You're Reading a Free Preview
Budidaya perikanan adalah usaha pemeliharaan dan pengembang biakan ikan atau organisme air lainnya. Budidaya perikanan disebut juga sebagai budidaya perairan atau akuakultur mengingat organisme air yang dibudidayakan bukan hanya dari jenis ikan saja tetapi juga organisme air lain seperti kerang, udang maupun tumbuhan air. Dilihat dari asal katanya, istilah akuakultur diambil dari istilah dalam Bahasa Inggris yaitu Aquaculture. Terdapat beberapa definisi akuakultur seperti dikemukakan dalam beberapa sumber, dan berikut ini adalah definisi akuakultur menurut beberapa ahli:
Berdasarkan kata penyusunnya budidaya perikanan tentunya tersusun dari dua kata yakni budidaya dan perikanan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Budidaya adalah usaha yang bermanfaat dan memberikan hasil, Sedangkan perikanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penangkapan, pemeliharaan dan pembudidayaan ikan. Jadi budidaya perikanan adalah usaha pemeliharaan ikan guna mendapatkan manfaat atau hasil. Seperti yang telah dikemukakan di atas, dalam bidang perikanan pada umumnya ikan didefinisikan secara luas tidak hanya merujuk pada binatang air yang bersisik dan bernafas dengan insang, akan tetapi juga menyangkut segala organisme yang hidup di air seperti udang , kerang, hingga tanaman air. Manfaat atau hasil yang diharapkan dari kegiatan pemeliharaan ikan juga bisa berupa produksi ikan yang bisa dijual, atau bisa juga untuk keperluan konsumsi sendiri. Disamping itu kegiatan budidaya perikanan juga bisa memberikan manfaat secara psikologis sebagai penyaluran hobi atau untuk hiburan, misalnya pada budidaya ikan hias.
Lihat Peta situs/daftar isi perikanan budidaya untuk mengetahui tulisan lain yang ada di sini
Bardach, J.E., Ryther, J.H., and W.L.Mc. Larney. (1972). Aquaculture . Birmingham, Alabama: Alabama Agricultural Experiment Station. Auburn University Wheaton, F.W. (1977). Aquacultural Engineering. New York: John Willey& Sons. Webster’s New World Dictionary. (1990). College ed. New York: The World Publ. Co.
14 Sep, 2020
Budidaya perairan merupakan kegiatan (aktivitas) untuk memproduksi biota (organisme) akuatik di lingkungan terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan (profit). Budidaya perairan berasal dari bahasa Inggris aquaculture (aqua= perairan dan culture = budidaya). Oleh karena itu, budidaya perairan dapat didefinisikan menjadi campur tangan (upaya-upaya) manusia untuk meningkatkan produktivitas perairan melalui kegiatan budidaya.
Kegiatan budidaya yang dimaksud adalah kegiatan pemeliharaan untuk memperbanyak (reproduction), menumbuhkan (growth), serta meningkatkan mutu biota akuatik sehingga diperoleh keuntungan. Organisme akuatik mencakup kelompok ikan (finfish) , udang ( crustacea ), hewan bercangkang (molusca), echinodermata, dan alga. Suatu perairan (laut, sungai, danau, atau waduk) memiliki produktivitas (bobot biomassa biota per satuan volume air) alamiah tertentu dan dapat ditingkatkan puluhan hingga ribuan kali melalui kegiatan budidaya. Teknologi budidaya yang diaplikasikan mencakup konstruksi wadah produksi, pemilihan lokasi budidaya, penentuan pola tanam, penggunaan benih unggul dan padat penebaran yang tepat; pemberian pakan yang sesuai dengan jumlah, mutu, waktu, dan pengendalian hama dan penyakit, pengelolaan air, pemantauan serta pemanenan dan penanganan pasca panen. Menurut Undang-Undang Perikanan No.45 tahun 2009, yang dimaksud dengan budidaya ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau mengembangbiakkan ikan dan memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan/atau mengawetkan ikan. Ikan adalah semua jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan yang meliputi binatang dan tumbuhan yang hidup dalam air tawar, asin ataupun air payau. Penyebutan budidaya bisa berdasarkan jenis ikan, tempat pemeliharaan, salinitas air dan tingkat teknologinya. SEJARAH PERKEMBANGAN BUDIDAYA PERIKANAN DI INDONESIA Secara historis budidaya perairan di Indonesia sudah lama dipraktekkan sebagai tradisi (seni) yang tidak diketahui sejak kapan dimulai. Namun budidaya ikan di tambak dan kolam telah tersirat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun menambah penghasilan keluarga sejak abad ke-14. Arsip tua berupa surat dari Residen Surabaya kepada Dewan Keuangan menunjukkan bahwa pada tahun 1821 di Surabaya dan Gresik telah terdapat usaha tambak yang harus membayar pajak (Schuster, 1950). Selain itu Schuster menyatakan bahwa, dalam buku “History of Java” yang ditulis Raffles mencantumkan empang pertama kali dibuat di Jawa Timur. Namun dalam kitab udang-undang yang lebih tua, “Kutara Manawa” yang dibuat tahun 1400 telah mencantumkan pelarangan mencuri ikan dan telah dibedakan dengan jelas antara empang air tawar (siwakan) dan air payau (tambak). Sejarah ringkas budidaya perairan seperti pada kegiatan budidaya tanaman (agriculture) dan ternak (animal husbandry ), kegiatan budidaya perairan tampaknya diawali dari kegiatan berburu (hunting) biota akuatik untuk keperluan makanan pada hari itu. Bagian ikan hasil buruan tersebut ditampung di suatu genangan air untuk keperluan sehari-hari sesungguhnya sudah dilakukan oleh manusia sejak zaman dahulu. Organisme akuatik yang dibudidayakan mencakup kelompok ikan (finfish), udang (crustacea), kekerangan (molusca), echinodermata dan alga. Umumnya organisme akuatik ini sering disebut menjadi satu komoditas saja yakni ikan. Oleh karena itu, ikan dapat diartikan secara luas dan merupakan bagian dari kegiatan perikanan dengan berbagai komoditas organisme akuatik yang tercangkup didalamnya. Secara umum usaha budidaya perairan (akuakultur) mencakup : 1) Kegiatan Pembenihan ikan meliputi :
5) Sistem pengadaan sarana dan prasarana produksi meliputi :
Sumber : Buku Dasar - Dasar Budidaya Perairan Budi daya ikan adalah salah satu bentuk budi daya perairan yang khusus membudidayakan ikan di tangki atau ruang tertutup, biasanya untuk menghasilkan bahan pangan, ikan hias, dan rekreasi (pemancingan). Ikan yang paling banyak dibudidayakan adalah ikan mas, salmon, lele, dan tilapia (sejenis ikan nila).[1] Melepaskan telur dari ikan Oncorhynchus mykiss betina Kolam pemeliharaan ikan di Oaxaca, Meksiko Kolam pemuliaan dan penetasan ikan di Pangasinan, Filipina Terdapat permintaan yang tinggi untuk ikan di seluruh dunia sehingga menyebabkan overfishing di sektor perikanan tangkap. Budi daya ikan menyediakan sumber alternatif penyediaan ikan. Namun, budi daya ikan karnivora seperti salmon tidak selalu mengurangi usaha perikanan tangkap karena nutrisi yang dibutuhkan ikan salmon spesifik dan sering kali sulit dibudidayakan, seperti ikan kecil yang mengandung minyak ikan yang menjadi mangsa utama ikan salmon di alam liar. Namun ilmuwan kini telah mengembangkan pakan alternatif berbasis tumbuhan untuk budi daya ikan karnivora.[2] Berdasarkan data FAO, total ikan yang dibudidayakan secara global pada tahun 2008 mencapai 33,8 juta ton dengan nilai mencapai US$60 miliar.[3]
Pemeliharaan ikan dapat dilakukan dengan berbagai metode di berbagai tempat. Metode yang paling banyak digunakan adalah dengan menggunakan kolam ikan, tangki akuaponik, dan kandang. AkuaponikAkuaponik adalah sistem budi daya berkelanjutan yang mengkombinasikan akuakultur dan hidroponik dalam lingkungan yang bersifat simbiotik. Dalam akuakultur yang normal, ekskresi dari hewan yang dipelihara akan terakumulasi di air dan meningkatkan toksisitas air jika tidak dibuang. Dalam akuaponik, ekskresi hewan diberikan kepada tanaman agar dipecah menjadi nitrat dan nitrit melalui proses alami, dan dimanfaatkan oleh tanaman sebagai nutrisi. Air kemudian bersirkulasi kembali ke sistem akuakultur. Karena sistem hidroponik dan akuakultur sangat beragam bentuknya maka sistem akuaponik pun menjadi sangat beragam dalam hal ukuran, kerumitan, tipe makhluk hidup yang ditumbuhkan, dan sebagainya.[5] KandangKandang ikan adalah kandang yang ditempatkan di danau, kolam, sungai, atau laut untuk melindungi ikan hingga ikan siap dipanen.[6][7] Kandang dapat didesain dari berbagai jenis bahan. Ikan yang dipelihara di dalam kandang dapat diberi pakan maupun dibiarkan memakan pakan yang datang dari lingkungan sekitarnya. Tipe pemeliharaan dengan kandang memiliki keuntungan yaitu dapat dipelihara sesuai dengan habitat ikan tersebut (air tawar, payau, atau laut) sehingga spesies ikan yang dipelihara sangat beragam. Kandang ikan juga dapat dipelihara bersamaan dengan pemanfaatan air lainnya seperti rekreasi dan irigasi.[6] Kekurangan sistem kandang adalah risiko lepasnya ikan ke lingkungan. Jika spesies ikan yang dipelihara bukan spesies endemik, dapat menjadi spesies invasif.[6] Pencemaran perairan setempat dapat menjadi risiko bagi ikan yang dipelihara dan begitu juga sebaliknya, pemeliharaan ikan dapat menyebabkan pencemaran lokal, terutama dari sisa pakan dan obat-obatan. Penyakit dan hama dapat berpindah lebih mudah dari lingkungan ke kandang dan sebaliknya. Logam paduan tembaga banyak digunakan sebagai bahan untuk membuat kandang karena memiliki sifat antimikroba dan algasida sehingga dapat mencegah menempelnya organisme di rangka kandang (biofouling) Budi daya ikan kompositBudi daya ikan secara komposit adalah teknologi yang dikembangkan di India pada tahun 1970-an dengan mendayagunakan ikan lokal dan ikan non-lokal yang dikombinasikan. Ikan-ikan tersebut dipilih karena memiliki jenis makanan dan cara makan yang berbeda-beda. Pada percobaan di India, ikan yang digunakan adalah Cirrhinus cirrhosus dan ikan mas sebagai konsumen dasar kolam, ikan Labeo rohita yang memakan di antara permukaan dan dasar kolam, dan ikan Catla catla dan Hypophthalmichthys molitrix sebagai konsumen permukaan. Ikan yang mampu memakan feses dari ikan lain juga bisa dipelihara sehingga meningkatkan efisiensi pakan. Metode ini mampu memproduksi hingga 6000 kg ikan per hektare per tahun.[8][9] Permasalahan pada budi daya ikan pada dasarnya sama dengan permasalahan pada budi daya perairan. Yang paling menonjol adalah efisiensi pada budi daya ikan karnivora, seperti budi daya salmon, yang membutuhkan nutrisi lebih banyak dari yang dihasilkannya. Namun kebutuhan pasar terhadap ikan salmon masih tinggi sehingga pembudidayaan masih berkembang. Para pembudi daya sudah mampu mensubstitusi protein menggunakan sumber dari tumbuhan, tetapi kebutuhan lemak, terutama Omega 3, masih sulit untuk dipenuhi dari sumber tumbuhan sehingga masih membutuhkan suplai dari hewani. Permasalahan berikutnya adalah kepadatan ikan yang dipelihara jauh melebihi kepadatan di habitat alaminya, hingga mencapai 6 ekor per meter persegi.[10] Kepadatan yang tinggi dapat menyebabkan luka pada ikan karena tingginya kontak dan gesekan antar ikan dan dengan komponen kandang. Konsentrasi amonia dari urin dan feses ikan yang tinggi juga dapat berdampak pada kesehatan ikan. Meski demikian, beberapa jenis ikan juga cenderung membentuk populasi dengan kepadatan tinggi di alam liar (fish school) seperti ikan herring, untuk memudahkan mencari mangsa dan menghindari predator. Para pembudidaya mencoba untuk mengoperasikan sistem pemeliharaan yang sesuai supaya tidak mengurangi rasio konversi pakan (kg pakan kering/kg hasil daging ikan). Pengukuran tingkat kesejahteraan hewan menjadi salah satu metode ilmiah dalam menentukan kesuksesan budi daya ikan.[11] Pembudidayaan dengan kepadatan tinggi dapat menyebabkan kerusakan habitan di sekitar area pemelihataan. Tingginya feses yang diproduksi dengan campuran sisa pakan dan obat-obatan dapat mencemari perairan setempat.[12] Dekomposisi sisa pakan dan feses dapat meningkatkan populasi bakteri yang mampu menguras kandungan oksigen terlarut sehingga mampu membunuh kehidupan di perairan. Berbagai usaha budi daya sering kali berpindah setelah tempat awal sudah tidak sehat sehingga nelayan yang mengusahakan perikanan tangkap menjadi terganggu oleh kerusakan lingkungan yang diakibatkan para pembudidaya berpindah ini.[13] Kekhawatiran terhadap keberadaan penyakit dan parasit ikan membuat para pembudidaya menggunakan obat-obatan dan antibiotik untuk menjaga agar tingkat kematian ikan tidak tinggi (meski tidak 100 persen sembuh[14]). Dalam banyak kasus, terutama pemeliharaan di alam terbuka menggunakan sistem kandang, obat-obatan dan antibiotik ini mampu mengalir ke lingkungan di luar area pemeliharaan sehingga mempengaruhi ekosistem sekitar.[15] Penggunaan antibiotik juga dapat menyebabkan hama dan penyakit lebih tahan sehingga menciptakan resistensi antibiotik. Antibiotik juga bersifat persisten dan dapat terkonsumsi oleh manusia.[16] Pemanfaatan vaksin kini lebih ditekankan untuk mengurangi penggunaan obat-obatan dan antibiotik.[17]
|