Jepang termasuk Asia Apa?

Home News Berita
2021 in Review

Tak Cuma AS, Anti Asia Merebak di Banyak Negara

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
News
Jumat, 31/12/2021 18:40 WIB
Jepang termasuk Asia Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia -Pandemi Covid-19 nyatanyatak hanya meninggalkan persoalan kesehatan namun juga persoalan sosial. Permasalahan baru yang timbul pasca pandemi ini adalah tingginya sentimen Anti Asia di beberapa negara.

Warga berparas Asia seperti warga keturunan China, Jepang, maupun Indonesia menjadi sasaran penghinaan rasisme dan kekerasan. Para pelaku aksi rasisme ini menganggap bahwa orang Asia merupakan sumber dari penularan Covid-19 mengingat virus itu pertama kalinya muncul di Wuhan.

Menurut Stop AAPI Hate, organisasi yang melacak insiden kebencian dan diskriminasi terhadap orang Asia-Amerika dan Kepulauan Pasifik, setidaknya tercatat ada 500 insiden diskriminasi dalam dua bulan pertama tahun ini di Amerika Serikat (AS) Jika dilihat setahun terakhir, dari Maret 2020 hingga Februari 2021, angkanya mencapai 3.795 laporan.



Mayoritas laporan mencatat 68% merupakan pelecehan verbal. Sementara 11% melibatkan serangan fisik. Puncaknya terjadi pada kasus penembakan di tempat spa Asia di Atlanta yang menewaskan 8 orang pada Maret lalu.

Nyatanya kasus-kasus rasisme yang diikuti aksi-aksi penyerangan tak hanya terjadi di AS, namun juga terjadi di beberapa negara lainnya di dunia. Berikut daftarnya:

1. Prancis

Di negara tempat menara Eiffel itu dilaporkan beberapa kasus diskriminasi terhadap komunitas asia. Sejumlah laporan menunjukkan peningkatan signifikan dalam pelecehan dan serangan kekerasan terhadap orang-orang yang berasal dari wilayah tertentu di Asia.

Beberapa anak keturunan Asia seperti China, Vietnam, Korea, dan Jepang dikabarkan telah dikucilkan dan diejek oleh teman-temannya di sekolah menegah Paris. Ini karena asal-usul etnis mereka.

Restoran China, Thailand, Kamboja, dan Jepang telah melaporkan penurunan pelanggan. Skala penurunan berkisar antara 30 hingga 50%.

2. Jerman.

Berbagai insiden rasial dan diskriminasi terhadap orang-orang keturunan Asia di Jerman telah diberitakan oleh media berita. Majalah mingguan Der Spiegel pernah menerbitkan sampul kontroversial yang dianggap oleh beberapa orang menyalahkan China atas wabah tersebut dan memicu kebencian Anti-Asia atau xenofobia.

Kedutaan Besar China di Berlin telah mengakui peningkatan kasus permusuhan terhadap warganya sejak wabah. Pada 1 Februari 2020, seorang warga negara Tiongkok berusia 23 tahun di Berlin dilaporkan menerima penghinaan rasis dan kemudian dipukuli oleh dua penyerang tak dikenal, dalam sebuah insiden yang diklasifikasikan oleh polisi sebagai "xenofobia".

Seorang siswa China dari Chengdu yang tinggal di Berlin diberi pemberitahuan dua minggu untuk meninggalkan apartemen sewaannya. Pemiliknya adalah seorang aktris Jerman Gabrielle Scharnitzky.

"Saya harus melindungi diri saya sendiri dari kemungkinan bahaya infeksi oleh seseorang yang kembali dari daerah yang terkontaminasi virus, masuk dan keluar rumah saya dan dengan demikian membahayakan kesehatan saya dan kesehatan pengunjung saya," kata Scharnitzky kala itu.

Baca:
Kontroversial, China Buat 3 Film Marvel Ini di Ujung Tanduk

3. Belanda

Belanda juga mencatatkan beberapa kasus Anti-Asia. Kasus paling banyak ditemukan dalam beberapa kolom komentar dalam postingan mengenai virus corona.

Pada 8 Februari 2020, sekelompok mahasiswa Tiongkok yang tinggal di asrama mahasiswa Universitas Wageningen menemukan bahwa lantai mereka telah dirusak. Kerusakan termasuk bendera Cina robek dari pintu siswa dan robek serta dinding dirusak dengan penghinaan bahasa Inggris.

Polisi Belanda menyelidiki insiden itu. Tetapi sejauh ini belum ada tersangka yang diidentifikasi.

Pada 10 Februari 2020, seorang pria Belanda berusia 65 tahun keturunan China ditendang dari sepedanya di Amsterdam oleh dua pemuda. Salah satu pelaku merekam insiden itu dan mengunggahnya ke cerita Snapchat-nya.

Ia bahkan meremehkan pria Asia itu dengan mengatakan "jangan khawatir, itu adalah pria China". Namun tak lama ia akhirnya menyerahkan diri ke polisi setelah menjadi sasaran bully netizen.

4. Australia

Ada semakin banyak laporan di mana anggota komunitas China-Australia dan Asia-Australia menjadi sasaran hinaan verbal dan rasis.

Pada tanggal 20 Maret 2020, seorang siswa yang mengenakan masker di Hobart, Tasmania diberi tahu, "Anda terkena virus" dan "kembali ke negara Anda" sebelum ditinju sehingga menyebabkan matanya memar dan kacamata pecah. Alasan penyerangan tersebut sebagian disebabkan oleh perbedaan budaya dalam penggunaan masker di budaya Timur dan Barat.

Restoran dan perusahaan China di Sydney dan Melbourne juga tercatat telah mengalami penurunan bisnis yang dramatis, dengan perdagangan menurun lebih dari 70%.

Menurut jajak pendapat Ipsos MORI online, 23% responden Australia akan mempertimbangkan di masa depan untuk menghindari orang asal China untuk melindungi diri dari virus corona. Selain itu sebuah survei yang dibuat Australian National University menunjukkan bahwa 84,5% orang Asia-Australia mengalami setidaknya satu contoh diskriminasi antara Januari dan Oktober 2020.

5. India.

Tak hanya di dunia Barat, di India sentimen Anti-Asia dan Anti-Oriental juga berhembus kencang. Sebuah survei yang dilaksanakan The Takshashila Institution menemukan bahwa 52,8% responden India merasa istilah seperti "Virus China" dan "Pandemi Made in China" tidak bersifat rasis.

Tak hanya itu, Presiden unit Negara Bagian dari partai berkuasa Bharatiya Janata atau BJP di West Bengal Dilip Ghosh pernah menyatakan bahwa China telah "menghancurkan alam" dan "itulah mengapa Tuhan membalas dendam terhadap mereka." Pernyataan tersebut kemudian dikecam oleh konsulat China di Kolkata, menyebut mereka "salah."

Baca:
Malaysia Heboh, Mahathir Mohamad Disebut Rasis karena Sumpit

(tps/tps)
TAG: rasisme rasisme anti-asia amerika serikat australia prancis jerman belanda india cnbc2021