Bagaimana kondisi keuangan pada masa awal kemerdekaan?

tirto.id - Masa-masa awal kemerdekaan merupakan situasi tersulit bagi setiap negara yang baru memproklamirkan kemerdekaannya. Mengapa demikian? Sebab, ada banyak masalah yang perlu diselesaikan demi membentuk tatanan negara.

Begitu juga dengan Indonesia, setelah berhasil melepaskan diri dari cengkraman Belanda dan Jepang, para pemimpin harus memulihkan kondisi sosial politik dan ekonomi negaranya. Dari segi politik, Indonesia harus membentuk alat kelengkapan negara dan mengusir Belanda yang ingin berkuasa kembali.

Dari segi sosial, pemerintah harus menyampaikan informasi kemerdekaan secara luas karena masih banyak masyarakat yang belum tahu. Selain itu, raja-raja yang sebelumnya berkuasa pun ingin kembali menerapkan sistem feodalisme di masing-masing wilayahnya.

Indonesia pun harus dihadapkan dengan situasi kacaunya ekonomi, salah satunya terjadi inflasi. Lantas, apa saja faktor penyebab kacaunya ekonomi Indonesia saat itu? Bagaimana upaya pemerintah mengatasi masalah tersebut?

Faktor Penyebab Kacaunya Ekonomi Indonesia (adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Kondisi bangsa Indonesia pada masa awal kemerdekaan masih sangat buruk. Proses pergantian pemerintah dari kolonial ke Republik menimbulkan gejolak di semua aspek kehidupan bernegara. Dalam Sejarah Indonesia Modern 1200 – 2004 (2007: 470), Ricklefs menjelaskan, pada awal kemerdekaan, belum ada hal-hal yang memberikan dampak kemakmuran kepada rakyat.

Hal ini senada dengan paparan Soedrajat Djiwandono, dkk, dalam Sejarah Bank Indonesia Periode I: 1945 – 1959 (2005: 5) yang menyatakan, kondisi ekonomi pada awal kemerdekaan dapat dikatakan mengalami kemandegan, baik secara mikro maupun makro.

Padahal, pada masa kolonial, perekonomian Indonesia sangat maju melalui sektor perkebunan. Tetapi, pemerintah belum mampu mengendalikan sektor tersebut untuk memperbaiki kondisi perekonomian negara.

Secara garis besar, faktor yang menyebabkan kacaunya ekonomi Indonesia saat itu ialah belum stabilnya kondisi politik Indonesia pasca-kemerdekaan. Permasalahan pembentukan alat kelengkapan negara yang berlarut-larut dan masalah sosial di wilayah-wilayah Indonesia menghambat pemerintah untuk bergerak cepat membenahi perekonomian.

Permasalahan Ekonomi Indonesia di Awal Kemerdekaan (adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Mengutip dari Nansy Rahman dalam Sejarah Indonesia (2020: 12-13), permasalahan ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal kemerdekaan ada tiga, yaitu:

1. Terjadinya Inflasi yang tinggi

Inflasi yang terjadi saat itu disebabkan oleh:

  • Beredarnya mata uang Jepang di masyarakat dalam jumlah yang tak terkendali (pada bulan Agustus 1945 mencapai 1,6 miliar yang beredar di Jawa, sedangkan yang beredar di masyarakat mencapai 4 miliar).
  • Beredarnya mata uang cadangan yang dikeluarkan oleh pasukan Sekutu dari bank-bank yang berhasil dikuasainya untuk biaya operasi dan gaji pegawai yanh jumlahnya mencapai 2,3 miliar.
  • Republik Indonesia sendiri belum memiliki mata uang sendiri sehingga pemerintah tidak dapat menyatakan bahwa mata uang pendudukan Jepang tidak berlaku.

2. Blokade Ekonomi dari Belanda

Blokade ekonomi ini dilakukan Belanda sejak November 1945, adanya blokade ekonomi menyebabkan:

  • Barang-barang ekspor RI terlambat terkirim.
  • Barang-barang dagangan milik Indonesia tidak dapat di ekspor bahkan banyak barang-barang ekspor Indonesia yang "dihancurkan".
  • Indonesia kekurangan barang-barang impor yang sangat dibutuhkan.
  • Inflasi semakin tak terkendali sehingga rakyat menjadi gelisah.

3. Kekosongan Kas Negara

Kosongnya kas negara ini diakibatkan, karena pajak dan bea masuk lainnya belum ada, sementara pengeluaran negara semakin bertambah. Penghasilan pemerintah hanya bergantung kepada produksi pertanian. Karena dukungan dari bidang pertanian inilah pemerintah Indonesia masih bertahan, sekalipun keadaan ekonomi sangat buruk.

Upaya Pemerintah Mengatasi Kekacauan Ekonomi

R. Z Leirissa, dkk, dalam Sejarah Perekonomian Indonesia (2012: 85), menyebutkan bahwa proses pemulihan ekonomi yang berjalan sangat lamban. Namun, pemerintah juga tidak tinggal diam. Berikut ini beberapa upaya yang dilakukan pemerintah, yaitu:

  • Melakukan diplomasi beras ke India.
  • Melakukan hubungan dagang dengan luar negeri.
  • Melaksanakan Konfrensi Ekonomi.
  • Melakukan pinjaman nasional.
  • Membentuk Badan Perancang Ekonomi.

Baca juga:

  • Pentingnya Pengakuan Kemerdekaan Indonesia oleh Negara Lain
  • Pengaruh Sumpah Pemuda bagi Sejarah Perjuangan Kemerdekaan RI
  • Sejarah Perkembangan Kehidupan Politik Awal Kemerdekaan

Baca juga artikel terkait EKONOMI INDONESIA atau tulisan menarik lainnya Alhidayath Parinduri
(tirto.id - hdy/ale)


Penulis: Alhidayath Parinduri
Editor: Alexander Haryanto
Kontributor: Alhidayath Parinduri

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Salah satu permasalahan yang menyebabkan kacaunya perekonomian Indonesia pada awal kemerdekaan adalah hiperinflasi. Hiperinflasi adalah keadaan menurunnya nilai mata uang secara berlebihan. Kondisi tersebut disebabkan peredaran mata uang Jepang secara besar-besaran dalam masyarakat. Dengan kondisi tersebut dibutuhkan uang dalam jumlah banyak untuk membeli barang. Sementara itu, pemerintah Indonesia belum dapat menghentikan peredaran mata uang Jepang karena belum memiliki mata uang pengganti. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia melakukan beberapa kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut.

Kekosongan kas negara menjadi salah satu pemicu besarnya inflasi di Indonesia pada awal kemerdekaan. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia berupaya mengatasinya dengan melakukan pinjaman nasional. Pinjaman nasional merupakan kebijakan yang dicetuskan oleh Menteri Keuangan Ir. Surachman dan dilaksanakan atas persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP). Untuk mendukung program tersebut, pemerintah membentuk Bank Tabungan Pos yang berguna menyalurkan pinjaman. Banyak rakyat Indonesia yang mendukung kebijakan ini. Rakyat dengan sukarela pergi ke Bank Tabungan Pos dan rumah-rumah pegadaian untuk mengumpulkan uang dan dipinjamkan kepada negara. Pada tahap pertama, pinjaman nasional berhasil mengumpulkan uang sejumlah Rp. 500.000.000.00.

  • Mengeluarkan Oeang Republik Indonesia (ORI)

Ketika Indonesia merdeka, Indonesia belum memiliki mata uang sendiri. Akhirnya, pada tanggal 30 Oktober 1946 pemerintah Indonesia mengeluarkan uang kertas pertama yang dikenal dengan nama Oeang Repoeblik Indonesia(ORI). Mata uang ORI digunakan sebagai alat pembayaran yang sah sekaligus sebagai mata uang pengganti mata uang Jepang dengan kurs satu per seribu. Setiap seribu mata uang Jepang bernilai satu Rupiah ORI. Pemerintah juga membatasi bahwa setiap keluarga hanya boleh memilik Rp. 300.00 dan bagi yang tidak berkeluarga Rp. 100.00. Sejak saat itu, mata uang Belanda dan Jepang yang beredar dinyatakan tidak berlaku lagi.

Peredaran uang ORI mulai mengalami permasalahan sejak Agresi Militer I dan Agresi Militer II Belanda. Dalam agresi militer tersebut setiap daerah di Indonesia mengeluarkan banyak biaya untuk perang. Sementara itu, hubungan antara pemerintah pusat dan daerah mulai mengalami kesulitan sejak intensifnya serangan Belanda. Oleh karena itu, muncul inisiatif dari setiap pemimpin daerah untuk menerbitkan Oeang Repoeblik Indonesia Daerah (ORIDA). Tindakan tersebut disetujui oleh pemerintah pusar dan dilakukan dengan tujuan mengatasi masalah kekurangan pasokan uang tunai karena sulitnya hubungan pemerintah pusat dengan daerah. Tindakan mencetak uang daerah tersebut salah satunya dilakukan oleh Teuku Moh. Hassan, Gubernur Sumatra yang mengeluarkan Oeang Repoeblik Indonesia Provinsi Soematra (OERIPS) pada tanggal 12 Desember 1947.

  • Membentuk Bank Negara Indonesia

Keluarnya ORI ternyata menimbulkan masalah baru dalam perekonomian Indonesia. Masalah tersebut disebabkan peredaran ORI dalam masyarakat yang tidak terkendali. Oleh karena itu, pemerintah merasa perlu mengatur percetakan dan peredaran ORI dalam satu sistem perbankan Republik Indonesia. Selanjutnya, pemerintah Indonesia meresmikan pembentukan Bank Negara Indonesia 46 (BNI 46) sebagai bank induk pada tanggal 1 November 1946. Pendirian BNI berawal dari Yayasan Pusat Bank yang didirikan oleh Margono Djojohadikusumo pada bulan Juli 1946. Bank Negara Indonesia (BNI 46) dikelola oleh pemerintah Indonesia dibawah menteri keuangan Syafruddin Prawiranegara. Sebagai direktur diangkat Margono Djojohadikusumo dan wakil direktur Sabaroedin. Bank Negara Indonesia dibentuk untuk melaksanakan koordinasi dalam pengurusan bidang ekonomi dan keuangan. Selain itu, BNI juga bertugas mengatur nilai tukar ORI terhadap valuta asing.
 

Berdasarkan penjelasan di atas maka jawabannya adalah hiperinflasi.