Apakah yang Anda ketahui terkait dengan penerapan ajaran BHAKTI SEJATI dalam agama Hindu jelaskan

A.           Ajaran Bhakti Sejati

Kata Bhakti (Bahasa Sanskerta) berarti pengabdian atau bagian (Monier: 2008). Dalam praktik Hinduisme menandakan suatu keterlibatan aktif oleh seseorang dalam memuja Yang Mahakuasa. Istilah bhakti sering diterjemahkan sebagai pengabdian, meskipun kata partisipasi semakin sering digunakan sebagai istilah yang lebih akurat, karena menyampaikan sesuatu yang hubungan dekat dengan Tuhan. Orang yang melakukan bhakti disebut bhakta, sementara bhakti sebagai jalan spiritual disebut sebagai bhakti marga atau jalan bhakti.

Bhakti sejati adalah sujud, memuja, hormat setia, taat, memperhambakan diri dan kasih sayang, sebenarnya, tekun, sungguh-sungguh berdasarkan rasa, cinta, dan kasih yang mendalam memuja Ida Sang Hyang Widhi atau yang dipujanya. Bhakti sejati adalah pemujaan yang dilakukan seseorang kepada yang dipujanya dengan sungguh-sungguh dan penuh rasa hormat, cinta kasih yang mendalam untuk memohon kerahayuan bersama.

Jalan untuk mendekatkan diri kepada Hyang Widhi Wasa ada empat cara/jalan yang sering disebut dengan Catur Marga yang diantaranya karma marga yaitu berbakti dengan cara berbuat/bekerja, Bhakti marga yaitu berbhakti dengan cara melakukan persembahan/sujud bhakti, jnana marga yaitu berbhakti dengan cara mentransfer ilmu pengetahuan yang kita miliki, dan raja marga yaitu berbhakti dengan cara mempraktekkan ajaran-ajaran agama seperti melakukan tapa, bratha, yoga dan samadhi.

B.            Bagian-bagian Ajaran Bhakti Sejati

Kitab Bhagavata Purana VII.5.23 menyebutkan ada 9 jenis bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut dengan istilah Navavidha bhakti, diantaranya:

1.        Srawanam yang berarti berbhakti kepada Tuhan dengan cara membaca atau mendengarkan hal-hal yang bermutu seperti pelajaran/ceramah keagamaan, cerita-cerita keagamaan dan nyanyian-nyanyian keagamaan, membaca kitab-kitab suci.

2.   Kirtanam yang berarti berbhakti kepada Tuhan dengan jalan menyanyikan kidung suci keagamaan atau kidung suci yang mengagungkan kebesaran Tuhan dengan penuh pengertian dan rasa bhakti yang ikhlas serta benar-benar menjiwai isi kidung tersebut.

3.   Smaranam adalah cara berbhakti kepada Tuhan dengan cara selalu ingat kepada-Nya, mengingat nama-Nya, bermeditasi. Setiap indera kita menikmati sesuatu, kita selalu ingat bahwa semua itu adalah anugrah dari Tuhan. Cara yang khusus untuk selalu mengingat Beliau adalah dengan mengucapkan salah satu gelar Beliau secara berulang-ulang misalnya: “Om Nama Siwa ya”. Pengucapan yang berulang-ulang ini disebut dengan japa atau japa mantra.

4.     Padasevanam yaitu dengan memberikan pelayanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, termasuk melayani, menolong berbagai mahkluk ciptaannya.

5.        Arcanam yaitu berbhakti kepada Tuhan dengan cara memuja keagungan-Nya.

6.        Vandanam yaitu berbhakti kepada Tuhan dengan jalan melakukan sujud dan kebhaktian.

7.    Dhasyam yaitu berbhakti kepada Tuhan dengan cara melayani-Nya dalam pengertian mau melayani mereka yang memerlukan pertolongan dengan penuh keiklasan.

8.  Sukhyanam yaitu memandang Tuhan Yang Maha Esa sebagai sahabat sejati, yang memberikan pertolongan ketika dalam bahaya.

9.        Atmanivedanam adalah berbhakti kepada Tuhan dengan cara menyerahkan diri sepenuhnya kehadapan Hyang Widhi. Seseorang yang menjalankan bhakti dengan cara ini akan melakukan segala sesuatunya sebagai persembahan kepada Tuhan.

Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa seseorang yang mengikuti jalan bhakti sejati kepada Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi beserta prabhava-Nya dengan penuh pengabdian, memuja dan memuji, penyerahan diri secara tulus. Bila seseorang pemuja dapat menyatukan dirinya dengan yang dipuja (Tuhan Yang Maha Esa), yang bersangkutan dapat menikmati kebahagiaan dalam hidupnya. Kitab Bhagawadgita menjelaskan sebagai berikut.

Bhaktyã mãm abhijãnãti,

yãvãn yas cha ‘smi tatvatah’,

tato tattvato mãm jnãtvã

visate tadanantaram. (Bhagawadgita, XVIII.55)

terjemahannya:

Dengan berbhakti kepada-Ku, ia mengetahui siapa dan apa sesungguhnya Aku, dan dengan mengetahui hakekat-Ku, ia mencapai Aku dikemudian hari (Pudja, 2004 : 434).

C.           Çloka Ajaran Bhakti Sejati dalam Rāmāyana

Rāmāyana adalah kitab suci Veda Smrti tergolong Upaveda yang disebut Itihasa. Rāmāyana sebagai Itihasa yang terdiri dari 7 Kanda dengan jumlah sloka sebanyak 24.000 buah stanza. Ramãyana sebagai kitab suci Veda ditulis oleh Bhãgawan Walmiki. Menurut tradisi, kejadian yang dilukiskan di dalam Ramãyana menggambarkan kehidupan pada zaman Tretayuga tetapi menurut kritikus Barat berpendapat bahwa Ramãyana sudah selesai ditulis sebelum tahun 500 S.M. Diduga ceritanya telah populer tahun 3100 S.M.

Ramãyana merupakan epos Aryanisasi yang ditulis dalam bentuk stanza, meliputi puluhan ribu buah stanza. Penulisnya sendiri menamakannya puisi, akhyayana, gita dan samhita. Seluruh isi dikelompokkan di dalam tujuh kanda yaitu; Kiskindha kanda, Sundara kanda, Yuddha kanda dan Uttara kanda. Tiap-tiap kanda itu merupakan satu kejadian yang menggambarkan ceritera yang menarik. Kitab ini dikenal sebagai Adikawya sedangkan Walmiki dikenal sebagai Adikawi.

Banyak gubahan ditulis dalam berbagai bentuk dalam versi baru seperti Ramãyanatatwapadika ditulis oleh Maheswaratirtha, Amrtakataka oleh Sri Rama, Kekawin Rāmāyana oleh Mpu Yogiswara, dan sebagainya. Tentang kedudukan Itihasa diantara Weda itu disebutkan secara sepintas lalu saja di dalam Weda Sruti dimana di dalam Weda Sruti kita jumpai istilah-istilah Akhyayana itu dimasukkan pula ke dalam Itihasa. Itihasa berasal dari tiga kata yaitu Iti – ha – asa yang artinya “Sesungguhnya kejadian itu begitulah nyatanya”. Jadi Itihasa memuat unsur sejarah yang memuat macam-macam isi. Rāmāyana adalah sebuah epos yang menceritakan riwayat perjalanan Rāmā dalam hidupnya di dunia ini. Rāmā adalah tokoh utama dalam epos Rāmāyana yang disebutkan sebagai awatara Visnu. Kitab Purāna menyebutkan ada sepuluh awatara Visnu, satu diantaranya adalah Rāmā.Menurut kritikus Barat, Rāmāyana dibandingkan sebagai kitab Illiad karya Homer.

Kitab Ramayana adalah karya sastra yang ditulis oleh Maharsi Walmiki, terbagi menjadi 7 ( tujuh ) bagian dengan istilah ” Sapta Kanda ” bagian-bagiannya antara lain :

1. Bala kanda

Dalam cerita ini mengisahkan Sang Prabu Dasarata mempunyai 3 ( tiga ) orang istri / permaisuri beserta dengan anak-anaknya yaitu :

      Dewi Kosalya dengan putra Sang Rama Dewa.

      Dewi Kekayi dengan putra Sang Bharata.

      Dewi Sumitra dengan putranya Sang Laksamana dan Sang Satrugna.

Juga diceritakan kemenangan Ramadewa mengikuti sasembara di Matila sehinha mendapatkan istri Dewi Sita anak dari Prabu Janaka.

2. Ayodya kanda

Setelah Sang Ramadewa berhasil memperistri Dewi Sita, maka sepulang dari Matila Prabhu Dasarata ingin menyeraikan kerajaan ayodya kepada Ramadewa , tetapi terhalang oleh Dewi Kekayi mengingat janjinya di tengah hutan terdahulu . Karena bijaksananya Ramadewa keesokan harinya perggi ke hutan dengan istrinya ( Dewi Sita ), diikuti oleh adiknya ” Sang Laksamana “. Pada saat itu pula terdengar oleh Sang Bharata, akhirboya Bharata menolak permintaan ibunya, langsung ke hvan mencari Ramadewa, karena satya wacana ( setia pada perkataannya ) akhirnya Rama dewa menyerahkan terompah ( alas kaki ) sebagai simbul Sang Rama selama perjalanan ke hutan pertapa.

3. Aranya kanda

Setelah sampai di hutan Citra Kuta , sering dikunjungi para pertapa untuk meminta bantuan dari gangguan raksasa. Sempat pula diganggu oleh raksasa surpanaka karena melihat ketampanan rama dan laksamana, karena tidak sabar mendapatkan godaan, hidung surpanaka dipotong oleh Laksamana. Karena kesalnya Surpanaka melapor kepada kakaknya yaitu Rahwana. Akhirnya rahwana mengutus Marica untuk mematai-matai Rama dengan berubah wujud menjadi Kijang mas. Sempat Ramadewa terseret oleh tipuan marica, karena permintaan Sita yang menginginkan kijang itu, sedangkan Sita dijaga oleh Laksamana . Karena tipuan marica juga membua Sita panik dan menyuruh Laksamana membantu Ramadewa, ditinggalkah Sita sendiri tetapi dengan kekuatannya Laksamana sempat membuat sengker / garis dengan kekuatan pelindung, sipapun tidak akan bisa melewati termasuk dewa. Karena itu Rahwana berubah wujud menjadi Bhiku untuk menarik simpati Sita. Akhirnya Sita keluar dari pelindung yang dibuat Laksamana kemudian diculiklah Sita dan dibawa ke Alengka.

4. Kiskinda kanda

Setelah Sita dilarikan oleh oleh Rahwana ke Alengka, Rama dan Laksamana begitu tidak melihat Sita di pasraman langsung mencasinya ke tengah hutan. Sampai di perjalanan bertemu dengan Burung Jatayu dalam keadaan luka parah pada saat bertempur untuk merebut dan menolong Sita dari tangan Rahwana. Akhirnya Jatayu memilih untuk mati, karena kebaikannya dia diberi pengentas ke sorga oleh Ramadewa dengan sebuah panahnya. Kemudian melanjutkan perjalanannya, bertemu Sugriwa untuk meminta banduan agar dapat mengalahkan Subali dalam memperebutkan Dewi Tara. Ramadewa kemudian mebantu Sugriwa untuk mengalahkan Subali dan dapat dikalahkan. Sugriwa setelah aman kemudian membantu untuk membalas jasa, Rama dalam mencari Dewi Sita.

5. Sundara kanda

Dalam pencarian Sita, Anoman diutus sebagai duta untuk menyelidiki Sita ke Alengka, dia berhasil menemui Sita dan memberi cerita bahwa segera dijemput ke Alengka. Selesai bercerita dengan Sita, Anoman sempat ditangkap tetapi dengan kesaktianya melepaskan diri dan sempat membakar Alengka sampai hangus.

Kemudian Anoman kembali melaporkan keadaan Sita kepada Rama. Sugriwa langsung menyusun siasat agar dapat menyebrangi lautan ke Alengka dengan membuat jembatan yang disebut dengan Titi Banda.

6. Yudha kanda

Setelah jembatan Banda berhasil dibuat / dibangun, Sugriwa mengerahkan pasukan keranya untuk menggempur Alengka. Pertempuran yang sengit antara kedua pasukan, dan pertempupan yang hebat terjadi antara Rama dan Rahwana , tetapi dimenangkan oleh Rama. Wibisana juga membantu. Mengingat jasa Wibisana sangat besar akhirnya diangkat menjadi raja Alengka. Kemudian Rama, Sita, dan Laksamana diiringi oleh tentara kera kembali ke Ayodya. Setibanya di Ayodyapura disambut oleh sang Bharata dan langsung dinobatkan sebagai raja Ayodya.

7. Uttara kanda

Setibanya di kerajaan dan sudah lama memerintah ada seorang rakyat menyangsikan keberadaan Sita waktu disekap oleh Rahwana. Akhirnya Ramadewa menyuruh Laksamana untuk mengantarkan Sita ke hutan dan dipungut oleh Maharesi Walmiki dalam keadaan mengandung.

Akhirnya tidak begitu lama Dewi Sita melahirkan dua orang anak laki-laki kembar diberi nama Kura dan Lawa. Setelah besar dididik oleh Maharesi Walmiki ilmu perang, ilmu pemerintahan, dan nyanyian Ramayana. Setelah Kusa dan Lawa dewasa terdeogar di Ayodya diselenggarakan upacara ” Aswameda ” yaitu pelepasan kuda berhias diiringi oleh prajurit, setiap yang berani menghalangi perjalanan akan berhadapan dengan Ramadewa. Tanpa disadari kuda itu melewati tempat Kusa dan Lawa. Kemudian melihat kuda berhias dipeganglah kuda itu dan ditangkapnya . Terjadilah pertempuram sengit antara Ramadewa dan Kusa Lawa, dan tidak ada yang menang atau kalah. Hal ini terliiat lalu dihentikan oleh walmiki. Barulah diceritakan bahwa mereka berdua adalah anak Rama. Diajaklah ke Ayodya dan dinobatkan sebagai raja Ayodya. Setelah beberapa lama Ramadewa kembali ke Wisnuloka dan Sita kembali ke Ibu Pertiwi.

C.1. Nilai - Nilai Dalam Cerita Ramayana

Dalam kitab Ramayana terdapat suatu ajaran  Sang Rama terhadap adik musuhnya bernama Gunawan Wibisana yang menggantikan kakaknya, Rahwana, setelah perang di Alengka. Ajaran itu dikenal dengan nama Asthabrata, (astha yang berarti delapan dan brata yang berarti ajaran atau laku). yang merupakan ajaran tentang bagaimana seharusnya seseorang memerintah sebuah negara atau kerajaan, yaitu : 

·           Bumi : artinya sikap pemimpin bangsa harus meniru watak bumi atau momot-mengku bagi orang jawa, dimana bumi adalah wadah untuk apa saja, baik atau buruk, yang diolahnya sehingga berguna bagi kehidupan manusia. 

·          Air : artinya jujur, bersih dan berwibawa, obat haus air maupun haus ilmu pengetahuan dan haus kesejahteraan.

·       Api : artinya seorang pemimpin haruslah pemberi semangat terhadap rakyatnya, pemberi kekuatan serta penghukum yang adil dan tegas. 

·  Angin : artinya menghidupi dan menciptakan rasa sejuk bagi rakyatnya, selalu memperhatikan celah-celah di tempat serumit apapun, bisa sangat lembut serta bersahaja dan luwes, tapi juga bisa keras melebihi batas, selalu meladeni alam. 

·   Surya : artinya pemberi panas, penerangan dan energie, sehingga tidak mungkin ada kehidupan tanpa surya/matahari, mengatur waktu secara disiplin.

·         Rembulan : artinya bulan adalah pemberi kedamaian dan kebahagiaan, penuh kasih sayang dan berwibawa, tapi juga mencekam dan seram, tidak mengancam tapi disegani. 

·        Lintang : artinya pemberi harapan-harapan baik kepada rakyatnya setinggi bintang dilangit, tapi rendah hati dan tidak suka menonjolkan diri, disamping harus mengakui kelebihan-kelebihan orang lain. 

·           Mendung : artinya pemberi perlindungan dan payung, berpandangan tidak sempit, banyak pengetahuannya tentang hidup dan kehidupan, tidak mudak menerima laporan asal membuat senang, suka memberi hadiah bagi yang berprestasi dan menghukum dengan adil bagi pelanggar hukum.

C.2. Nilai-Nilai Yadnya Dalam Epos Ramayana

Dalam Ramayana dikisahkan Raja Dasaratha melaksanakan Homa yadnya untuk memohon keturunan. Beliau meminta Rsi Resyasrengga sebagai purohita untuk melakukan pemujaan kepada dewa siwa dalam upacara agnihotra. (Homa yadnya atau sering disebut agnihotra.  Agnihotra berasal dari kata sansekerta dimana terdiri dari dua kata yaitu agni dan hotra. Agni adalah api dan hotra adalah penyucian. Jadi Agnihotra dalam pengertian leksikal yang dimaksud persembahan suci kepada Sang Hyang Agni (api suci) teristimewa adalah persembahan susu, minyak susu dan susu asam. Ada dua macam Agnihotra yaitu yang dilakukan secara rutin (konstan) umumnya 2 kali sehari pagi dan sore (nitya atau nityakāla) dan Agnihotra yang dilakukan secara insidental (kāmya atau naimitikakāla). Secara umum semua yadnya dalam veda mempunyai arti sama yaitu agnihotra. Sebab pengertian yadnya dalam veda adalah persembahan yang dituangkan ke dalam api suci. Api suci yang dimaksud adalah api yang dihidupkan dan dikobarkan dalam kunda. Kunda adalah lambang pengorbanan).

1. Dewa Yadnya

 adalah yadnya yang dipersembahkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa beserta seluruh manifestasinya. Dalam cerita Ramayana banyak terurai hakikat dewa yadnya dalam perjalanan kisahnya. Seperti pelaksanaan Homa Yadnya (agnihotra) yang dilaksanakan oleh prabu Dasaratha. Upacara ini dimaknai sebagai upaya penyucian melalui perantara dewa agni. Jika istadewatanya bukan dewa agni, sesuai dengan tujuan yajamana, maka upacara ini dinamai homa yadnya. Istilah lainnya Hawana dan Huta mengingat para dewa diyakini sebagai penghuni svahloka, maka sudah selayaknya yadnya yang dilakukan umat manusia melibatkan sirkulasi langit dan bumi.

2. Pitra Yadnya

 upacara ini bertujuan untuk menghormati dan memuja leluhur. Kata pitra bersinonim dengan Pita yang artinya ayah atau dalam pengertian yang lebih luas yaitu orang tua. Sebagai umat manusia yang beradab, hendaknya selalu berbakti kepada orang tua, karena menurut agama hindu hal ini adalah salah satu bentuk yadnya yang utama. Betapa durhakanya seseorang apabila berani dan tidak bisa menunjukkan rasa baktinya kepada orang tua sebagai pitra. Seperti dalam Ramayana, dimana Sri Rama sebagai tokoh utama dengan segenap kebijaksanaan, kepintaran dan kegagahan tetap menunjukkan rasa bhakti yang tinggi terhadap orang tuanya.

Dari kutipan lontar tersebut tampak jelas nilai pitra yadnya yang termuat dalam epos Ramayana demi memenuhi janji orang tuanya (Raja Dasaratha), sri rama Laksmana dan dewi Sita mau menerima perintah dari sang Raja Dsaratha untuk pergi hidup di hutan meninggalkan kekuasaannya sebagai raja di Ayodhya. Walaupun itu bukan merupakan keinginan Raja Dasaratha dan hanya sebagai bentuk janji seorang raja terhadap istrinya Dewi Kaikeyi, Sri Rama secara tulus dan ikhlas menjalankan perintah orang tuanya tersebut. Bersana istri dan adiknya Laksmana hidup mengembara di hutan selama bertahun-tahun. Betapa kuat , pintar dan gagahnya sorang anak hendaknya selalu mampu menunjukkan sujud baktinya kepada orang tua atas jasnya telah memelihara dan menghidupi anak tersebut.

3. Manusa Yadnya

Dalam rumusan kitab suci veda dan sastra Hindu lainnya, Manusa Yadnya atau Nara Yadnya itu adalah memberi makan pada masyarakat (maweh apangan ring Kraman) dan melayani tamu dalam upacara (athiti puja). Namun dalam penerapannya di Bali, upacara Manusa yadnya tergolong sarira samskara. Inti sarira samskara adalah peningkatan kualitas manusia. Manusa yadnya di Bali dilakukan sejak bayi masih berada dalam kandungan upacara pawiwahan atau upacara perkawinan. Pada cerita Ramayana juga tampak jelas bagaimana nilai Manusa Yadnya yang termuat di dalam uraian kisahnya. Hal ini dapat dilihat pada kisah yang menceritakan Sri Rama mempersunting Dewi Sita.

4. Rsi Yadnya

 itu adalah menghormati dan memuja Rsi atau pendeta. Dalam lontar Agastya Parwa disebutkan, Rsi Yadnya ngaranya kapujan ring pandeta sang wruh ring kalingganing dadi wang, artinya Rsi yadnya adalah berbakti pada pendeta dan pada orang yang tahu hakikat diri menjadi manusia. Dengan demikian melayani pendeta sehari-hari maupun saat-saat beliau memimpin upacara tergolong Rsi Yadnya.

Pada kisah Ramayana, nilai-nilai Rsi Yadnya dapat dijumpai pada beberapa bagian dimana para tokoh dalam alur ceritanya sangat menghormati para Rsi sebagai pemimpin keagamaan, penasehat kerajaan, dan guru kerohanian.

5. Bhuta Yadnya

 Upacara ini lebih diarahkan pada tujuan untuk nyomia butha kala atau berbagai kekuatan negative yang dipandang dapat mengganggu kehidupan manusia. Bhuta yadnya pada hakikatnya bertujuan untuk mewujudkan butha kala menjadi butha hita. Butha hita artinya menyejahterakan dan melestarikan alam lingkungan (sarwaprani) upacara butha yadnya yang lebih cenderung untuk nyomia atau mendamaikan atau menetralisir kekuatan-kekuatan negative agar tidak mengganggu kehidupan umat manusia dan bahkan diharapkan membantu umat manusia.

 Nilai-nilai bhuta yadnya juga Nampak jelas pada uraian kisah epos Ramayana, hal ini dapat dilihat pada pelaksanaan Homa Yadnya sebagai yadnya yang utama juga diiringi dengan ritual Bguta Yadnya untuk menetralisir kekuatan negative sehingga alam lingkungan menjadi sejahtera.

Adapun sloka-sloka kitab Rāmāyana yang memuat ajaran Ajaran Bhakti Sejati, Antara lain;

Tatkālān kadi kālamrètyu sakalātyanteng galak yar pamuk,

yekāngsōnira sang raghūttama tumāt sang laksmanāngimbangi,

lawan sang gunawān wibhāsana padāmèntang laras nirbhaya,

rangkèp ring guna agraning kekawihan agreng kawìran sire,

Terjemahannya:

Tatkala sang Rāwāna berwujud Malaikat maut, ia mengamuk dengan galaknya. Pada waktu itu sang Rāmā maju beserta Laksamana mendampinginya, disertai sang Wibisāna yang bijaksana. Mereka bersama menarik busur dan sama sekali tiada gentar, karena kesempurnaan ilmu, kemampuan dan keperwiraannya(Kw. Rāmāyana, III.XXIV.1).

Kesatrya: Rāmā selalu tampil sebagai pemberani dalam membela kebenaran yang sejati

Ajaran Bhakti Sejati kesatrya yang utama dilaksanakan oleh Rāmā dalam bait sloka Rāmāyana III .XXIV.1 adalah Rama sebagai seorang raja gagah berani dalam mengadapi musuh-musuhnya yang ingin merusak kerajaannya dengan sifat dan sikap gagah berani, pantang menyerah dihadapan musuhnya. Sebagai seorang kesatrya sejati Rama tidak pernah mundur dalam menegakan dharma Negara. Rama rela mengorbankan jiwa dan raganya demi keutuhan wilayah Negaranya. Demikian juga sifat dan sikap kesatrya sejati tersebut di tunjukkan oleh adiknya, Pangeran Wibhisana. Wibhisana sebagai seorang kesatrya sejati yang cerdas dan mempuni dibidang perang dengan anak panahnya dengan sangat mudah dapat menggempur musuh-usuhnya ikut bersama Rama mempertahankan Negaranya dari rongrongan musuhnya yakni Rahwana. Rama dan Pangeran Wibhisana adalah putra ayodhya yang cerdas, pintar, cekatan dan trampil dalam bela Negara. Kedua Pangeran (Rama dan Wibhisana) tampil di medan pertempuran dengan sikap kesatrya sejati abdi kerajaan.

sangso sang tiga dewata tripurusa pratyaksa mawak katon,

sanghyang tryagni murub padanira dilah tulya manah tan padem,

mangkin dhira aho ahangkretinika, sang krura lengkadhipa,

tar kewran lumageng tigangwang amanah manang manah nimna ya.

Terjemahannya:

Ketika ketiganya maju, kelihatannya seperti sang Hyang Tripurusa nyarantara (berwujudsakala). Seperti cahaya Sang Hyang Tri Agni yang berkobar-kobar, demikianlah semangat mereka tiada pernah padam. Ah, prabhu Lengka yangkejam itu, semakin berani, sangat mementingian diri pribadi. Tidak disulitkanmemerangi ke tiga orang itu; segera ia memanah, pikirannya tetap sombongdan sangat mendalam(Kw. Rāmāyana, III.XXIV.2).

Persatuan: Rama selalu bersatu dalam membela kebenaran yang sejati

Ajaran Bhakti Sejati Persatuan; Rāmā selalu mengutamakan persatuan dalam membela kebenaran untuk mempertahankan Negara dan membela rakyat yang dipimpinnya selalu mengutamakan persatuan sebagai tertulis dalam bait sloka Rāmāyana III.XXIV.2 adalah Rama sebagai seorang raja gagah berani dalam mengadapi musuh-musuhnya yang ingin merusak kerajaannya dengan sifat dan sikap bersatu, pantang menyerah dihadapan musuhnya. Sebagai seorang pemersatu sejati Rama tidak pernah mundur dalam menegakan dharma Negara. Rama rela mengorbankan jiwa dan raganya demi keutuhan wilayah Negara yang dipimpinnya. Demikian juga sifat dan sikap persatuan sejati tersebut di tunjukkan oleh adiknya, Pangeran Wibhisana. Wibhisana sebagai seorang kesatrya sejati yang cerdas dan mempuni dibidang perang dengan anak panahnya dengan sangat mudah dapat menggempur musuh-usuhnya ikut bersama Rama mempertahankan Negaranya dari rongrongan musuhnya yakni Rahwana. Rama dan Pangeran Wibhisana adalah putra ayodhya yang cerdas, pintar, cekatan dan trampil dalam bela Negara. Kedua Pangeran (Rama dan Wibhisana) tampil di medan pertempuran dengan sikap persatuan yang sejati abdi kerajaan.

Na tojarnira niccayanglepasaken tekang lipung tan luput,

limpad pyahnirangarya laksmana tiba tibranangis tang kaka,

acasu sira sang kapindra kapegannambeknikang wre kabeh,

nton sang Laksmana murcitangesah asih sang siddha mungguwing langit.

Terjemahannya :

Demikianlah perkataanya, dengan penuh keyakinan dia melepaskan lembingnya dan mengena. Tembus lambung sang Laksmana, dan iapun jatuhlah. Kakanya menagis dengan sedihnya. Sang Sugriwa sedih, menggeram; kera, semua pikirannya kusut menyaksikan sang Laksmana pingsan. Para Siddha (mahluk setengah dewa) yang dilangit gelisah, kasihan kepada sang Laksmana (Kw. Rāmāyana, III.XXIV.9).

Kasih sayang: Rama selalu bersikap kasih sayang dalam membela kebenaran yang sejati

Ajaran Bhakti Sejati Kasih sayang; Rāmā selalu mengutamakan Kasih sayang dalam membela kebenaran untuk mempertahankan Negara dan membela rakyat yang dipimpinnya selalu mengutamakan Kasih sayang sebagai tertulis dalam bait sloka Rāmāyana III.XXIV.9 adalah Rama sebagai seorang raja gagah berani dalam mengadapi musuh-musuhnya yang ingin merusak kerajaannya dengan sifat dan sikap bersatu, pantang menyerah dihadapan musuhnya. Sebagai seorang bersikap Kasih saying sejati Rama tidak pernah mundur dalam menegakan dharma Negara. Rama rela mengorbankan jiwa dan raganya demi keutuhan wilayah Negara yang dipimpinnya. Demikian juga sifat dan sikap Kasih sayang sejati tersebut di tunjukkan oleh adiknya, Pangeran Wibhisana, Sang Laksamana, Sang Sugriwa, dan Para Sidha. Wibhisana sebagai seorang kesatrya sejati yang cerdas dan mempuni dibidang perang dengan anak panahnya dengan sangat mudah dapat menggempur musuh-usuhnya ikut bersama Rama mempertahankan Negaranya dari rongrongan musuhnya yakni Rahwana. Rama dan Pangeran Wibhisana adalah putra ayodhya yang cerdas, pintar, cekatan dan trampil dalam bela Negara. Kedua Pangeran (Rama dan Wibhisana) tampil dimedan pertempuran dengan sikap kasih sayang yan gsejati abdi kerajaan.

prajna sang kinawih wibhisana wawang pundut ta sang laksmana,

mundur mur sakareng watekta ikanang kontaralap ngosadhi,

pohikang kani nirwikara mabangun sang laksmananganjali,

sakweh sang manangis mingis mari maruk manghruk watek wanara.

Terjemahaannya:

Wibhisana yang bijaksana dan ahli segera memikul sang Laksmana. Ia kemudian mundur dan pergi sebentar; kemudian ia menarik lembing itu dan diambilnya obat; diperasi lukanya; tanpa cacad Laksmana bangun dan terus menyembah. Segala yang menangis menyeringai, berhati sedih, dan berteriaklah kera-kera itu (Kw. Rāmāyana, III.XXIV.10).

Bantu-membantu: Rama selalu bersatu dalam membela kebenaran yang sejati

Ajaran Bhakti Sejati Bantu-membantu; Rāmā selalu mengutamakan kebersamaan dalam membela kebenaran untuk mempertahankan Negara dan membela rakyat yang dipimpinnya selalu mengutamakan kebersamaan sebagai tertulis dalam bait sloka Rāmāyana III.XXIV.10adalah Rama sebagai seorang raja mengutamakan kebersamaan dalam mengadapi musuh-musuhnya yang ingin merusak kerajaannya dengan sifat dan sikap kebersamaan, pantang menyerah dihadapan musuhnya. Sebagai seorang mengutamakan kerjasama Rama tidak pernah mundur dalam menegakan dharma Negara. Rama rela mengorbankan jiwa dan raganya demi keutuhan wilayah Negara yang dipimpinnya. Demikian juga sifat dan sikap kebersamaan sejati tersebut di tunjukkan oleh adiknya, Pangeran Wibhisana, bersama Sang Laksmana. Wibhisana sebagai seorang penolong sejati yang cerdas dan mempuni dibidang perang dan pengobatan dengan lembingnya dengan sangat mudah dapat menggempur musuh-usuhnya ikut bersama Rama mempertahankan Negaranya dari rongrongan musuhnya yakni Rahwana. Rama dan Pangeran Wibhisana, Sang Laksmana adalah putra ayodhya yang cerdas, pintar, cekatan dan trampil dalam bela Negara. Ketiga Pangeran (Rama dan Wibhisana, Laksamana) tampil di medan pertempuran dengan sikap kebersamaan yangsejati abdi kerajaan.

Sloka-sloka kitab Ramayana yang berhubungan dengan ajaran bhakti sejati yang tersurat diatas hanya baru sebagian kecil dari jumlahnya sebanyak 24.000 stanza. Selanjutnya masih banyak yang perlu digali lebih jauh untuk pembelajaran pembentukan sifat dan sikap yang berhubungan dengan ajaran bhakti sejati untuk dipedomani oleh umat sedharma.

D.       Bentuk penerapan Bhakti Sejati dalam Kehidupan

Berikut ini dapat dipaparkan bentuk-bentuk penerapan ajaran bhakti sujati, sebagai berikut;

1.         Mendengarkan sesuatu dengan baik “Srawanam

Arah gerak vertikal dari bhakti adalah umat mau dan mampu mendengar. Dalam hal ini masyarakat hendaknya meyakini dan mendengarkan sabda-sabda suci dari Tuhan baik yang tersurat maupun tersirat dalam kitab suci atau aturan-aturan keimanan, aturan kebajikan dan aturan upacara.

Sedangkan arah gerak horizontal, bhakti untuk mendengar ini hendaknya masyarakat dalam hidup dan kehidupannya selalu menanamkan rasa bhakti untuk mau belajar mendengarkan nasehat dan menghormati pendapat orang lain serta belajar untuk menyimak atau mendengarkan pewartaan tentang sesamanya dan lingkungannya.  

Sifat dan sikap ini akan dapat menumbuhkan karakter Ketuhanan di lingkungan keluarga itu, seperti; sifat, sikap dan karakter saling hormat-menghormati, sujud, cinta kasih sayang, pengabdian, pelayanan, berfikir yang baik dan suci, berkata yang baik dan suci, berbuat yang baik dan suci serta teguh dalam melaksanakan disiplin spiritual.  

2.         Bersyukur  (mensyukhuri atas anugrah-Nya) “Vedanam.

Dalam ajaran ini Vedanam berarti bagaimana cara kita bersyukur terhadap keberadaan diri kita. Maksudnya disini, kita hidup di dunia ini adalah sebagai ciptaan Tuhan yang lahir karena karma yang kita buat terdahulu. Umat Hindu telah meyakini hal tersebut. Jadi bagaimanapun keadaan kita dilahirkan di Bumi ini, kita harus tetap bersyukur dan bhakti kepada-Nya. Kita anggap apa saja yang kita miliki, kita punya, nikmati dll, itu semua adalah atas karunianya. Sehingga jika semua umat menyadari hal ini yaitu ajaran Vedanam, niscaya kehidupannya yang dijalani akan terasa indah dan tanpa beban. Ingat kita terlahir menjadi manusia adalah utama, yang artinya kita bisa memperbaiki dan menyelamatkan diri kita sendiri dari perputaran kelahiran kembali/punarbhawa.

3.         Menembangkan, melantumkan, menyanyikan gita/kidung “Kirtanam.

Kirtanam, adalah bhakti dengan jalan melantunkan Gita (nyayian atau kidung suci memuja dan memuji nama suci dan kebesaran Tuhan), bhakti ini juga di arahkan menjadi dua arah gerak vertical maupun arah gerak horizontal. Arah gerak vertical melakukan bhakti kirtanam untuk menumbuhkan dan membangkitkan nilai-nilai spiritual yang ada dalam jiwa setiap individu manusia, dengan bangkitnya spiritual dalam setiap individu akan dapat meredam melakukan pengendalian diri dengan baik, jiwa lebih tenang, tentram dan tercerahi, sistuasi dan kondisi ini akan dapat membantu keluar dari kekusutan mental dan kegelapan jiwa. Sehingga dapat dijadikan modal dasar untuk menciptakan kesalehan dan keharmonisan individual yang damai dan bahagia.

Arah gerak horizontal masyarakat manusia berusaha selalu untuk melantunkan bhakti kirtanam yang dapat menyejukan perasaan hati orang lain dan lingkungannya. Kepada sesama atau anggota masyarakat yang lainnya tidak hanya melantunkan atau melontarkan kritikan dan cemohan tetapi selalu belajar untuk melatih diri untuk memberikan saran, solusi yang terbaik bagi kepentingan bersama dalam keberagamaan, kehidupan sehari-hari tentang kemanusiaan, kebersamaan, persatuan dan perdamaian, serta memberikan pengakuan dan penghargaan atau pujian akan keberhasilan dan prestasi yang telah dicapai terhadap sesama atau anggota masyarakat manusia yang lain.

4.         Selalu mengingat nama Tuhan “Smaranam.

Smaranam, adalah bhakti dengan jalan mengingat. Arah gerak vertical dari bhakti ini adalah dalam menjalani dan menata kehidupan ini masyarakat manusia sepatutnya selalu melatih diri untuk mengingat, mengingat nama-nama suci Tuhan dengan segala Kemahakuasaaannya, dan selalu untuk melatih diri untuk mengingat tentang intruksi dan pesan atau amanat dari sabda suci Tuhan kepada umat manusia yang dapat dijadikan sebagai pedoman atau pegangan hidup dalam hidup di dunia dan di alam sunya (akhirat) nanti.

Arah gerak secara horizontal dari bhakti ini apabila dikaitkan dengan isu-isu pluralisme, kemanusiaan, perdamaian, demokrasi dan gender maka sepatutnya masyarakat manusia selalu berusaha untuk mengingat kembali tragedi dan penderitaan kemanusiaan, musibah dan bencana alam, dll, yang diakibatkan oleh konflik-konflik atau pertikaian, kesewenang-wenangan, diskriminasi, dan tindakan kekerasan yang lainnya antara individu yang satu dengan individu yang lain ataupun antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain yang tidak atau kurang memahami dan menghargai indahnya sebuah kebhinekaan dan pluralisme.

Harapannya dengan mengingat tragedi, penderitaan, musibah dan bencana yang diakibatkan itu masyarakat manusia selalu mewartakan dan mengingatnya sebagai bekal untuk mengevaluasi dan merepleksi diri akan indahnya kebhinekaan dan pluralisme apabila masyarakat manusia mampu mengkemasnya dalam satu bingkai yaitu bingkai kebersamaan, persatuan dan kedamaian. Iklim saling bhakti Smaranam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia yang ditanamkan di awali dilingkungan keluarga sehingga tumbuh karakter Ketuhanan dalam setiap anggota keluarga sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya.

5.         Menyembah, sujud, hormat di Kaki Padma Padasevanam”.

Padasevanam artinya “melayani”. Dalam artian bagaimana cara kita melayani mahkluk lain. Padasevanam meyakini bahwa mahkluk lain yang ada ini adalah sebagai perwujudan Tuhan. Misalkan saja jika kita dapat melayani orang lain baik itu orang yang lagi sakit, tertimpa musibah, dan orang yang lagi membutuhkan sebuah pertolongan, itu sudah disebut dengan Padasevanam. Dalam kehidupan ini masih ada orang yang belum bisa dan belum dapat mengaplikasikan ajaran Nawa Wida Bakti yang di sebut dengan Padasevanam ini.

Padasevanam, adalah bhakti dengan jalan menyembah, sujud, hormat di Kaki Padma. Arah gerak vertikal dalam bhakti ini masyarakat manusia dalam menjalani dan menata kehidupannya sepatutnya selalu sujud dan hormat kepada Tuhan, hormat dan sujud terhadap intruksi dan pesan/amanat dari hukum Tuhan (rtam). Arah gerak horizontal masyarakat manusia untuk selalu belajar dan menumbuhkan kesadaran untuk menghormati para pahlawan dan pendahulunya, pemerintah dan peraturan perundang-undangan yang telah dijadikan dan disepakati sebagai sumber hukum, para pemimpin, para orang tua dan yang tidak kalah penting juga hormat/sujud kepada ibu pertiwi. Karena dengan adanya kesadaran untuk saling menghormati inilah kita akan bisa hidup berdampingan dalam kebhinekaan dan pluralisme, sehingga terwujud kebersamaan, perastuan, kesalehan dan keharmonisan sosial. Iklim saling bhakti padasevanam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat kita sehingga sejak dini semestinya ditanamkan untuk menumbuhkan karakter Ketuhanan di lingkungan keluarga sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya.

6.         Bersahabat dengan Tuhan “Sukhyanam.

Sukhyanam,  artinya adalah, memperlakukan pujaannya/Tuhan sebagai sahabat dan keluarga. Disini kalau kita cari intinya sekali bahwa jika kita menganggap Tuhan itu adalah teman atau keluarga, pasti rasa hormat dan bhakti yang kita miliki menjadi lebih besar. Ini menumbuhkan rasa senang dan rasa memiliki yang sangat besar terhadap-Nya. Dengan rasa senang dan rasa memiliki Tuhan, kita akan terus menerus setiap saat akan memuja keagungan dan kemurahan beliau.

Kita akan merasa lebih dekat dengan-Nya, jadi jika hal ini kita aplikasikan, Tuhan itu akan disadari selalu ada didalam kegiatan keseharian kita. Penerapan semua jalan Nawa Wida Bhakti ini bisa menjadi proses penyatuan atau proses kembalinya kita ke asal semula yaitu Tuhan.

Sukhyanam, adalah bhakti dengan jalan kasih persahabatan, mentaati hukum dan tidak merusak sistim hukum. Baik arah gerak vertical dan horizontal, baik dalam kehidupan matrial dan spiritual (jasmani dan rohani) masyarakat manusia agar selalu berusaha melatih diri untuk tidak merusak sistim hukum, dan selalu dijalan kasih persahabatan. Iklim saling bhakti

Sukhanyam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat kita untuk menumbuhkan karakter Ketuhanan mulai dari lingkungan keluarga dan selanjutnya dapat dijadikan sebagai matra dan sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya

7.    Berpasrah diri memuja para bhatara-bhatari dan para dewa sebagai manifestasi Tuhan “Dahsyam”.

Berpasrah diri dihadapan para bhatara-bhatari sebagai pelindung dan para dewa sebagai sinar suci Tuhan untuk memohon keselamatan dan sinarnya disetiap saat adalah sifat dan sikap yang sangat baik. Dahsyam, adalah bhakti dengan jalan mengabdi, pelayanan, dan cinta kasih sayang dengan tulus ikhlas terhadap Tuhan.

Arah gerak vertical dari bahkti ini masyarakat manusia dalam menjalani dan menata kehidupannya, untuk selalu melatih diri dan secara tulus ikhlas untuk mengahturkan mengabdikan, pelayanan kepada Tuhan, karena hanya kepada Beliaulah umat manusia dan seluruh sekalian alam beserta isinya berpasrah diri memohon segalanya apa yang harapkan untuk mencapai kebahagian di dunia dan di akhirat.

Arah gerak horizontal masyarakat manusia kepada sesama dan lingkungan hidupnya untuk selalu mengabdi, memberikan pelayanan dan cinta kasih sayang dengan tulus ikhlas untuk kepentingan bersama tentang kemanusiaan, kelestarian lingkungan hidup dan kedamaian di tengah-tengah kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Iklim saling bhakti Dasyam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia baik dilingkungan keluarga lebih-lebih dikehidupan sosial kemasyarakatannya.

Dahsyam artinya menganggap pujaannya sebagai tamu, majikan dan kita sebagai pelayan. Dahsyam meyakini bahwa tamu yang hadir dihadapannya atau yang ada ini adalah sebagai perwujudan Tuhan. Didalam menempuh kehidupan yang tentunya sangat utama ini, jika kita tidak menyadari “Dahsyam”, sepertinya rasa bhakti yang kita miliki terhadap-Nya itu sangat kecil dan hanya seberapa saja. Mestinya jika kita yakin bahwa kita adalah ciptaan-Nya, kita juga harus bisa menyadari Tuhan itulah yang harus kita layani dan sembah. Pelayanan tulus iklas dengan perasaan tunduk hati kepada Tuhan pahalanya sangat besar. Mulai saat ini kita harus yakin bahwa apapun yang kita kerjakan dan apapun yang kita miliki itu semua adalah dinikmati oleh Tuhan itu sendiri. Jadi dengan jalan bhakti terhadap-Nya kita bisa melakukan Pelayanan yang bersifat rohani. Seperti misalnya contoh umum kita lihat pada asram-asram pemujaan Tuhan itu sendiri dalam wujud personifikasi yang diyakini sebagai personalitas tertinggi Tuhan, yang didalamnya terdapat orang-orang yang sedang melakukan Pelayanan dan mempelajari Kitab Sucinya. Kalau bisa kita telusuri Pelayanan bhaktinya sangat tinggi terhadap Arca, Guru Kerohanian, Penyembah Tuhan dll. Itulah perlu kita tingkatkan pada masa hidup dijaman Kaliyuga ini.

8.         Memuja Tuhan dengan sarana arca “Arcanam”.

Arcanam, adalah bhakti dengan jalan perhormatan terhadap simbol-simbol atau nyasa Tuhan seperti membuat Pura, Arca, Pratima, Pelinggih, dll, bhakti penguatan iman dan taqwa, menghaturkan dan pemberian persembahan terhadap Tuhan.

Arah gerak vertikal masyarakat manusia dalam menjalani dan menata kehidupannya untuk selalu menghaturkan dan menunjukan rasa hormat, sujud, cintakasih sayang, pelayanan, pengabdian kepada Tuhan dengan iman dan taqwa kuat dan teguh dengan jalan menghaturkan sebuah persembahan sebagai bentuk ucapan terimakasih atas tuntunan, bimbingan, perlindungan, kekuatan, kesehatan dan setiap anugrah yang diberikan Tuhan kepada seluruh sekalian alam.

Arah gerak horizontal masyarakat manusia terutama kepada sesama dan lingkungannya dalam kehidupannya untuk selalu belajar untuk memberikan pelayanan, pengabdian, cinta kasih sayang, penguatan dan pemberian penghargaan kepada orang lain. Contoh, Pemerintah, pemimpin dan atau anggota masyarakat hendaknya memberikan pengabdian, pelayanan, cinta kasih sayang dan penghargaan kepada pemerintah dan pemimpinnya demikian pula sebaliknya kepada dan oleh rakyatnya yang telah menunjukan dedikasinya tinggi terhadap segala aspek kehidupan demi kemajuan dan perbaikan situasi dan kondisi bersama dan sekalian alam tentang kemanusiaan, kelestarian lingkungan dan perdamaian. Karena pemimpin yang baik menghargai rakyatnya, demikian juga sebaliknya. Iklim saling bhakti Arcanam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia di lingkungan keluarga dan dikehidupan masyarakat umum. Hal ini akan dapat menumbuhkan karakter Ketuhanan mulai dari lingkungan keluarga dan selanjutnya dapat dijadikan sebagai matra dan sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya.

Arcanam ini artinya “bhakti dengan memuja Arca”. Maksudnya disini yakni bhakti dengan cara memuja pratima sebagai media penghubung dan penghayatan kepada Tuhan. Kita ketahui bersama bahwa Tuhan itu bersifat abstrak/nirguna, susah kita menebak dan menghayalkan perwujudan tuhan karena sesungguhnya tuhan itu tak berwujud. Jadi untuk menguatkan keyakinan kita kehadapannya, kita diberi jalan memuja-Nya dengan mewujudkan beliau ataupun manifestasi beliau dengan Arca. Dengan jalan ini, jika rasa bhakti yang kita miliki untuk-Nya sangatlah besar tidak dipungkiri lagi kita melayani dan menyembah Tuhan melalui perwujudan suci yang disebut dengan Arca akan menjadi lebih nyata dan memberikan perasaan rohani yang sangat dalam.

9.         Berpasrah total kepada Tuhan Sevanam atau Atmanividanam”.

Sevanam atau Atmanividanam adalah bhakti dengan jalan berlindung dan penyerahan diri secara tulus ikhlas kepada Tuhan. Arah gerak vertikal dan horizontal dari bhakti ini masyarakat kita selalu berpasrah diri dengan kesadaran dan keyakinan yang mantap untuk selalu berjalan di jalan Tuhan, berlindung dan penyerahan diri secara tulus ikhlas kepada Tuhan, sesama dan lingkungan hidupnya atau kepada ibu pertiwi, baik dalam kehidupan duniawi (nyata) maupun kehidupan sunya (niskala). Iklim saling bhakti Atmanivedanam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia baik dalam kehidupan sosial dan kehidupan spiritualnya.

Atmanividanam yang artinya bhakti dengan kepasrahan total kepada Tuhan. Tahapan ini adalah tahapan terakhir dalam ajaran suci Nawa Wida Bhakti. Dalam perjalanan kehidupan manusia pada zaman Kali Yuga ini, jalan Atmanividanam yang dianggap sulit untuk diaplikasikan karena kuatnya ikatan material yang mengikat dirinya. Mulailah kita melakukan pelayanan dan mempersembahkan apapun yang kita miliki, kita terima, nikmati dan lain-lain itu hanya untuk-Nya. Karena hanya beliaulah yang pada akhirnya sebagai penikmat segalanya. Baik itu adalah kebahagiaan dan penderitaan kita harus bisa mempersembahkannya untuk-Nya.



Page 2