Bagaimana sikap kita terhadap perbuatan zina

Jakarta -

Larangan zina dan pergaulan bebas telah disebutkan secara gamblang melalui firman Allah SWT dalam Al Quran dan sejumlah riwayat hadits Rasulullah SAW. Perbuatan tersebut bahkan dianggap sebagai perbuatan yang keji dan harus dijauhi.

Pelarangan zina begitu serius dibahas dalam Al Quran. Tidak hanya sebatas larangan untuk melakukan perbuatannya, Al Quran bahkan melarang segala bentuk perbuatan yang menyebabkan terjadinya zina atau menjurus pada zina, sebagaimana disebut dalam buku Kehidupan Dalam Pandangan Al Quran yang ditulis oleh Dr. Ahzami Samiun Jazuli.

Salah satu larangan Allah SWT untuk menjauhi zina diterangkan dalam surat Al Isra ayat 32 yang berbunyi,

وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلً

Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk."

Dalam ayat lain, Allah SWT mengecam keras para pelaku zina bahkan mengancamnya dengan hukuman rajam atau dilempar batu sebesar kepalan tangan. Baik bagi laki-laki maupun perempuan yang sudah menikah yang kemudian disebut dengan zina muhsan.

Sementara itu, bagi pelaku zina yang belum menikah atau zina gairu muhsan dijanjikan deraan masing-masing seratus kali sebagai balasan atas kemaksiatan mereka. Allah SWT berfirman dalam surat An Nur ayat 2,

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

Artinya: "Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman."

Hal ini kemudian ditegaskan dalam sabda Rasulullah SAW. Berikut bacaannya,

خُذُوا عَنِّي خُذُوا عَنِّي قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا الْبِكْرُ بِالْبِكْرِ جَلْدُ مِائَةٍ وَنَفْيُ سَنَةٍ وَالثَّيِّبُ بِالثَّيِّبِ جَلْدُ مِائَةٍ وَالرَّجْمُ

Artinya: "Ambillah dari diriku, ambillah dari diriku, sesungguhnya Allah telah memberi jalan keluar (hukuman) untuk mereka (pezina). Jejaka dan perawan yang berzina hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun. Sedangkan duda dan janda hukumannya dera seratus kali dan rajam." (HR Muslim).

Hukuman bagi pelaku zina tersebut, ditafsirkan oleh Al Quran Kementerian Agama (Kemenag), agar disaksikan oleh banyak orang. Sedikitnya tiga atau empat orang dengan tujuan menjadi efek jera bagi pelakunya serta pelajaran bagi mereka yang menyaksikannya.

Mengapa Islam melarang keras perbuatan zina dan pergaulan bebas?

Mengutip buku Hikmah di Balik Perintah dan Larangan Allah oleh Alaidin Koto, akibat dari zina lebih banyak memberikan dampak negatif bagi diri sendiri maupun keluarga para pezina. Selain itu, buku ini menyebut, perbuatan zina menempatkan pelakunya seperti hewan.

"Larangan zina untuk membedakan manusia yang hidup dengan norma-norma hukum, adat istiadat, dan agama dari binatang yang tidak mengenal mana yang baik dan mana yang buruk," tulis buku tersebut.

Dengan menjauhi zina, umat muslim juga sebetulnya dapat memperoleh banyak hikmah dan manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Seperti, mengantarkan pada derajat manusia yang tinggi karena mematuhi aturan Allah SWT maupun memupuk cinta dan kasih sayang dalam pernikahan yang sah.

Di samping itu, menghindari zina juga dapat diartikan sebagai menjaga diri dari berbagai penyakit yang ditimbulkan oleh zina dan pergaulan bebas. Akibatnya pun tidak hanya merugikan diri sendiri namun, juga keluarga dan masyarakat sekitar. Untuk itulah, Al Quran memuat larangan zina dan pergaulan bebas secara tegas.

Simak Video "KuTips: Tips Betah Baca Al-Qur'an Biar Khatam Pas Ramadan!"



(rah/row)

Dalam Islam, termasuk pelanggaran syariat yang mendapat hukuman rajam adalah orang yang berzina sedangkan statusnya muhsan (telah menikah dengan akad sah). Memang aturan ini tidak disebutkan dalam Alquran, namun ada beberapa hadis, baik qauli (ucapan) maupun fi’li (tindakan) yang menyatakan adanya hukum di atas.

Kanjeng Rasulullah SAW bersabda, “Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa aku adalah Utusan Allah, kecuali salah satu dari tiga orang: janda yang berzina, pembunuh orang dan orang yang meninggalkan agamanya berpisah dari jama’ah.” HR. Bukhari-Muslim

Sedangkan hadis fi’li maka, pada zaman Nabi terdapat beberapa orang yang mendapatkan hukuman rajam. Kebanyakan mereka datang kepada beliau dan meminta ditegakkan hukum Allah atas kesalahan yang mereka terjang. Memang, dalam undang-undang Islam, seseorang yang melapor atas perbuatan zina orang lain dibutuhkan syarat yang sangat berat, di antaranya dibutuhkan empat saksi, melihat mata kepala sendiri seperti melihat timba masuk ke sumur, dan saat melihat hanya untuk menjadi saksi. Dengan syarat-syarat ini, maka kebanyakan had zina muhsan diterapkan atas dasar iqrar atau pengakuan dari sang pelaku.

Orang yang pertama mendapat rajam adalah Ma’iz bin Malik. Kisah Ma’iz dimuat dalam beberapa kitab hadis dalam bab hudud, di antaranya hadis (3561)  dalam kitab Mirqah al-Mafatih. Diceritakan, Ibnu Abbas ra berkata, “Ketika Ma’iz datang kepada Rasulullah (mengaku zina).

Baca juga:  Saat Iblis Sowan kepada Nabi Muhammad Saw

Rasulullah berkata padanya, “Barang kali kamu hanya menciumnya, atau hanya menyentuhnya, atau hanya melihatnya?”

Ma’iz berkata, “Tidak,”

Rasul berkata, “Kamu telah menjimaknya?”

Ma’iz berkata, “Iya, wahai Rasul.”

Syekh Ali bin Muhammad Sultan al-Qari meneruskan (dalam syarahnya) hadis di atas dengan menukil perkataan Imam Himam, bahwa Abu Daud, Al-Nasai dan Abdur Razaq meriwayatkan:

Nabi sampai empat kali berusaha menolak pengakuan Ma’iz. Baru kedatangan yang kelima beliau menerimanya.

“Kamu telah menyetubuhinya?” Tanya rasul.

“Iya.”

“Sampai sesuatu (kemaluan) darimu masuk ke sesuatu (kemaluan) miliknya?”

“Iya.”

“Seperti masuknya jarum ke tempat celak, atau timba ke sumur?”

“Iya.”

“Apakah kamu tahu apa itu zina?”

“Iya. Yakni aku bersetubuh dengannya (perempuan) yang haram seperti bersetubuh dengan perempuan halal.”

“Lantas apakah yang kamu inginkan dari ucapanmu ini?”

“Aku ingin Engkau membersihkanku (menerapkan hukum Allah).”

Maka Rasul memerintahkan dia dirajam. Setelah itu, beliau mendengar dua orang sedang bercakap. “Lihatlah orang yang aibnya telah ditutup Allah, namun dia tidak membiarkan dirinya kecuali dirajam layaknya anjing.”

Sementara waktu, Kanjeng Nabi hanya diam. Namun, beberapa saat setelah melewati bangkai khimar, beliau berkata, “Di mana fulan dan fulan?”

Mereka berkata, “Kami di sini, wahai Rasul.”

Beliau berkata, “Turunlah, makanlah bangkai khimar ini.”

Mereka berkata, “Siapakah yang bisa memakan bangkai ini, wahai Rasul?”

Beliau berkata, “Apa yang kalian peroleh karena (merusak) kehormatan teman kalian itu lebih busuk dari pada khimar ini. Demi Dzat yang nyawaku ada di genggaman-Nya, bahwa sesungguhnya dia (Ma’iz) sekarang sedang di sungai-sungai surga, menyelam di dalamnya.”

Dalam hadis setelahnya (3562) terdapat riwayat lain yang diceritakan Buraidah:

Ma’iz datang kepada Baginda Nabi. Dia berkata, “Wahai Rasul, bersihkanlah diriku.” Nabi berkata, “Celaka kamu, kembalilah, beristighfarlah dan bertaubat kepada Allah!”

Tidak lama kemudian Ma’iz kembali, dia mendatangi Rasul, “Wahai Rasulullah, bersihkanlah diriku!”. Nabi pun menjawab dengan ucapan yang sama.

Sampai empat kali kejadian itu terulang. Untuk ke lima kali kedatangan hamba sahaya ini, Nabi berkata, “Dalam masalah apa aku menegakkan had kepadamu?”

Ma’iz berkata, “Dari zina.”

Rasululah bertanya, “Apakah dia gila?”

Ada yang berkata kepada beliau bahwa dia tidak sedang gila. Rasul berkata, “Apakah dia meminum khamr?”

Sahabat mencium mulutnya dan tidak mendapati bau khamr. Beliau pun bertanya kepada Ma’iz, “Apakah kamu telah berzina?”

Ma’iz menjawab, “Iya.”

Maka, Rasulullah memerintahkan agar Ma’iz dirajam. Setelah dua atau tiga hari, beliau berkata, “Bacakanlah istighfar untuk Ma’iz bin Malik, sungguh dia benar-benar bertaubat dengan taubat yang seandainya dibagi pada umat ini maka masih mencukupinya.” Dalam kelanjutan hadis ini diceritakan kemudian ada perempuan dari Ghamid juga meminta dihad atas perbuatan zinanya.

Baca juga:  Kisah Gus Dur Diturunkan Paksa dari Mobil oleh Dedengkot HMI

Demikian kisah sahabat terdahulu yang mengakui kesalahannya. Dia ngotot ingin Kanjeng Nabi menindak kesalahan yang diperbuatnya, meskipun Kanjeng Nabi Muhammad berulang kali berusaha menolak atau menyakinkannya. Padahal sebagai Nabi, beliau pasti sudah tahu perbuatan dosa yang dilakukan oleh sahabat. Namun Rasulullah tidak gegabah menghukum seseorang. Kanjeng Nabi ingin Ma’iz banyak beristighfar dan bertaubat kepada Allah. (RM)

Ilustrasi Cara Menghindari Zina Foto: Shutterstock

Dalam ajaran Islam, perbuatan zina digolongkan sebagai dosa besar. Setiap umat Muslim harus menghindari perbuatan zina dan segala hal yang dapat mendekati dosa tersebut. Sebagaimana tercatat dalam Surah Alisra ayat 32 yang berbunyi:

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Ar-Rifa’i:2000b)

Menurut Miftahul Jannah, S.P., dkk. (2019) dalam bukunya yang berjudul Taman Islami, ada banyak perbuatan yang bisa dikategorikan mendekati zina, salah satunya adalah berduaan antara laki-laki dan perempuan yang belum menikah atau bukan mahram.

Aturan ini juga tertuang dalam Al-Khin (2006): “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali berkhalwat dengan seorang perempuan, tanpa disertai mahramnya, karena yang ketiganya ialah syetan.” (Al-Khun et. al., 2006)

Lantas, bagaimana cara menghindari zina? Simak ulasan berikut untuk penjelasan lebih lengkapnya.

Ilustrasi Cara Menghindari Zina Foto: Shutterstock

Mengutip buku Pendidikan Agama Islam: Akidah Akhlak Untuk Madrasah Aliyah Kelas XI tulisan Toto Adidarmo, MA dan Drs Mulyadi serta buku Tentang Bagaimana Surga Merindukanmu oleh Ustadzah Umi A. Khalil, ada beberapa cara menghindari zina, di antaranya:

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah SWT melarang semua hamba-Nya melakukan, mendekati, dan melakukan segala hal yang menjadi penyebab dan faktor pendorong terjadinya zina.

Oleh karena itu, umat Muslim harus menjaga pandangan dari hal-hal yang dapat memicu perzinaan. Menjaga pandangan yang dimaksud adalah pandangan kepada lawan jenis.

Sebagaimana dikatakan dalam hadis berikut:

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, “Hendaknya mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat,” (QS. An-Nur: 30)

2. Menjaga Cara Berpakaian

Umat Muslim, baik perempuan atau laki-laki, harus menjaga cara berpakaian untuk menghindari perbuatan zina. Islam memiliki aturan dalam menentukan batasan aurat, sebagaimana dikemukakan dalam hadis riwayat Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi:

Seorang laki-laki tidak boleh Melihat aurat laki-laki lain dan seorang perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain. Seorang laki-laki tidak boleh bercampur dengan laki-laki lain dalam satu pakaian; seorang perempuan tidak boleh bercampur dengan perempuan lain dalam satu pakaian.” (Al-Khin et al., 2006)

3. Mengatur Cara Berkomunikasi

Pengaturan komunikasi merupakan cara menghindari zina. Disadari atau tidak, wanita adalah godaan terbesar bagi kaum laki-laki. Karenanya, Islam mengatur cara berkomunikasi antara pria dan wanita. Di antaranya larangan kepada perempuan untuk meliuk-liukkan suara kepada lelaki.

Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya,” (QS. AL-AHZAB: 32).

Ikhtilath merupakan percampuran antara pria dan wanita di suatu tempat dalam waktu yang lama. Misalnya, bercampurnya pria dan wanita di sekolah, kantor, angkutan umum, dan lainnya.

Islam telah mengatur pembatasan ikhtilath dalam hadis Nabi Muhammad SAW kepada para wanita:

Minggirlah kalian, tidak boleh bagi kalian (para wanita) berjalan di tengah jalan, hendaklah kalian berjalan di pinggir jalan,” (HR. Abu Daud)

Isyarat lain terkait haramnya ikhtilath, yakni pengaturan shaf wanita dan pria ketika menunaikan shalat. Dijelaskan bahwa sebaik-baiknya shaf bagi pria adalah paling depan, sedangkan wanita paling belakang.

Islam menganjurkan umatnya untuk menikah agar menghindari dosa benar zina. Sebagaimana dikatakan dalam surah An-Nur ayat ke-32, yang berbunyi:

Dan menikahlah orang-orang yang masih bujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui,” (QS. An-Nur: 32)


Page 2