Lihat Foto KOMPAS.com - Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah suatu kebijakan yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik Tanam Paksa yang telah menyengsarakan rakyat Indonesia. Dengan kata lain, Politik Etis adalah tindakan balas budi yang diberikan oleh Belanda untuk kesejahteraan pribumi karena telah diperlakukan secara tidak adil dan dieksploitasi kekayaan alamnya. Politik Etis dicetuskan oleh Conrad Theodor van Deventer dan Pieter Brooshooft. Van Deventer pertama kali mengungkapkan tentang Politik Etis melalui majalah De Gids pada 1899. Tulisan-tulisan yang dibuat Van Deventer ternyata diterima oleh pemerintah kolonial. Maka pada 17 September 1901, Politik Etis resmi diberlakukan setelah Ratu Wilhelmina yang baru naik takhta menegaskan bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi terhadap bangsa bumiputera di Hindia Belanda. Baca juga: Sistem Tanam Paksa: Latar Belakang, Aturan, Kritik, dan Dampak Latar belakang lahirnya Politik EtisSistem Tanam Paksa atau cultuurstelsel yang dijalankan oleh pemerintah kolonial untuk mengeruk kekayaan Indonesia ternyata tidak diterima oleh semua orang Belanda. Penderitaan rakyat pribumi yang telah mengorbankan tenaga, waktu, bahkan martabatnya berhasil menggugah nurani sekelompok orang Belanda. Kaum liberal menuntut pelaksanaan Tanam Paksa di Hindia Belanda segera diakhiri.
Lihat Foto KOMPAS.com - Cultuurstelsel atau Sistem Tanam Paksa adalah salah satu kebijakan yang diterapkan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia dengan cara mewajibkan rakyat melakukan tanam paksa. Ide kebijakan ini dicetuskan oleh seorang anggota golongan konservatif Belanda, Johannes van den Bosch. Tujuan utama adanya kebijakan Tanam Paksa di bawah Gubernur Van den Boasch yaitu untuk mengisi kas Belanda yang kosong dan menyelamatkannya dari kebangkrutan ekonomi. Kebijakan ini terbukti mampu mendatangkan keuntungan yang melimpah bagi pemerintah kolonial Belanda. Akan tetapi, sistem ini pada akhirnya dihentikan. Lantas, apa penyebab Sistem Tanam Paksa dihapuskan? Alasan Sistem Tanam Paksa dihapuskanSistem Tanam Paksa dihapus karena berbagai alasan. Antara 1831-1867, kebijakan ini berhasil menyumbang 967 juta gulden ke pemerintah Belanda. Keuntungan itu didapatkan Belanda dari penderitaan rakyat Indonesia. Pasalnya, pekerja pribumi dipaksa fokus bekerja bahkan disiksa untuk tanam paksa, sehingga nasib diri sendiri dan keluarganya tidak terurus. Akibatnya, banyak pekerja yang sakit, timbul kelaparan, dan kematian di berbagai daerah. Selain itu, Sistem Tanam Paksa umumnya berjalan tidak sesuai dengan ketentuan yang ada.
Kekuasaan Belanda di Indonesia, Pengganti Raffles adalah Gubernur Jenderal Baron Van Der Capellen dari Belanda. Di masa kekuasaanya diterapkan kebijakan politik liberal namun mengalami kegagalan. Hal ini disebabkan oleh :
Kekuasaan Belanda di Indonesia, Tahun 1830 Indonesia di bawah kekuasaan Gubernur Jenderal Van den Bosch dengan tugas utama mencari dana untuk menutup hutang-hutang Belanda . Penyebab defisit keuangan Belanda adalah terjadinya perang koalisi Inggris melawan Perancis dimana Belanda memihak Inggris,perang kemerdekan untuk melepaskan dari Spanyol, terjadinya perang paderi, dan perang Diponegoro di Indonesia. Maka untuk menutup hutang dilaksanakanlah Cultuur Stelsel atau politik tanam paksa dengan aturan sebagai berikut :
Penderitaan Saat Sistem Tanam PaksaTelah menyebabkan penderitaan bagi bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan oleh adanya Cultuur Procenten yaitu imbalan atau hadiah bagi yang dapat menyerahkan hasil melebihi dari ketentuan yang di tetapkan.
Cultuur procenten telah mendorong para pengawas lokal saling berlomba untuk meningkatkan hasil tanaman perdagangan.Akibatnya terjadi banyak penyimpangan dari ketentuan pokok aturan tanam paksa seperti :
Akibat tanam paksa adalah: Belanda menjadi makmur, Belanda dapat melunasi hutang-hutangnya bahkan dapat membangun kota Amsterdam. Sedangkan dampak positifnya adalah Indonesia mengenal berbagai macam tanaman perdagangan selain penderitaan,kesengsaraan dan kelaparan yang dialami oleh bangsa Indonesia .
Kekejaman STP diketahui dari : Edward Douwes Dekker lewat bukunya Max Havelaar dengan nama samaran Multatuli, Frans van der Putte lewat buku berjudul Zuicker Contracten (Kontrak-kontrak gula) yang berisi penyelewengan aturan tanam paksa dan Baron van Hoevel yang memprotes sistem tanam paksa melalui parlemen di negeri Belanda. b. Pelaksanaan sistem politik ekonomi Terbuka / politik liberalAkhirnya pemerintah Belanda mulai menghapuskan tanam lada (1860), tanam nila dan teh (1865) Hapusnya tanam paksa di tandai dengan keluarnya Suiker Wet atau undang-undang gula dan UU Agraria 1870 yang isinya tanah adalah milik rakyat dan melarang perpindahan hak milik rakyat pada Asing kecuali menyewa dan masuknya usaha swasta serta modal asing di Indonesia. (Matroji:11-12) Untuk memperlancar usaha swasta ini dibangun jalan raya, jembatan, jalan kereta api (1873), saluran irigasi dan benteng pertahanan dengan cara kerja paksa. Pengaruh positif politik liberal di Indonesia : Berkembangnya paham liberal yang menentang kekuasaan raja yang sewenang-wenang, munculnya pengusaha swasta, hapusnya politik tanam paksa (1870), Masuknya modal asing ke Indonesia, pembangunan sarana-prasarana seperti jalan raya saluran irigasi, jalan kereta api, jembatan , tanah perkebunan semakin luas, penduduk kota semakin padat, munculnya kaum buruh, rakyat pedesaan semakin mengenal pentingnya uang sebagai alat tukar. Akibat negatif pelaksanaan politik liberal adalah :Gaji yang diterima buruh kecil, para pekerja terikat kontrak sehingga tidak bisa melepaskan diri dari pekerjaannya, adanya peraturan Poenale Sanctie yaitu pemberian sanksi/hukuman bagi para buruh yang melarikan diri bila tertangkap mereka diberi hukuman berat mulai dari hukuman badan maupun penjara. Poenale Sanctie akhirnya dihapuskan setelah munculnya pamlet yang berjudul De Milioener van Deli (Jutawan-Jutawan dari Deli ) yang ditulis Van den Brand yang menimbulkan kemarahan dari masyarakat Belanda, dan terdesaknya usaha kerajinan rakyat oleh barang impor. Sistem ekonomi liberal dan tanam paksa tetap tidak jauh beda persamaannya kedua-duanya tetap menimbulkan penderitaan bagi bangsa Indonesia, sedangkan perbedaanya sistem tanam paksa dilakukan oleh pemerintah sedangkan sistem ekonomi liberal dilakukan swasta. c. Masa politik etisPelaksanaan sistem ekonomi terbuka menimbulkan protes dan kritik keras untuk menghapus sistem usaha swasta dan lahirlah politik Etis atau politik Balas Budi. Ini berkat perjuangan A.Keyper, Van Den Berg dan Van De Venter lewat bukunya berjudul “Een Eresschuld” atau Hutang Kehormatan. Ia mengusulkan untuk memperbaiki nasib rakyat Indonesia perlu dilaksanakan : irigasi, educatie (pendidikan) dan migrasi. Dalam praktek pelaksanaan politik Etis masih jauh dari harapan. Irigasi misalnya yang semula bertujuan mengairi sawah-sawah penduduk diselewengkan untuk mengairi tanah-tanah perkebunan milik Belanda, Migrasi menjadi sarana pemerintah untuk mendapatkan tenaga kerja yang murah dari Jawa untuk ditempatkan di tanah-tanah perkebunan milik Belanda di luar Jawa. Edukasi atau pendidikan terjadi diskriminasi antara Gbr. Van De Venter anak orang Eropa dengan pribumi dan hanya mereka yang mampu yang bisa sekolah seperti anak pejabat atau bangsawan. Yang bisa dipetik dari pendidikan ini adalah munculnya kaum terpelajar yang melahirkan organisasi pergerakan nasional yang akan memperjuangkan kemerdekaan lewat organisasi-organisasi modern.
Sumber Info Pembelajaran :
Sumber youtube Unacademy – Indonesia |