Apa yang dimaksud dengan bangsa imigran?

UMUM | 02 Nov 2010 02:14:19 PM

Imigran gelap/ilegal yang masuk ke wilayah Indonesia jumlahnya dari waktu ke waktu cenderung meningkat, dan dapat menimbulkan gangguan kehidupan sosial, politik, keamanan dan ketertiban masyarakat. Apalagi kalau keberadaan mereka disusupi oleh kegiatan kriminal seperti terorisme, people smuggling, trafficking in person, transnational crime dan narkotika.
Demikian dikatakan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Hukum dan HAM Provinsi Jawa Timur, Sihabudin BC IP SH saat membuka Loka Karya Tentang Strategi Penanganan Imigran Ilegal yang digelar Direktorat Jenderal Imigrasi (Ditjenim) Kementrian Hukum dan HAM RI, IOM (International Organization for Migration), dan POLRI di Hotel JW Mariot Jl Embong Malang Surabaya, Selasa (2/11).
Menurut Sihabudin, dalam perspektif keimigrasian, status orang asing pencari suaka maupun pengungsi diperlakukan sebagai orang asing yang tidak memenuhi peraturan keimigrasian yang berlaku di Indonesia. Mereka harus diberikan sanksi sesuai peraturan keimigrasian, namun dengan pertimbangan penghormatan terhadap HAM, pelaksanaan pemberian sanksi atau hukuman dilakukan dengan lebih bijaksana, yaitu tidak serta merta mendeportasi mereka tetapi menempatkan pada Rumah Detensi Imigrasi sambil menunggu proses deportasi ke negara asalnya ataupun penempatannya dengan fasilitasi United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) ke negara ketiga.
Oleh karena itu kerjasama Ditjen Imigrasi dengan IOM dalam melaksanakan kegiatan lokakarya Penanganan Imigran Ilegal ini merupakan wujud konkrit dari upaya peningkatan koordinasi yang baik dan diharapkan dapat diteruskan secara berlanjutan di masa-masa yang akan datang, katanya.
Ia berharap agar kegiatan ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya guna peningkatan kemampuan dalam penanganan imigran ilegal bagi aparatur imigrasi baik di tingkat pusat maupun di daerah serta menyamakan persepsi dan pandangan dalam menyikapi kebijakan keimigrasian terhadap penanganan imigran ilegal yang didasarkan pada peraturan hukum.
Kasubdit Cekal Ditjenim, Tubagus Gandarshah dalam presentasinya memaparkan lalulintas manusia masuk dan keluar wilayah Indonesia dan fungsi-fungsi keimigrasian. Dikatakan, ada 2 faktor kepentingan mengapa orang berpergian, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang datang dari dalam tiap individu itu sendiri untuk melakukan berpergian, sedang faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari alam misalnya bencana alam atau wabah penyakit, dan faktor manusia seperti konflik sosial, baik eknis, suku, agama dan perang.
Faktor eksternal inilah faktor yang memaksa seseorang meninggalkan negaranya, serta kenapa bangsa asing memilih masuk ke Indonesia. Alasan kuat imigran gelap masuk melalui Indonesia disebabkan posisi Indonesia sangat strategis dan berbatasan langsung dengan Australia. ujar Tubagus.
Menurutnya, Imigran gelap banyak masuk melalui Makasar, Kupang dan Mataram sebagai transit terakhir sebelum dibantu oleh nelayan Indonesia menyeberang ke Australia bagian utara atau ke Pulau Pasir. Masuknya imigran gelap harus warpadai, lanjut Tubagus mereka mempunyai berbagai kepentingan dan menyarankan agar masyarakat dapat melaporkan kepada pemerintah sebelum dimanfaatkan orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Ketua IOM, Steve Hamilton menyampaikan bentuk-bentuk pelayanan yang diberikan IOM kepada para migran gelap yang terdampar di Indonesia. Kita memberikan biaya hidup (makanan, akomodasi, pakaian dan kesehatan), layanan medis di sejumlah rumah sakit yang menjadi mitra IOM, pendamping dan konseling serta bantuan transportasi sampai ke Negara asal bagi yang ingin pulang secara sukarela, katanya.
IOM bekerja, kata Steve, sebagai tuntutan prinsip HAM dan menilai bahwa para migran bukan kriminal atau penjahat. Mereka meninggalkan daerahnya karena konflik, bencana alam, perang dan alasan kemanusian lainnya. Kita tidak ingin imigran gelap menjadi korban jaringan kejahatan transnasional yang memanipulasi keluguan mereka untuk mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda, tuturnya.
Sementara Kompol Hermawan, dari Mabes Polri mengatakan dalam penanganan penyeludupan manusia menyebutkan bahwa Mabes Polri telah membentuk Satgasus penanganan penyelundupan manusia dan kini telah berjumlah 12 tim di Indonesia. Tim ini berada di Aceh, Sumut, Lampung, Kepri, Mabes dan Polda Metro Jaya, Bali, Surabaya, Jabar, NTT, NTB dan Kediri.
Imigran gelap perlu penanganan serius, kata Hermawan, karena imigran gelap merupakan ancaman terhadap kedaulatan bangsa, dan berdampak ancaman keamanan, kehidupan sosial dan ekonomi dan ancaman idiologi suatu bangsa. Untuk itu, Hermawan mengimbau agar warga maryarakat secara berkewajiban untuk melaporkan bila ada melihat dan menemukan imigran gelap masuk ke Indonesia demi terciptanya kenyamanan dan kondusifnya daerah masing-masing.
Dalam kesempatan itu, Hermawan juga menerangkan bahwa UU Imigrasi Nomor 9 tahun 1992 pasal 54 huruf B tentang bantuan migran masuk ke Indonesia. Serta mengingatkan agar warga jangan turut sebagai pelaku perdagangan manusia, dengan meminta imbalan untuk memasukkan orang asing ke Indonesia tanpa adanya dokumen resmi. (sar)