Bangunan pada zaman megalitikum yang berfungsi sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang adalah

Ilustrasi zaman megalitikum. Foto: Wikimedia Commons

Jauh sebelum masa modern saat ini, sejarah mencatat sempat ada zaman di mana manusia belum mengenal tulisan yang dikenal dengan zaman praaksara. Zaman praaksara sendiri terbagi menjadi empat periode, salah satunya adalah zaman megalitikum.

Zaman megalitikum termasuk ke dalam periode zaman batu, karena manusia saat itu masih menggunakan batu sebagai peralatan sehari-hari. Selain batu, ada juga peralatan yang terbuat dari tulang, bambu, ataupun kayu. Namun, batu tetap menjadi alat utamanya.

Mengutip buku IPS untuk SMP dan MTs Kelas VII oleh Budi Sanjaya dkk, keberadaan zaman megalitikum terungkap dari penemuan bangunan-bangunan yang dibuat dari batu besar.

Berdirinya bangunan-bangunan tersebut erat kaitannya dengan kepercayaan animisme, yakni pemujaan kepada roh nenek moyang yang dianut oleh masyarakat masa itu.

Bagyo Prasetyo dalam jurnal Persebaran dan Bentuk-Bentuk Megalitik Indonesia: Sebuah Pendekatan Kawasan (2013) mengatakan, ada 22 wilayah persebaran zaman megalitikum yang ditandai dengan adanya penemuan-penemuan pada zaman itu, di antaranya Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah.

Ciri-Ciri Zaman Megalitikum

Ilustrasi kehidupan zaman megalitikum. Foto: Pinterest

Adapun ciri-ciri yang menandai kehidupan zaman megalitikum antara lain:

  • Sudah menerapkan sistem food producing atau bercocok tanam.

  • Telah mengetahui sistem pembagian kerja.

  • Telah ada pemimpin atau kepala suku.

  • Sudah memanfaatkan logam untuk dijadaikan peralatan sehari-hari.

  • Sudah ada norma-norma yang berlaku.

  • Menggunakan sistem hukum rimba (primus interpercis), yaitu memilih yang terkuat dari yang terkuat.

Peninggalan Zaman Megalitikum

Ilustrasi dolmen, peninggalan sejarah zaman megalitikum. Foto: Pinterest

Zaman megalitikum juga dikenal dengan zaman batu besar karena pada masa itu berkembang tradisi masyarakat mendirikan bangunan yang terbuat dari batu besar. Bangunan-bangunan itulah yang kini dikenal sebagai peninggalan sejarah zaman megalitikum, di antaranya:

Mengutip buku Modul Pembelajaran SMP Terbuka Ilmu Pengetahuan Sosial oleh Drs. Sutarjo dkk, menhir berupa tugu batu yang berfungsi sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang. Batu ini juga menjadi penanda peringatan untuk orang yang telah meninggal.

Bangunan berupa meja batu yang berfungsi untuk meletakan persembahan untuk roh nenek moyang. Batu ini ditemukan tersebar di 14 wilayah Indonesia, antara lain Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Bengkulu.

Punden berundak adalah bangunan yang disusun bertingkat, digunakan sebagai tempat upacara pemujaan roh nenek moyang. Bentuk punden berundak kemudian menjadi konsep dasar pembangunan candi-candi pada zaman kerajaan.

Sarkofagus adalah tempat yang digunakan untuk menyimpan jenazah. Umumnya, sarkofagus terbuat dari batu besar yang dibangkas. Batu tersebut kemudian dibentuk menjadi bangunan silinder yang berfungsi sebagai wadah dan tutup, sementara bagian tengah

Arca adalah patung yang dibuat sebagai media pemujaan terhadap arwah yang telah meninggal. Arca dibuat dari batu yang dipahat, baik dalam bentuk manusia maupun binatang.

Dolmen, Peninggalan Zaman Megalitikum. Foto: Pinterest.

Zaman megalitikum biasa disebut dengan zaman batu besar. Disebut zaman batu besar karena pada masa itu manusia menggunakan batu berukuran besar sebagai peralatan sehari-hari.

Ahli arkeolog menyebutkan ciri-ciri zaman megalitikum terletak pada fosil yang ditemukan. Di mana di zaman megalithikum terdapat banyak sekali peninggalan berupa kapak batu, rumah batu, dan perlengkapan lain yang juga terbuat dari batu.

Pada zaman batu ini manusia sudah mengenal kepercayaan. Walaupun masih dalam tingkat awal, yaitu kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Kepercayaan ini muncul karena pengetahuan manusia sudah mulai meningkat.

Berikut ulasan lengkap mengenai kehidupan zaman megalitikum beserta peninggalannya.

Ciri-ciri Zaman Megalitikum

Berikut ciri-ciri kehidupan zaman batu besar:

  1. Telah mengetahui sistem pembagian kerja.

  2. Telah ada pemimpin atau kepala suku.

  3. Sudah memanfaatkan logam untuk dijadikan peralatan sehari-hari.

  4. Sudah menerapkan sistem food producing atau bercocok tanam.

  5. Sudah terdapat norma-norma yang berlaku.

  6. Menggunakan sistem hukum rimba (primus interpercis), yakni memilih yang terkuat dari yang terkuat.

Ilustrasi Kehidupan Zaman Megalitikum. Foto: Pinterest

Kehidupan Zaman Megalitikum

Pada zaman ini, sudah terdapat pemberlakuan norma dan aturan yang wajib ditaati oleh penduduknya. Selain itu di zaman megalitikum, sistem hukum rimba (primus interpercis) yakni memilih yang terkuat dari yang terkuat juga telah diberlakukan.

Megalitikum meninggalkan kebudayaan yang cukup unik dan menarik. Bahkan di zaman modern sekarang ini, kita masih bisa menemui kebudayaan tersebut. Salah satunya di Indonesia yang masih tetap melestarikan kebudayaan di zaman megalitikum.

Contohnya adalah peninggalan pundek berundak yang digunakan sebagai bentuk adaptasi bangunan candi-candi hindu di Indonesia. Kemudian ada beberapa temuan lain, di antaranya ada kapak persegi, menhir, kubur batu dan masih banyak lagi.

Pada kehidupan ekonomi ini, alat-alat yang dipakai pada zaman megalitikum yaitu berbahan dasar batu. Alat dari batu inilah yang digunakan untuk menunjang kegiatan bercocok tanam.

Pada kehidupan kepercayaan ini, manusia mulai berinisiatif untuk mendirikan bangunan batu berukuran besar sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang. Budaya megalitikum inilah yang menjadi ciri khas asli dari nenek moyang Indonesia, sebelum menerima pengaruh dari hindu, islam, serta kolonial.

Kubur Batu Peninggalan Zaman Megalitikum. Foto: Pinterest.

Peninggalan Zaman Megalitikum

Benda-benda peninggalan zaman ini meliputi:

Dolmen merupakan meja sesaji untuk menyembah nenek moyang yang terbuat dari batu. Dolmen memiliki bentuk pipih dan horizontal. Selain digunakan sebagai tempat menaruh sesaji, dolmen juga digunakan untuk menutup sarkofagus.

Sesuai namanya, benda ini digunakan untuk menyimpan jenazah. Umumnya kubur batu digunakan untuk menguburkan jenazah ketua atau pemimpin daerah setempat. Kubur batu sendiri banyak ditemukan di Bali, Wonosari (Yogyakarta), Cepu (Jawa Tengah), dan Bondowoso (Jawa Timur).

Sarkofagus atau yang pada zaman sekarang dikenal dengan peti jenazah yang bentuknya menyerupai lesung dan umumnya memiliki penutup. Pada dinding muka sarkofagus terdapat ukiran manusia dan bintang yang dipercaya memiliki kekuatan magis. Sarkofagus banyak ditemukan di Bali dan Bondowoso.

Punden berundak merupakan banguan yang disusun secara bertingkat. Hal tersebut kemudian menjadi konsep dasar pembangunan candi-candi pada zaman kerajaan. Punden berundak digunakan untuk melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang.

Menhir merupakan sebuah tugu batu tegak yang biasanya ditaruh di tempat tertentu untuk memeringati orang-orang yang telah meninggal. Hal ini berhubungan dengan konsep kepercayaan dinamisme.

Konsep dinamisme ini mengatakan bahwa arwah kakek dan nenek moyang atau orang telah meninggal, menetap di tempat-tempat tertentu dan orang yang masih hidup harus memberikan penghormatan.

Arca batu merupakan patung dengan bentuk menyerupai binatang atau manusia. Di Pasemah, Sumatera Selatan terdapat arca yang dinamakan batu gajah. Batu gajah merupakan bongkahan batu besar yang terdapat ukiran wajah manusia di atasnya. Ukiran tersebut dipercaya merupakan wujud dari nenek moyang.

Di Bali, waruga merupakan kubur batu yang tidak memiliki tutup. Sementara di Minahasa, waruga yang ada merupakan waruga yang dikenal banyak orang. Waruga yang ada di Minahasa terdiri dari dua bagian. Bagian atas berbentuk segitiga layaknya atap rumah, sedangkan bagian bawah berbentuk kotak vertikal dengan rongga di tengahnya.