Fakta yg berhubungan dengan terjadinya peristiwa Rengasdengklok

Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan yang dilakukan oleh generasi muda menjelang kemerdekaan Indonesia dikumandangan, diberi nama Peristiwa Rengasdengklok karena terjadinya di Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat, peristiwa penculikan tersebut terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945, para generasi muda kemerdekaan tidak puas dengan penundaan kemerdekaan yang dilakukan oleh tokoh inti atau generasi tua. 

Nama-nama generasi muda yang melakukan penculikan Soekarno agar segera memproklamasikan kemerdekaan antara lain, Chairul Saleh, Aidit dan Wikana, berikut adalah kisah dibalik peristiwa rengasdengklok. 

1. Penolakan Sukarno terhadap Saran Generasi Muda

dijelaskan pada laman kompas.com dalam artikel yang berjudul Peristiwa Rengasdengklok: Latar Belakang, Tokoh, Kronologi, dan Hasil penyebab dari penculikan yang dilakukan generasi muda kepada Sukarno, Hatta dan beberapa orang dikarenakan keinginannya untuk pembacaan teks kemerdekaan secepatnya, tepatnya 16 Agustus 1945, usul itu ditolak Sukarno, sebelum itu generasi muda juga mendapat penolakan dari Soekarno, Hatta dan kawan-kawan yang sudah mempersiapkan kemerdekaan dengan matang, dipilihnya kemerdekaan melalui PPKI oleh Sang Proklamator membuat generasi muda marah, para generasi muda takut jika Soekarno-Hatta masih berhubungan dengan Jepang, mengingat bahwa PPKI atau BPUPKI adalah bentukkan Jepang, para generasi muda mengatakan kekecewaan penuh jika kemerdekaan yang murni berkat Rakyat Indonesia ternodai jika Jepang mengakui bahwa ia yang memberikan hak kemerdekaan terhadap Indonesia. 

Setelah generasi muda melakukan perundingan dan menolak Sukarno menghubungan Kemerdekaan RI dengan PPKI, hasil perundingan ini disampaikan kepada Sukarno, setelah Sukarno mendengar usulan tersebut, Sukarno menolak dengan alasan keamanan dan ia sebagai ketua PPKI harus bertanggung jawab penuh kepada segala hal yang terjadi, itu dianggap usulan yang tidak tepat menurut Sukarno, penolakan inilah yang menjadi sebab utama Peristiwa Rengasdengklok

2. Ditulisnya Teks Proklamasi oleh Sayuti Melik Tokoh Perwakilan Generasi Muda

Rencana awal pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia bertempat di Lapangan IKADA pada tanggal 17 Agusutus 1945, para generasi muda khawatir akan tentara jepang yang berjaga disana, rencana pembacaan proklamasi yang terkesan mendadak ini membuat hati generasi muda was-was, pemaksaan Sukarno dan Hatta untuk segera membaca Proklamasi dilakukan dalam peristiwa rengasdengklok tersebut, setelah perundingan panjang, diputuskanlah pembacaan proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 di jalan Pagesangan Timur no 56 atau rumah Sukarno,dan penulis dari teks proklamasi tersebut adalah Sayuti Melik yang beliau juga tergolong sebagai tokoh generasi muda.


Fakta yg berhubungan dengan terjadinya peristiwa Rengasdengklok

Lihat Sosbud Selengkapnya

Peristiwa Rengasdengklok sebelum Proklamasi menjadi momentum bersejarah bagi bangsa Indonesia. Membicarakan tentang Proklamasi kemerdekaan Indonesia, tidak bisa lepas dari peristiwa Rengasdengklok.

Peristiwa tersebut merupakan salah satu faktor yang mendorong pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Sejatinya, peristiwa Rengasdengklok didasari oleh perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda.

Dimana golongan tua, Ir. Soekarno dan Moh. Hatta, hendak mendiskusikan proklamasi dengan PPKI. Sedangkan golongan muda, ingin segera melaksanakan Proklamasi tanpa campur tangan Jepang.

Peristiwa Rengasdengklok

Melansir setneg.go.id, peristiwa Rengasdengklok terjadi pada 16 Agustus 1945 pukul 03.00 dini hari, sehari menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Bung Karno dan Bung Hatta dibawa ke Rengasdengklok oleh sekelompok pemuda. Wilayah tersebut saat ini merupakan salah satu wilayah di Karawang, Jawa Barat.

Sekelompok pemuda tersebut di antaranya adalah Soekarni, Wikana, Aidit dan Chaerul Saleh dari perkumpulan ‘Menteng 31’.

Aksi penculikan tersebut bertujuan untuk mendesak Bung Karno dan Bung Hatta agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Golongan muda bermaksud untuk menjaga agar golongan tua yang diwakili oleh Soekarno, Hatta dan Achmad Soebarjo tidak terpengaruh oleh Jepang.

Namun rupanya, aksi penculikan itu membuat Bung Karno kecewa dan marah lantaran menganggap para pemuda tidak mau mendengarkan pertimbangannya yang sehat.

Akibatnya situasi dan keadaan semakin memanas. Bung Karno tidak punya pilihan lain, kecuali mengikuti kehendak para pemuda untuk dibawa ke tempat yang mereka tentukan.

Di Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta disembunyikan ke rumah seorang Tionghoa bernama Djiaw Kie Siong yang berdekatan dengan markas Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (PETA).

Fakta Peristiwa Rengasdengklok

Fakta yg berhubungan dengan terjadinya peristiwa Rengasdengklok
Rumah Djiaw Kie Siong yang dijadikan lokasi ‘penculikan’ Soekarno dan Hatta (wikipedia)

1. Rengasdengklok jauh dari Jakarta

Bukan tanpa alasan Rengasdengklok yang berlokasi di Karawang, Jawa Barat dipilih oleh golongan muda.

Berjarak sekitar 81 kilometer dari Jakarta, Rengasdengklok dianggap sebagai tempat yang aman untuk menyusun rencana kemerdekaan.

Tidak heran, karena memang wilayah tersebut jauh dari jangkauan pengawasan tentara Jepang, yang saat itu sudah mengetahui adanya rencana yang akan dilakukan Indonesia.

2. Lokasinya jauh dari jalan utama

Peristiwa Rengasdengklok terjadi di sebuah rumah di Kampung Bojong, Rengasdengklok Utara, Kecamatan Rengasdegklok, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Tempat tersebut berjarak sekitar 15 kilometer dari jalan utama, yang merupakan bagian dari Jalan Panutra.

Sehingga jika kemungkinan tentara Jepang datang, anggota PETA dapat menghadangnya.

3. Lokasi strategis

Selain jauh dari Jakarta dan jalan utama, tempat tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan militer.

Saat itu, anggota PETA Purwakarta dan Jakarta memiliki hubungan erat sehingga bisa saling memberi informasi jika ada pergerakan Jepang.

4. Rumah Djiaw Kie Siong jadi saksi sejarah

Berada di pinggiran Sungai Citarum, rumah Djiaw Kie Siong merupakan saksi bisu sejarah kemerdekaan Republik Indonesia.

Rumah tersebut ditinggali oleh Soekarni, Yusuf Kunto, dr. Sutjipto, Fatmawati, Guntur Soekarnoputra dan lainnya selama tiga hari pada 14-16 Agustus 1945.

5. Rumah petani Tionghoa

Djiaw Kie Siong merupakan seorang petani Tionghoa yang rumahnya dijadikan tempat ‘diculiknya’ Soekarno dan Hatta oleh golongan muda.

Selain itu, Djiaw Kie Siong merupakan anggota PETA. Rumah tersebut dipilih lantaran tidak terlalu mencolok dan lokasinya cukup tersembunyi.

Saat Soekarno dan Hatta tiba di rumah Djiaw Kie Siong, ia dan keluarganya keluar dari rumah agar Soekarno dan Hatta bisa menyusun naskah Proklamasi.

6. Lokasi rumah Djiaw Kie Siong dipindah

Rumah Djiaw Kie Siong yang semula berada di dekat Sungai Citarum, tepatnya di Kampung Bojong, dipindahkan ke tempat lain. Hal tersebut karena adanya luapan lumpur dan erosi dari Sungai Citarum.

Meski demikian, bagian rumah dan ruang tamu masih asli, tidak banyak berubah seperti aslinya. Bahkan, dua buah kamar yang dulu digunakan oleh Soekarno dan Hatta masih dipertahankan bentuk aslinya.

Saat ini, bangunan bersejarah itu terletak di RT 1 RW 9 Kampung Kalijaya, Rengasdengklok, Kabupaten Karawang.

7. Markas PETA dijadikan Monumen Kebulatan Tekad

Memiliki luas sekitar 1.500 m2, Monumen Kebulatan tekad dulunya merupakan PETA yang berlokasi tidak jauh daru rumah Djiaw Kie Siong.

Dibangun pada 1950, monumen ini sempat dipugar dan diperbaiki oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Karawang pada 1984.

Baca juga: 6 Fakta Tersembunyi Proklamasi yang Wajib Anda Ketahui

tirto.id - Sejarah peristiwa Rengasdengklok terjadi tanggal 16 Agustus 1945 atau sehari sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Bagaimana kronologi kejadian monumental ini dan siapa saja tokoh-tokoh yang terlibat?Pada 14 Agustus 1945, Soetan Sjahrir mendengar kabar dari radio bahwa Jepang menyerah dari Sekutu dalam Perang Asia Timur Raya. Sjahrir segera menemui Sukarno dan Mohammad Hatta untuk menyampaikan kabar tersebut.Saat itu, Sukarno dan Hatta baru saja pulang dari Dalat, Vietnam, usai bertemu dengan pemimpin militer tertinggi Jepang untuk kawasan Asia Tenggara, Marsekal Terauchi. Kepada Sukarno-Hatta, Terauchi menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia.
Silang pendapat pun terjadi di antara ketiga tokoh bangsa itu. Sjahrir meminta agar kemerdekaan segera dideklarasikan. Namun, Sukarno dan Hatta yang belum yakin dengan berita kekalahan Jepang memilih menunggu kepastian sembari menanti janji kemerdekaan dari Dai Nippon.

Latar Belakang Peristiwa Rengasdengklok

Sukarno dan Hatta tidak ingin salah langkah dalam mengambil keputusan. Di sisi lain, para tokoh muda mendukung gagasan Sjahrir, yakni mendesak Sukarno-Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.

Dikutip dari buku Sejarah Indonesia Kontemporer: Peristiwa Sejarah Indonesia dalam Narasi Wartop (2017) karya Puspita Pebri Setiani, Sukarno dan Hatta berpendapat bahwa:

“Kemerdekaan Indonesia yang datangnya dari pemerintahan Jepang atau dari hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri tidak menjadi soal karena Jepang sudah kalah."

"Kini kita menghadapi serikat yang berusaha akan mengembalikan kekuasaan Belanda di Indonesia. Karena itu, untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia diperlukan suatu revolusi yang terorganisasi."Maka dari itu, Sukarno-Hatta ingin membicarakan hal ini terlebih dahulu dalam rapat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 16 Agustus 1945 sambil menanti kabar terbaru dari pemerintah Jepang.Namun, golongan muda tidak sepenuhnya sepakat. Mereka tetap mendesak agar kemerdekaan Indonesia diproklamirkan secepatnya.

Kronologi Peristiwa Rengasdengklok

Golongan muda mengadakan rapat pada 15 Agustus 1945 malam di Pegangsaan Timur, Jakarta. Rapat yang dipimpin oleh Chaerul Saleh ini menyepakati bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak rakyat Indonesia, tidak tergantung dari pihak lain, termasuk Jepang.Pada pukul 22.00 malam hari itu juga, Wikana dan Darwis menjadi utusan dari golongan muda untuk menemui Sukarno, juga Hatta. Mereka kembali menuntut agar proklamasi kemerdekaan dilakukan esok hari yakni tanggal 16 Agustus 1945. Jika tidak, bakal terjadi pergolakan.

Dinukil dari Konflik di Balik Proklamasi (2010) yang disusun St Sularto dan Dorothea Rini Yunarti, Bung Karno menolak seraya berkata tegas:

"Inilah leherku, saudara boleh membunuh saya sekarang juga. Saya tidak bisa melepas tanggung jawab saya sebagai Ketua PPKI. Karena itu, saya akan tanyakan kepada wakil-wakil PPKI besok.”

Gagal membujuk Sukarno, golongan muda kembali mengadakan rapat. Dikutip dalam Proklamasi 17 Agustus 1945: Revolusi Politik Bangsa Indonesia (2017) karya Haryono Riandi, rapat digelar pada pukul 00.30 di Jalan Cikini 71, Jakarta.

Rapat dihadiri oleh para tokoh muda termasuk Chairul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, Wikrana, Armansjah, Sukarni, Jusuf Kunto, Singgih, dr. Muwardi dari Barisan Pelopor, dan lainnya. Diputuskan bahwa Sukarno dan Hatta akan diamankan ke luar kota demi menjauhkan mereka dari segala pengaruh Jepang.

Peristiwa Rengasdengklok

Para pejuang dari golongan muda membawa Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok, dekat Karawang. Pengamanan pun berjalan lancar karena dibantu oleh Latief Hendraningrat yang merupakan prajurit PETA (Pembela Tanah Air) berpangkat Sudanco atau Komandan Kompi.Tepat pada pukul 04.30 dini hari tanggal 16 Agustus 1945, Sukarno bersama Fatmawati dan putra sulungnya, Guntur, serta Hatta dibawa ke Rengasdengklok, kemudian ditempatkan di rumah seorang warga keturunan Tionghoa bernama Jiauw Ki Song. Aksi "penculikan" ini semula dimaksudkan untuk menekan Sukarno dan Hatta agar bersedia segera memproklamirkan kemerdekaan, tetapi karena wibawa dua tokoh bangsa itu, para pemuda pun merasa segan. Di Jakarta, Achmad Soebardjo yang termasuk tokoh dari golongan tua mengetahui peristiwa tersebut. Ia lantas menemui Wikana, salah satu tokoh pemuda. Pembicaraan pun dilakukan dan disepakati bahwa kemerdekaan harus segera dideklarasikan di Jakarta. Selanjutnya, Achmad Soebardjo bersama dengan Sudiro dan Jusuf Kunto menuju Rengasdengklok untuk menjemput Sukarno-Hatta dan membawa keduanya kembali ke Jakarta. Pada hari itu juga, dilakukan pembicaraan terkait rencana pelaksanaan deklarasi kemerdekaan. Malam harinya, di kediaman Laksamana Muda Maeda, seorang perwira Jepang yang mendukung kemerdekaan Indonesia, dirumuskanlah naskah teks proklamasi.Keesokan harinya, tanggal 17 Agustus 1945, Sukarno-Hatta membacakan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Indonesia pun merdeka dan bukan merupakan hadiah dari Jepang.

Sukarni dan Peristiwa Rengasdengklok

15 Agustus 1945, kabar seputar menyerahnya Jepang atas Sekutu membuat para pemuda revolusioner bergejolak. Indonesia tengah mengalami kekosongan kekuasaan, namun proklamasi tidak segera dilaksanakan. Dalam momentum ini, golongan muda, termasuk di antaranya Sukarni bersama Chaerul Saleh dan Wikana, menginginkan kemerdekaan diproklamirkan secepatnya.

Dalam rapat golongan muda pada tanggal 15 Agustus 1945 malam yang dipimpin Chaerul Saleh, menelurkan keputusan bahwa kemerdekaan merupakan “hak dan soal rakyat yang tak dapat digantungkan oleh orang lain.” Dari keputusan tersebut, mereka mendesak untuk memplokamirkan kemerdekaan Indonesia oleh Sukarno-Hatta selambat-lambatnya tanggal 16 Agustus 1945.

Usulan ini ditolak golongan tua, yang beralasan segala keputusan terkait kemerdekaan hendaknya menunggu sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) terlebih dahulu. Namun, golongan muda tidak menerima hal tersebut, karena mereka khawatir Sukarno terpengaruh Jepang, sehingga kemerdekaan Indonesia bisa jadi tidak diberikan.

Akhirnya, sebagaimana mengutip Benedict Anderson dalam Revoloesi Pemoeda (2018), berdasarkan keputusan rapat terakhir yang diadakan pada pukul 24.00 WIB menjelang tanggal 16 Agustus 1945 di Cikini 71, Jakarta, para pemuda bersepakat untuk “mengamankan”Sukarno dan Hatta ke luar kota, dengan tujuan menjauhkan mereka dari segala pengaruh Jepang.

Demikianlah, pada tanggal 16 agustus 1945 jam 04.00 WIB terjadi peristiwa penculikan Sukarno dan Hatta untuk dibawa ke luar kota menuju Rengasdengklok. Tidak jelas siapa yang memulai rencana untuk menculik Sukarno dan Hatta, tetapi pada akhirnya para pelaksananya adalah Chaerul Saleh, Wikana, dr. Muwardi, Jusuf Kunto, Singgih, dr. Sutjipto, dan tentu saja Sukarni.

Meski kemudian tetap menimbulkan beda pendapat antara golongan muda dan golongan tua, tapi Achmad Soebardjo berhasil menengahinya. Ia pun menjanjikan bahwa proklamasi akan dilaksanakan pada 17 Agustus 1945 pagi.

Setelah situasi sudah menjadi dingin, akhirnya digelarlah rapat PPKI di kediaman Laksamana Muda Maeda, yang menghasilkan teks proklamasi. Sukarno memerintahkan Sayuti Melik untuk mengetik naskah tersebut, yang akhirnya dibacakan pada pagi harinya, pukul 10.00 WIB di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56.