Apa tujuan teroris bom bunuh diri

Terduga teroris pelaku penembakan terhadap warga dan polisi tergeletak di jalanan di depan Sarinah, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis, 14 Januari 2016. Peristiwa itu menggemparkan Ibu Kota setelah teror bom sebelumnya terjadi di Hotel JW Marriot, Kuningan, Jakarta Selatan pada 2009. Tak hanya teror bom, aksi saling tembak antara pelaku dan polisi sempat terjadi saat itu. Dok.TEMPO/Aditia Noviansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Genap enam tahun silam, pada Selasa, 14 Januari 2016, terjadi peristiwa bom bunuh diri di Kawasan perempatan Jalan MH Thamrin-Wahid Hasyim, Jakarta Pusat. Pengeboman itu berhubungan dengan kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang didalangi Aman Abdurrahman, pentolan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

Bom pertama meledak di kedai Starbucks, dalam area Gedung Sarinah pada pukul 10.30 WIB. Menurut keterangan saksi, terlihat tujuh orang mencurigakan masuk ke dalam kedai tersebut. “Wajah mereka sangat serius,” kata Frank Feulner, seorang korban bom saat diwawancarai Tempo pada 14 Januari 2016.

Berselang sebelas detik kemudian, terjadi ledakan kedua di pos polisi perempatan Jalan MH Thamrin. Tiga orang pelaku tewas meledakkan diri.

Aksi berikutnya penembakan, pelaku bernama Afif berjalan menghampiri kerumuman warga yang sedang melihat proses evakuasi. Dia menembakkan peluru dengan korban tewas satu orang WNA asal Kanada dan dua orang polisi.

Kemudian, 20 menit pasca penembakan, bom yang dibawa salah seorang pelaku teror meledak dan menewaskan lima orang pelaku serta dua orang warga sipil di pos polisi. Berdasarkan keterangan Kepala Divisi Humas Mabes Polri, total berjumlah lima pelaku tewas dalam kejadian itu.

"Pelaku yang tertangkap meninggal di tempat. Pelakunya ada lima. Tiga tewas saat melakukan aksinya di Starbucks, dua di pos polisi," kata Inspektur Jenderal Anton Charliyan di kantor Divisi Humas Mabes Polri saat diwawancarai Tempo enam tahun lalu.

Sedangkan korban lainnya adalah puluhan warga dan beberapa orang polisi yang berada di lokasi saat kejadian berlangsung. Mereka yang mengalami luka akibat ledakan bom dan baku tembak dilarikan ke rumah sakit terdekat.

Merespons peristiwa pengeboman pada saat itu, beberapa lokasi lain di luar daerah seperti Bandara Juanda dan mal di Makassar mulai memperketat keamanan. Sebelum akhirnya polisi memberlakukan siaga 1 untuk seluruh wilayah Indonesia.

RISMA DAMAYANTI

Baca: Bom Sarinah, Begini Kronologi Kejadian Menurut Saksi Mata

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik //t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Bom Makassar: 'Milenial' terlibat bom bunuh diri dan iming-iming 'jalan pintas ke surga', bagaimana antisipasinya?

Sumber gambar, ANTARA FOTO

Keterangan gambar,

Anggota polisi mengamati motor yang digunakan terduga pelaku bom bunuh diri sebelum dievakuasi di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (29/3/2021).

Peneliti terorisme mengatakan banyak anak muda yang dijaring dalam kelompok teroris melalui media internet dan diiming-imingi jalan pintas ke surga jika melakukan bom bunuh diri.

Hal itu dikatakan menyusul peristiwa pengeboman di sebuah gereja Katolik di Makassar, Sulawesi Selatan, yang pelakunya merupakan seorang pemuda kelahiran tahun 1995.

Pemerintah diminta lebih gencar mengawasi perekrutan teroris melalui internet dan membenahi program deradikalisasi mantan teroris, yang hingga kini disebut masih kerap melakukan perekrutan anggota baru, salah satunya melalui media sosial.

Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengatakan telah menggandeng berbagai pihak untuk terus mengatasi konten-konten radikal di media sosial.

Iklan

  • Bom Makassar: Polisi jamin keamanan perayaan Paskah dan selidiki 'potongan tubuh' pelaku aksi teror Gereja Katedral berasal dari satu atau dua orang
  • Bom Makassar: 'Seumur hidup baru dengar suara ledakan sekeras itu'
  • Serangan bom di tiga gereja Surabaya: Pelaku bom bunuh diri 'perempuan yang membawa dua anak'

'Target khas kelompok teroris'

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan bahwa pelaku pengeboman bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, yang berinisal L adalah seorang pemuda kelahiran 1995.

Ia dan istrinya berusaha memasuki gereja sebelum meledakkan diri, mengakibatkan 20 orang di wilayah gereja itu luka-luka.

Boy Rafli menyebut anak-anak muda adalah target khas dari kelompok teroris.

"Jadi inisial L ini dengan istrinya adalah termasuk kalangan milenial yang sudah menjadi ciri khas korban dari propaganda jaringan terorisme," kata Boy sebagaimana dilaporkan wartawan Darul Amri di Makassar untuk BBC News Indonesia.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Syaiful Arif/aww.

Keterangan gambar,

Doa bersama lintas agama di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) (29/03) Kabupaten Jombang, Jawa Timur, diharapkan akan menguatkan para korban.

Kedua pelaku itu disebut polisi bergabung Jamaah Ansharut Daulah atau JAD.

Kelompok itu berafiliasi dengan kelompok yang menamai diri mereka Negara Islam atau ISIS.

Menanggapi itu, peneliti terorisme dariUniversitas Malikussaleh Aceh,Al Chaidar, mengatakan sejak empat tahun belakangan, kelompok terorisme JAD kerap mengincar anak-anak muda.

Yang diincar, katanya, bukan dari pesantren, tapi pengguna internet.

"Yang direkrut kebanyakan anak muda, milenial baru, yang dianggap masih bersih tanpa ada pengaruh NU atau Muhamadiyah. Mereka-mereka yang cenderung kosong secara keagamaan, kering secara spiritual.

"Kebanyakan mereka [perekrut] menggunakan media sosial, mereka membahas tentang jihad dan makna mati syahid supaya bisa masuk surga. Mereka tawarkan shortcut to heaven, jalan pintas ke surga," kata Al Chaidar.

Sumber gambar, Antara

Keterangan gambar,

Petugas kepolisian mengangkat kantong jenazah berisi bagian tubuh dari terduga pelaku bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, hari Minggu (28/03).

Lewati Podcast dan lanjutkan membaca

Podcast

Investigasi: Skandal Adopsi

Investigasi untuk menyibak tabir adopsi ilegal dari Indonesia ke Belanda di masa lalu

Episode

Akhir dari Podcast

Menurutnya, pemerintah perlu menambahkan sumber daya untuk melakukan pengawasan di internet untuk mencegah perekrutan teroris melalui media sosial maupun aplikasi berbagi pesan.

"Saat ini [pengawasan] belum efektif. Masih overload pekerjaan pemerintah. Perlu lebih banyak orang lagi untuk melakukan pengawasan," ujarnya.

Terkait itu, Kepala BNPT Kombes Boy Rafli, mengatakan pihaknya akan terus berupaya untuk mengatasi konten-konten radikal di media sosial.

"Ini sinergitasnya dengan semua pemangku kepentingan, bekerjasama dengan TNI, Polisi, BIN, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), semua lembaga negara termasuk Kominfo, sudah menjadi agenda utama dalam mengantisipasi sebaran paham radikal, intoleran di dunia maya.

"Itu yang harus dilaksanakan dengan juga pelibatan unsur masyarakat karena masyarakat menggunakan sarana cyber space yang tentunya harus waspada dengan kondisi di dunia maya" kata Boy Rafli.

Boy menambahkan literasi dan edukasi digital bagi generasi milenial sangat diperlukan agar mereka tidak terlibat dalam gerakan radikal.

Siapa yang lakukan perekrutan?

Al Chaidar mengatakan yang melakukan perekrutan di antaranya adalah mantan teroris, seperti mereka yang kembali atau dideportasi dari Suriah, juga ulama-ulama muda yang disebutnya penganut wahabi takfiri atau anti terhadap mereka yang non-Muslim.

Selain itu, Al Chaidar mengatakan, bekas narapidana yang tidak megalami proses deradikalisasi aktif melakukan perekrutan sekeluarnya dari penjara.

"Hampir 90 persen dari mereka (yang dipenjara) tak mau terderadikasliasi. Mereka melakukan rekrutmen yang sangat aktif melalui media sosial," katanya.

Sumber gambar, ANTARA

Keterangan gambar,

Petugas mengangkat kantong jenazah berisi bagian tubuh dari terduga pelaku bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan.

Menurut data, Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), dalam kurun waktu 2002 hingga 2020, sebanyak 11,4% dari 825 bekas narapidana teroris, atau lebih dari 90 orang, kembali terlibat gerakan terorisme selepas dari penjara.

Dari angka 90-an itu, sebanyak 38 delapan orang memiliki tingkat "militansi yang tinggi".

Alif Satria, peneliti yang fokus pada kajian terorisme dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) mengatakan harus ada keberlanjutan dari program deradikalisasi pemerintah agar para bekas napi tak lagi terlibat gerakan terorisme.

"Harus ada peningkatan evaluasi, koordinasi, dan keberlanjutan dari program-program deradikalisasi agar angka 11,4% ini menjadi 0," ujarnya.

Sumber gambar, ANTARA

Keterangan gambar,

Petugas kepolisian melakukan pemeriksaan di sekitar sisa-sisa ledakan dugaan bom bunuh diri di depan Gereja Katolik Katedral, Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/03).

Alif mengatakan saat ini, selain tidak wajib bagi para napiter, program deradikalisasi belum memiliki barometer terkait program deradikalisasi yang berhasil atau yang disebutnya success matrix.

"Belum ada yang membuat penilaian program sebenarnya bagaimana bentuk deradikalisasi yang berhasil? Namun, yang perlu dicatat ini adalah permasalahan semua negara," kata Alif.

Menurut Alif pembuatan ukuran keberhasilan program deradikalisasi mesti dilakukan dengan melibatkan sejumlah organisasi yang telah melakukan pendampingan para napi teroris.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Syaiful Arif/aww.

Keterangan gambar,

Warga lintas iman menggelar doa bersama atas tragedi bom di depan Gereja Katedral Makassar di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Senin (29/03).

Menurutnya, program deradikalisasi juga harus dilakukan sesuai dengan tingkat ektremisme seseorang.

"Ada program yang diarahkan ke mereka yang secara sukarela ingin mengikuti program (ekstremisme rendah) dan ada program yang diarahkan ke mereka yang tidak mau mengikuti (ekstremisme tinggi).

"Menurut saya lebih baik diwajibkan agar semua napiter paling tidak mendapatkan upaya deradikalisasi," tambahnya.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/rwa.

Keterangan gambar,

Personel Korps Brimob mengikuti apel Patroli Skala Besar TNI-Polri di Lapangan Presisi Ditlantas Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (29/03/2021) pascaaksi terorisme di Makasar.

Sebelumnya, anak muda lain yang terlibat dalam aksi pengeboman bunuh diri adalah Dani Dwi Permana, pelaku bom Marriott di tahun 2009.

Saat melakukan aksinya, ia baru berusia umurnya 18 tahun.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA