Bahasa yang digunakan pada peninggalan prasasti kerajaan hindu adalah

Home Nasional Nasional Lainnya

Tim | CNN Indonesia

Selasa, 25 Mei 2021 13:00 WIB

Bahasa yang digunakan pada peninggalan prasasti kerajaan hindu adalah

Kerajaan bercorak Hindu ini diperkirakan menjadi kerajaan tertua dengan ditemukannya sejumlah benda peninggalan Kerajaan Kutai. (Foto: Gunawan Kartapranata via Wikimedia Commons)

Jakarta, CNN Indonesia --

Kerajaan Kutai adalah kerajaan tertua di Nusantara. Kerajaan ini terletak di tepi sungai Mahakam di Muarakaman, Kalimantan Timur, dekat kota Tenggarong.

Kerajaan ini diperkirakan berdiri pada abad ke-5 Masehi atau 400 tahun Masehi, yang dibuktikan dengan ditemukannya peninggalan Kerajaan Kutai 7 buah Yupa atau prasasti berupa tiang batu.

Yupa tersebut ditulis dengan huruf pallawa dan bahasa Sansekerta yang sudah mengenal agama Hindu.


Yupa mempunyai 3 fungsi utama, yaitu sebagai prasasti, tiang pengikat hewan untuk upacara korban keagamaan, serta lambang kebesaran raja. Ahli sejarah meyakini bahwa pada tulisan yang tertera di yupa, Raja Kudungga diperkirakan berasal asli dari Indonesia.

Selain yupa, Kerajaan Kutai juga memiliki benda peninggalan lainnya yang membuktikan kejayaan kerajaan ini di masa lampau. Beberapa peninggalan Kerajaan Kutai masih bisa ditemukan di Museum Mulawarman yang letaknya ada di Kota Tenggarong, Kutai Kartanegara.

Berikut ini adalah benda-benda yang merupakan peninggalan Kerajaan Kutai.

1. Ketopong Sultan Kutai

Ketopong Sultan yaitu mahkota raja dari Kerajaan Kutai yang terbuat dari bahan-bahan emas dengan berat 1,98 kg. Hingga sekarang mahkota tersebut masih tersimpan rapi di Musem Nasional Jakarta.

Mahkota Ketopong Sultan ditemukan sekitar tahun 1890 di daerah Muara Kaman, Kutai Kartanegara. Di museum Mulawarman juga terdapat replika Ketopong Sultan.

2. Kalung Uncal

Kalung Uncal berbahan emas ini memiliki bobot 170 gram dengan hiasan liontin berelief Kisah Ramayana.

Kalung Uncal menjadi salah satu atribut dari Kerajaan Kutai yang dipakai Sultan Kutai Kartanegara semenjak Kutai Martadipura bisa dijajah dan ditaklukkan.

3. Kalung Ciwa

Peninggalan Kerajaan Kutai selanjutnya yaitu Kalung Ciwa yang ada sejak zaman kepemimpinan Sultan Aji Muhammad Sulaiman. Kalung ini ditemukan oleh warga di sekitar Danau Lipan, Muara Kaman pada 1890.

Hingga sekarang Kalung Ciwa ini masih dipakai sebagai perhiasan kerajaan yang juga digunakan oleh raja ketika ada pesta pengangkatan raja baru.

4. Pedang Sultan Kutai

Pedang ini terbuat dari bahan emas yang padat. Di bagian gagang pedang terdapat ukiran seekor harimau yang sedang bersiap menerkam musuh. Sedangkan ujung sarung pedang dihiasi ukiran seekor buaya.

Pedang Sultan Kutai saat ini tersimpan di Museum Nasional Jakarta.

5. Kura-kura Emas

Kura-kura emas merupakan salah satu peninggalan sejarah dari Kerajaan Kutai yang sekarang berada di Museum Mulawarman.

Benda sebesar setengah kepalan tangan ini merupakan salah satu persembahan pangeran yang berasal dari Kerajaan China kepada Putri Sultai Kutai yang bernama Aji Bidara Putih.

6. Prasasti Kerajaan Kutai

Prasasti ini merupakan salah satu peninggalan dari Kerajaan Kutai yang paling tua usianya. Benda ini juga merupakan salah satu bukti kuat eksistensi kerajaan Hindu yang hidup di Pulau Kalimantan.

7. Prasasti Yupa

Salah satu bukti kehadiran Kerajaan Kutai di Indonesia ditandai dengan ditemukannya peninggalan prasasti yang berwujud Yupa.

Yupa yang ditulis menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta tersebut berbentuk seperti 3 tiang batu, yang konon digunakan untuk mengikat kurban untuk persembahan kepada dewa.

Itulah sejarah dan beberapa peninggalan Kerajaan Kutai yang bisa menambah referensi Anda dalam memahami kerajaan-kerajaan di Indonesia.

(din/fef)

Saksikan Video di Bawah Ini:

TOPIK TERKAIT

Selengkapnya

LAINNYA DARI DETIKNETWORK

Prasasti adalah piagam atau dokumen yang ditulis pada bahan yang keras dan tahan lama. Penemuan prasasti pada sejumlah situs arkeologi menandai akhir dari zaman prasejarah, yakni babakan dalam sejarah kuno Indonesia yang masyarakatnya belum mengenal tulisan, menuju zaman sejarah, di mana masyarakatnya sudah mengenal tulisan. Ilmu yang mempelajari tentang prasasti disebut Epigrafi.

Bahasa yang digunakan pada peninggalan prasasti kerajaan hindu adalah

Prasasti El Baul Stela.

Di antara berbagai sumber sejarah kuno Indonesia, seperti naskah dan berita asing, prasasti dianggap sumber terpenting karena mampu memberikan kronologis suatu peristiwa. Ada banyak hal yang membuat suatu prasasti sangat menguntungkan dunia penelitian masa lampau. Selain mengandung unsur penanggalan, prasasti juga mengungkap sejumlah nama dan alasan mengapa prasasti tersebut dikeluarkan.

Dalam pengertian modern di Indonesia, prasasti sering dikaitkan dengan tulisan di batu nisan atau di gedung, terutama pada saat peletakan batu pertama atau peresmian suatu proyek pembangunan. Dalam berita-berita media massa, misalnya, kita sering mendengar presiden, wakil presiden, menteri, atau kepala daerah meresmikan gedung A, gedung B, dan seterusnya dengan pengguntingan pita dan penandatanganan prasasti. Dengan demikian istilah prasasti tetap lestari hingga sekarang.

Secara etimologi, istilah prasasti merupakan kata serapan dari istilah dalam bahasa kuno Jawa-Bali ꦥꦿꦱꦱ꧀ꦠꦶ (prasasti) dan ᬧ᭄ᬭᬘᬲ᭄ᬢᬶ (pracasti) yang memiliki arti "piagam" atau "dokumen", istilah ini diturunkan dari kata dalam bahasa Sanskrit प्रशस्ती (prashasti) yang mempunyai makna sebagai "pujian".[1][2][3]

Penggunaan

Pada zaman modern, prasasti juga dapat merujuk kepada segala sesuatu tulisan yang dituliskan atau dipahat pada batu maupun logam. Leluri atau tradisi prasasti pada zaman modern dapat tampak pada kebiasaan yang umumnya untuk menandai sebuah peresmian, peringatan, penghormatan, perayaan, dan sebagainya.

Di kalangan arkeolog, prasasti juga sering dikenali sebagai inskripsi, dan bagi kalangan orang awam, prasasti juga kerap kali disebut sebagai batu bertulis ataupun batu bersurat.

Meskipun prasasti dalam bahasa Sanskrit berarti "pujian", tidak semua prasasti mengandung puji-pujian (khususnya kepada raja). Secara umum, sebagian besar prasasti diketahui memuat keputusan mengenai penetapan sebuah desa atau daerah menjadi sima atau daerah perdikan. Sima adalah tanah yang diberikan oleh raja atau penguasa kepada masyarakat yang dianggap berjasa. Karena itu keberadaan tanah sima dilindungi oleh kerajaan.

Isi prasasti lainnya berupa keputusan pengadilan tentang perkara perdata (disebut prasasti jayapatra atau jayasong), sebagai tanda kemenangan (jayacikna), tentang utang-piutang (suddhapatra), dan tentang kutukan (sapatha) atau sumpah. Prasasti tentang kutukan atau sumpah hampir semuanya ditulis pada masa kerajaan Sriwijaya. Serta adapula prasasti yang berisi tentang genealogi raja atau asal usul suatu tokoh.

Sampai kini prasasti tertua di Indonesia teridentifikasi berasal dari abad ke-5 Masehi, yaitu prasasti Yupa dari kerajaan Kutai, Kalimantan Timur. Prasasti tersebut berisi mengenai hubungan genealogi pada masa pemerintahan raja Mulawarman. Prasasti Yupa merupakan prasasti batu yang ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Periode terbanyak pengeluaran prasasti terjadi pada abad ke-8 hingga ke-14. Pada saat itu aksara yang banyak digunakan adalah Pallawa, Prenagari, Sanskerta, Jawa Kuno, Melayu Kuno, Sunda Kuno, dan Bali Kuno. Bahasa yang digunakan juga bervariasi dan umumnya adalah bahasa Sanskerta, Jawa Kuno, Sunda Kuno, dan Bali Kuno.

 

Batu bertulis dari Sumatra Barat

Prasasti dapat ditemukan dalam bentuk angka tahun maupun tulisan singkat. Angka tahun dapat ditulis dengan angka maupun candrasengkala, baik kata-kata maupun tulisan. Tulisan singkat dapat ditemukan pada dinding candi, pada ambang pintu bagian atas dan pada batu-batu candi.

Pada zaman kerajaan Islam, prasasti menggunakan aksara dan bahasa Arab ataupun aksara Arab namun berbahasa Melayu aksara Pegon. Sebagian besar prasasti terdapat pada lempengan-lempengan tembaga bersurat, makam, masjid, hiasan dinding, baik di masjid maupun dirumah para bangsawan, pada cincin cap dan cap kerajaan, mata uang, meriam, dll. Pada masa yang lebih muda yaiyu masa kolonial, aksara Latin banyak digunakan, meliputi bahasa-bahasa Inggris, Portugis, dan Belanda. Prasasti Latin umumnya terdapat pada gereja-gereja, rumah dinas pejabat kolonial, benteng-benteng, tugu peringatan, meriam, mata uang, cap, dan makam. Prasasti beraksara dan berbahasa Tionghoa juga dikenal di Indonesia yang tersebar antara masa Klasik sampai masa Islam. Prasasti tersebut terdapat pada mata uang, benda-benda porselin, gong perunggu dan batu-batu kubur yang biasanya terbuat dari batuan pualam.

Bahan yang digunakan untuk menuliskan prasasti biasanya berupa batu atau lempengan logam, daun, dan kertas. Selain andesit, batu yang digunakan adalah batu kapur, pualam, dan basalt. Dalam arkeologi, prasasti batu disebut upala prasasti. Prasasti logam yang umumnya terbuat dari tembaga dan perunggu, biasa disebut tamra prasasti. Hanya sedikit sekali prasasti yang berbahan lembaran perak dan emas. Adapula yang disebutripta prasasti, yakni prasasti yang ditulis di atas lontar atau daun tal. Beberapa prasasti terbuat tanah liat atau tablet yang diisi dengan mantra-mantra agama Buddha.

  • Daftar Prasasti Nusantara
  • Prasasti Batu Tulis
  • Prasasti Astana Gede
  • Prasasti Kebon Kopi
  • Prasasti Kebantenan
  • Prasasti Galuh
  • Prasasti Rumatak
  • Prasasti Cikajang
  • Prasasti Hulu Dayeuh
  • Prasasti Ulubelu

  1. ^ Zoetmulder, P.J. (1982). Old-Javanese English Dictionary. The Hague: Martinus Nijhoff. 
  2. ^ Kamus Bahasa Bali Kuno. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1985. 
  3. ^ Maziyah, Siti (2018). "Implikasi Prasasti dan Kekuasaan Pada Masa Jawa Kuna". ANUVA - Program Studi Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro. 2 (2): 177–192. ISSN 2598-3040. 

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Prasasti&oldid=21266211"