Keteladanan yang dapat diambil dari perjuangan dakwah sunan kalijaga adalah

TEMPO.CO, Jakarta - Perkembangan Islam di tanah Jawa tak bisa dilepaskan dari keberadaan Wali Songo, khususnya Sunan Kalijaga yang diperkirakan lahir pada 1450 dengan nama Raden Said. Dia adalah putra Adipati Tuban, Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Nama lain Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman.

Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf" - bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.

Yang menarik, Sunan Kalijaga sangat toleran pada budaya lokal. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul. Dialah penggagas baju takwa, perayaan sekatenan, gerebeg maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu.


Metode dakwah itu sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga: di antaranya adalah adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang.

Makam Sunan Kalijaga terletak di Kadilangu, Jawa Tengah sekitar 1,5 kilometer dari Masjid Agung Demak menuju arah tenggara. Makam Sunan Kalijaga banyak dikunjungi peziarah khususnya pada malam Jumat kliwon. Bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha, di makam Kadilangu ini juga dilakukan ritual 'penjamasan' (penyucian) tiga pusaka penting yang menjadi benda bersejarah. Ketiga pusaka yang dijamas itu adalah 'kutang' atau rompi Ontokusumo, keris Kiai Crubuk, dan keris Kiai Sirikan.

Kompleks makam ini dikelilingi tembok dengan gapura berpintu. Bangunan cungkupnya sangat indah. Atap bangunan berbentuk joglo, dan tiang-tiangnya dari kayu yang kuat. Pintu masuk diapit jendela-jendela kayu berukir, dinding cungkup juga diberi ukiran yang serupa.

Bentuk makam Sunan Kalijaga sendiri, merupakan sebuah bangunan dengan bentuk atap berupa atap tajuk, yang di dalamnya terdapat makam Sunan, bentuk bangunan menyerupai Masjid Agung Demak, beratap dua lapis dan di atas atap tersebut terdapat sebuah cungkup. Sedangkan letak dari bangunan makam itu terdapat pada tengah-tengah kompleks makam Kadilangu. Tak jauh dari Makam Sunan Kalijaga terdapat pula Masjid Sunan Kalijaga, yang didirikan pada tahun 1532.

TEMPO

Keteladanan yang dapat diambil dari perjuangan dakwah sunan kalijaga adalah
Masjid Agung Demak merupakan salah satu bukti peninggalan atau jejak syiar Islam Sunan Kalijaga di Kabupaten Demak. (Foto: Dok.iNews.id)

Kastolani Selasa, 28 April 2020 - 03:14:00 WIB

JAKARTA, iNews.id – Kisah Sunan Kalijaga, Perkembangan Islam di Indonesia khususnya di Tanah Jawa tidak bisa lepas dari peranan Walisongo. Mereka dengan gigih menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat dengan santun melalui pendekatan budaya dan adat istiadat.

Salah satu walisongo yang memiliki peranan penting dalam penyebaran Islam yakni Sunan Kalijaga. Dikutip dari @cintaulamaku, Sunan Kalijaga memiliki nama kecil Raden Said. Dia merupakan salah satu Walisongo yang terkenal dan dilahirkan tahun 1455 Masehi.

Sunan Kalijaga memiliki darah keturunan ningrat mengingat ayahnya Arya Wilatika adalah Adipati Tuban keturunan dari Ranggalawe. Ada beragam versi mengenai nama Sunan Kalijaga, dimana masyarakat Cirebon berpendapat nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon mengingat dirinya pernah bertempat tinggal di Cirebon.

Sebagian kalangan mengaitkan dengan tugas menjaga Kali yang diberikan gurunya (Sunan Bonang) sebagai ujian kesetiaan dan keseriusannya dalam belajar agama Islam.

Versi lain menyebutkan, sebutan Kalijaga yang mengirinya dinisbatkan pada laku khalwat sang sunan ditepi sebuah sungai di daerah Cirebon.

Masa mudanya Raden Sa’id dikisahkan pernah menjadi brandal dengan gelar Lokajaya. Sasarannya adalah para pejabat dan yang orang kaya yang suka foya-foya, dengan tujuan membagikan hasilnya kepada rakyat yang miskin.

Setelah melalui proses panjang berguru dan nyantri kepada para ulama sebelumnya seperti pada Sunan Bonang, Raden Sa’id kemudian menjadi juru dakwah.

Cara dakwah Sunan Kalijaga sangat unik, wayang dan gamelan menjadi sarana untuk memperkenalkan ajaran Islam kepada masyarakat.

Melalui si’ir atau kidung berbahasa Jawa, Sunan Kalijaga mengajak masyarakat lebih mendalami agama Islam, lebih mendekat kepada Allah misalnya, tembang ilir-ilir, kidung rumekso ing nguni, begitu populer di masyarakat hingga saat ini.

Sunan Kalijaga dikenal tidak hanya dekat dengan pejabat keraton, tetapi juga dekat dengan masyarakat umum. Para pangeran dan raja dari Demak, Jipang, Pajang dan Mataram Islam, Sunan Kalijaga dikenal dengan baik. Namun aktivitas ini tidak mengurangi kepedulian terhadap masyarakat kecil.

Sunan Kalijaga masih kerap membantu rakyat; memberi solusi atas berbagai persoalan, mengajar di berbagai daerah. Maka kemudian Sunan Kalijaga juga dikenal sebagai gurunya orang Jawa.

Sunan Kalijaga sangat peduli dengan tradisi. Berbagai tradisi yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, kemudian diberi unsur dan nilai-nilai Islami. Misalnya, media wayang, yang semula menampilkan gambar utuh manusia, diubah menjadi sekadar gambar mati atau dari samping.

Melalui wayang inilah, Sunan Kalijaga menanamkan nilai ketauhidan, ajaran syari’at, serta nilai akhlak, berlandaskan ajaran Islam. Dari ajaran Sunan Kalijaga ini, Islam Nusantara dan moderat tumbuh di Jawa.


Editor : Kastolani Marzuki

Keteladanan yang dapat diambil dari perjuangan dakwah sunan kalijaga adalah

Jakarta -

Sunan Kalijaga adalah tokoh penyebar agama Islam yang populer di Tanah Jawa khususnya Jawa Tengah. Ia berdakwah menggunakan metode yang sangat lekat dengan budaya masyarakat Jawa pada saat itu.

Wali Songo memiliki peran besar dalam sejarah masuknya agama Islam di Tanah Jawa. Sebagai pelopor Islam, kisah Wali Songo saat menyebarkan ajarannya patut menjadi suri tauladan bagi masyarakat.

Dikutip dalam Jurnal Wali Songo, wali merupakan sosok yang memiliki kelebihan atas kedekatannya dengan Allah SWT. Wali menjadi wasilah atau perantara antara manusia dengan Allah SWT.

Wali berasal dari bahasa Arab dari kata Waliyullah yang berarti orang yang dicintai dan mencintai Allah SWT. Sementara itu, Songo berasal dari bahasa Jawa yang berarti sembilan.

Sehingga kata Wali Songo diartikan sebagai sembilan orang yang mencintai dan dicintai Allah SWT. Mereka mengemban tugas suci untuk mengajarkan agama Islam.

Salah satu Wali Songo yang menyebarkan siar Islam di Jawa Tengah adalah Sunan Kalijaga.

Dikutip dari buku Sunan Kalijaga (Raden Said) karangan Yoyok Rahayu Basuki, Sunan Kalijaga lahir pada tahun 1450 Masehi. Nama aslinya Raden Said. Ayahnya seorang adipati Tuban, Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur.

Sunan Kalijaga juga dikenal dengan Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman.

Dikisahkan, pada masa remaja Sunan Kalijaga suka merampok. Menurut berbagai sumber, tindakannya dilatarbelakangi oleh ketidakadilan yang dirasakan rakyat kecil karena mereka harus membayar pajak atau upeti.

Akhirnya ia membongkar gudang makanan lalu mencuri dan membagikannya kepada orang-orang yang membutuhkan. Namun, tindakan yang dilakukannya justru membuat ayahnya merasa malu. Sehingga ia diusir.

Dikisahkan pada suatu ketika, Sunan Kalijaga hendak merampok tanpa diketahui ternyata orang yang menjadi sasarannya adalah Sunan Bonang. Akhirnya Sunan Kalijaga dibimbing oleh Sunan Bonang untuk menjadi muridnya.

Inilah yang menjadi cikal bakal perubahan nama Raden Said menjadi Sunan Kalijaga hingga menjadi penerus dakwahnya.

Klik halaman berikutnya

Sunan Kalijaga (Raden Syahid) merupakan salah seorang Walisongo yang berperan dalam proses penyebaran ajaran Islam di Pulau Jawa. Ia dilahirkan dari keluarga bangsawan Tuban. Ayah beliau adalah Tumenggung Wilatikta yang menjadi Adipati Tuban, sedangkan ibunya adalah Dewi Nawangrum. Sunan Kalijaga juga merupakan murid dari Sunan Bonang. Selama menjadi murid, Sunan Kalijaga banyak belajar ilmu dari Sunan Bonang, seperti kesenian, kebudayaan, belajar kesustraan jawa, dan pengetahuan falak. Setelah berguru kepada Sunan Bonang, Raden Said juga pernah berguru kepada Sunan Ampel dan Sunan Giri bahkan sempat pergi ke Pasai untuk berguru serta berdakwah di Semenanjung Malaya hingga wilayah Patani di Thailand Selatan.

Sunan Kalijaga melaksanakan syiar Islam dengan menggunakan media kesenian dan kebudayaan Jawa sehingga bisa berjalan efektif dan relatif lebih mudah. Melalui dakwah keliling sampai ke pelosok desa tersebut, membuat Sunan Kalijaga mampu memahami berbagai lapisan masyarakat, menyesuaikan diri dan menyelami lika-liku kehidupan rakyat kecil. Dalam berdakwah, Sunan Kalijaga menggunakan pendekatan kebudayaan, salah satunya dengan wayang. Hal tersebut dilakukan agar masyarakat menjadi lebih mengenal Islam dan tidak merasa asing terhadap ajaran-ajaran dalam Islam. Sunan Kalijaga juga merancang pendekatan yang sesuai dengan penduduk Jawa, yakni melalui akulturasi budaya dengan menyisipkan nilai-nilai Islam ke dalam segi-segi budaya lokal. Sunan Kalijaga juga menyumbangkan ide seperti perencanaan alat-alat pertanian, desain pakaian, permainan tradisional untuk anak-anak, hingga musik gamelan.

Dengan demikian, nilai positif yang dapat diambil dari metode dakwah Sunan Kalijaga adalah dilakukan secara damai, menghargai kebudayaan pra Islam, melakukan perpaduan budaya dengan menghilangkan budaya yang tidak sesuai dengan ajaran Islam agar menjadi lebih baik, serta penyampaian dakwah yang menarik.