JATIM | 4 Oktober 2020 19:31 Reporter : Edelweis Lararenjana Merdeka.com - Konflik adalah sebuah gejala sosial yang akan selalu hadir dalam kehidupan bermasyarakat. Konflik bersifat inheren, yang artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu, di mana saja dan kapan saja. Dalam pandangan ini, masyarakat merupakan arena konflik atau arena pertentangan dan integrasi yang senantiasa berlangsung. Oleh sebab itu, konflik dan integrasi sosial merupakan gejala yang selalu mengisi setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya konflik dan integrasi adalah adanya persamaan dan perbedaan kepentingan sosial. Istilah “konflik” secara etimologis berasal dari bahasa Latin “con” yang berarti bersama dan “fligere” yang berarti benturan atau tabrakan. Pada umumnya istilah konflik sosial mengandung suatu rangkaian fenomena pertentangan dan pertikaian antar pribadi melalui dari konflik kelas sampai pada pertentangan dan peperangan internasional, mengutip Elly M. Setiadi dan Usman Kolip dalam Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Sementara, Coser mendefinisikan konflik sosial sebagai suatu perjuangan terhadap nilai dan pengakuan terhadap status yang langka, kemudian kekuasaan dan sumber-sumber pertentangan dinetralisir atau dilangsungkan atau dieliminir saingannya. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai pengertian serta penyebab konflik sosial: 2 dari 5 halaman
Konflik merupakan perbedaan atau pertentangan antar individu atau kelompok sosial yang terjadi karena perbedaan kepentingan, serta adanya usaha memenuhi tujuan dengan jalan menentang pihak lawan disertai dengan ancaman atau kekerasan. Menurut Soerjono Soekanto dalam Sosiologi; Suatu Pengantar (2006). Adapun definisi konflik menurut beberapa ahli yaitu:
Dari beberapa pengertian konflik di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan suatu keadaan dari akibat adanya pertentangan antara kehendak, nilai atau tujuan yang ingin dicapai yang menyebabkan suatu kondisi tidak nyaman baik didalam diri individu maupun antar kelompok. 3 dari 5 halaman
Faktor penyebab konflik atau akar-akar pertentangan suatu konflik (Soerjono Soekanto, 2006: 91-92), antara lain:
4 dari 5 halaman
Ada beberapa akibat yang dapat ditimbulkan oleh adanya pertentangan atau konflik (Soerjono Soekanto, 2006: 95-96), yakni:
5 dari 5 halaman
Terdapat beberapa cara untuk menyelesaikan konflik (Soerjono Soekanto, 1990: 77-78), yaitu: 1. Coercion (Paksaan) Penyelesaiannya dengan cara memaksa dan menekan pihak lain agar menyerah. Coercion merupakan suatu cara dimana salah satu pihak berada dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan dengan pihak lawan. Cara ini sering kurang efektif karena salah satu pihak harus mengalah dan menyerah secara terpaksa. 2. Compromise (Kompromi) Suatu cara dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. 3. Arbitration (Arbitrasi) Merupakan suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan diantara kedua belah pihak. Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi sebagai “hakim” yang mencari pemecahan mengikat. 4. Mediation (Penengahan) Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta melapangkan jalan untuk pemecahan masalah secara terpadu. 5. Conciliation (Konsiliasi) Merupakan suatu usaha untuk mempertemukan keinginan- keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama. Konsep sentral dari teori konflik adalah wewenang dan posisi yang keduanya merupakan fakta sosial. Distribusi wewenang dan kekuasaan secara tidak merata menjadi faktor yang menentukan konflik sosial secara sistematik, karena dalam masyarakat selalu terdapat golongan yang saling bertentangan yaitu penguasa dan yang dikuasai (Soetomo, 1995: 33). Teori konflik melihat apapun keteraturan yang terdapat dalam masyarakat merupakan pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang berada di atas dan menekankan peran kekuasaan dalam mempertahankan ketertiban dalam masyarakat (George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2008 : 153). (mdk/edl)
Sabtu, 5 Maret 2022 | 07:30 WIB Adanya perbedaan antara satu individu dengan individu lainnya dalam masyarakat bisa memicu terjadinya konflik dalam masyarakat. GridKids.id - Kids, pernahkah kamu melihat beberapa orang berseteru satu sama lain? Ketika kamu melihatnya apakah yang kamu pikir menjadi alasan mereka bisa terlibat situasi yang kurang menyenangkan itu? Tiap individu atau kelompok pasti memiliki nilai-nilai yang berbeda dengan orang lain, inilah yang kadang menimbulkan konflik di antara satu sama lainnya. Konflik merupakan sebuah proses sosial yang bersifat konfrontasi antara dua atau lebih pihak yang punya pandangan atau posisi berlawananan. Konflik biasanya memiliki tujuan, sikap, dan struktur yang berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Konflik skala kecil bisa saja berkembang menjadi skala besar apabila enggak ada kesadaran untuk melakukan konsolidasi di antara pihak-pihak yang berkonflik. Hal ini bisa tercermin lewat perilaku atau perlawanan yang terdiri dari berbagai bentuk. Hal ini tergambar dari berbagai bentuk perlawanan, mulai dari perlawanan halus hingga keras, perlawanan tersembunyi hingga terang-terangan, atau perlawanan enggak langsung maupun yang dilakukan secara langsung. Selanjutnya akan dijelaskan tentang faktor-faktor penyebab konflik sosial dalam masyarakat, di antaranya: Baca Juga: Dampak Positif Adanya Konflik Sosial dalam Masyarakat, Materi Sosiologi Kelas 11 1. Perbedaan individu Tiap individu memiliki pandangan dan perasaan yang berbeda satu sama lainnya.
|