Bagaimana pesan Al Quran tentang pelestarian lingkungan hidup?

Substantia, Edisi Khusus, Desember 2016

68 | Muslim Djuned: Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan..

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP MENURUT

PERSPEKTIF AL-QUR’AN

Muslim Djuned

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh

Email:

Abstract: Human relations and the environment are symbiotic mutualism, but environmental

conflicts occur when people interact in it. Damage to the environment is one of the greatest threats

to the survival of modern humans. Generally, environmental damage and pollution caused by the

behavior and impact of human activity to global warming, the B3 waste, climate change, pollution,

flooding, eroded, and ozone depletion. The environment needs protection and preservation of the

damage. Because it needs to be a systematic attempt to inhibit the rate of damage and pollution.

Based on the analysis of the verses on the theme of environmental protection and preservation, the

ruling is required as an obligation to protect the pillars of Islamic law, namely: al-din al-nafs al-

nasl, al-mal, al-'aql and al -bî'ah. Punitive sanctions against the perpetrators of environmental

crimes according to the Qur'an is the maximum punishment, such as stoning or crosses, and the

minimum punishment, namely punishment of hand amputation ta'zir.

Abstrak: Relasi manusia dan lingkungan hidup bersifat simbiosis mutualisme, namun konflik

lingkungan terjadi ketika manusia berinteraksi di dalamnya. Kerusakan lingkungan hidup

merupakan salah satu ancaman terbesar bagi kelangsungan hidup manusia modern. Umumnya

kerusakan dan pencemaran lingkungan disebabkan oleh perilaku dan aktivitas manusia yang

berdampak terjadinya pemanasan global, limbah B3, perubahan iklim, polusi, banjir, longsong, dan

penipisan ozon. Lingkungan hidup membutuhkan perlindungan dan pelestarian dari kerusakannya.

Karena itu perlu upaya sistematis untuk menghambat laju kerusakan dan pencemarannya.

Berdasarkan analisis terhadap nash-nash al-perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup

hukumnya adalah wajib sebagaimana kewajiban melindungi pilar-pilar hukum Islam, yaitu: al-dîn,

al-nafs, al-nasl, al-mâl, al-‘aql dan al-bî’ah. Sanksi hukuman terhadap pelaku tindak kejahatan

lingkungan hidup menurut al-Qur’an adalah hukuman maksismal, yaitu rajam atau salib, dan

hukuman minimal, yaitu hukuman potong tangan ta’zir.

Keywords: lingkungan hidup, al-bi’ah, perlindungan dan pelestarian.

Substantia, Edisi Khusus, Desember 2016

Muslim Djuned: Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan.. | 69

Pendahuluan

Masalah-masalah lingkungan hidup yang terjadi baik bersifat lokal, nasional,

regional maupun global, merupakan persoalan manusia modern. pada dasarnya disebabkan

oleh peningkatan pembangunan berskala massif dan program relokasi pemukiman

penduduk yang tidak baik. Banyak lahan hijau yang diekploitasi menjadi lahan industri,

perkebunan dan pemukiman. Efek pembangunan adalah terjadinya perubahan besar pada

semua sektor, seperti perubahan pada sektor ekonomi, fisik wilayah, pola komsumsi,

perubahan pada sumber daya alam dan lingkungan hidup, perubahan teknologi dan

perubahan sistem nilai (cara pikir dan cara sikap manusia pada alam). Bersamaan dengan

pertumbuhan industrialiasi pada semua aspek kehidupan ditambah dengan peningkatan

hajat manusia pada kebutuhan hidupnya, sedikit banyak berpengaruh pada perubahan

organisme alam dan dapat mengganggu keseimbangan ekologis. Begitu pula pertambahan

penduduk, emisi karbondioksida, gas-gas beracun lainnya dari pabrik industri, polusi udara

dari kenderaan bermotor dan asap rokok mengakibatkan terjadinya hujan asam, perubahan

iklim, pengikisan lapisan ozon dan global warming yang sangat berbahaya pada kehidupan

manusia itu sendiri.

Jika penduduk bumi gagal mengatasi masalah pemanasan global dan perubahan

iklim bumi, peningkatan suhu bumi akibat efek rumah kaca, diprediksi sampai tahun 2030

akan mengalami kematian 100 juta lebih penduduk bumi. Di samping itu perubahan iklim

juga berdampak pada pencairan es di daerah kutub, terjadinya cuaca ekstrim, naiknya

permukaan air laut dan kekeringan di sebagian wilayah bumi. Itu semua mengancam

populasi makhluk hidup terutama manusia. Oleh karena itu secara sadar setiap manusia

mendambakan lingkungan yang bersih dan sehat, namun dengan penuh kesadaran pula

manusia mampu menciptakan pencemaran dan kerusakan di muka bumi. Setiap hari

manusia selalu berhadapan dengan paparan asap kenderaan dan rokok, suara bising, limbah

detergen dan limbah B3.

Menurut hasil penelitian empiris khususnya di Indonesia, kerusakan lingkungan

hidup global sudah mencapai tingkat ambang batas toleransi regenerasi alam (self

regulating), baik pada tingkat lokal, nasional, regional. misalnya hujan asam, polusi udara,

erosi, banjir bandang, dan tanah longsor, maupun secara global seperti pemanasan global,

perubahan iklim, penggunaan dinamit untuk menangkap ikan yang berdampak pada

kerusakan terumbu karang dan kepunahan biota laut, sungai, darat, dan kerusakan lapisan

ozon di stratosfer. Di samping itu, krisis lingkungan hidup akibat aktifitas manusia juga

telah membawa kepada perubahan fisik lingkungan dan inkonsistensi organisme

lingkungan hidup, seperti terjadinya degradasi hutan lindung dan lahan produktif termasuk

hutan mangrove di wilayah pesisir, penurunan kualitas dan kuantitas air tanah, penurunan

permukaan tanah, kenaikan permukaan air laut, kenaikan suhu udara, meningkatnya

pencemaran air, tanah, udara, abrasi pantai dan sungai, termasuk kerusakan sumber daya

pesisir akibat akumulasi beragam limbah pembuangan industri atau limbah bahan

berbahaya dan beracun (B3).

Relasi manusia dan lingkungan hidup memiliki hubungan simbiosis mutualisme

dan harmonis, (saling membutuhkan dan saling mengisi), artinya manusia sangat

bergantung pada alam, begitu pula lingkungan hidup sangat membutuhkan kearifan

Substantia, Edisi Khusus, Desember 2016

70 | Muslim Djuned: Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan..

manusia dalam pengelolaannya. Namun krisis lingkungan hidup muncul ketika manusia

berinteraksi dengan alam lingkungannya, manusia berperan sebagai sumber kelestarian,

akan tapi pada sisi yang sama, berperan sebagai perusak dan pencemar lingkungan hidup

itu sendiri, Inilah yang sering disebut dengan konflik lingkungan. Respon manusia

terhadap lingkungan hidup sangat ditentukan oleh faktor etika, kesadaran spiritual,

kecakapan intelektual, keadaan sosio-kultural, pola hidup eksploitatif, kesempatan berbuat

serta pengaruh interaksi personal dan kolektif terhadap lingkungan dan peradabannya.

Manusia merupakan subjek lingkungan hidup, sekaligus pengelola alam semesta

(QS. al-Baqarah/2: 30, Fȃthir/35: 39, al-An’ȃm/6: 165, dan Hûd/11: 61). Untuk

mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia sangat terikat dengan sumber daya

yang disediakan alam. Namun pada saat manusia memanfaatkan sumber daya alam, sering

mengabaikan hak-hak makhluk hidup lain yang sama-sama membutuhkan sumber daya

tersebut. Perilaku eksploitatif-eksploratif manusia terhadap sumber daya alam yang tidak

terkendali, dan melewati ambang batas kepatutan, dapat menyebabkan terjadinya ketidak

seimbangan pada organisme ekosistem lingkungan hidup, sehingga dapat mendatangkan

berbagai bencana alam yang merugikan semua pihak, sekaligus dapat merusak sendi-sendi

kehidupan manusia secara personal dan massif. Pada akhirnya akan melahirkan manusia-

manusia predator yang memangsa apapun untuk memenuhi hawa nafsu tanpa

memperhatikan etika lingkungan hidupnya.

Berdasarkan hasil survey tentang perubahan iklim global, sejak tahun 1850 sampai

sekarang permukaan bumi menjadi lebih panas sekitar setengah derajat. Apabila kondisi itu

tidak dapat segera diatasi, diprediksi seratus tahun ke depan permukaan air laut akan naik

2-4 meter dari batas pantai saat ini, peenyebab utama adalah, mencairnya es di wilayah

kutub Utara dan Selatan. Di samping itu perkembangan industrialisasi di beberapa negara

maju dan perkembangan pembangunan perkotaan ikut mempengaruhi pemanasan global,

seperti di wilayah Osaka Jepang selama 100 tahun terakhir suhu udara meningkat 2,6 ºc,

sedangkan di Tokyo naik 1.5 ºc. Sejak tahun 1931-1960, di pusat kota London kenaikan

suhu udara setiap tahun rata-rata 11 ºc. Begitu pula di Indonesia rata-rata suhu udara

meningkat 9,5 ºc.

Khusus di Indonesia, di samping faktor manusia dan bencana alam, krisis

lingkungan hidup juga dipicu oleh faktor kebijakan publik yang kurang berpihak pada

usaha pelestarian lingkungan hidup, termasuk penegakan hukum terhadap pelanggaran dan

kejahatan lingkungan hidup yang masih lemah, serta persoalan penyebaran penduduk yang

tidak merata pada setiap wilayah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, Tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak berdaya menjerat para pelaku

perusakan dan pencemaran lingkungan hidup, karena kasus-kasus pencemaran lingkungan

yang masuk ke pengadilan selalu diputuskan dengan hukuman perdata berupa ganti rugi

atau hukuman administratif. Para hakim belum berani menafsirkan perbuatan hukum

perusakan lingkungan yang merugikan orang lain sebagai tindakan kejahatan. Kalaupun

ada kasus-kasus pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan yang dijerat dengan sanksi

pidana, namun dalam pelaksanaannya masih bersifat ultimum remedium (upaya hukum

terakhir).

Substantia, Edisi Khusus, Desember 2016

Muslim Djuned: Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan.. | 71

Pembahasan

Sekilas Tentang Pengertian dan Sejarah Pelestarian Lingkungan Hidup

Ketika menjelaskan pengertian tentang term lingkungan hidup, ada satu hal yang

kurang menjadi perhatian para pakar lingkungan hidup, yaitu penegasan makna kata

lingkungan dan lingkungan hidup. Terkesan para pakar lingkungan tidak menarik untuk

membedakan kedua istilah tersebut dari sisi kebahasaan, mereka lebih berorientasi pada

substansi maknanya, sehingga sering ditemukan penyebutan kata lingkungan (environment)

pada satu tempat, namun pada tempat yang berbeda disebutkan kata lingkungan hidup (life

environment) dengan makna yang sama. Penyebutan kata lingkungan hidup yang paling

konsisten dapat dilihat dalam rumusan pasal-pasal peraturan perundang-undangan nasional

tentang pengelolaan lingkungan hidup. Perlu ditegaskan bahwa, dalam konteks terminologi

penggunaan kata lingkungan dan lingkungan hidup bermakana sama, meskipun dari

struktur kebahasaan (linguistik) hal tersebut dapat dibedakan.

Secara linguistik (etimologi), istilah lingkungan hidup merupakan kata majemuk

yang terdiri dari dua kosa kata, yaitu “lingkungan” dan “hidup”. Apabila digabungkan

kedua kata itu memiliki makna tersendiri, baik makna etimologi, terminologi, yuridis

formal maupun makna menurut hukum lingkungan dan hukum tata lingkungan. Istilah

lingkungan berasal dari akar kata lingkung yang diberi imbuhan akhiran an”. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia lingkungan adalah: (1) daerah, kawasan dan hal-hal yang

termasuk di dalamnya; (2) bagian wilayah kelurahan yang merupakan lingkungan kerja

pelaksanaan pemerintahan desa; (3) golongan atau kalangan; (4) semua yang

mempengaruhi pertumbuhan manusia atau hewan. Sedangkan kata hidup biasa diartikan

sebagai sesuatu yang masih terus ada, bergerak, dan bekerja sebagaimana mestinya, seperti

manusia, hewan, dan tumbuhan. Jika kata “lingkungan” digabungkan dengan kata “alam”

(lingkungan alam), berarti keadaan (kondisi, kekuatan) sekitar yang mempengaruhi

perkembangan dan tingkah laku organisme.

Sedangkan bila kata “lingkungan” digabungkan dengan kata “hidup” (lingkungan

hidup) artinya adalah, kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk

hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi perikehidupan dan

kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Termasuk juga dalam lingkup pengertian

lingkungan hidup adalah, lingkungan di luar suatu organisme yang terdiri atas organisme

hidup, seperti tumbuhan, hewan, dan manusia.

Menurut terminologi, lingkungan hidup (environment/habitat) adalah, semua benda

dan kondisi yang ada dalam ruang yang ditempati dan mempengaruhi kehidupan manusia.

Secara teoritis ruang yang dimaksud tidak terbatas jumlahnya. Dapat juga diartikan segala

sesuatu yang ada pada setiap makhluk hidup atau organisme dan berpengaruh pada

kehidupannya. Sedangkan menurut Amos Neolaka, lingkungan hidup adalah segala sesuatu

berupa benda, daya, kondisi, keadaan, dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang

ditempati, semua jenis makhluk hidup, benda hidup dan tidak hidup, termasuk manusia dan

tingkah lakunya. Anies dalam bukunya Manajemen Berbasis Lingkungan mendefinisikan

lingkungan hidup sebagai suatu realita yang terjadi di seketar organisme, mencakup udara,

air, tanah, sumber daya alam, flora, fauna, manusia serta interaksi di antara komponen-

komponen tersebut. Manusia termasuk ekosistem yang paling dominan dalam berinteraksi

Substantia, Edisi Khusus, Desember 2016

72 | Muslim Djuned: Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan..

dengan alam dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu manusia di samping ekosistem

utama dalam menjaga alam sekaligus dapat berpotensi sebagai perusak lingkungan hidup.

Selanjutnya menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) Pasal 1 ayat (1) disebutkan,

lingkungan hidup adalah suatu kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan

makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri,

kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Pengertian tersebut secara substansi sama dengan pengertian lingkungan hidup menurut

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

(UUPLH), hanya sedikit perbedaan redaksi kalimatnya. Begitu pula dengan pengertian

lingkungan hidup yang terdapat dalam Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1982 Tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUKPPLH).

Memperhatikan bermacam pengertian lingkungan hidup di atas, kiranya pengertian

lingkungan hidup merupakan gabungan semua benda hidup dan mati serta seluruh kondisi

yang ada dalam lingkungan dan ruang yang ditempati, termasuk makhluk hidup fisik, non-

fisik, kimia, sosio-kultural, termasuk unsur benda, daya, iklim, cuaca, keadaan, dan sumber

daya alam yang berada dalam suatu ruang lingkup yang sama, termasuk manusia dan

perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan makhluk hidup

lainnya.

Sejak zaman Kolonial Hindia Belanda, peraturan perundang-undangan tentang

lingkungan hidup nasional sudah banyak dihasilkan, akan tetapi masih bersifat konsumtif

orientik. Pasca kemerdekaan hukum lingkungan hidup mulai berkembang dan menjadi

perhatian besar Pemerintah Indonesia, orientasinya sudah mulai bergeser dan berbeda

dengan produk hukum Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda, peraturan perundang-

undangan pasca kemerdekaan Indonesia tidak hanya bersifat ekploitasi-konsumtif, namun

juga mengatur tatacara pemanfaatan, perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup

(environment oriented law). Apabila diperhatikan kumpulan peraturan perundang-

undangan pengelolaan lingkungan hidup zaman Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda

sampai tahun 1982 umumnya tidak berlaku lagi. Hal itu disebabkan peraturan dimaksud

dinilai banyak sekali kelemahannya, sehingga perlu perubahan dan perbaikan yang

disesuaikan dengan perkembangan bangsa dan manusia.

Sejarah pembentukan peraturan perundang-undangan nasional tentang pengelolaan

lingkungan hidup tidak dapat dipisahkan dari pengaruh lahirnya hukum lingkungan hidup

internasional yang ditandai dengan Deklarasi Stockholm 1972 (Stockholm Declaration of

1972) pada tanggal 5-16 Juni 1972. Selanjutnya tanggal 5 Juni disepakati dan diperingati

sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Konferensi PBB mengenai Lingkungan Hidup

dan Manusia di Stockholm Swedia (Deklarasi Stockholm 1972) di hadiri oleh 113 negara

dan para peninjau. Pada akhir sidang, yaitu tanggal 16 Juni 1972, kenferensi tersebut

banyak menghasilkan keputusan, seperti rencana aksi lingkungan hidup manusia,

rekomendasi tentang perencanaan dan pengelolaan pemukiman manusia, dewan pengurus

program lingkungan hidup (UNEP)

Tanggal 2-14 Juni 1992 bertepatan dengan peringatan ke-20 KTT Deklarasi

Stockholm 1972 telah diadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Rio De Jeneiro atau KTT

Substantia, Edisi Khusus, Desember 2016

Muslim Djuned: Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan.. | 73

Bumi yang lebih dikenal dengan UNCED (United Conference on Environment and

Development). Konferensi tersebut dihadiri oleh 177 kepala negara dan wakil-wakil

pemerintahan, juga dari perwakilan badan-badan PBB serta lembaga lainnya. Hasil

keputusan konferensi Rio de Jeneiro menghasilkan 27 poin prinsip fundamental tentang

lingkungan dan pembangunan.

Pembentukan hukum tentang pengelolaan lingkungan hidup nasional dibagi

menjadi dua periode, yaitu periode klasik dan modern. Semua produk hukum lingkungan

masa Pemerintahan Kolonial Belanda, zaman kemerdekaan sampai diundangkannya

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982, dianggap sebagai produk hukum lingkungan hidup

klasik. Sedangkan produk hukum lingkungan hidup pasca diundangkannya Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1982 disebut sebagai produk hukum lingkungan hidup modern.

Perbedaan mendasar kedua periode itu terletak pada ruang lingkup dan pendekatannya.

Produk hukum lingkungan hidup klasik berorientasi pada mempertahankan kepentingan-

kepentingan sektoral, sedangkan aturan yang hukum lingkungan hidup modern berorientasi

pada kepentingan lintas sektoral atau lebih mementingkan pendekatan komprehensif-

integral.

Aturan perundang-undangan tentang pengelolaan lingkungan hidup yang masih

berlaku sampai saat ini adalah, Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, disingkat dengan UUPPLH (Lembaran

Negara Nomor 140 Tahun 2009). Sedangkan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1997

Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun

1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUKPPLH)

dinyatakan tidak berlaku lagi sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2009, yaitu tanggal 3 Oktober tahun 2009.

Faktor-Faktor Perubahan Lingkungan Hidup

Kerusakan lingkungan hidup merupakan salah satu ancaman terbesar bagi

kelangsungan hidup manusia. Ketika alam mulai hilang daya dukungnya dan melampaui

ambang batas toleransi regenerasinya (self regulating), berarti alam sedang mengalami

kerusakan. Lingkungan hidup yang rusak dan tercemar sangat berdampak pada kehidupan

manusia dan berpotensi mendatangkan bencana alam kini dan masa-masa yang akan

datang. Kerusakan lingkungan dapat terjadi karena faktor alamiah, seperti gempa bumi,

tsunami, dan letusan gunung berapi, akan tetapi faktor dominan adalah aktivitas manausia

yang mengekploitasi dan eksplorasi alam secara besar-besaran dan tidak kendali. Secara

umum sebab-sebab terjadinya perusakan dan pencemaran lingkungan hidup sebagai bagian

dari perbuatan dan aktivitas manusia meliputi, faktor kemauan industrialisasi, urbanisasi

dan kepadatan penduduk, gaya hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

faktor kemajuan ekonomi. Faktor-faktor dimaksud saling mempengaruhi secara kompleks.

Kerusakan lingkungan karena proses bencana alam pada dasarnya selalu terjadi

disemua wilayah bumi ini, dan sifatnya periodik untuk mempertahankan keseimbangan

ekosistem alam. Oleh karena itu bencana alam yang terjadi karena proses alami tidak dapat

dicegah oleh manusia, mungkin manusia hanya mampu menguurangi efek negatif

(kerusakan dan kerugian) yang ditimbulkan dari bencana itu. Kerusakan lingkungan

Substantia, Edisi Khusus, Desember 2016

74 | Muslim Djuned: Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan..

disebabkan faktor alam pada umumnya terjadi dalam bentuk bencana alam seperti letusan

gunung api, banjir, longsor, abrasi pantai, angin puting beliung, gempa bumi, dan tsunami.

Indonesia sebagai salah satu zona gunung api dunia, sering mengalami letusan gunung

berapi meskipun tidak semua letusannya terjadi dalam skala besar, sehingga kerusakan

lingkungan yang ditimbulkan terbatas pada daerah sekitar gunung api tersebut, seperti

tertimbun beberapa flora dan fauna oleh arus lumpur (lahar), awan panas yang mematikan,

semburan debu yang menimbulkan polusi udara, dan seterusnya.

Secara ekonomi bencana alam gunung berapi dapat merugikan manusia yang

sangat besar, hancurnya tempat tinggal, matinya binatang ternak dan rusaknya lahan

pertanian, di samping itu, mungkin saja jatuh korban manusia. Sedangkan masa

rekontruksinya memakan waktu yang relatif lama dan biaya besar. Letusan gunung berapi

mampu mengubah gestur alam dan tata kehidupan manusia. Satu sisi dapat mengubah

bentuk gunung itu sendiri, juga merusak lahan pertanian, bahkan dapat menghancurkan

kehidupan sekitar gunung tersebut. Pada sisi yang sama, letusan gunung berapi itu dalam

waktu tertentu dapat bernilai positif, sebab debu dan zat-zat yang dikeluarkan dari perut

gunung mempu menyuburkan tanah di sekitarnya melebihi kesuburan sebelumnya. Termasuk

manfaat dari sebagian material gunung berapi itu dapat digunakan manusia untuk bahan

bangunan dan industri.

Dampak yang ditimbulkan oleh bencana banjir yang disebabkan oleh curah hujan

yang sangat tinggi, diikuti pula dengan kerusakan hutan yang semakin meluas, sehingga

sering menimbulkan tanah longsor sekaligus merusak ekosistem lingkungan kehidupan.

Banjir yang sekarang sering melanda Indonesia merupakan dampak dari aktivitas manusia

merusak alam sejak puluhan tahun silam yang terakumulasi hingga hari ini. Secara faktual

banjir memang disebabkan oleh debit hujan yang tinggi yang tidak diimbangi dengan

saluran pembuangan air yang memadai, sehingga merendam pemukiman penduduk. Akan

tetapi tidak semata-mata karena faktor hujan, banjir sangat berkaitan dengan perilaku

manusia dalam memperlakukan alam, seperti maraknya aktivitas illegal logging dan

perambahan hutan melampaui batas toleransi. Dengan bahasa yang sama bahwa, penyebab

terjadinya banjir sangat terkait dengan keserakahan manusia yang memperlakukan alam

secara eksploitatif-konsumtif.

Begitu pula kerusakan lingkungan hidup yang terjadi di pesisir pantai disebabkan

terjadinya abrasi (pengikisan pantai oleh air laut secara alami). Untuk menyelamatkan

pantai dari kerusakan akibat abrasi, perlu dibangun tanggul-tanggul pemecah ombak dan

penanaman hutan bakau yang berfungsi sebagai penahan abrasi di tepi pantai. Selanjutnya

gempa bumi adalah kekuatan alam yang berasal dari dalam bumi, menyebabkan getaran

terjadi di permukaan bumi. Gempa bumi sering terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk

di Indonesia. Gempa bumi yang lemah tidak menimbulkan kerusakan pada lingkungan,

tetapi bila gempa yang terjadi sangat kuat, akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang

besar. Angin tornado apabila terjadi di pemukiman penduduk, akan mampu menimbulkan

kerusakan lingkungan yang besar, seperti tumbangnya pepohonan, banyak rumah dan

tanaman yang rusak, jaringan listrik putus, dan sebagainya.

Mencermati bentuk-bentuk bencana alam di atas, tidak banyak yang dapat dianalisa

tentang kerusakan lingkungan hidup yang ditimbulkannya, sebab bencana alam pada

Substantia, Edisi Khusus, Desember 2016

Muslim Djuned: Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan.. | 75

dasarnya merupakan proses alamiah yang terjadi secara periodik dan proses kejadiannya,

sangat sedikit peluang campur tangan manusia. Seperti bencana tsunami, manusia hanya

mampu memprediksi tsunami berdasarkan pergerakan lempeng bumi yang menghasilkan

gempa tektonik, dari gempa yang hiposentrum tertentu dapat diprediksi kemungkinan-

kemungkinan terjadinya tsunami. Di samping itu, tsunami juga dapat disebabkan oleh

letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau hantaman meteor di lautan.

Tsunami termasuk bencana alam paling dahsyat pada abad modern, dampak yang

ditimbulkan sangat mengerikan. Seperti gempa bumi kuat yang disertai gelombang tsunami

yang menghantam pesisir Aceh dan Sumatera Utara pada tanggal 26 Desember 2004.

Gempa bumi yang mengguncang Aceh diperkirakan berkekuatan 9,1 sampai 9,3 skala

richter yang disertai gelombang tsunami. Hanya dalam bebrapa jam, gelombang tsunami

dari gempa itu sudah mencapai daratan benua Afrika. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

menyatakan tsunami di Aceh sebagai bencana kemanusiaan terbesar yang pernah terjadi.

Semula Sekretaris Jendral PBB saat itu, Khofi Annan, menyebut jumlah korban sedikitnya

115.000 orang tewas. Sedangkan Pemerintah Indonesia menyebutkan korban tewas

melebihi 100.000 orang. Selanjutnya pada tanggal 4 Januari 2005, PBB menyatakan

jumlah korban lebih banyak dari perkiraan semula, sedikitnya 230.000 orang tewas.

Gempa bumi (tektonik dan vulkanik) terjadi bukanlah akibat aktivitas manusia secara

langsung, tetapi merupakan proses alam yang memang akan terus terjadi demi

keseimbangan bumi itu sendiri.

Kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan faktor manusia jauh lebih besar

dampaknya dibandingkan dengan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh proses

alam. Kerusakan lingkungan yang disebabkan kegiatan manusia terjadi dalam berbagai

bentuk seperti pencemaran tanah, air dan udara, pengerukan, galian C dan penebangan

hutan. Hal itu berlangsung secara terus menerus, sehingga kerusakan pun semakin lama

semakin besar. Seperti pembuangan limbah cair, padat dan limbah gas ke dalam perairan

secara berlebihan, akan menimbulkan kerusakan pada lingkungan hidup, termasuk

pengaruh buruk pada manusia. Salah satu contoh kasus pencemaran terhadap air yang

sangat terkenal adalah “Kasus Teluk Minamata di Jepang pada tahun 1971, 45 orang

dinyatakan meninggal dan 120 orang sakit parah setelah memakan hasil laut yang

ditangkap dari Teluk Minamata yang telah tercemar unsur merkuri (air raksa/Hg). Merkuri

tersebut berasal dari limbah-limbah industri yang dibuang ke perairan Teluk Minamata

sehingga kadar merkuri di teluk tersebut telah jauh di atas ambang toleransi. Begitu pula

peristiwa Alaskan Oil Spill pada tahun 1989. Ketika itu ada sebuah kapal supertanker

bernama Exxon Valdez yang membawa sekitar 11 juta galon minyak mentah menuju Bligh

Reef di Prince William Sound Alaska. Kapal tersebut mengalami kecelakaan (kandas) yang

mengakibatkan semua minyak mentah itu tumpah ke laut. Dampak yang ditimbulkannya

sangat mengerikan, tidak kurang dari 400.000 burung laut mati dan menurunkan secara

drastis populasi paus pembunuh, singa laut, anjing laut dan berbagai jenis ikan.

Usaha perlindungan terhadap sumber daya alam dari ekploitasi berlebihan manusia,

tidak cukup hanya membuat peraturan perundang undangan tentang lingkungan hidup,

namun dibutuhkan upaya perubahan sikap dan kesadaran semua makhluk bumi terhadap

kelestarian lingkungan hidup. Program revolusi moral-global mungkin sesuai diterapkan

Substantia, Edisi Khusus, Desember 2016

76 | Muslim Djuned: Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan..

bagi pelestarian lingkungan hidup dengan memasukkan nilai-nilai etik universal semua

agama dan mengakomodir nilai-nilai kearifan lokal yang dipadu dengan perkembangan

sains dan teknologi.

Masyarakat Indonesia harus mengakui secara jujur, bahwa bangsa Indonesia tidak

pernah sunyi dari peristiwa bencana alam, baik skala nasional maupun daerah, seolah-olah

bencana alam enggan beranjak meninggalkan bumi Indonesia, bahkan datang silih berganti

dari satu bentuk bencana ke bentuk lainnya, dari satu daerah ke daerah lainnya. Suatu

bencana alam tidak semata-mata persoalan manusia hari ini, namun sangat berkaitan

dengan aktivitas manusia generasi sebelumnya. Bencana alam tidak dapat dipisahkan dari

segala aspek kehidupan manusia, dan setiap aktivitas manusia berkaitan dengan alam.

Berarti manusia merupakan bagian dari bencana alam, bahkan bisa menjadi faktor

terjadinya bencana alam itu sendiri.

Setiap terjadi bencana alam, manusia sering mencari sebab di balik bencana itu,

persepsi yang paling dominan muncul dari pendekatan agama yang menganggap hal itu

adalah bagian dari takdir Tuhan yang harus diterima. Bagi mereka yang melihat bencana

dari aspek ilahiyah, cenderung bersikap pasrah dan sabar atas semua ketentuan Tuhan, lalu

mereka mencari hikmah di balik peristiwa tersebut. Pada sisi yang berbeda, ada pula

sebagian orang yang memandang bencana dari sudut peluang politik, bencana digunakan

untuk mencari populeritas. Calon kepala daerah dan tokoh masyarakat yang butuh suara

dan dukungan politik akan segera datang ke wilayah bencana, memberi bantuan atau

sekedar tampil agar dianggap peduli. Bencana adalah sarana para politisi untuk

membangun citra politik yang berguna bagi memperoleh dukungan suara.

Berdasarkan telaahan terhadap literatur yang ada, faktor-faktor kerusakan dan

pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan manusia, antara adalah, faktor kemiskinan,

pentumbuhan penduduk, pertumbuhan pemukiman baru, penerapan intensifikasi pertanian,

perkembangan sains dan teknologi, keterbatasan sumber daya alam, pendidikan, etika, dan

sosial-budaya, perubahan gaya hidup.

Al-Qur’an dan Lingkungan Hidup

Dalam konteks penciptaan, manusia dan lingkungan hidup merupakan ciptaan

Allah. Manusia berperan sebagai agen realitas yang diberikan Allah tanggungjawab

(khalifah) penjagaan. Namun sebagian manusia menyalahgunakan tanggungjawab dengan

merusak lingkungan, bahkan manusia sering mengadakan perlawanan dengan alam

lingkungan hidupnya sendiri. Padahal al-Qur’an mengingatkan manusia untuk tidak

merusak lingkungan hidup meskipun al-Qur’an sendiri menjelaskan bahwa kerusakan dan

pencemaran lingkungan hidup pada dasarnya disebabkan oleh aktifitas dan perbuatan

tangan manusia itu sendiri.

Allah swt berfirman











 







Artinya: Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)

Substantia, Edisi Khusus, Desember 2016

Muslim Djuned: Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan.. | 77

memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan

diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat

dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. al-A’raf/7: 56).





 







 



 

 

 

 







Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan

tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari

(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Katakanlah: Berjalanlah di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan

orang-orang yang terdahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang

yang mempersekutukan (Allah). (QS. al-Rûm/30: 41-42).









Artinya: Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh

perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari

kesalahan-kesalahanmu). (QS. al-Syûra/42: 30).

















Artinya: ...Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah

tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. al-Qashash/38: 77).

Ayat-ayat tersebut menegaskan, bencana alam dan krisis lingkungan hidup tidak

semata-mata terjadi secara sunnatullȃh, akan tetapi secara massif disebabkan oleh campur

tangan manusia yang mengeksploitasi alam melebihi ambang batas toleransi dan

regenerasinya. Dengan demikian, kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup pada

hakikatnya dimulai dari perilaku manusia itu sendiri, mulai dari kerusakan imam, fithrah

(mengabaikan sunnatullȃh), kerusakan akal (menghalalkan segala cara), dan kerusakan

moral (melanggar susila, etika, budaya dan peradaban).

Menjaga kelestarian lingkungan hidup dan keseimbangan alam hukumnya wajib

bagi setiap manusia (fardhu ‘ain), sebab merusak lingkungan hidup berarti mendatangkan

kemudaratan bagi generasi kini dan akan datang. Melakukan eksploitasi dan eksplorasi

sumber daya alam secara berlebihan dapat mengundang bencana alam yang lebih besar,

perbuatan seperti itu dapat digolong dalam perbuatan perampasan hak orang lain dan hak

generasi mendatang. Pemanfaatan sumber daya alam bukan dengan merusak habitatnya,

akan tetapi sekedar untuk memenuhi kemaslahatan dan kelangsungan hidup bersama. Oleh

karena itu, setiap orang berkewajiban mengelola alam atas pertimbangan kemaslahatan itu.

Substantia, Edisi Khusus, Desember 2016

78 | Muslim Djuned: Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan..

Di samping itu manusia wajib melestarikan lingkungan hidup, membendung laju

kerusakan, dan menjaga yang rusak, serta memperbaiki yang tersisa.

Kata dalam surat al-Rûm ayat (41) menunjukkan arti segala sesuatu yang

nampak dipermukaan bumi dan berkonotasi negatif. Apabila dikatakan seseorang telah

dinampakkan sesuatu pada dirinya, berarti nampat terang dan diketahui dengan jelas oleh

orang lain, sehingga membuat ia malu. Sedangkan kata  berarti keluar sesuatu (apa

saja) dari keseimbangan, baik sedikit maupun banyak. Dalam konteks lingkungan hidup,

kata  dan  menunjukkan makna kerusakan dan pencemaran di darat dan laut itu

benar-benar jelas nampak disebabkan ulah perbuatan tangan (kekuatan dan kekuasaan)

manusia, sehingga alam ini hilang keseimbangan, keserasian, kesesuaian dan kelestarian,

karena itu seharusnya manusia itu malu melakukan kerusakan dan pencemaran tersebut.

Pembicaan seputar lingkungan hidup sudah dimulai semenjak masa Rasulullah saw

masih hidup, Rasulullah saw mengajarkan pentingnya bercocok tanam dan usaha

mengubah tanah yang tandus menjadi kebun yang subur. Perbuatan tersebut akan

mendatangkan pahala yang besar di sisi Allah swt, sebab bekerja melestarikan alam bagian

dari ibadah. Pengajaran lingkungan hidup yang diajarkan Rasulullah saw berdasarkan

wahyu. banyak ayat-ayat ilmiah al-Qur’an dan al-Sunnah yang membahas tentang

lingkungan hidup. Pesan-pesan al-Qur’an mengenai lingkungan hidup sangat konseptuan

dan jelas, antara lain: lingkungan hidup sebagai suatu sistem (QS. al-Isra’/15: 19-20),

tanggungjawab dan kearifan manusia untuk menjaga alam tetap lestari, termasuk bagian

etika lingkungan hidup (QS. al-Mulk/67: 15), larangan merusak lingkungan (QS. al-

Anfal/8: 56), sumber daya alam vital (QS. al-Sy’ara/26: 7-8; al-Mursalat/77: 27),

peringatan mengenai kerusakan lingkungan hidup yang terjadi karena ulah tangan manusia

dan pengelolaan yang mengabaikan petunjuk Allah serta solusi pengelolaan lingkungan

(QS. al-Rum/30: 41-42; al-Baqarah/2: 11).

Perkembangan terakhir perhatian para ahli dan pemerhati lingkungan hidup,

terutama dalam penanggulangan berbagai bencana alam dan pencemaran lingkungan hidup

sudah mulai beralih kepada nilai-nilai universal agama sebagai faktor yang sangat strategis

dan solutif. Fenomena tersebut menunjukkan adanya suatu kesadaran moral bahwa,

kebebasan akal manusia justru memberikan kemudharatan bagi manusia itu sendiri, bahkan

mendatangkan berbagai malapetaka lingkungan hidup. Para tokoh islamic ecotheology

meyakini bahwa, akar masalah munculnya krisis lingkungan hidup dimulai dari kemajuan

sains dan teknologi Barat modern yang berpijak pada asumsi-asumsi positivistik. Untuk

mengantisipasi (counter) pemikiran positivistik tersebut, harus dirancang paradigma baru

perlindungan atas alam yang lebih natural. Tawaran yang paling rasional adalah,

memformulasikan konsep Islam yang rahmatan li al-‘alamin sebagai teori dasar

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Para pengagum ilmu pengetahuan dan teknologi Barat bersikap arogan terhadap

alam tanpa mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan, mereka merasa sebagai

penguasa tunggal atas alam semesta, sumber daya alam dikuras secara besar-besaran

berdasarkan pertimbangan hawa nafsu semata, seakan-akan alam tidak berhak untuk

mempertahankan eksistensinya. Sementara umat Islam menyadari bahwa, tidak ada satu

pun di dunia ini yang menjadi milik manusia, akan tetapi semuanya kepunyaan Allah swt,

Substantia, Edisi Khusus, Desember 2016

Muslim Djuned: Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan.. | 79

manusia hanya diberi isin tinggal di bumi ini dengan mematuhi aturan-aturan-Nya. Sebagai

satu-satunya makhluk ciptaan Allah swt yang paling sempurnan (QS. al-Tin/95: 4),

manusia dilengkapi dengan akal sehat, agar mampu melindungan dan mengelola alam

sesuai dengan yang diamanahkan Allah swt, yaitu tidak melakukan kerusakan dan

pencemaran terhadap lingkungan hidup serta bertanggungjawab terhadap kelestariannya.

Sebagai anugrah dan rahmat Allah swt, pengelolaan alam beserta isinya sangat

logis diserahkan kepada manusia, di samping untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, alam

juga dapat dijadikan sarana peningkatan amal shaleh demi mencapai kebahagiaan hidup di

dunia dan akhirat (QS. Ali Imran/3: 191). Al-Qur’an (QS. al-Ambiya/21: 107) menjelaskan

bahwa, Islam adalah agama yang memiliki misi dan ajaran universal, memberi rahmat

untuk semesta alam (rahmatan li al-‘alamin), ajaran Islam sangat sistematis dan

kompreahensif, mengatur semua aspek kehidupan manusia (QS. al-An’am/6: 38; al-

Nahl/16: 89), baik aturan tentang hubungan manusia dengan alam ini dan alam sesudahnya

(ukhrawi), maupun aturan tentang interaksi manusia secara vertikal dengan penciptanya,

interaksi diagonal dengan diri pribadinya, serta interaksi horizontal dengan sesama

manusia.

Al-Qur’an menyebutkan bahwa, manusia sebagai hamba adalah refresentatif Allah

(khalifah) di atas muka bumi (QS. al-Baqarah/2: 30). Sebagai khalifah manusia harus

memahami posisinya dalam lingkungan alam semesta, manusia mempunyai kedudukan

yang sangat stategis dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya, ia memiliki potensi akal

untuk mengenal dan memahami lingkungan alam sekitarnya, sehingga dalam meng-

ekploitasi dan memanfaatkan sumber daya alam, manusia dapat melakukan dengan cara

bijak dan santun demi mencapai ridha Allah dan selalu mempertimbangkan etika

lingkungan. Manusia yang beriman pasti selalu berpegang teguh pada nilai-nilai ilahiyah

(ajaran Islam), yaitu nilai yang memancar dari kesadaran sebagai makhluk yang berasal

dari Allah dan akan kembali kepada-Nya.

Mengingat alam sebagai ciptaan dan anugerah Yang Maha Kuasa, tentu alam

semesta ini bersifat sempurna, teratur, dan bermakna, serta tidak ada yang sia-sia. Alam

dan manusia sama-sama ciptaan, dan makhluk Allah, serta sama-sama menghambakan

dalam dimensi spiritual. Namun demikian, dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya,

manusia dibolehkan memanfaatkan sebagian sumber daya alam dengan tidak melampaui

batas-batas kebutuhannya (QS. al-An’am/6: 141). Oleh karena itu, manusia dalam

memanfaatkan alam tidak boleh mengabaikan nilai spiritualitasnya apalagi berusaha untuk

mereduksi alam secara ektrim atas petimbangan pemuasan kebutuhan hidup yang

materialistik.

Sebagai pemegang amanah memelihara bumi (khalifah), manusia dituntut proaktif

berusaha melindungi dan memakmurkan lingkungan hidup dengan membudidayakan alam

secara konstruktif demi kelangsungan hidup seluruh ekosistem alam, pada sisi yang sama,

manusia sebagai hamba, dituntut pasrah kepada ketentuan Allah dalam menjalankan

amanah, perintah dan larangan-Nya. Dengan demikian, dalam ajaran etika lingkungan

hidup Islami, manusia memiliki dua fungsi, yaitu manusia sebagai khalifah sekaligus

sebagai hamba. Apabila manusia hanya diberi kedudukan sebagai khalifah, tanpa dibarengi

kedudukannya sebagai hamba, kekhalifahan manusia akan berdampak pada perilaku

Substantia, Edisi Khusus, Desember 2016

80 | Muslim Djuned: Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan..

antroposen-trisme terhadap lingkungan hidup. Jika manusia hanya sebagai hamba yang

spritualis, tidak dibarengi kedudukannya sebagai khalifah, manusia hanya mengejar

kualitas dan kuantitas ibadahnya semata tanpa memiliki kepedulian dan rasa

tanggungjawab terhadap perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup.

Penghargaan (reward) terhadap kedua kedudukan dan fungsi tersebut, manusia

diberikan kemudahan untuk mengurus alam semesta, yaitu dengan ditundukkannya (taskhir)

alam bagi manusia (QS. al-Hajj/22: 65). Konsep taskhir bukan berarti manausia boleh

bertindak semenna-mena terhadap alam, akan tetapi dimaksudkan kerbolehan bagi manusia

mendominasi terhadap apa yang ada di bumi sepanjang tidak bertentangan dengan hukum-

hukum Allah. Jadi konsep taskhir pada dasarnya merupakaan penegasan Allah terhadap

kedudukan manusia sebagai khalifah. Oleh karena itu, makna taskhir tidak dapat dipisahkan

dari kedudukan manusia sebagai khalifah sekaligus sebagai hamba Allah. Sebagai khalifah,

manusia mengemban tugas mewujudkan kemakmuran, keselamatan dan kebahagiaan hidup

di muka bumi.

Apabila diperhatikan pesan ayat al-Qur’an, ada beberapa perilaku positif yang

harus dimiliki seorang khalifah, yaitu tidak membuat kerusakan di muka bumi, seperti

melakukan penebangan hutan secara illegal, melakukan kerusakan terhadap lingkungan

hidup dapat menjerumuskan diri sendiri dan orang lain dalam bahaya narkoba dan

pergaulan bebas. Seorang khalifah juga tidak akan menumpahkan darah dan memfitnah

sesama manusia, sebab seorang khalifah idealnya merupakan seorang yang rajin beribadah

kepada Allah swt dan selalu mengekalkan kebaikan di sepanjang hidupnya.

Krisis lingkungan hidup yang telah, sedang dan mungkin akan terus terjadi akibat

ulah perbuatan manusia, membutuhkan suatu usaha yang serius dari semua pihak untuk

mengadakan pemulihan kembali (recovery) sesuai dengan fungsi ekologis masing-masing

ekosistem alam. Hutan yang telah ditebang secara besar-besaran harus ditanam kembali

(reboisasi) dan mencegah penebangan kembali (moratorium illegal loging), sungai yang

telah dikotori dengan sampah dan limbah industri harus dibersihkan, begitu pula air, tanah

dan udara yang telah dicemari harus disterilkan (cleanup), kawasan lindung yang dialih

fungsikan harus dihijaukan kembali dan seterusnya.

Semua usaha tersebut menjadi tanggungjawab manusia sebagai komponen

perusaknya. Allah swt tidak akan merubah sesuatu (kerusakan dan pencemaran) sehingga

manusia sendiri merubahnya. (QS. al-Ra’d/13: 11). Di samping itu manusia harus belajar

dari sejarah (QS. al-Rûm/30: 42), bagaimana umat-umat terdahulu yang telah ditimpa

bencana akibat perbuatan mereka sendiri, hal itu harus menjadi pelajaran bagi manusia

(QS. al-Hasyr/59: 2) agar manusia tidak mengulangi merusak lingkungan hidupnya. Oleh

sebab itu, dalam interaksi dengan lingkungan hidup, manusia dituntut memiliki kesadaran

spiritual dan moral terhadap alam dan lingkungan hidupnya, dengan kesadaran itu,

diharapkan manusia dapat berusaha untuk melestarikan lingkungan hidup, baik dalam

lingkup lokal, regional, nasional maupun internasional. Atas kesadaran itu pula, manusia

dengan daya pikirnya harus mencari solusi dan alternatif untuk dapat keluar dari berbagai

krisis lingkungan, menetapkan landasan yuridis termasuk sanksi dan jenis hukuman bagi

pelaku kejahatan dan pelanggaran lingkungan hidup.

Nilai-nilai universal ajaran Islam dalam ayat-ayat al-Qur’an tentang lingkungan

Substantia, Edisi Khusus, Desember 2016

Muslim Djuned: Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan.. | 81

hidup masih bersifat partikular yang membutuhkan penalaran dan interpretasi lebih lanjut,

sehingga diharapkan dapat menghasilkan rumusan hukum lingkungan hidup yang sesuai

dengan tujuan pensyarî’atan hukum Islam (mȃqashid al-syarî‘ah) itu sendiri. Setiap aspek

ajaran Islam memiliki tujuan umum pensyarî’atannya (mȃqashid al-syarî‘ah) yaitu

kandungan nilai yang menjadi sasaran penetapan hukum, dengan kata lain, mȃqashid al-

syarî‘ah adalah tujuan-tujuan yang menjadi sasaran pencapaian pensyarî’atan hukum Islam

yang disesuaikan dengan suatu maslahah ummah, serta menghindari (menutup jalan)

kepada kerusakan dan kemudaratan (sadd al-dzȃri‘ah). Kemaslahatan dimaksud termasuk

kemaslahatan duniawi dengan memperhatikan kondisional dan situasional maupun

kemaslahatan ukhrawi dengan penekanan kepada kesanggupan mukallaf. Namun demikian

kemaslahatan tersebut dapat tercapai bila lima pilar pokok agama (ushûl al-khamsah) dapat

diwujutkan dan terpelihara, yaitu: al-dîn, al-nafs, al-nasl, al-mȃl, dan al-‘aql.

Kesimpulan

Relasi manusia dan lingkungan hidup bersifat simbiosis mutualisme, kehidupan

manusia sangat bergantung pada lingkungan hidupnya, dan lingkungan hidup sangat butuh

kepada kebijaksanaan manusia. Menurut al-Qur’an, perlindungan dan pelestarian

lingkungan hidup tidak hanya berorientasi pada sumber daya alam dan pemenuhan hak-hak

dasar manusia semata, namun terintergrasi secara universal, termasuk perlindungan

terhadap eksistensi bumi dan segala sesuatu yang ada di dalamnya. Hukum perlindungan

dan pelestarian lingkungan hidup adalah wajib, sebagaimana kewajiban melindungi al-

ushûl al-khamsah. Sedangkan sanksi hukuman terhadap pelaku kerusakan dan pencemaran

lingkungan hidup terdiri dari hukum maksismal dan minimal. Hukuman maksimal berupa

hukuman mati, teknik pelaksanaan hukumannya adalah dengan rajam atau salib.

Sedangkan hukuman minimal meliputi, hukuman potong tangan selang seling dan

hukuman ta’zir. Pelaksanaan hukuman maksimum terhadap pelaku kejahatan lingkungan

hidup, di samakan dengan pelaksanaan hukuman mati bagi pelaku kejahatan pembunuhan,

atau hukuman terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya.

Substantia, Edisi Khusus, Desember 2016

82 | Muslim Djuned: Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan..

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid bin Aziz, terj., Al-Qur’an Zindani: Mujizat al-Qur’an dan al-Sunnah Tentang

IPTEK, Jakarta: Gema Insani Press, 1997, hlm. 194.

Ahmad al-Hajj al-Kurdi, Al-Madkhal al-Fiqh: al-Qawȃ’id al-Kulliyyah, Damsyîq: Dȃr al-

Ma’ȃrif, 1980.

Amos Neolaka, Kesadaran Lingkungan, Jakarta: Reneka Cipta, 2008.

Anies, Manajemen Berbasis Lingkungan, Jakarta: Gramedia, 2006.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia,

2008.

Emil Salim, “Kepemimpinan Lingkungan” dalam Arif Budimanta. dkk., Enviromental

Leadership, Jakarata: ICOS, 2005.

Eugene P. Odum, Dasar-Dasar Ekologi, terj. Tjahjono Samingan, Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press, 1996.

Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum Pidana Lingkungan, Bandung: Citra Aditya Bakti,

1993.

Hutagalung RA., Ekologi Dasar, Jakarta: tt.p., 2010.

John A. Howard, Penginderaan Jauh untuk Sumber Daya Hutan: Teori dan Aplikasi, terj.,

Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM, 1996.

Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press, 2006.

M. Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas?, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1996, hlm. 81, Bertens, K., Filsafat Barat Abad XX (Inggris-Jerman),

Jakarta: Gramedia, 1990.

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan

Masyarakat, Jakarta: Penerbit Mizan, 1996.

Muhammad Taufik Makarao, Aspek-Aspek Hukum Lingkungan, (Jakarta: Gramedia, 2004.

Mujiyono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan Perspektif al-Qur'an, Jakarta: Paramadina,

2001.

Mukhotob Hamzah, dkk., Tafsir Maudhu’iy al-Muntaha, Yogyakarta: Pustaka Pesantren,

2004.

Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Jakarta: Djambatan,

1997.

Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Jakarta: Djambatan,

2004.

P. Joko Subagyo, Hukum Lingkungan, Masalah dan Penanggulangan-nya, Jakarata:

Rineka Cipta, 2002.

Siswanto Sunarso, Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Strategi Penyelesaian Sengketa,

Jakarta: Rineka Cipta, 2005.

Sri Pujiyanto, dkk., Menjelajah Dunia Biologi, Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,

2013.

Substantia, Edisi Khusus, Desember 2016

Muslim Djuned: Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan.. | 83

Sukanda Husin, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Sukardi Wisnobroto, “Dampak Pembangunan Fisik Terhadap Iklim” dalam Dasar-Dasar

Analisis Dampak Lingkungan, Yogyakarta: Puslit Lingkungan Hidup, UGM, 2007.

Supriadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE-11/M/BW/1989 Tentang Pembangunan

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (limbah B3).

Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011.

Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1982, Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

Yusuf al-Qaradlawi, Fiqih Peradaban: Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan,

terj. Abdullah Hakam Shah, dkk., Surabaya: Dunia Ilmu, 1997.

Ziauddin Sardar, “Why Islam Needs Islamic Science”, New Sceintist, tt.tp., 1982.

.