh Belanda

2. Sebab Khusus

Faktor yang menyebabkan perang Bali antara tahun 1846-1849. Masalah utamanya adalah adanya hak tawan karang yang dimiliki raja-raja Bali. Hak ini dilimpahkan kepada kepala desa untuk menawan perahu dan isinya yang terdampar diperairan wilayah kerajaan tersebut. Antara Belanda dan kerajaan Buleleng dengan rajanya yaitu Raja I Gusti Ngurah Made Karang Asem beserta Patih I Gusti Ketut Jelantik telah ada perjanjian pada tahun 1843 isisnya pihak kerajaan akan membantu Belanda jika kapalnya terdampar di wilayah Buleleng namun perjanjian itu tidak dapat berjalan dengan semestinya.

Pada tahun 1844 kapal Belanda terdampar di wilayah Buleleng Timur (Sangsit) dan Buleleng Barat (Prancah)., dengan adanya kejadian tersebut Belanda menuntut agar kerajaan Buleleng melepaskan hak tawan karangnya sesuai perjanjian tahun 1843 itu namun di tolak. Kejadian tersebut dijadinkan alasan oleh Belanda untuk menyerang Buleleng.

Kronologi Perang Jagaraga Di Bali

Berikut ini terdapat dua kronologi perang jagaraga di bali, yaitu sebagai berikut:

1. Perang Jagaraga I

Yaitu Sebagai Berikut:

  • Maret 1848: Sebelum Belanda melakukan penyerbuan secara langsung, pemerintah Belanda mengirim utusan ke Buleleng.
  • 27 April 1848: Pemerintah Belanda dengan resmi mengumumkan perang terhadap raja Buleleng.
  • 6 Juni 1848: Armada ekspedisi Belanda yang kedua sudah merapat di pantai Sangsit. Ekspedisi ini diangkut oleh suatu kapal armada perang yang terdiri atas 22 buah kapal perang. Masing-masing kapal dilengkapi meriam-meriam dan persenjataan lainnya.
  • 8 Juni 1848: Serdadu Belanda mendarat di desa Sangsit dan terus melakukan serbuan-serbuan di bawah perlindungan tembakan meriam dari atas kapal. Serdadu Belanda terbagi atas 4 divisi. Akhirnya terjadi pertempuran sengit di desa Bungkulan dan sekitarrnya.
  • 9 Juni 1848: Mayor Sorg berusaha menguasai Bungkulan menuju desa Jagaraga dan bermaksud memukul langsung pusat pertahanan Patih Jelantik. Sore harinya, sisa-sisa serdadu Belanda berhasil mencapai pantai desa Sangsit dan langsung menuju ke kapal.
  • 20 Juni 1848: Seluruh ekspedisi Belanda kembali ke Jawa. Kemenangan mutlak berada di tangan laskar Jagaraga berkat kepemimpinan Patih Jelantik dan bersatunya lakar dengan rakyat.

Artikel Terkait:  Isi Perjanjian Tordesillas

2. Perang Jagaraga II

Yaitu Sebagai Berikut:

  1. 14 April 1849: Armada perang Belanda sudah mendarat di tepi pantai desa Sangsit.
  2. 15 April 1849: Pagi-pagi buta, Patih Jelantik dengan diikuti oleh laskarnya sekitar 10.000 orang berangkat ke Singaraja, pura-pura untuk berunding dengan Jenderal Michiels. Selanjutnya lambung barat benteng induk Jagaraga jatuh ke tangan Belanda, dengan korban yang besar di pihak lascar Jagaraga.
  3. 16 April 1849: Benteng induk Jagaraga jatuh ke tangan serdadu Belanda yang berada di bawah pimpinan Letnan Kolonel C.A. de Brauw, dengan korban besar di pihak Jagaraga.
  4. 24 Mei 1849: benteng Kusamba diserang oleh pasukan belanda yang bergerak dari pelabuhan padangbai.
  5. 25 Mei 1849: malam hari menjelang pagi tiba tiba perkemahan belanda diserang oleh pasukan istemewa yang sengaja dikirim dari kelungkung.Dalam pernyebuan ini laskar kelungkung berhasil menembak jendral Michiels.Letnan Kolonel Van Swieten memerintahkan seluruh armada kembali ke Jawa.Kematian sang Jendral merupakan kemenangan yang gemilang bagi kerajaan Kelungkung karena sekaligus mengusir Belanda dari wilayah kerajaan kelungkung.

Tokoh Perang Jagaraga

Berikut ini terdapat tiga tokoh perang jagaraga di bali, yaitu sebagai berikut:

1. Raja Buleleng

Hal yang memicu peperangan jagaraga di bali adalah

I Gusti Anglurah Panji Sakti, yang sewaktu kecil bernama I Gusti Gede Pasekan adalah putra I Gusti Ngurah Jelantik dari seorang selir bernama Si Luh Pasek Gobleg berasal dari Desa Panji wilayah Den Bukit. I Gusti Panji memiliki kekuatan supra natural dari lahir. I Gusti Ngurah Jelantik merasa khawatir kalau I Gusti Ngurah Panji kelak akan menyisihkan putra mahkota. Dengan cara halus I Gusti Ngurah Panji yang masih berusia 12 tahun disingkirkan ke Den Bukit, ke desa asal ibunya, Desa Panji.

I Gusti Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya Kerajaan Buleleng, yang pengaruhnya pernah meluas sampai ke ujung timur pulau Jawa (Blambangan). Setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti wafat pada tahun 1704, Kerajaan Buleleng mulai goyah karena perebutan kekuasaan.

2. Raja Karangasem

Hal yang memicu peperangan jagaraga di bali adalah

Setelah Raja I Gusti Anglurah Ketut Karangasem wafat, pemerintahan Kerajaan Karangasem dipegang oleh I Gusti Gede Karangasem (Dewata di Tohpati) antara tahun 1801-1806. Pada saat itu wilayah Kerajaan Karangasem semakin besar yang meluaskan kekuasaannya sampai ke Buleleng dan Jembrana.[2] Setelah wafat, I Gusti Gede Ngurah Karangasem digantikan oleh putranya bernama I Gusti Lanang Peguyangan yang juga dikenal dengan nama I Gusti Gede Lanang Karangasem.

3. Patih I Gusti Ketut Jelantik

Hal yang memicu peperangan jagaraga di bali adalah

I Gusti Ketut Jelantik ( w. 1849) adalah pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Karangasem, Bali. Ia merupakan patih Kerajaan Buleleng. Ia berperan dalam Perang Bali I, Perang Jagaraga, dan Perang Bali III yang terjadi di Bali pada tahun 1849. Dalam perang terakhir ia gugur.

Dampak Perang Jagaraga

Berikut ini terdapat beberapa dampak perang jagaraga, yaitu sebagai berikut:

1. Bidang Politik

Yaitu sebagai berikut:

  1. Dikuasainya seluruh pulau Bali oleh Belanda.
  2. Berkurangnya kekuasaan raja pada kerajaannya bahkan raja dapat dikatakan menjadi bawahan Belanda.

Artikel Terkait:  Perlawanan Rakyat Makassar: Latar Belakang, Jalan & Dampak

2. Bidang Ekonomi

Yaitu sebagai berikut:

  1. Dikuasainya monopoli perdagangan di Bali karena Bali merupakan daerah yang sangat strategis yang banyak dikunjungi bangsa asing.

3. Bidang Sosial

Yaitu sebagai berikut:

  1. Banyaknya tatanan sosial yang dirubah oleh Belanda termasuk dihapuskannya adat Sute pada upacara Ngaben.

Akhir Perlawanan Perang Jagaraga

Pada 1849, Belanda kembali mengirim ekspedisi militer di bawah pimpinan Mayor Jenderal Michies. Mereka menyerang Benteng Jagaraga dan merebutnya. Belanda juga menyerang Karang Asem. Pada 1906, Belanda menyerang Kerajaan Badung. Raja dan rakyatnya melakukan perlawanan sampai titik darah penghabisan. Perang yang dilakukan sampai titik darah peng habisan dikenal dengan puputan.

Untuk memadamkan perlawanan rakyat Bali yang berpusat di Jagaraga, Belanda mendatangkan pasukan secara besar-besaran, maka setelah mengatur persiapan, mereka langsung menyerang Benteng Jagaraga. Mereka menyerang dari dua arah, yaitu arah depan dan dari arah belakang Benteng Jagaraga. Pertempuran sengit tak dapat dielakkan lagi, terutama pada posisi di mana I Gusti Ketut Jelantik berada.

Benteng Jagaraga dihujani tembakan meriam dengan gencar. Korban telah berjatuhan di pihak Buleleng. Kendatipun demikian, tidak ada seorang pun laskar Jagaraga yang mundur atau melarikan diri. Mereka semuanya gugur dan pada tanggal 19 April 1849 Benteng Jagaraga jatuh ke tangan Belanda. Mulai saat itulah Belanda menguasai Bali Utara.

Nilai-Nilai Luhur Di dalam Perang Jagaraga

Walupun Belanda pada akhirnya mendapatkan kemenangan dalam peperangan, tetapi mereka mengagumi kepatriotan dan keikhlasan orang bali mempertaruhkan nyawa dengan persenjataan yang amat sederhana dan tidak seimbang.

Sebagai hikmah yang dapat dipetik darin perang Jaga raga ini adalah, tercermin bagi kita sekarng suatu jiwa kepahlawanan, patriotism bagi rakyat Bali. Hal ini didorong karena dilandasi oleh ajaran ajaran keagamaan Hindu yang dianut oleh masyarakat Bali, seperti ajaran satyam yaitu kebenaran atau nidihin kepatutan. Di samping rasa kesetiaan kepada Tri Guru dalam hal ini kepada Guru Wisesa yaitu Raja sebagai Kepala Pemerintahan.

Hikmah yang lain dari perang Jagaraga adalah mengilhami kejadian kejadian berikutnya dimana nanti timbul perang puputan Badung, puputan klungkung, dan puputan margarana. Disamping itu mendorong timbulnya jiwa nasionalisme sebagai akibat timbulnya rasa harga diri, tidak ingin kedaulatannya dilanggar oleh bangsa lain.

Daftar Pustaka:

Demikian Penjelasan Pelajaran IPS-Sejarah Tentang Perang Jagaraga: Latar Belakang, Penyebab, Kronologi, Tokoh, Dampak & Akhir

Semoga Materi Pada Hari ini Bermanfaat Bagi Siswa-Siswi, Terima Kasih !!!

Baca Artikel Lainnya: