Pendahuluan Salah satu persoalan penting dalam pengelolaan sumber daya manusia (dalam tulisan ini disebut juga dengan istilah pegawai) dalam organisasi adalah menilai kinerja pegawai. Penilaian kinerja dikatakan penting mengingat melalui penilaian kinerja dapat diketahui seberapa tepat pegawai telah menjalankan fungsinya. Ketepatan pegawai dalam menjalankan fungsinya akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian kinerja organisasi secara keseluruhan. Selain itu, hasil penilaian kinerja pegawai akan memberikan informasi penting dalam proses pengembangan pegawai. Namun demikian, sering terjadi, penilaian dilakukan tidak tepat. Ketidaktepatan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang menyebabkan ketidaktepatan penilaian kinerja diantaranya adalah ketidakjelasan makna kinerja yang diimplementasikan, ketidapahaman pegawai mengenai kinerja yang diharapkan, ketidakakuratan instrumen penilaian kinerja, dan ketidakpedulian pimpinan organisasi dalam pengelolaan kinerja. Pengertian KinerjaPada dasarnya pengertian kinerja dapat dimaknai secara beragam. Beberapa pakar memandangnya sebagai hasil dari suatu proses penyelesaian pekerjaan, sementara sebagian yang lain memahaminya sebagai perilaku yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Agar terdapat kejelasan mengenai kinerja, akan disampaikan beberapa pengertian mengenai kinerja. Menurut Bernardin and Russel (1998: 239), kinerja dapat didefinisikan sebagai berikut: “Performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a time period“. Berdasarkan pendapat Bernardin and Russel, kinerja cenderung dilihat sebagai hasil dari suatu proses pekerjaan yang pengukurannya dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Sementara itu menurut Ilgen and Schneider (Williams, 2002: 94): “Performance is what the person or system does”. Hal senada dikemukakan oleh Mohrman et al (Williams, 2002: 94) sebagai berikut: “A performance consists of a performer engaging in behavior in a situation to achieve results”. Dari kedua pendapat ini, terlihat bahwa kinerja dilihat sebagai suatu proses bagaimana sesuatu dilakukan. Jadi, pengukuran kinerja dilihat dari baik-tidaknya aktivitas tertentu untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Pendapat yang lebih komprehensif disampaikan oleh Brumbrach (Armstrong, 1998: 16) sebagai berikut: Performance means behaviours and results. Behaviours emanate from the performer and transform performance from abstraction to action. Not just the instruments for results, behaviours are also outcomes in their own right – the product of mental and physical effort applied to tasks – and can be judged apart from results. Brumbrach, selain menekankan hasil, juga menambahkan perilaku sebagai bagian dari kinerja. Menurut Brumbach, perilaku penting karena akan berpengaruh terhadap hasil kerja seorang pegawai. Dari beberapa pendapat tersebut, kinerja dapat dipandang dari perspektif hasil, proses, atau perilaku yang mengarah pada pencapaian tujuan. Oleh karena itu, tugas dalam konteks penilaian kinerja, tugas pertama pimpinan organisasi adalah menentukan perspektif kinerja yang mana yang akan digunakan dalam memaknai kinerja dalam organisasi yang dipimpinnya. Faktor-faktor yang Mempengaruhi KinerjaKinerja tidak terjadi dengan sendirinya. Dengan kata lain, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja. Adapun faktor-faktor tersebut menurut Armstrong (1998: 16-17) adalah sebagai berikut:
Dari uraian yang disampaikan oleh Armstrong, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seorang pegawai. Faktor-faktor ini perlu mendapat perhatian serius dari pimpinan organisasi jika pegawai diharapkan dapat memberikan kontribusi yang optimal. Penilaian KinerjaSetiap organisasi pada dasarnya telah mengidentifikasi bahwa perencanaan prestasi dan terciptanya suatu prestasi organisasi mempunyai kaitan yang sangat erat dengan prestasi individual para pegawai. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa prestasi kerja organisasi merupakan hasil dari kerjasama antara pegawai yang bersangkutan dengan organisasi dimana pegawai tersebut bekerja. Untuk mencapai prestasi kerja yang diinginkan, maka tujuan yang diinginkan, standar kerja yang dinginkan, sumber daya pendukung, pengarahan, dan dukungan dari manajer lini pegawai yang bersangkutan menjadi sangat vital. Selain itu sisi motivasi menjadi aspek yang terlibat dalam peningkatan prestasi kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Torington dan Hall (1995: 316) yang menyatakan bahwa “Prestasi kerja dilihat sebagai hasil interaksi antara kemampuan individual dan motivasi”. Mondy & Noe (1990: 382) mendefinisikan penilaian prestasi kerja sebagai: “Suatu sistem yang bersifat formal yang dilakukan secara periodik untuk mereview dan mengevaluasi kinerja pegawai”. Sedangkan Irawan (1997: 188) berpendapat bahwa penilaian prestasi kerja adalah ”Suatu cara dalam melakukan evaluasi terhadap prestasi kerja pegawai dengan serangkaian tolok ukur tertentu yang obyektif dan berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta dilakukan secara berkala”. Sementara itu Levinson seperti dikutip oleh Marwansyah dan Mukaram (1999: 103) mengatakan bahwa “Penilaian unjuk kerja adalah uraian sistematik tentang kekuatan/kelebihan dan kelemahan yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang atau sebuah kelompok”. Adapun sasaran proses penilaian dikemukakan oleh Alewine (1992: 244) sebagai berikut: ”Sasaran proses penilaian prestasi kerja adalah untuk membuat karyawan memandang diri mereka sendiri seperti apa adanya, mengenali kebutuhan perbaikan kinerja kerja, dan untuk berperan serta dalam membuat rencana perbaikan kinerja”. Sedangkan tujuan umum penilaian kinerja adalah mengevaluasi dan memberikan umpan balik konstruktif kepada para pegawai yang pada akhirnya mencapai efektivitas organisasi. Sementara itu, menurut Cummings dan Schwab (1973: 4), penilaian kinerja pegawai pada umumnya memiliki dua fungsi sebagai berikut:
Sedangkan Stewart dan Stewart (1977: 5) menyatakan bahwa penilaian kinerja pegawai dimaksudkan untuk:
Dari uraian sebelumnya, terlihat bahwa penilian kinerja memberikan banyak tujuan. Tujuan penilian kinerja ini pada akhirnya akan memberikan manfaat, tidak hanya untuk pegawai yang bersangkutan, akan tetapi juga untuk organisasi. Perlu diingat bahwa penilaian kinerja tidak dimaksudkan untuk memberikan hukuman jika pegawai tidak dapat memenuhi capaian kinerja yang ditentukan. Oleh karena itu, salah satu aspek penting dalam penilaian kinerja adalah adanya apresiasi yang proporsional dan program pengembangan SDM yang tepat. Apresiasi diberikan kepada prg yang mampi mencapai atau melebihi tingkat kinerja yang diharapkan. Sedangkan program pengembangan pegawai diberikan kepada pegawai yang memerlkukan treatment tertentu untuk meningkatkan kinerjanya. Karakteristik/Kriteria Sistem Pengukuran KinerjaPada dasarnya, belum ada kesepakatan diantara para ahli mengenai karakteristik pengukuran kinerja. Namun, sebagai pembanding, akan disajikan karakteristik menurut beberapa penulis. Menurut Cascio (2003: 336-337), kriteria sistem pengukuran kinerja adalah sebagai berikut:
Pendapat senada dikemukakan oleh Noe et al (2003: 332-335), bahwa kriteria sistem pengukuran kinerja yang efektif terdiri dari beberapa aspek sebagai berikut:
Dari pendapat Cascio dan Noe et al, ternyata suatu instrumen penilaian kinerja harus didisain sedemikian rupa. Instrumen penilaian kinerja, berdasarkan konsep Cascio dan Noe et al, terutama harus berkaitan dengan apa yang dikerjakan oleh pegawai. Mengingat jenis dan fungsi pegawai dalam suatu organisasi tidak sama, maka nampaknya, tidak ada instrumen yang sama untuk menilai seluruh pegawai dengan berbagai pekerjaan yang berbeda. PenutupPenilaian kinerja merupakan salah satu aspek penting dalam pengelolaan pegawai dalam suatu organisasi. Pemahaman mengenai kinerja yang diharapkan menjadi starting point dalam penilaian kinerja. Seluruh pegawai harus memahami konsep kinerja yang diterapkan dan memahami apa yang diharapkan dari mereka. Kemudian, selutuh pihak yang terkait dengan penilaian kinerja harus memahami aspek-aspek yang akan dijadikan penilaian kinerja. Melalui pemahaman ini, kesalahpahaman mengenai penilaian kinerja dapat diminimalisir. Instrumen penilaian kinerja yang valid dan reliabel merupakan hal yang tidak kalah pentingnya. Melalui instrumen ini, akan dapat terdeteksi, pegawai yang mempunyai kinerja sesuai dengan yang diharapkan dan pegawai yang belum mampu mencapai kinerja yang diharapkan. Kepentingan adanya instrumen yang valid dan reliabel akan sangat terasa manakala hasil penilaian dikaitkan dengan apresiasi dan program pengembangan pegawai. Selain hal-hal tersebut, hal terpenting dalam proses penilaian kinerja adalah kepedulian pimpinan organisasi terhadap perlunya penilaian kinerja. Pimpinan organisasi yang mempunyai komitmen tinggi terhadap penilaian kinerja akan selalu berusaha mencari cara-cara terbaik dan tepat dalam melakukan penilaian kinerja serta melaksanakannya secara konsisten. Referensi Armstrong, M. and Baron, A. 1998. Performance Management – The New Realities. London: Institute of Personnel and Development. Bernardin, H.J. and Russel, J.E.A. 1998. Human Resource Management 2nd Edition – An Experiental Approach. Singapore: McGraw-Hill. Cascio, W. F. 2003. Managing Human Resources: Productivity, Quality of Work Life, Profits 6th Edition. New York: McGraw-Hill. Cummings, L.L. and Schwab, D.P. 1973. Performance in Organizations: Determinants and Appraisal. Glenview, Illinois: Scott, Foresman and Company. Irawan, P., dkk. 1992. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: STIA LAN Press. Marwansyah dan Mukaram. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Pusat Penerbit Administrasi Niaga Politeknik Negeri Bandung. Mondy, R.W. and Noe, R.M. 1990. Human Resource Management 4th Edition. USA: Allyn and Bacon. Noe, R.A. et al. 2003. Human Resources Management: Gaining A Competitive Advantage 4th Edition. New York: McGraw-Hill. Stewart, V. and Stewart, A. 1977. Practical Performance Appraisal. England: Gower Press. Williams, Richard, R. 2002. Managing Employee Performance: Design and Implementation in Organizations. London: Thomson Learning. Page 2 |