Apa yang dimaksud dengan nafsu lawwamah dan contohnya?

2.         Nafsu Lawwamah ( النفس اللوامه )

Nafsu Lawwamah adalah nafsu yang  mulai terang dengan cahaya hati namun tidak maksimal  cahaya hati tersebut menerangi nafsu, di satu sisi dia taat pada kecerdasan akal dan di sisi lain dia ingkar. Pada akhirnya nafsu ini sering menyesal ketika sudah terlanjur pada jurang kenegatifan, mencaci dan mencela dirinya sendiri. Kemudian menjadi sumber penyesalan karena ketika itu nafsu
lawwamah menjadi penyebab permulaan terhadap kejatuhan dan kerakusan. Ketika mujahaddah lagi menjadi nafsu mutmainnah atau ibaratnya setengah sadar melakukan hal tercela namun kemudian menyesal di akhir perbuatan.

3.         Nafsu Mutmainnah  ( النفس المطمئنة  )

Nafsu mutmainnah adalah nafsu yang sudah terang dengan cahaya hati sehingga nafsu itu lepas dengan sifat-sifat yang tercela jadi cahaya hati yang menerangi hati itu sudah maksimal. Semakin tenang menuju kesempurnaan, jadi nafsu ini menjadi pemula kesempurnaan yang menjadi jalan
yang menuju akhlak dan suatu hal yang positif. Orang yang memiliki nafsu ini dia sudah mulai mabuk/ terhembus oleh badai wishol yang sudah berhubungannya dengan Allah. Bahkan ketika seseorang mempunyai nafsu seperti ini, ia tak melirik apapun godaan tercela dalam hidupnya.

4.         Nafsu Mulhamah ( ألنفس الملهمة )

Nafsu ini sudah diberikan ilham berupa pengetahuan, tawadu’ kerendahan hati, qonaah dan menerima apa adanya dan tidak pelit. Nafsu ini menjadi sumber kesabaran mengemban amanat, titah dan perintah dan selalu bersyukur. Nafsu ini menjadikan seseorang lebih bisa menerima apa adanya dengan pemberian sang pencipta, meski terkadang tak sesuai dengan apa yang diinginkan.

5.         Nafsu Rodhiyyah  ( النفس الراضية)

Nafsu ini selalu ridha kepada Allah dan kepada Nabi Muhammad dan nafsu ini selalu memasrahkan diri kepada Allah. Nafsu ini lebih tinggi dari nafsu mulhamah.

6.         Nafsu Mardhiyyah ( النفس المرضية )

Nafsu mardhiyyah adalah nafsu yang bukan hanya ridha kepada Allah tapi juga Allah ridha kepada dirinya, sehingga ada bekas keridhaan Allah bekasnya yakni karamah, ikhlas dan selalu ingat kepada Allah di setiap waktu dan keadaan apapun. Dengan haq dia menegenal Allah dengan sebenar-benarnya dan mengetahui segala perbuatan itu menjadi jelas hakikatnya. Disini ada timbal balik ridha antara sang pencipta dengan makhluk yang diciptakannya.

7.         Nafsu kamilah (  النفس الكاملة)

Nafsu kamilah ini menjadi kesempurnaan dan kesempurnaan itu menjadi thab’an sehingga nafsu itu selalu tinggi dalam kesempurnaannya dan selalu diperintah untuk agar kembali kpd Allah, selalu perintah jasadnya kepada jalan yang lurus dan pada proses-proses penyempurnaan. Dan tingkatan nafsu ini adalah tajaliyyah sehingga asma dan sifat-sifat Allah ini menjadi jelas, pemilik nafsu ini selamanya bersama Allah, berjalan kepada Allah menuju Allah, kembali dari Allah menuju Allah, jadi tidak ada tempat untuk nafsu ini selain kepada Allah.

Begitulah sedikit narasi tentang tujuh tingkatan nafsu dalam Kitab Tanwirul Qulub.  Nafsu sebagai barang halus bisa bersembunyi melalui hal-hal yang lembut pula. Sehingga seakan-akan ia tidak tampak namun terjadi. Maka dari itu semoga kita selalu mempunyai nafsu yang baik pula. aminn

Semoga bermanfaat.

Oleh : Laeli Zakiah

Apa yang dimaksud dengan nafsu lawwamah dan contohnya?
USTAD AGUS SUDARTONO

Setiap manusia tentu memiliki nafsu yang menjadi dasar atas segala urusan atau perbuatan yang dilakukannya, entah itu perbuatan baik atau perbuatan buruk seperti bahaya nafsu dalam islam. Nafsu seringkali diidentikkan dengan segala yang buruk seperti emosi atau hasrat yang berhubungan dengan seksual, sebenarnya nafsu itu sangatlah luas dan mencakup hal. Nah sobat, untuk memahaminya lebih lanjut, simak ulasan berikut mengenai Jenis Nafsu dalam Islam beserta penjelasannya.

Imam al-Ghazali berkata, dalam beribadah kepada Allah Swt, ‘abid (orang yang beribadah) disibukkan oleh penghalang-penghalang yang terdiri dari empat macam, yaitu dunia, makhluk, setan dan nafsu.

Ia menegaskan bahwa ‘abid wajib menghilangkan penghalang-penghalang itu dari dirinya dengan cara apa pun, supaya sampai kepada maksudnya.


           Antara metode yang diberikan al-Ghazali untuk menghilangkan penghalang tersebut adalah dengan cara zuhud pada dunia, mengasingkan diri dari makhluk, memerangi setan dan mengalahkan nafsu.

Namun al-Ghazali mengakui bahwa nafsu merupakan yang paling berat dan paling dahsyat dari yang lain.

Ia tidak mampu dikalahkan dengan satu kali saja.

Oleh karena itu, perlu ada trik khusus yang dapat mengalahkan nafsu dengan lebih mudah. Trik adalah akal muslihat yang menemui solusi baik untuk keluar dari permasalahan yang rumit dengan tidak rumit.

Menghadapi tantangan yang berat seperti nafsu memang harus menggunakan trik yang jitu. Nafsu itu bagaikan musuh dalam selimut, yang sangat sukar dihilangkan, karena ia berada dalam diri kita.

Berbeda dengan tiga penghalang yang lain, semuanya berada di luar diri kita. Karena itulah, al-Ghazali mengakui bahwa nafsu adalah yang paling dahsyat dari empat macam penghalang ibadah itu.

Namun sebelum menelusuri lebih jauh, harus jelas terlebih dulu mengenai hakikat nafsu yang dimaksudkan di sini.

Hakikat nafsu yang dimaksudkan di sini adalah suatu unsur atau esensi yang ada pada manusia yang membawa kepada kuat marah dan kuat syahwat.

Dengan bahasa lain, sering disebut dengan istilah nafsu amarah. Nafsu dengan pengertian tersebut adalah tidak akan kembali dan menjauh dari Allah Swt, karena ia merupakan tentara setan.

Karakteristik nafsu

Ketahuilah, nafsu itu ada tujuh macam jika dilihat dari sisi karakteristiknya.

Namun dari sisi eksistensinya, nafsu itu tetap hanya satu saja.

Pertama, nafsu amarah, yaitu nafsu yang selalu mendorong manusia kepada keburukan atau kemaksiatan.

Kedua, nafsu lawwamah, yaitu nafsu yang sudah menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya, namun masih banyak terpeleset dalam perbuatan maksiat, sehingga membuatnya selalu menyesali diri.

Ketiga, nafsu mulhamah, yaitu nafsu yang sudah mengenali kotoran-kotoran yang halus seperti riya, ujub, sombong, dengki, cinta dunia, dan lain-lain dari pada penyakit-penyakit batin, tapi ia belum bisa melepaskan diri dari kotoran-kotoran halus itu.

Keempat, nafsu muthmainnah, yaitu nafsu yang sudah bersih dari kotoran-kotoran halus dan telah berganti sifat-sifat tercelanya menjadi sifat-sifat terpuji, sudah berakhlak dengan akhlak Allah yang jamaliyah berupa kasih sayang, lemah lembut, kemuliaan, dan lain-lain.

Di sini awal mula seseorang sampai kepada Allah, tetapi ia masih belum bersih dari kotoran-kotoran yang halus sekali seperti syirik khafi dan cinta menjadi pemimpin.

Kelima, nafsu radhiyah yaitu nafsu yang telah sampai maqam fana, tetapi ia masih melihat diri telah fana sehinga dapat membawanya kepada riya.

Keenam, nafsu mardhiyyah yaitu nafsu yang telah fana dari fana dan sudah tenggelam dalam lautan tauhid.

Dan, ketujuh, nafsu kamilah, yaitu nafsu yang sudah sempurna (kamil).

Berdasarkan klasifikasi nafsu itu, nafsu yang harus dikalahkan adalah nafsu amarah, lawwamah, dan mulhamah.

Tiga nafsu tersebut tidak masuk dalam panggilan Allah Swt, “Hai jiwa muthmainnah (yang tenang). Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam syurga-Ku.” QS. al-Fajr: 27-30.

Hal itu mengisyaratkan bahwa tiga nafsu itu masih jauh dengan Allah, sehingga belum mendapat panggilan-Nya.

Dalam ayat itu, Allah hanya memanggil nafsu muthmainnah, radhiyah, mardhiyyah, dan nafsu kamilah. Karena itu, tiga nafsu itu harus dikalahkan supaya mendapat panggilan Allah Swt dan menjadi orang yang sukses dunia dan akhirat.

Apalagi dalam bulan puasa, bulan yang penuh kelebihan dan keistimewaan dari Allah Swt

Bulan ini merupakan bulan ibadah yang berlipat ganda pahalanya bagi orang yang mengerjakan ibadah. Sebagaiman dimaklumi bahwa dalam bulan puasa itu setan dibelenggu, namun nafsu masih tetap dalam diri manusia.

Nafsu itulah yang membuat orang-orang yang berpuasa gagal atau tidak sempurna. Dengan demikian, kewajiban bagi orang yang berpuasa mengalahkan nafsu jahat tersebut agar ia bisa menjalani bulan puasa dengan baik.

Mengalahkan nafsu

Mengalahkan nafsu bukan perkara mudah seperti diungkapkan oleh Imam al-Ghazali.

Perlu ada trik khusus untuk mengalahkan nafsu tersebut, di mana trik itu sudah teruji pada orang-orang sufi dalam jihad mereka menguasai nafsu.

Antaranya trik yang telah digambarkan oleh Ibnu Athaillah dalam kitabnya al-Hikam. Ibnu Athaillah adalah tergolong ulama yang produktif. Banyak karya yang telah dihasilkannya, dalam bidang tasawuf, tafsir, akidah, hadis, nahwu, dan usul fikih.

Adapun trik mengalahkan nafsu yang diberikan oleh Ibnu Athaillah dalam kitab al-Hikam adalah dengan cara mengenali nafsu lebih dulu.

Mengenali ajakan nafsu adalah dengan cara membedakan antara ajakan nafsu dengan ajakan Allah.

Ibnu Athaillah berkata, “Apabila ada dua hal yang tidak jelas bagimu, lihatlah mana di antara keduanya yang paling berat bagi nafsu, lalu ikutilah ia karena tidaklah terasa berat bagi nafsu kecuali sesuatu yang benar.”

Dari kalam hikmah itu terlihat perbedaan antara ajakan Allah dengan ajakan nafsu. Ajakan Allah adalah yang lebih berat dikerjakan, sedangkan ajakan nafsu lebih ringan dikerjakan.

Dalam aktivitas sehari-hari, kita selalu dililit oleh dua hal yang kabur bagi diri kita, apakah melakukannya atau meninggalkannya.

Contoh, mengerjakan shalat berjamaah pada awal waktu, dengan mengerjakan shalat sendiri pada akhir waktu.

Mengerjakan shalat berjamaah pada awal waktu sangat berat bagi nafsu, karena menggangu kesantaiannya, kelalaiannya dan kesenangan atau aktivitas duniawinya. Karena itu, ikutilah ajakan Allah dan palingkan dirimu dari ajakan nafsu itu dengan tegas.

Ajakan nafsu tidak hanya pada yang jelas berlawanan dengan syariat, tapi terkadang juga ada dalam ibadah yang sukar dikenali oleh umum manusia.

Dalam hal ini, Ibnu Athaillah berkata, “Di antara tanda mengikuti hawa nafsu adalah bergegas melakukan amalan sunah, namun malas menunaikan amalan wajib”.

Banyak orang malas dan berat melakukan amalan-amalan wajib karena umum manusia melakukannya, maka nafsu merasa tidak ada sesuatu yang lebih yang beda dengan yang lainnya untuk mendapat pujian.

Dengan demikian, trik mengalahkan nafsu adalah mengikuti yang lebih berat dikerjakan, dan berpaling dengan tegas dari yang lebih ringan dikerjakan.

Mendahulukan yang lebih kuat hukumnya dari yang lebih ringan hukumnya walaupun banyak kelebihannya. Maka mari dalam bulan puasa ini, kita menggunakan trik itu untuk mengalahkan nafsu, agar setelah puasa kita masuk dalam panggilan Allah Swt, sebagaimana disebutkan).

Dalam Al-Quran surat Al-Fajr ayat 27-30.