Fungsi ekspresif, juga disebut fungsi emosi atau simptomatik , adalah sejenis fungsi bahasa yang digunakan dengan tujuan untuk menyampaikan kepada suasana hati (perasaan, emosi) pengirim kepada penerima. Penerbit, dalam hal ini, memainkan peranan penting dalam menjalankan komunikasi, setiap kali menjadi rujukan kepada pernyataan tersebut. Ahli bahasa Roman Jackobson yang menciptakan ungkapan ini, yang juga merupakan bagian dari enam fungsi utama bahasa, yang juga meliputi fungsi banding, fungsi referensi, fungsi phatic, fungsi puitis dan fungsi metalinguistik. Fungsi ekspresif atau fungsi emosi biasanya dimanifestasikan atau diucapkan melalui penggunaan orang pertama secara tunggal, walaupun tidak secara eksklusif . Sebagai contoh pengecualian ini mari kita lihat ungkapan: "Betapa indahnya langit!". Juga, ini sering digunakan untuk penggunaan kata kerja dalam suasana subjunif, untuk kata seru dan untuk ayat seru . Oleh itu, melalui fungsi ekspresif, subjek mengekspresikan emosinya dan dunia batinnya, yang merangkumi perasaan, keinginan, prasangka, sensasi dan pilihan . Fungsi ekspresif mengandungi unsur perwakilan atau rujukan di dalamnya; namun, ia menghilangkan ekspresi emosi mereka. 40 contoh fungsi emosiDi antara beberapa contoh fungsi ekspresif, emosi atau simptomatik, kita dapat memetik frasa berikut:
Lihat juga:
fungsi ekspresif
sebagian atau seluruh definisi yang termuat pada halaman ini diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa amat penting dalam mobilitas sosial dan kehidupan manusia. Bahasa sebagai alat untuk mewujudkan pikiran tentang fakta dan realitas yang direpresentasikan dengan simbol bunyi bahasa. Dengan bahasa seorang bayi menangis untuk mengekspresikan dahaga, atau perlunya ganti diaper. Dengan bahasa, seorang filsuf menemukan ekspresi atau nama untuk merujuk sebuah konsep. Istilah tentang definisi, proposisi, hipotesis, aksioma, verifikasi, dan sebagainya sebagai penamaan terhadap konsep-konsep itu sendiri adalah langkah pertama untuk membangun pengetahuan. Kata adalah simbol lisan atau tulis bagi benda atau konsep yang disebut referent sebagai objek kata. Karena berkomunikasi menggunakan bahasa untuk merujuk pada referent (rujukan), maka simbol itu harus permanen. Jika tidak, komunikasi menjadi berantakan. Bila tidak dituliskan, bahasa akan kehilangan sifat permanennya, sehingga rujukan bisa hilang. Karena itu, bahasa tulis menjadi penting sebagai perekam peradaban manusia. Sejumlah fungsi bahasa yang mendukung dokumentasi peradaban manusia. Dalam literatur linguistik mengenal berbagai fungsi bahasa dengan istilah yang kadang berbeda. Namun, intinya sama bahwa bahasa mendokumentasikan peradaban. Titus, dkk (1979) dalam Rasjidi (1984), setidaknya mengemukakan beberapa fungsi bahasa diantaranya fungsi kognitif, fungsi emotif, fungsi imperatif, fungsi seremonial, dan fungsi metalingual. Selain fungsi bahasa yang dikemukakan itu, kita juga dapat mengetahui beberapa fungsi-fungsi bahasa lainnya. Sedangkan Hymes (1974) dalam Kushartanti (2005) menyebutkan adanya unsur-unsur yang terdapat dalam setiap komunikasi bahasa. Unsur-unsur itu, meliputi setting and scene (latar), participants (peserta), ends (hasil), act sequence (amanat), key (cara), instrumentalities (sarana), norms (norma), dan genres (jenis). Tampak bahwa apa yang dikemukakan itu, mengenai aturan sosial berbahasa dan sebenarnya tidak hanya menyangkut kesepakatan dalam pemakaian bahasa saja, tetapi juga menyangkut fungsi bahasa. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana fungsi bahasa dalam komunikasi? 2. Bagaimana kedudukan kohesi dan koherensi dalam wacana? C. Tujuan Adapaun tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut: 1. Sebagai salah satu persyaratan dalam mengikuti kegiatan perkuliahan pada Mata Kuliah Analisis Wacana di Fakultas Ilmu Budaya, Program Studi Linguistik Pascasarjana Universitas Hasanuddin. 2. Sebagai bahan diskusi untuk mendalami lebih komprehensif bidang ilmu linguistik khususnya kajian Analisis Wacana. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Bahasa Sebelum membahas tentang fungsi-fungsi bahasa dalam komunikasi, ada baiknya kita mengetahui dahulu pengertian bahasa itu sendiri. Di dalam masyarakat, kata bahasa sering dipergunakan dalam pelbagai konteks dengan pelbagai macam makna, seperti bahasa bunga, bahasa diplomasi, bahasa militer, dan sebagainya. Lalu apakah bahasa itu? Bagi linguistik-‘ilmu yang khusus mempelajari bahasa’-yang dimaksud dengan bahasa adalah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakekat bahasa itu adalah pemahaman terhadap bahasa itu sendiri sebagai alat komunikasi yang terbaik dimiliki seseorang sebagai pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. B. Fungsi-Fungsi Bahasa Berbicara mengenai fungsi penggunaan bahasa dalam komunikasi dapat diidentifikasi. Fungsi bahasa dalam komunikasi bisa dijabarkan berdasarkan tanggapan atau respon mitra tutur. Dalam peristiwa komunikasi, bahasa dapat menampilkan fungsi yang beragam. Namun secara umum, bahasa dapat digunakan untuk mengekspresikan emosi, menginformasikan suatu fakta, memengaruhi orang lain, bercerita, mengobrol, dan sejenisnya. Masing-masing fungsi bahasa itu dapat secara langsung dihubungkan dengan salah satu komponen dalam komunikasi. Fungsi-fungsi bahasa yang dimaksud yaitu: 1. Fungsi Ekspresif Fungsi ekspresif adalah bahasa yang didayagunakan untuk meluapkan atau menyampaikan ekspresi si penutur kepada diri sendiri atau khalayak ramai dengan maksud dan tujuan tertentu. Fungsi bahasa ini biasanya digunakan untuk mengekspresikan emosi, keinginan, kebahagiaan, kesedihan, penyampai pesan. Contoh: - Aduh perutku mual! - Ya, ampun, dia lucu sekali! - Waw, enak sekali rasa kue pelangi ini! Contoh-contoh tuturan tersebut, pemakaian fungsi ekspresif mengungkapkan ekspresi rasa sakit dan rasa kagum. 2. Fungsi Direktif Fungsi direktif berorientasi pada penerima pesan. Dalam hal ini, bahasa dapat digunakan untuk memengaruhi orang lain. Baik dari segi emosi, perasaan, maupun tingkah laku. Selain itu, bahasa juga dapat digunakan untuk memberi keterangan, mengundang, memerintah, memesan, mengingatkan, mengancam, dan lainnya. Contoh: - Ayo, berangkat! -Silahkan makan -Bantu saya mendorong meja ini. Fungsi direktif pada contoh di atas terlihat pada kata kerja yang memiliki makna perintah. 3. Fungsi Informasional Fungsi ini berfokus pada makna dan dapat dipergunakan untuk menginformasikan sesuatu. Misalnya, melaporkan, mendeskripsikan, menjelaskan, dan menginformasikan sesuatu. Contoh: Saat ini, kucing adalah salah satu hewan peliharaan terpopuler di dunia. Kucing yang garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucingtrah atau galur mumi (pure breed), seperti persiam, siam, manx, sphinx. Kucing seperti ini biasanya dibiakkan di tempat pemeliharaan hewan resmi. 4. Fungsi Metalingual Fungsi ini berfokus pada kode dan digunakan untuk menyatakan sesuatu tentang bahasa. Contoh: Bahan bakar fosil di antaranya adalah minyak bumi, gas alam, dan batu bara. Bila dibakar, maka akan menghasilkan SO2 dan NOx sebagai penyebab utama keasaman dalam air hujan. Penghasil SO2 dan NOx terbesar adalah pembangkit tenaga listrik dan industri yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakar. Pada contoh di atas, unsur lambang bahasanya yaitu SO2 dan NOx. SO2 untuk melambangkan sulfur oksida, dan NOx untuk menyebut nitrogen oksida. Kedua lambang itu mengacu pada zat yang banyak dihasilkan dalam pembakaran. Artinya, kode bahasa ini digunakan untuk melambangkan kode yang lain. 5. Fungsi Interaksional Fungsi interaksional, yakni penggunaan bahasa yang memiliki hubungan timbal balik atau interaksi antara penyapa dan yang disapa atau pesapa. Fungsi bahasa ini biasa ditemukan dalam percakapan sehari-hari. Contohnya secara lisan adalah debat, wawancara, diskusi, dan lain-lain. Sementara, dalam wacana tulis ada surat menyurat, chatting, dan lain-lain. Contoh: Buruh 1: Kami di sini sudah memberikan yang terbaik dan semaksimal mungkin pada perusahaan ini. Jadi, sudah sewajarnya kamu melakukan hal seperti ini, Pak. Bukannya ada dalam undang-undang tenaga kerja bahwa pekerja berhak mengajukan beberapa permintaan ke tempat dia bekerja jika dia sudah melakukan sesuatu yang sangat maksimal. Buruh 2: Betul sekalian, bukan tanpa dasar hukum yang tidak jelas dan alasan yang tidak masuk akal kami berada di sini. Kami juga membawa data-data bahwa perusahaan ini, dari bulan ke bulan income-nya semakin meningkat 15% dari bulan sebelumnya. Perwakilan perusahaan: Tunggu, tapi sadarkah kalian melakukan hal ini pada jam kerja? Bukannya melakukan konfirmasi melalui jalur birokrasi pada perusahaan saja, itu, khan, lebih dewasa dan elegan. Tidak membuat suasana menjadi kacau dan perusahaan merugi. Saya juga selaku direktur perusahaan ini telah membuat beberapa kebijakan dengan membuat tunjangan anak dan istri kepada kalian semua, dan mendaftarkan semua serikat pekerja kepada Jamsostek. Pihak manajemen perusahaan cenderung tidak pernah memangkas upah kalian yang menurut kami sudah sesuai UMR (Upah Minimum Regional) di kota ini. 6. Fungsi Kontekstual Fungsi kontekstual bahasa berfokus pada konteks pemakaian bahasa. Fungsi tersebut berpedoman bahwa suatu ujaran harus dipahami dengan mempertimbangkan konteksnya. Dengan alasan bahwa suatu ujaran yang sama akan berbeda maknanya apabila berada dalam konteks yang berbeda pula. Salah satu alat bantu untuk menafsirkan berdasarkan konteks adalah dengan mempertimbangkan penanda-penanda kohesi dan acuan (reference) yang digunakan dalam situasi komunikasi. Contoh: - Ini apa? -Letakkan di situ. Acuan kata ini bisa bergantung pada konteks. Dan kita bisa mengetahui acuannya jika mendengarkan tuturan secara utuh. Begitupun dengan acuan kata ‘di situ’, ‘Ini’ atau ‘di situ’ bisa jadi sebuah objek, sebuah tempat atau lainnya. 7. Fungsi Puitik Fungsi bahasa berorientasi pada kode dan makna secara simultan. Artinya, kode kebahasaan dipilih secara khusus agar dapat mewakili makna yang hendak disampaikan si penutur. Biasanya, tuturan akan menimbulkan nilai rasa seni yang unik, menggelitik, berbau metapora, dan lain-lain. Contoh: - Tua-tua Keladi, makin tua makin jadi. Bentuk ujaran ini lebih menekankan kode kebahasaan dan makna sekaligus. Mengingat setiap penutur bahasa Indonesia yang mempunyai kemampuan yang memadai akan memahami arti ujaran itu meski makna ujaran tidak berhubungan dengan bentuk ujaran. Kata-kata yang dipilih tersebut hanya mempertimbangkan rima atau persamaan bunyi semata, dan bukan kepada makna dari kata-katanya. C. Konsep Kohesi dan Koherensi Kohesi dan koherensi dalam wacana merupakan salah satu unsur pembangun wacana selain tema, konteks, unsur bahasa, dan maksud. Kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur-unsur yang satu dengan yang lain dalam wacana, sehingga tercipta pengertian yang baik (Djajasudarma, 1994: 47). Kohesi adalah pertautan makna, sedangkan koherensi adalah keruntutan makna. Kohesi harus dibedakan pada tingkat wacana (proposisi) dan teks (bentuk). Koherensi hanya pada tingkat wacana. Koherensi ditentukan oleh kerangka acuan wacana.
1. Konsep Kohesi dalam Wacana
2. Konsep Koherensi dalam Wacana
Pada dasarnya, hubungan koherensi
adalah suatu rangkaian fakta dan gagasan yang teratur dan tersusun secara
logis. Koherensi dapat terjadi secara implisit karena berkaitan dengan bidang
makna yang memerlukan interpretasi. Harimurti (1984: 69) mengemukakan bahwa
hubungan koherensi wacana sebenarnya adalah hubungan makna atau maksud.
Artinya, antara kalimat bagian yang satu dengan kalimat lainnya secara semantis
memiliki hubungan makna. Kajian mengenai koherensi dalam tataran analisis
wacana merupakan hal mendasar dan relatif paling penting karena permasalahan
pokok dalam analisis wacana adalah bagaimana mengungkapkan hubungan-hubungan
yang rasional dan kaidah-kaidah tentang cara terbentuknya tuturan-tuturan yang koheren.
BAB III PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan terdahulu, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Bahwa dalam peristiwa komunikasi, bahasa dapat menampilkan fungsi yang beragam, seperti fungsi ekspresi, direktif, informasional, metalingual, interaksional, kontekstual, dan puitik. Namun secara umum, bahasa dapat digunakan untuk mengekspresikan emosi, menginformasikan suatu fakta, memengaruhi orang lain, bercerita, mengobrol, dan sejenisnya. 2. Bahwa hakekat bahasa itu adalah pemahaman terhadap bahasa itu sendiri sebagai alat komunikasi yang terbaik dimiliki seseorang sebagai pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. 3. Bahwa wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antarpenyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa. 4. Bahwa istilah kohesi mengacu pada hubungan antarbagian dalam sebuah teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa sebagai pengikatnya. Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk koherensi. Oleh sebab itu, dalam sebuah teks koherensi lebih penting. Koherensi adalah kepaduan gagasan antarbagian dalam wacana. Kohesi merupakan salah satu cara untuk membentuk koherensi. Cara lain adalah menggunakan bentuk-bentuk yang mempunyai hubungan parataksis dan hipotaksis (parataxis and hypotaxis). Hubungan parataksis itu dapat diciptakan dengan menggunakan pernyataan atau gagasan yang sejajar (coordinative) dan subordinatif. Penataan koordinatif berarti menata ide yang sejajar secara beruntun B. Saran Dari uraian di atas, beberapa hal dapat menjadi saran berikut: 1. Bahwa analisis wacana terus berkembang, dan makin diminati terutama karena mengkaji data bahasa secara utuh yang digunakan dalam komunikasi, baik komunikasi lisan maupun tulis. Karenanya, wawasan penganalisis wacana atas bidang linguistik yang lain, seperti sintaksis, semantik, pragmatik, dan sosiolinguistik amat diperlukan. 2. Bahwa perkembangan analisis wacana menunjukkan babakan baru pada analisis wacana kritis (critical discourse analaysis), yang dapat dijadikan penyampaian kritik terhadap penguasa negara sebagai pengguna bahasa. DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, A. Chaedar. 2010. Filsafat Bahasa dan Pendidikan (Cetakan Ke-2). Bandung: Remaja Rosdakarya. Brown dan Yule. 1986. Discourse Analaysis. Cambrigde: Cambrigde University Press. Kushartanti, dkk. 2005. Pesona Bahasa; Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Kridalaksana, Harimurti. 1984. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Ende: Nusa Indah. Parera, J.D. 2004. Teori Semantik (Edisi Kedua). Jakarta: Erlangga. http://www.bimbie.com/2013/21/2. Page 2 |