Memerintah di era reformasi, setelah menggantikan Soeharto yang telah menjabat sebagai presiden selama 32 tahun, awal pemerintahan Presiden BJ Habibie bisa dibilang sangat berat. Betapa tidak, Indonesia tengah mengalami krisis moneter yang sangat parah kala itu, yang diakibatkan krisis perekonomian Asia dan utang luar negeri yang menumpuk. Show Krisis perekonomian ini tak hanya menyebabkan turunnya nilai rupiah, tetapi juga kebangkrutan teknis pada sektor industri dan manufaktur. Ini diperburuk dengan adanya kemarau panjang yang disebabkan oleh badai El Nino yang berdampak buruk pada sektor pertanian. Tak sampai disitu, kekacauan diperparah dengan adanya tragedi Mei 1998 yang menghancurkan pusat-pusat bisnis milik orang-orang Tionghoa yang diyakini pada saat itu memanipulasi perekonomian. Larinya modal serta sulitnya produksi dan distribusi kegiatan ekonomi juga mengakibatkan tingkat inflasi yang tinggi. Hal ini membuat kalangan mahasiswa dan para pro demokrasi menuntut pemerintah melakukan pemilu dan agenda reformasi yang telah ditetapkan secara menyeluruh. Pemerintahan Presiden BJ Habibie memang terbilang singkat, mulai tahun 1998 sampai 1999, namun ia mampu membuat reformasi besar-besaran dalam sejarah Indonesia. Hal ini ditandai dengan dikeluarkan berbagai kebijakan, antara lain : Pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan Dalam kabinet ini terdiri dari 36 Menteri diantaranya 4 Menteri Negara sebagai coordinator, 20 Menteri Negara memimpin departemen, dan 12 Menteri Negara menjadi ketua dalam tugas tertentu. Adapun beberapa elemen politik yang terlibat dalam Kabinet Reformasi Pembangunan adalah partai politik, unsur daerag, para cendikiawan dari universitas, lembaga swadaya masyarakat, dan ABRI. Baca juga: Dampak Kebijakan Politik dan Ekonomi Masa Orde Baru Pekerjaan rumah dari bidang ekonomi yang disasar dalam cabinet ini adalah tersedianya bahan makanan utama dan lancarnya perputaran roda perekonomian. Adapun pusat dari Kabinet Reformasi Pembangunan adalah meningkatkan kualitas, dan memberi kesempatan UMKM untuk berkembang, produktivitas dan daya saing ekonomi rakyat. Sidang Istimewa MPR 1998 Demonstrasi mahasiswa disertai desakan dari kaum intelektual membuat BJ Habibie mengadakan sidang istimewa untuk menetapkan langkah-langkah yang akan dijalankan pemerintah dalam reformasi disegala bidang. Adapun beberapa janji pemerintah yang berhasil diwujdukan menjawab tuntutan rakyat dapat dilihat dari ketetapan MPR yang dihasilkan antara lain :
Reformasi Bidang Politik TAP MPR No X/MPR/1998 telah menetapkan beberapa agenda reformasi dibidang politik diantaranya adalah melakukan perubahan budaya politik yang telah dilakukan sebelumnya. Adapun strategi pemerintahan Presiden BJ Habibie dalam melaksanakan perubahan aspek politik yaitu :
Pelaksanaan Pemilu 1999 Pemilu 1999 adalah pelaksanaan pemilu multipartai yang diikuti 48 partai politik. Presiden membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang melibatkan anggota seperti wakil partai politik dan pemerintah. Pelaksanaan Referendum Timor-Timur Salah satu agenda pemerintahan Presiden BJ Habibie adalah menyelesaikan referendum untuk rakyat Timor-Timur yang merupakan permasalahan yang ada dari masa pemerintahan sebelumnya. Referendum ini menghantarkan Timor-Timur menjadi negara yang merdeka yang saat ini bernama Timor Leste. Peristiwa referendum Timor Leste ini sempat mendapatkan pertidaksetujuan dari pihak militer Indonesia, akan tetapi Habibie tetap melaksanakan referendum Timor Leste. Reformasi Bidang Ekonomi Terkendalinya nilai rupiah dan penanggunalangan krisis merupakan dua arah sasaran reformais pada bidang ekonomi. Pemerintahan Presiden BJ Habibie mampu membawa perekonomian Indonesia lebih baik dibuktikan dengan adanya penurunan laju inflasi dan persebaran kebutuhan pokok kembali berjalan dengan baik. Hal lainnya nilai tukar rupiah mengalami penguatan secara signifikan. Sesuai TAP MPR No. X/MPR/1998 untuk menanggulangi krisis di bidang sosial budaya yang disebabkan sebagai akibat dari krisis ekonomi, pemerintah melaksanakan program Jaring pengamanan Sosial (JPS) yang bertujuan untuk pelayanan pada bidang kesehatan dan pendidikan yang akan membantu masyarakat memiliki perekonomian ke bawah dalam situasi krisis. Reformasi Bidang Hukum Masa pemerintahan Presiden BJ Habibie sudah tercapai kegiatan legilatif yang sangat produktif dan telah dibuktikan dengan keberhasilan menyelesaikan 68 produk perundang-undangan dalam jangka waktu 16 bulan. Selain itu, adanya dwi fungsi ABRI yaitu pemisahan tugas polisi dari organisasi Tentara Nasional Indonesia (TNI) sehingga bisa menyukseskan supremasi hukum. Prof. Dr.ing. Ir. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng. [1] (25 Juni 1936 – 11 September 2019)[2] adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Sebelumnya, B.J. Habibie menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia ke-7, menggantikan Try Sutrisno. B. J. Habibie menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998.[3][4] Sebelum memasuki dunia politik, Habibie dikenal luas sebagai seorang profesor dan ilmuwan dalam teknologi aviasi internasional dan satu-satunya presiden Indonesia berlatarbelakang teknokrat.
Prof. Dr.ing. Ir. H. Bacharuddin Jusuf Habibie FREng
Hasri Ainun Besari (m. 1962; wafat 2010)Anak
B.J. Habibie kemudian digantikan oleh Abdurrahman Wahid[5] (Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan dan 7 hari (sebagai wakil presiden) dan juga selama 1 tahun dan 5 bulan (sebagai presiden), B. J. Habibie merupakan Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek.[6] B. J. Habibie merupakan presiden Indonesia pertama yang terlahir di luar Jawa dan berasal dari etnis Gorontalo, Sulawesi[7][8] dari garis keturunan ayahnya yang berasal dari Kabila, Gorontalo dan etnis Jawa dari ibunya yang berasal dari Yogyakarta.[9] Saat ini, Pemerintah Provinsi Gorontalo telah menginisiasi dibangunnya Monumen B.J. Habibie di depan pintu gerbang utama Bandar Udara Djalaluddin, di Kabupaten Gorontalo.[10][11] Selain itu, masyarakat Provinsi Gorontalo pun sempat mengusulkan nama B.J. Habibie digunakan sebagai nama universitas negeri setempat, menggantikan nama Universitas Negeri Gorontalo yang masih digunakan. Habibie beserta keluarga B.J. Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Ayahnya yang berprofesi sebagai ahli pertanian yang berasal dari etnis Gorontalo,[12][13] sedangkan ibunya dari etnis Jawa.[14] Alwi Abdul Jalil Habibie (ayah dari B.J. Habibie) memiliki marga "Habibie", salah satu marga asli dalam struktur sosial Pohala'a (Kerajaan dan Kekeluargaan)[15] di Gorontalo. Sementara itu, R.A. Tuti Marini Puspowardojo (ibu dari B.J. Habibie) merupakan anak seorang dokter spesialis mata di Yogyakarta dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah.[16] Marga Habibie dicatat secara historis berasal dari wilayah Kabila, sebuah daerah di Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo.[17][18] Dari silsilah keluarga, kakek dari B.J. Habibie merupakan seorang pemuka agama, anggota majelis peradilan agama, serta salah satu pemangku adat Gorontalo yang tersohor pada saat itu.[19] Keluarga besar Habibie di Gorontalo terkenal gemar beternak sapi, memiliki kuda dalam jumlah yang banyak, serta memiliki perkebunan kopi. PernikahanPerkenalan keduanya bermula sejak masih remaja, ketika keduanya masih duduk di bangku sekolah menengah pertama hingga berlanjut ketika bersekolah di SMA Kristen Dago Bandung, Jawa Barat.[20] Komunikasi mereka akhirnya terputus setelah Habibie melanjutkan kuliah dan bekerja di Jerman Barat, sementara Ainun tetap di Indonesia dan berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Dokumentasi pernikahan B.J. Habibie dan Ainun menggunakan adat pernikahan Gorontalo (resepsi pernikahan). B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962 di Rangga Malela, Bandung.[21] Akad nikah Habibie dan Ainun digelar secara adat dan budaya Jawa, sedangkan resepsi pernikahan digelar keesokan harinya dengan adat dan budaya Gorontalo[22] di Hotel Preanger.[23] Ketika menikah dengan Habibie, Ainun dihadapkan dengan dua pilihan, memilih untuk tetap bekerja di rumah sakit anak-anak di Hamburg atau berperan serta berkarya di belakang layar sebagai istri dan ibu rumah tangga.[24] Dari pernikahan keduanya, Habibie dan Ainun dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.[25] Dokumentasi Pernikahan B.J. Habibie dan Ainun menggunakan adat pernikahan Jawa (akad nikah). PendidikanHabibie belajar tentang keilmuan teknik mesin di Fakultas Teknik Universitas Indonesia Bandung (sekarang Institut Teknologi Bandung) pada tahun 1954. Pada 1955–1965, Habibie melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat. Menerima gelar diploma insinyur pada 1960 dan gelar doktor insinyur pada 1965 dengan predikat summa cum laude. Habibie pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman Barat.[26] Pada tahun 1973, ia kembali ke Indonesia atas permintaan Presiden Soeharto. Habibie kemudian menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sejak tahun 1978 sampai Maret 1998. Gebrakan B. J. Habibie saat menjabat Menristek diawalinya dengan keinginannya untuk mengimplementasikan "Visi Indonesia". Menurut Habibie, lompatan-lompatan Indonesia dalam "Visi Indonesia" bertumpu pada riset dan teknologi, khususnya pula dalam industri strategis yang dikelola oleh PT IPTN, PT Pindad, dan PT PAL.[27] Targetnya, Indonesia sebagai negara agraris dapat melompat langsung menjadi negara industri dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara itu, ketika menjabat sebagai Menristek, Habibie juga terpilih sebagai Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) yang pertama. Habibie terpilih secara aklamasi menjadi Ketua ICMI pada tanggal 7 Desember 1990.[28] Puncak karier Habibie terjadi pada tahun 1998, di mana saat itu ia diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia (21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999), setelah sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden ke-7 (menjabat sejak 14 Maret 1998 hingga 21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto.[29] Prototipe pesawat nasional N-250 yang digagas Habibie, bertujuan untuk menghubungkan ribuan pulau yang membentang di Indonesia. Riwayat pekerjaanRiwayat karir profesional Habibie[30]
Riwayat karier pemerintahan
Pelantikan Presiden B.J. Habibie pada tanggal 21 Mei 1998 Habibie mewarisi kondisi keadaan negara kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto pada masa Orde Baru sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir seluruh wilayah Indonesia. Segera setelah memperoleh kekuasaan, Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.[31][32] Pada era pemerintahannya yang singkat, ia berhasil memberikan landasan kokoh bagi Indonesia. Pada eranya, dilahirkan UU Anti-Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik, dan yang paling penting adalah UU Otonomi Daerah. Melalui penerapan UU Otonomi Daerah inilah gejolak disintegrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam dan akhirnya dituntaskan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tanpa adanya UU Otonomi Daerah, bisa dipastikan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. Pengangkatan B.J. Habibie sebagai Presiden menimbulkan berbagai macam kontroversi bagi masyarakat Indonesia. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional.[33] Hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "bila Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya". Sedangkan pihak yang kontra menganggap bahwa pengangkatan B.J. Habibie dianggap tidak konstitusional. Hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "Sebelum presiden memangku jabatan, maka presiden harus mengucapkan sumpah atau janji di depan MPR atau DPR". Kebijakan politikLangkah-langkah yang dilakukan BJ Habibie di bidang politik adalah:[34][35]
12 Ketetapan MPR antara lain:
Kebijakan ekonomiDi bidang ekonomi, ia berhasil memotong nilai tukar rupiah terhadap dollar masih berkisar antara Rp10.000 – Rp15.000. Namun pada akhir pemerintahannya, terutama setelah pertanggungjawabannya ditolak MPR, nilai tukar rupiah meroket naik pada level Rp6.500 per dolar AS nilai yang tidak akan pernah dicapai lagi pada era pemerintahan selanjutnya. Selain itu, ia juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi perekonomian. Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
Akhir jabatanMenurut pihak oposisi, salah satu kesalahan terbesar yang ia lakukan saat menjabat sebagai Presiden ialah memperbolehkan diadakannya referendum provinsi Timor Timur (sekarang Timor Leste). Ia mengajukan hal yang cukup menggemparkan publik saat itu, yaitu mengadakan jajak pendapat bagi warga Timor Timur untuk memilih merdeka atau masih tetap menjadi bagian dari Indonesia. Pada masa kepresidenannya, Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi negara terpisah yang berdaulat pada tanggal 30 Agustus 1999. Kasus inilah yang mendorong pihak oposisi yang tidak puas dengan latar belakang Habibie semakin giat menjatuhkannya. Upaya ini akhirnya berhasil saat Sidang Umum 1999, ia memutuskan untuk tidak mencalonkan diri lagi setelah laporan pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR. Pandangan terhadap pemerintahan Habibie pada era awal reformasi cenderung bersifat negatif, tapi sejalan dengan perkembangan waktu banyak yang menilai positif pemerintahan Habibie. Salah satu pandangan positif itu dikemukan oleh L. Misbah Hidayat dalam bukunya Reformasi Administrasi: Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden.[36]
Setelah ia tidak menjabat lagi sebagai presiden, Habibie sempat tinggal dan menetap di Jerman. Tetapi, ketika era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, ia kembali aktif sebagai penasihat presiden untuk mengawal proses demokratisasi di Indonesia lewat organisasi yang didirikannya Habibie Center dan akhirnya menetap dan berdomisili di Indonesia. Kontribusi besar Habibie bagi bangsa ini pun tetap tercurahkan ketika masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Habibie aktif memberikan masukan dan gagasan pembangunan bagi pengembangan sumber daya manusia di Indonesia.[38] Kesibukan lain dari B. J. Habibie adalah mengurusi industri pesawat terbang yang sedang dikembangkannya di Batam. Habibie menjabat sebagai Komisaris Utama dari PT Regio Aviasi Industri, sebuah perusahaan perancang pesawat terbang R-80 dan kemudian menyerahkan pucuk pimpinan perusahaan tersebut kepada anaknya, Ilham Habibie.[39] Prosesi upacara pemakaman kenegaraan Habibie di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata, Jakarta Habibie meninggal dunia di RSPAD Gatot Subroto pada tanggal 11 September 2019 pukul 18.05 WIB karena gagal jantung. Sebelumnya, Habibie telah menjalani perawatan intensif sejak 1 September 2019.[2] Sehari sebelum dimakamkan, Jenazah B.J. Habibie dibawa dari RSPAD menuju ke kediaman Habibie-Ainun di Jalan Patra Kuningan XIII Blok L15/7 No.5, kawasan Patra Kuningan untuk disemayamkan. Ia kemudian dimakamkan di samping istrinya yaitu Hasri Ainun Besari di Taman Makam Pahlawan Kalibata slot 120 pada tanggal 12 September 2019 pukul 14.00 WIB. Upacara pemakaman dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo sebagai inspektur upacara. B. J. Habibie merupakan presiden Indonesia pertama yang dikebumikan di taman makam pahlawan di ibukota Jakarta, sementara presiden Sukarno dan Abdurrahman Wahid dimakamkan di Jawa Timur sedangkan presiden Suharto dimakamkan di Karanganyar, Jawa Tengah.
Potret kenegaraan resmi Presiden Habibie dengan semua bintang tertinggi yang telah didapatkan. Sebagai wakil presiden, dan kemudian presiden Indonesia, Habibie secara otomatis menerima semua Tanda Kehormatan Bintang (sipil maupun militer) dengan kelas tertinggi, yaitu:[40]
Luar negeri
Apresiasi dari pemerintah daerahTanah leluhur dan kampung halamanGorontalo merupakan daerah asal dari keluarga besar B.J. Habibie di Sulawesi. Daerah ini begitu erat kaitannya dengan jejak historis Habibie sewaktu kecil. Adapun beberapa bentuk apresiasi pemerintah daerah di Gorontalo atas jasa dan pengabdian Habibie bagi bangsa dan negara selama ini, diantaranya adalah:
Tanah kelahiranB.J. Habibie dilahirkan di salah satu kota tua di Sulawesi Selatan, yaitu Kota Parepare. Kota Parepare merupakan tempat tinggal Habibie sewaktu kecil bersama kedua orang tuanya. Karena kenangannya kecil berada di kota tersebut, maka pemerintah daerah pun begitu tinggi mengapresiasi sosok Habibie sebagai tokoh kebanggaan Parepare yang diwujudkan dalam beberapa kebijakan pemerintah, diantaranya:
|