Apakah orang jawa tidak boleh menikah dengan orang sunda

Terkuak, Ini Penyebab Mitos Orang Jawa dan Sunda Nggak Boleh Menikah

Sebagian generasi muda Jawa dan Sunda nggak lagi mempercayai mitos pelarangan menikah antara dua suku ini. (Instagram.com/dhiefatograph)

Pernahkah kamu mendengar mitos bahwa orang Sunda dan orang Jawa dilarang menikah? Mitos ini rupanya punya sejarah yang panjang, lo. Tepatnya terkait dengan hubungan antara kerajaan Majapahit dan Pajajaran! Seperti apa sih sejarahnya?

Inibaru.id – Kamu tentu pernah mendengar mitos larangan orang Jawa menikah dengan orang Sunda, kan, Millens? Ternyata, masih ada lo orang yang percaya dengan mitos ini. Konon, jika ada dua orang dari suku-suku itu menikah, kehidupan mereka akan nggak bahagia dan sering diterpa masalah.

Memang, mitos ini belum tentu benar. Apalagi kini juga banyak pasangan dari suku Jawa dan Sunda yang tetap bisa hidup bahagia dan langgeng. Hanya, apa sih penyebab munculnya mitos ini?

Mitos ini ternyata muncul setelah tragedi Perang Bubat yang terjadi pada 1357 Masehi atau sekitar abad ke-14. Perang yang terjadi pada masa Majapahit diperintah oleh Hayam Wuruk itu bermula ketika sang raja berniat mempersunting Dyah Pitaloka Citraresmi, putri Kerajaan Pajajaran. Hayam Wuruk jatuh cinta pada sang putri setelah melihat lukisan seorang seniman bernama Sungging Prabangkara.

Kerajaan Majapahit lantas mengirim surat lamaran pada Maharaja Linggabuana. Rombongan Kerajaan Pajajaran kemudian berangkat ke Kerajaan Majapahit dan diterima di Pesanggrahan Bubat. Sayangnya, Gajah Mada yang saat itu menjabat sebagai mahapatih kemudian berniat menyerang mereka. Ini dia lakukan untuk memenuhi Sumpah Palapa dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan di seluruh Nusantara.

Baca Juga:

Siger Sunda, Riasan yang Juga Ada di Pernikahan Modern di Jawa

Akibat serangan itu, rombongan Kerajaan Sunda yang hanya diiringi sedikit pasukan kalah. Semua anggota keluarga Dyah Pitaloka meninggal. Lantaran nggak kuat menahan kesedihan, Dyah Pitaloka nggak jadi menikah dan justru melakukan tindakan bunuh diri. Dengan tewasnya anggota keluarga Kerajaan Pajajaran, Pangeran Niskalawantu Kancana yang ditinggal di istana kemudian diangkat jadi penerus tahta.

Apakah orang jawa tidak boleh menikah dengan orang sunda
Ilustrasi pernikahan. (Instagram.com/pmphotogrph)

Peristiwa itu merusak hubungan kedua kerajaan. Kerajaan Pajajaran kemudian melarang penduduk menikah dengan orang dari luar kerajaan. Sebagian menafsirkan aturan ini sebagai larangan untuk nggak menikah dengan orang dari Kerajaan Majapahit atau orang Jawa. Hingga kini, sentimen itu masih tersisa. Jika diperhatikan, kamu nggak akan menemukan nama jalan “Gajah Mada” atau “Majapahit” di provinsi Jawa Barat.

Meski versi ini kerap dipercaya, ada pula versi lain yang mengatakan sebenarnya Gajah Mada ingin menyatukan Kerajaan Majapahit dengan Kerajaan Padjajaran melalui pernikahan. Namun karena merasa masih punya tanggung jawab untuk memenuhi titah ayah Hayam Wuruk, niat itu lantas pupus.

Kamu lebih percaya versi yang mana, Millens? Meski peristiwa itu memang pernah ada, kamu tetap bisa menjadikannya sebagai pelajaran. Menikah dengan suku apa pun bisa berjalan dengan baik asal kedua pihak saling menghargai diri masing-masing. Setuju, nggak? (Mer/IB15/E07)

Tags:

PORTAL MOJOKERTO - Ada mitos larangan menikah bagi orang Sunda dengan orang Jawa memang telah bergulir sejak lama.

Mitos bahwa jika orang Sunda menikah dengan orang Jawa dipercaya akan mendatangkan nasib buruk dan tidak bahagia.

Lantas, dari mana asal usul mitos larangan orang Sunda menikah dengan orang Jawa itu bisa muncul?

Baca Juga: Cek di Sini! Inilah 6 Deretan Weton Wanita Pembawa Hoki Bagi Keluarga Menurut Primbon Jawa

Banyak pihak yang mempercayai bahwa larangan menikah orang Sunda dan Jawa ini berawal dari peristiwa Perang Bubat, yang terjadi di zaman Kerajaan Majapahit dulu.

Peristiwa ini berawal dari niatan Prabu Hayam Wuruk yang akan mempersunting putri dari Kerajaan Sunda, Dyah Pitaloka Citraresmi.

Prabu Hayam Wuruk awalnya menaruh hati kepada Dyah Pitaloka setelah melihat lukisannya yang dibuat oleh seniman kondang bernama Sungging Prabangkara.

Baca Juga: Primbon Jawa Ungkap Nasib 3 Weton Bangsawan Ini Miliki Hoki dan Rezeki Berlimpah

Selain itu, Prabu Hayam Wuruk pun menyadari bahwa pernikahannya dengan Dyah Pitaloka akan menjadi kekuatan politik dan bisa memperkuat persekutuan antara Kerajaan Majapahit dengan Sunda.


Page 2

Tidak lama, lamaran Prabu Hayam Wuruk pun dilakukan, dan rencananya pernikahan akan digelar di Kerajaan Majapahit.

Di sisi lain, Kidung Sundayana mengisahkan, bahwa Patih Gajah Mada kemudian memiliki niat untuk menguasai Kerajaan Sunda.

Baca Juga: Berada dalam Naungan Tunggak Semi, 3 Weton Ini Dianugerahi Rezeki Sepanjang Hidupnya

Sebab, Patih Gajah Mada ingin memenuhi Sumpah Palapa yang dulu dibuatnya sebelum Prabu Hayam Wuruk naik tahta.

Mengingat di seantero Nusantara, Kerajaan Sunda lah yang belum bisa ditaklukkan Kerajaan Majapahit.

Patih Gajah Mada berpikir bahwa kedatangan rombongan Sunda di pesanggrahan Bubat sebagai bentuk penyerahan diri.

Baca Juga: Puasa Ternyata Justru Membantu Penderita Maag Untuk Sembuh

Sang patih pun mendesak agar Prabu Hayam Wuruk menerima Dyah Pitaloka sebagai tanda takluk, buka sebagai calon istrinya.

Melihat hal itu, Kerajaan Sunda tidak terima bahwa kedatangannya ke Kerajaan Majapahit dianggap sebagai pengakuan takluk.

Terjadilah perang besar, antara pasukan Bhayangkara yang dipimpin oleh Patih Gajah Mada dan pengawal Maharaja Linggabuana.


Page 3

Dalam perang ini, Raja Linggabuana tewas, demikian pula para menteri dan kerabat Kerajaan Sunda.

Baca Juga: Anda Beruntung Jika Memiliki Salah Satu Weton Ini, Akan Banyak Rezeki dan Hoki Seumur Hidup

Sementara, Dyah Pitaloka karena kedudukan hatinya kemudian memilih untuk bela pati.

Bela pati merupakan ritual bunuh diri yang dilakukan oleh perempuan kasta ksatria, jika kaum lelakinya gugur dalam perang.

Ritual bela pati ini sendiri dimaksudkan untuk membela harga diri dan kesucian kerajaan.

Selain itu, perempuan melakukan bela pati agar terhindar dari kemungkinan dipermalukan, diperkosa, hingga diperbudak setelah kekalahan.

Baca Juga: Senin Legi hingga Kamis Kliwon Banjir Rezeki, Inilah 8 Weton Wanita Pembawa Keberuntungan

Kematian Dyah italoka ini pun diratapi oleh Prabu Hayam Wuruk. Dipercaya bahwa, Perang Bubat ini adalah awal dari merengganggnya hubungan Hayam Wuruk dengan Gajah Mada.

Hingga bertahun-tahun lamanya setelah Perang Bubat, hubungan Kerajaan Majapahit dan Sunda tidak pernah pulih.

Akibat dari Perang Bubat ini, penerus tahta Kerajaan Sunda selanjutnya, Prabu Niskalawastu Kencana, memutuskan hubungan diplomatik dengan Kerajaan Majapahit.


Page 4

Apakah orang jawa tidak boleh menikah dengan orang sunda

ILUSTRASI - Mitos tentang larangan menikah bagi orang suku Sunda dengan orang suku Jawa memang telah bergulir sejak lama. /Pixabay/yohanesardys

Apakah orang jawa tidak boleh menikah dengan orang sunda

menitaaa29/Instagram

Ilustrasi peristiwa Perang Bubat di Taman Citra Resmi, Purwakarta.

Nationalgeographic.co.id - Mulanya, Hayam Wuruk seorang raja keempat Majapahit hendak mempersunting Dyah Pitaloka Citraresmi dari Negeri Sunda. Namun, kisah cinta ini justru melahirkan tragedi perang hebat antara Majapahit dan kerajaan Sunda.

Berpangkal dari kisah tersebut,  beredar cerita bahwa orang berdarah Jawa dilarang membangun rumah tangga dengan orang Sunda. Mitos ini mengkristal dalam benak kedua golongan masyarakat tersebut, bahkan hingga saat kini masih ada yang mengamininya. Lantas, bagaimana nyatanya?

Auliah Ambarwati, bersama Fandy Kusuma Fauzi, melakukan penelitian bertajuk "Mitologi dalam Perkawinan Adat Suku Jawa dengan Suku Sunda". Hasil studi terbit dalam jurnal JULIA: Jurnal Litigasi Amsir, pada bulan Februari lalu.

“Hubungan yang sudah terjalin lama terkadang kandas di tengah jalan. Salah satu penyebabnya adalah perbedaan tradisi maupun kepercayaan yang dianut oleh keluarga pasangan,” ujar Auliah selaku peneliti utama, “contohnya, mitos orang Sunda yang tidak memperbolehkan melakukan perkawinan dengan orang Jawa.”

Diketahui, bahwa mitos mengenai larangan pernikahan antara orang Sunda dan Jawa termaktub dalam kisah Perang Bubat. Diceritakan, saat Raja Sunda datang ke Bubat bersama permaisuri dan putri Dyah Pitaloka, terjadi suatu kesalahpahaman.

Alih-alih menyambut kedatangan rombongan Kerajaan Sunda, Patih Gajah Mada justru menganggap kedatangan mereka bentuk penyerahan diri, “karena ia ingin memenuhi Sumpah Palapa,” ungkap Auliah. Dalam sumpah tersebut, Gajah Mada berniat untuk menaklukkan seluruh kerajaan di Nusantara.

Terjadilah suatu perselisihan antara utusan Linggabuana dengan Gajah Mada. Dus, meletus peperangan yang tidak seimbang antara Gajah Mada beserta jumlah pasukannya yang besar, melawan pasukan Linggabuana yang berjumlah kecil. Perang Bubat ini berdampak pada gugurnya Linggabuana beserta para pejabat dan segenap keluarganya.

Singkat cerita, dampak dari peristiwa tersebut, hubungan kedua kerajaan itu menjadi tidak harmonis. Pangeran Niskalawastu Kancana, adik dari Dyah Pitaloka yang tidak ikut serta dalam rombongan akhirnya naik tahta.

Baca Juga: Perang Bubat Sebagai Akhir dari Karir Mahapatih Terbesar Majapahit

 Baca Juga: Budaya Panji di Tatar Sunda, Meresap Ranah Islam dan Filosofis

 Baca Juga: Media Komunikasi Tradisional Jawa-Bali: Instrumen Kentongan dan Bandhe

“Dia memutuskan hubungan diplomatik dengan Kerajaan Majapahit sekaligus mengeluarkan larangan estri ti luaran (beristri dari luar) bagi kalangan kerabat Kerajaan Sunda,” terang Auliah. Peraturan tersebutlah yang kemudian diartikan bahwa orang Sunda dilarang menikahi orang Jawa.

“Bahkan, jika ada yang nekat melakukannya, konon rumah tangga mereka tidak akan berlangsung lama,” imbuhnya.

Kabar Bohong dalam Perang Bubat

“Para sejarawan kita sejauh ini masih memegang kesimpulan bahwa kisah perang bubat antara Majapahit dan Kerajaan Sunda hanyalah sebuah Fiksi,” ungkap Auliah dalam studinya.

Pendapat ini didasarkan pada kisah Perang Bubat yang sejauh ini hanya termuat dalam karya-karya fiksi dan digubah setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit. Sementara Kakawin Negarakertagama karya gubahan Mpu Prapanca dan Catatan Perjalanan Bujangga Manik yang sempat bersinggah di Bubat tidak mengisahkan peristiwa di muka.

Peneliti menerangkan, bahwa kisah Perang Bubat ini sengaja diedarkan pada masyarakat oleh Pemerintah Kolonial untuk melancarkan Politik Adu Domba (Devide et Impera). Menciptakan dikotomi antara masyarakat Sunda dan Jawa, merupakan salah satu upaya agar terkotak-kotaknya masyarakat Indonesia kala itu.

Celakanya, tidak sedikit masyarakat yang belum mengetahui kebenaran kisah ini, sehingga sentimen di antara kedua golongan masyarakat tersebut masih bergejolak. Menurutnya perlu ditanamkan dalam jati diri masing-masing sesuai dengan Semboyan Negara kita, “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya walaupun berbeda-beda tetap satu jua.

“Perkara jodoh, maut, dan rezeki merupakan Rahasia Ilahi. Sudah menjadi kehendak Tuhan yang menciptakan Alam Semesta ini,” pungkasnya.